You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

Tinea korporis merupakan istilah untuk menunjukkan adanya infeksi jamur golongan
dermatofita pada badan, tungkai dan lengan, tetapi tidak termasuk lipat paha, tangan dan
kaki. Sedangkan istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur dermatofita pada daerah
kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal. Tinea korporis dan tinea kruris dapat
digolongkan menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit yang tidak
berambut. Walaupun secara klinis terdapat murni tinea kruris atau korporis, namun bisa
ditemukan tinea kruris et korporis bersamaan. 1,2
Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari data beberapa rumah
sakit di Indonesia pada tahun 1998 didapatkan persentase dermatomikosis terhadap seluruh
kasus dermatosis bervariasi dari 2,93% (Semarang) sampai 27,6% (Padang). 3 Sedangkan di
RSUP Sanglah Denpasar pada tahun 2008 terdapat 274 (7,02%) kasus baru dermatomikosis
superfisialis, 58 kasus (21,16%) diantaranya adalah tinea korporis dan 61 kasus (22,26%)
adalah tinea kruris. Dari segi usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan
bahwa remaja dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda atau lebih
tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor predisposisi
atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma, banyak berkeringat, selain pajanan terhadap
jamur lebih lama.4 Walaupun demikian tidak terdapat perbedaan secara khusus gambaran
klinis tinea korporis dan tinea kruris baik pada remaja, anak-anak maupun orang dewasa.
Secara umum gambaran klasik lesi tinea korporis dan tinea kruris berupa lesi anular dengan
central clearing dan tepi eritema yang aktif. Lesi yang berdekatan dapat bergabung
membentuk pola gyrata atau polisiklik. 1,2
Semua dermatofita dapat menyebabkan tinea korporis, tetapi yang merupakan
penyebab

tersering

adalah

Trichophyton

rubrum,

Trichophyton

mentagrophytes,

Microsporum canis dan Trichophyton tonsurans, sedangkan tinea kruris kebanyakan


disebabkan oleh Trichophyton rubrum dan Epidermophyton floccosum. Trichophyton
tonsurans merupakan jamur antropofilik dan tersebar diseluruh dunia dengan distibusi yang
luas. Spesies ini sering menimbulkan lesi yang bersifat kronis. 1 Jamur dermatofita dapat
1

ditularkan secara langsung maupun secara tidak langsung, dan untuk dapat menimbulkan
suatu penyakit, jamur dermatofita harus memiliki kemampuan untuk melekat pada kulit host
(pejamu), mampu menembus jaringan pejamu dan selanjutnya mampu bertahan dan
menyesuaikan dengan suhu dan lingkungan biokimia pejamu. Sedangkan variabilitas host,
seperti umur, jenis kelamin, ras, budaya dan imunitas dapat mempengaruhi manifestasi klinis
dan perjalanan penyakit infeksi dermatofita ini. Ini menunjukkan bahwa penyakit ini bersifat
multifaktorial.1,3
Sebagian besar kasus tinea korporis dan tinea kruris berespon baik dengan preparat
anti jamur topikal. Preparat topikal yang dapat digunakan diantaranya alilamin (naftitin,
terbinafin), imidazol, tolnaftat, siklopiroks dan salep whietfield, sulfur presipitatum 4-10%
dan asidum salisilikum 2-3% yang merupakan obat topikal konvensional.1-3 Akan tetapi
pada lesi yang luas, tidak dapat mentoleransi obat topikal, gagal dengan pengobatan topikal
dan penderita dengan infeksi kronis maka diperlukan pemberian preparat antijamur sistemik
yaitu griseofulvin, terbinafin, flukonazol atau itrakonazol.1 Tidak ada satu pustakapun yang
menyebutkan batasan waktu untuk dapat mengkatagorikan tinea korporis akut maupun
kronis, walaupun istilah tersebut banyak digunakan pada beberapa kepustakaan. Secara
umum, berdasarkan kamus kedokteran, istilah kronis menunjukkan lamanya perjalanan suatu
penyakit, dan istilah kronisitas umumnya digunakan pada penyakit yang telah berlangsung
selama lebih dari 3 bulan.8 Kronisitas dalam dermatofitosis merupakan hal yang sering
dijumpai klinisi, mengingat dermatofitosis merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial
dan semua faktor yang terlibat merupakan suatu keadaan yang dapat berubah. 1,4 Berikut
dilaporkan suatu kasus tinea korporis et kruris

