Professional Documents
Culture Documents
ZAFIRA ZAHRAH
260110150022
Tujuan
Mengamati pengaruh pH terhadap ionisasi obat
II.
Prinsip
II.1.
pH
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk
pKa
Suatu reaksi kimia mempunyai tetapan keseimbangan k yang
menggambarkan
seberapa
jauh
reaksi
berlangsung
sampai
berkesudahan. Untuk ionisasi dari suatu asam dalam air tetapan tersebut
disebut tetapan keasaman Ka (Fessenden, 2006).
II.3.
Hasselbach:
pH = pKa + log
pOH = pKb + log
[garam]
[ asam]
[ garam ]
[ asam ]
II.4.
Ka dan Kb
Ka yaitu tetapan ionisasi atau tetapan disasosiasi. Menurut
III.
Teori Dasar
Kebanyakan obat pada umumnya dapat bersifat basa lemah
atau asam lemah yang diketahui melalui ion-ionnya. Ion-ion ini lah yang
mampu masuk ke dalam sel-sel, karena kemampuannya untuk melewati
membran-membran yang sangat bergantung pada pH dan pKa. Alas an
digunakannya asam lemah atau basa lemah dikarenakan basa kuat atau
asam kuat apabila dalam tubuh ia akan sukar untuk mengabsorbsi karena
asam kuat dan basa kuat pasti akan terionisasi sempurna (seluruhnya).
Oleh karena itu obat-obat yang dibuat cenderung bersifat asam lemah atau
basa lemah pada umumnya. Ketika obat melewati lambung dengan pH
asam, maka sifat basa akan terprotonasi dan saat obat melewati usus
dengan pH basa, maka sifat asam yang akan terprotonasi. Basa didalam
media basa akan tetap pada molekulnya namun apabila berada dalam
media asam maka akan terprotonasi, begitupun sebaliknya (Raharjo,
2008).
Kelarutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh
polaritas suatu pelarut, yaitu momen dipole pelarut. Pelarut polar dapat
melarutkan zat ionik dan zat-zat polar lainnya. Kelarutan zat bergantung
pada struktur seperti perbandingan gugus polar terhadap gugus nonpolar
dalam molekul (Martin, 1993).
efisien
karena
rendahnya
daya
kelarutan,
dimana
akan
Teknik-teknik
yang
beroperasi
pada
tingkat-tingkat
IV.
-Parasetamol
5.3. GambarAlat
1. Gelas Ukur
2. Pipet Tetes
3.
Tabung
reaksi
V.
Prosedur
Tersedia 6 tabung reaksi:
1. Tabung 1
Dimasukkan asetosal 30 mg, kemudian ditambahkan HCl pH
1 sebanyak 3 ml. Dan ditambahkan etil asetat sebanyak 3ml.
Kemudian kocok larutan tersebut.
2. Tabung 2
Dimasukkan asetosal 30 mg, kemudian ditambahkan larutan
buffer pH 8 sebanyak 3 ml. Dan ditambahkan etil asetat sebanyak
3ml. Kemudian kocok larutan tersebut.
3. Tabung 3
Dimasukkan parasetamol 20 mg, kemudian ditambahkan
HCl pH 1 sebanyak 3 ml. Dan ditambahkan etil asetat sebanyak 3ml.
Kemudian kocok larutan tersebut.
4. Tabung 4
Dimasukkan parasetamol 20 mg, kemudian ditambahkan
larutan buffer pH 8 sebanyak 3 ml. Dan ditambahkan etil asetat
sebanyak 3ml. Kemudian kocok larutan tersebut.
5. Tabung 5
Data Pengamatan
No
.
Senyawa (mg)
HCl pH
1
Buffer
pH 8
Etil
Asetat
Hasil
(Tinggi/rendah)
1.
Asetosal 30,6
3 ml
3 ml
Sedang (Lebih
mg
2.
Asetosal 28,5
Gelap)
-
3 ml
3 ml
Sedang
3 ml
3 ml
Tinggi (Lebih
mg
3.
Parasetamol
19,9 mg
4.
Parasetamol
Gelap)
-
3 ml
3 ml
Tinggi
3 ml
3 ml
Rendah (Lebih
20,2 mg
5.
Asam Salisilat
20,5 mg
Gelap)
6.
Asam Salisilat
3 ml
3 ml
Rendah
21 mg
No.
Perlakuan
Hasil
1.
reaksi.
Untuk
senyawa
HCl pH 1
Parasetamol tidak larut dalam
HCl pH 1
Asam Salisilat tidak larut
masing-
dimasukkan
Untuk
tabung
dalam HCl pH 1
ditambahkan
Untuk
tabung
ditambahkan
larutan buffer pH 8
Parasetamol tidak larut dalam
larutan buffer pH 8
Asam Salisilat tidak larut
4.
beberapa
larutan buffer pH 8
menjadi 2 lapisan.
Parasetamol + HCl pH 1
menit
terpisah
beberapa
menit
asam
salisilat
Setelah
beberapa
memiliki
kapiler.
6.
Parasetamol
Dikeringkan.
Kemudian
asam salisilat.
Untuk perbandingan pH. pH
dilihat
VII.
Pembahasan
Percobaan kali ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh pH
terhadap ionisasi obat. Sampel yang digunakan yaitu asetosal,
parasetamol dan asam salisilat sebagai pengganti p-aminofenol karena
ketidakadaannya bahan tersebut. Pada prosedur yang pertama untuk
setiap sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian untuk
setiap tabung ditambahkan bahan yang berbeda yaitu HCl pH 1 dengan
larutan buffer pH 8. Hal tersebut dilakukan untuk melihat perbandingan
antara pH rendah dengan pH yang tinggi. Setelah ditambahkan larutan
HCl pH 1, terlihat bahwa semua sampel tidak tercampur. Hal tersebut
menandakan bahwa sampel obat tersebut memiliki kelarutan yang
rendah pada pH yang rendah. Berdasarkan teori bahwa kelarutan
berbanding lurus dengan tingginya pH. Namun pada perlakuan kedua
yaitu dengan penambahan larutan buffer pH 8 didapatkan hasil bahwa
ketiga sampel tidak larut dalam larutan tersebut. Hal tersebut
menyimpang dengan teori yang menyatakan bahwa kelarutan berbanding
lurus dengan tingginya pH. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, salah satunya yaitu kurang efektifnya pengocokkan yang
dilakukan sehingga ketiga sampel tidak larut didalam larutan yang lebih
tinggi pHnya dibanding pH 1.
Setelah itu dilakukan penambahan etil asetat sebagai pelarut
organik kedalam semua tabung reaksi. Pada saat ditambahkan, kedua
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden. 2006. Kimia Organik Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Hendrawan. 2002. Kajian Tentang Kinetika Transfer Asam Asetat Pada
Antarmuka Cair-cair dengan Menggunakan Rotating Membrane
Cell. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Lawrence, M.Jayne and Rees, Gareth D. 2002. Microemulsion-based
Media as Novel Drug Delivery Systems. Advanced Drug Delivery
Reviews. 45;1; 89-121.
Martin, A, dkk. 1993. Farmasi Fisik Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: UI Press.
Purba, M. 1994. Kimia. Jakarta: Erlangga
Raharjo. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Staff Pengajar FK Unsri. 2004. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.