BAB II
STATUS PASIEN
I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. W

Umur

: 68 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sukamanah, Jawa Barat

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

ANAMNESIS
Autoanamnesis, tanggal 10 Oktober 2015

Keluhan utama

: Gatal disertai kulit bercak kemerahan dan bersisik

halus pada bokong, selangkangan, punggung, dan kedua paha yang semakin
meluas dan gatal terutama bila berkeringat sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien merasa gatal disertai kulit bercak kemerahan dan bersisik halus pada
bokong, selangkangan, punggung, dan kedua paha yang semakin meluas sejak 4
hari

sebelum masuk rumah sakit. Gatal dirasakan terutama saat berkeringat,

awalnya timbul di punggung kemudian gatal menyebar ke bagian bokong,


selangkangan dan kedua paha. Pasien sering menggaruk pada bagian bercak
tersebut karena gatal yang dirasa semakin berat sampai kadang terasa perih. Jika
pasien sudah merasa badannya berkeringat gatal terasa makin hebat, biasanya
pasien langsung mengganti bajunya.

Kulit Bercak merah pada bokong, punggung, dan kedua paha dirasakan semakin
bertambah. Kulit bercak merah awalnya terdapat pada punggung lalu menyebar ke
bokong, selangkangan dan kedua paha. Bercak tersebut disertai dengan sisik sisik
halus. Tampak adanya perubahan warna dari bercak kemerahan menjadi
kehitaman. Pasien merasakan keluhan gatal pada bercak merah tersebut, sehingga
beberapa bercak tersebut timbul adanya luka garukan. Tidak ada keluhan nyeri
ataupun rasa panas pada bercak tersebut. Pasien juga menyangkal adanya gatal di

tempat bagian tubuh lainnya yang tidak ada bercak seperti telapak tangan, kepala,
sela jari tangan dan kaki.

Awalnya keluhan gatal dan bercak merah ini dirasakan pasien sekitar 3 minggu
yang lalu yang lalu namun tidak dirasakan hebat dan semakin parah sejak 4 hari
ini.

Riwayat pengobatan, satu minggu yang lalu pasien berobat ke puskesmas dan
diberikan obat salicyl. Keluhan membaik sesaat lalu timbul kembali.

Riwayat penyakit dahulu, pasien belum pernah mengalami sakit yang sama seperti
ini sebelumnya. Riwayat kencing manis, asma dan darah tinggi, penyakit kuning
dan penyakit hati disangkal

Riwayat penyakit keluarga, tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama
seperti ini. Riwayat kencing manis, asma dan darah tinggi pada keluarga disangkal

Riwayat alergi, tidak ada riwayat alergi obat maupun makanan

Riwayat psikososial, pasien memiliki kebiasaan mandi sekali sehari, mengganti


seprai tempat tidur 1-2 bulan sekali, mengganti handuk satu minggu sekali dan
pasien jarang menjemur handuknya, tidak pernah bertukar pakaian dan handuk
dengan orang lain, tidak pernah kontak dengan orang yang menderita sakit yang
sama seperti pasien, pasien sehari-hari sering melakukan aktifitas di rumah seperti
menyapu dan mengepel dan bertanam di halaman rumah dan sering berkeringat
setelahnya. Pasien juga mengaku di rumahnya sangat panas karena ventilasinya
kurang baik dan tidak ada kipas angin yang membuat pasien sering berkeringat
jika sedang melakukan aktifitas sehari-hari

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Kompos mentis

Tanda-tanda vital
Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Nadi

: 89 x/menit

Pernapasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,9OC

Kepala

: Normocephali

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

THT

: Faring hiperemis -/-, tonsil T1-T1

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid maupun KGB

Jantung

: Suara jantung S1-S2 reguler, murmur -/-, gallop -/-

Paru

: Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Cembung, dinding perut supel, bising usus (+) normal,


nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepatosplenomegali (-)

Ekstremitas

: Akral hangat, edema tungkai (-), capillary refill < 2 detik

Status Dermatologis
Distribusi
A/R
Lesi

Regional
bokong, selangkangan, punggung, dan paha kanan dan kiri
Lesi bilateral, multiple, sirkumskrip, polisiklik, diskret sebagian
konfluens, kering, lesi sebagian menimbul sebagian tidak

Efloresens

menimbul, ukuran terkecil 2x1 cm, ukuran terbesar, 7x8 cm.


makula hiperpigmentasi dan papula eritematosa dengan skuama

dan krusta

Foto klinis :
5

IV.

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan kulit di bokong, selangkangan,
punggung, dan kedua paha. Ditemukan hifa panjang bercabang dan bersepta, serta
double contour pada pemeriksaan mikroskopis
Hasil pemeriksaan mikroskopis sediaan bokong pembesaran 10x

Hasil

pemeriksaan

mikroskopis sediaan pada


bokong pembesaran 40x

V.

RESUME
7

Seorang wanita berusia 68 tahun datang ke poliklinik RSUD Kota Banjar


dengan keluhan gatal disertai kulit bercak kemerahan dan bersisik halus pada
daerah bokong, selangkangan, punggung, dan kedua paha yang semakin meluas
sejak 4 hari

sebelum masuk rumah sakit. Gatal dirasakan terutama saat

berkeringat, awalnya timbul di punggung kemudian gatal menyebar ke bagian


bokong, selangkangan dan kedua paha. Pasien sering menggaruk pada bagian
bercak tersebut karena gatal yang dirasa semakin berat sampai kadang terasa
perih. Jika pasien sudah merasa badannya berkeringat dan gatal terasa makin
hebat, biasanya pasien langsung mengganti bajunya.Kulit bercak merah pada
bokong, punggung, dan kedua paha dirasakan semakin bertambah. Kulit bercak
merah awalnya terdapat pada punggung lalu menyebar ke bokong, selangkangan
dan kedua paha. Bercak tersebut disertai dengan sisik sisik halus. Tampak adanya
perubahan warna dari bercak kemerahan menjadi kehitaman. Pasien merasakan
keluhan gatal pada bercak merah tersebut, sehingga beberapa bercak tersebut
timbul adanya luka garukan.

Awalnya keluhan gatal dan bercak merah ini

dirasakan pasien sekitar 3 minggu yang lalu yang lalu namun tidak dirasakan
hebat dan semakin parah sejak 4 hari ini. Riwayat pengobatan, satu minggu yang
lalu pasien berobat ke puskesmas dan diberikan obat salicyl. Keluhan membaik
sesaat lalu timbul kembali. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kuning atau
penyakit hati sebelumnya. Riwayat psikososial, jarang menjemur handuknya,
pasien sehari-hari sering melakukan aktifitas di rumah seperti menyapu dan
mengepel dan bertanam di halaman rumah dan sering berkeringat setelahnya.
Pasien juga mengaku di rumahnya sangat panas karena ventilasinya kurang baik
dan tidak ada kipas angin yang membuat pasien sering berkeringat jika sedang
melakukan aktifitas sehari-hari
Pada Pemeriksaan fisik dermatologis didapatkan distribusi regional pada
daerah bokong, selangkangan, punggung, paha kanan dan paha kiri. Lesi bilateral,
multiple, sirkumskrip, polisiklik, diskret sebagian konfluens, kering, lesi sebagian
menimbul sebagian tidak menimbul, ukuran terkecil 2x1 cm, ukuran terbesar, 7x8
cm. Efloresensi makula hiperpigmentasi dan papula eritematosa dengan skuama
dan krusta. Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan adanya hifa panjang
bercabang dan bersepta disertai dengan double contour

VI.

DIAGNOSIS BANDING
Tinea Korporis et Kruris
Kandidiosis
Pitiriasis Rosea

VII.

DIAGNOSIS KERJA

Tinea Korporis et Kruris


VIII. RENCANA/ANJURAN PEMERIKSAAN

Pembiakan jamur dengan menggunakan medium agar Sabouraud dextrose.

Pemeriksaan dengan lampu wood

Pemeriksaan fungsi hati SGOT dan SGPT

IX.

PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa

Tidak menggaruk area yang gatal

Menjaga kebersihan kulit dengan mandi sehari 2 kali

Mencegah area lipatan kulit dari kelembaban yang berlebihan dengan cara
mengeringkan kulit setelah mandi dan berkeringat, mengganti pakaian dalam
ketika mulai berkeringat

Medikamentosa

Sistemik
Ketokonazole 200 mg. 1x1dalam 2 minggu

Topikal
Ketokonazole krim 2% dioleskan 2x1 selama 14 hari

X.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: Ad bonam

Quo ad functionam

: Ad bonam

Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam


BAB III
9

ANALISA KASUS
A. Analisis Diagnosis Kasus
Anamnesis pada kasus:
Seorang wanita berusia 68 tahun
keluhan gatal disertai kulit bercak kemerahan dan bersisik halus pada
daerah bokong, selangkangan, punggung, dan kedua paha yang semakin
meluas sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Gatal dirasakan terutama saat berkeringat, awalnya timbul di punggung
kemudian gatal menyebar ke bagian bokong, selangkangan dan kedua
paha.
Riwayat Penyakit Dahulu, pasien tidak menderita penyakit kuning atau
penyakit hati sebelumnya.
Riwayat psikososial, jarang menjemur handuknya, pasien sehari-hari
sering melakukan aktifitas di rumah seperti menyapu dan mengepel dan
bertanam di halaman rumah dan sering berkeringat setelahnya. Pasien juga
mengaku di rumahnya sangat panas karena ventilasinya kurang baik dan
tidak ada kipas angin yang membuat pasien sering berkeringat jika sedang
melakukan aktifitas sehari-hari
Teori
Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superficial
golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah,
badan, lengan, dan tungkai.6,7,8
Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha,
genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian
bawah. Tinea kruris disebut juga eczema marginatum, dhobie itch, ringworm
of groin. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Tinea kruris merupakan
salah satu bentuk klinis yang sering di lihat di Indonesia6,7,8
Faktor Predisposisi:6,7,9
Menyerang pria dan wanita
Semua umur, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa
Paling banyak di daerah tropis
Musim panas dan banyak berkeringat
Kebersihan yang kurang diperhatikan
Lingkungan yang kotor dan lembab
Pemeriksaan Status Dermatologis pada Kasus
10

Status Dermatologis
Pada Pemeriksaan fisik dermatologis didapatkan distribusi regional pada
daerah bokong, selangkangan, punggung, paha kanan dan paha kiri. Lesi bilateral,
multiple, sirkumskrip, polisiklik, diskret sebagian konfluens, kering, lesi sebagian
menimbul sebagian tidak menimbul, ukuran terkecil 2x1 cm, ukuran terbesar, 7x8 cm.
Efloresensi makula hiperpigmentasi dan papula eritematosa dengan skuama dan
krusta

Teori:
Tinea kruris:
Lokalisasi: regio inguinalis bilateral, simetris. Meluas ke perineum, sekitar anus,
intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian
bawah. 6,7,8,9
Efloresensi dan sifat :Makula eritematosa numular sampai geografis, berbatas tegas
dengan tepi lebih aktif terdiri dai papula atau pustula. Jika kronik makula menjadi
hiperpigmentasi dengan skuama di atasnya.9
Tinea korporis:
Lokalisasi: wajah, anggota gerak atas dan bawah, dada, perut, punggung.

11

Efloresensi dan sifat: lesi berbentuk makula atau plak yang merah atau
hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan penyembuhan sentral. Pada tepi lesi dijumpai
papula eritematosa atau vesikel. Pada tepi lesi dijumpai papula-papula eritematoswa
atau vesikel. Pada perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi.
Gambaran tersebut dapat polisiklis, anular, atau geografis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan KOH 10% diambil dari kerokan kulit di bokong, selangkangan,
punggung, dan kedua paha. Ditemukan hifa panjang bercabang dan bersepta, serta
double contour pada pemeriksaan mikroskopis
Hasil pemeriksaan mikroskopis pada sediaan di bokong pembesaran 10x

Hasil pemeriksaan mikroskop pada sediaan bokong pembesaran 40x

Teori:
Pada kecurigaan tinea kruris, spesimen yang digunakan adalah kerokan kulit.
Pengambilan pada kulit yang tidak berambut / glabrous dilakukan dari bagian tepi
kelainan hingga mencapai sedikit di luar kelainan sisik kulit dan kulit dikerok
menggunakan pisau tumpul steril. Untuk pengambilan spesimen dari kulit yang

12

berambut, rambut terlebih dahulu dicabut, kemudian kulit dikerok untuk memperoleh
sisik.8
Sediaan basah dibuat dengan cara meletakkan bahan di atas object glass,
kemudian ditambah 1 2 tetes larutan KOH dengan konsentrasi 20%. Setelah
menunggu sekitar 15 20 menit untuk melarutkan jaringan, dapat ditambahkan zat
warna tertentu, misalnya tinta Parker superchroom blue black dengan tujuan melihat
elemen jamur secara lebih nyata. Adapun waktu ini dapat diperpendek dengan
melakukan pemanasan di atas api kecil.8
Pemeriksaan langsung sediaan basah dikerjakan dengan mikroskop, umumnya
cukup dengan menggunakan pembesaran 10 x 10 dan 10 x 45. Gambaran yang sesuai
untuk dermatofitosis pada kulit adalah ditemukannya hifa, yang nampak sebagai dua
garis sejajar dengan sekat dan cabang, atau spora berderet / artospora pada kelainan
kulit yang lama dan / atau sudah diobati. 8

Gambar 3. Gambaran Dermatofita pada Sediaan Basah KOH.10


Analisis Diagnosis Banding pada Kasus
13

Diagnosis Banding pada Kasus:

Tinea korporis et kruris


Kandidiasis
Pitiriasis rosea

Teori:
Kandidiasis: Gatal hebat disertai panas terbakar, terkadang nyeri jika ada infeksi
sekunder. Gambaran kandidiasis pada lipatan paha adalah makula eritema bentuk
semilunar, maserasi di bagian sentral dengan adanya lesi satelit, memiliki konfigurasi
hen and chicken9
Pitiriasis rosea: gambaran lesi makula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada
papula, skuama. Diameter panjang lesi menuruti garis kulit. Terdapat herald
patch6,7,8,9
Tanda&Gejala

Tinea Kruris

Gatal bertambah

Tinea

Kandidiasis

korporis

Pitiriasis rosea

(Gatal hebat
disertai panas
seperti
terbakar)

tampak meninggi.
Makula

hiperpigmentasi
Eritema
Skuama
Lesi pada bokong
Lesi pada punggung

ketika berkeringat
Lesi berbatas tegas
Polisiklis dengan

(gatal
ringan)
-

tepi aktif, tepi lesi

Diagnosis banding tersebut pada kasus dapat disingkirkan sebagai diagnosis kerja
dikarenakan perbedaan pada efloresensi sehingga diagnosis kerja tinea kruris
+tinea korporis dapat ditegakkan
Untuk menajamkan kembali diagnosis, disarankan untuk dilakukan perencanaan
pemeriksaan penunjang seperti Pembiakan jamur dengan menggunakan medium
agar Sabouraud dextrose, pemeriksaan dengan lampu wood, pemeriksaan fungsi
hati SGOT dan SGPT
Analisis Rencana Pemeriksaan Penunjang
14

Pembiakan jamur dengan menggunakan medium agar Sabouraud dextrose.

Pemeriksaan dengan lampu wood

Pemeriksaan fungsi hati SGOT dan SGPT

Teori

Untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan


pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose Agar
(SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah kurang lebih

dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca secara makroskopis.5
Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang
mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 yang jika didekatkan pada
lesi akan timbul warna kehijauan. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat
menolong dengan adanya effloresensi merah (coral red) pada penderita

kandidiasis.
Lalu pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk melihat fungsi hati pada pasien
sebelum diberikan pengobatan karena pengobatan ketokonazole mempunyai
efek samping terhadap fungsi hati, pemeriksaan ini dilakukan supaya
penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien tidak memberatkan fungsi hati
pada pasien.5

Analisis Penatalaksanaan
Kasus:
Non Medikamentosa

Tidak menggaruk area yang gatal

Menjaga kebersihan kulit dengan mandi sehari 2 kali

Mencegah area lipatan kulit dari kelembaban yang berlebihan dengan cara
mengeringkan kulit setelah mandi dan berkeringat, mengganti pakaian dalam
ketika mulai berkeringat

Medikamentosa

Sistemik
Ketokonazole 200 mg. 1x1dalam 2 minggu

15

Topikal
Ketokonazole krim 2% dioleskan 2x1 selama 14 hari

Teori:
Tatalaksana pada pasien dengan tinea kruris dilakukan secara medikamentosa
maupun non medikamentosa.
Tatalaksana non medikamentosa terutama diarahkan untuk tetap menjaga
higiene / kebersihan diri melalui mandi dan mengganti pakaian, menjaga tubuh agar
tidak terlalu berkeringat, tidak menggunakan handuk / barang pribadi lain secara
bergantian, menghindari kontak langsung dengan hewan yang disangka menularkan
jamur, serta kepatuhan berobat.11
Berdasarkan pedoman PERDOSKI tahun 2011, secara medikamentosa dapat
diberikan administrasi obat topikal dan sistemik.12
Obat topikal terpilih berasal dari golongan alilamin, diberikan sekali sehari
selama 1-2 minggu. Sebagai alternatifnya, dapat diberikan golongan azol,
siklopiroksolamin, asam undesilinat, dan tonafal 1-2 kali sehari selama 2-4 minggu.12
Obat sistemik diberikan apabila lesi terjadi secara kronik, terjadi lesi luas /
ekstensif, atau gagal respons dengan pengobatan topikal. Pilihan obatnya adalah
griseofulvin oral 10-25 mg/kg BB/hari, ketokonazol 200 mg/hari, itrakonazol 2 x 100
mg/hari, serta terbinafin oral 1 x 250 mg/hari.12
Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis yang memiliki
aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit dan ragi, misalnya Tricophyton
Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum Sp, Candida Sp. Ketoconazole bekerja
dengan menghambat enzim sitokrom jamur sehingga mengganggu sintesis ergosterol
yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur. Ketokonazol bersifat
fungistatik dan dapat menjadi alternatif pilihan bila terjadi resistensi pada
griseofulvin. Pemberian dilakukan selama 10 hari 2 minggu pada pagi hari setelah
makan. Obat ini bersifat hepatotoksik sehingga tidak boleh diberikan pada pasien
dengan kelainan hepar.8
Lamanya pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit,
serta keadaan imunitas penderita.Pemberian obat dilakukan hingga secara klinis
16

ditemukan

perbaikan

diikuti

dengan

hasil

negatif

pada

pemeriksaan

laboratorium.12Agar tidak residif, pengobatan dilanjutkan selama 2 minggu setelah


terjadi kesembuhan secara klinis.8

Berdasarkan Prognosis
Quo Ad vitam

: Ad Bonam Tidak ada gejala atau tanda yang

mengarah kepada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital
pasien masih dalam batas normal.
Quo Ad functionam
: Ad Bonam tine menimbulkan lesi yang tidak
mengganggu fisiologis kulit secara bermakna
Quo Ad Sanactionam
: Ad Bonam

Dengan

menghilangkan

faktor

predisposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntan dan sembuh
Teori
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga8

DAFTAR PUSTAKA
1. Goedadi M, Suwito PS. Tinea Korporis dan Tinea Kruris. In : Budimulja U,
Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors. Dermatomikosis
Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004, p : 31-35
2. Adiguna MS. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. In : Budimulja U,
Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors. Dermatomikosis
Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004, p : 1-6
3.

Kuswadji, Budimulja U. Penatalaksanaan Dermatofitosis di Indonesia. MDVI


1997;24(1):36-39

4.

Hainer BL. Dermatophyte Infections. Am Fam Physician 2003;67(1):101-108

5. Nugroho SA, Siregar RS. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis Mikosis Superfisialis.


In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, editors.
Dermatomikosis Superfisialis, 2nd Ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2004, p: 99-107

17

6. Shannon, Verma, Michael P. Heffernan. Superficial Fungal Infection: in Fitzpatricks


Dermatology in General Medicines. 7th ed. Vol.2, The Mc Graw Companies.2008.
1807-1821
7. Djuanda, Adhi, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisike enam. Penyakit Kulit:
Mikosis.Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. Hal 89-105
8. Budimulja U.Dermatomikosis Superfisialis.Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2001. Hal
7-16
9. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi ketiga. Penyakit Jamur:
Tinea Jakarta EGC. 2014. Halaman 17-20,29-31
10. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology.[e-book]. Fifth Edition. Philadelphia: McGraw-Hill Companies;
2007.Chapter 23: Cutaneous Fungal Infection. Hal 182
11. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Diseases of the Skin Clinical
Dermatology. Eleventh Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.p.287-8,299.
12. Sugito TL, Hakim L, Suseno LS, Suriadiredja A, Toruan TL, Alam TN, editor.
Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin PERDOSKI. Jakarta:
PP PERDOSKI; 2011.hal.96-99.

18

You might also like