You are on page 1of 5

ANALISIS KASUS

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, parasit). Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam,
menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40o C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
Pada pasien ini keluhan utama yang dirasakan adalah sesak napas. Sesak napas yang
terjadi bisa disebabkan oleh adanya penumpukan cairan pada alveolus akibat adanya infeksi.
Karakteristik sesak yang tidak dipegaruhi oleh aktivitas dan tidak adanya PND menggambarkan
bahwa sesak kemungkinan bukan berasa dari gangguan system kardiovaskuer. Sesak juga tidak
dipengaruhi oleh cuaca atau debu menunjukan bahwa diagnosis asma diagnosis asma dapat
disingkiran. Selain sesak pasien juga mengeuhkan adanya demam.
Demam menunjukkan adanya suatu proses inflamasi akut. Keluhan batuk yang produktif
dan adanya perubahan karakteristik sputum adalah gejala yang khas pada infeksi paru akut.
Sputum yang berwarna kekuningan (purulent) menunjukkan bahwa infeksi kemungkinan
disebabkan oleh bakteri. Batuk telah dirasakan 3 minggu SMRS. Batuk yang lama biasanya
disebabkan oleh adanya infeksi Mycobacterium tuberculosis, namun pasien menyangkal adanya
keluhan lain yang mendukung diagnosis TBC. Akan tetapi, pemeriksaan sputum lebih baik tetap
dilakukan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya peningkatan suhu yang menunjukkan adanya
suatu proses inflamasi akut. Selain itu respiratory rate juga meningkat (sesak napas) penyebab
meningkatnya laju pernapasan telah dijelaskan sebelumnya. Adanya ronki pada paru kanan
menunjukkan bahwa terdapat cairan pada saluran nafas. Hal ini semakin mendukung diagnosis
pneumonia pada kasus ini.
Dari hasil pemeriksaan sputum SPS pasien, tidak ditemukan BTA, sehingga hasilnya
didapatkan BTA negative. Dari pemeriksaan ini, dapat membantu untuk menyingkirkan
diagnosis banding TB.
Dari hasil urinalisa pasien didapatkan penurunan berat jenis. Terdapat peningkatan
jumlah sel epitel squamosal, sel transisional, Kristal maupun epitel mucus. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya proses inflamasi yang terjadi pada saluran kencing. Walaupun tidak terdapat

leukosit, nitrit, protein, glukosa, dan keton yang menunjukkan bahwa infeksi belum mencapai
ginjal sehingga menyebabkan kebocoran plasma. Pemeriksaan urin tersebut dapat membantu kita
dalam menegakkan diagnosis pneumonia komuniti.
Dari hasil analisa gas darah didapatkan peningkatan pH, peningkatan PCO 2, dan
peningkatan HCO3, yang menandakan adanya alkalosis metabolik. Terdapat juga peningkatan
laktat dalam arteri yang menunjukkan peningkatan metabolisme, sehingga terdapat
penumpukkan laktat di darah.
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto thoraks dan laboratorium.
Ditegakkan diagnosis pneumonia komuniti berdasarkan gejala klinis yang ditemukan pada pasien
yaitu terdapat batuk yang disertai dengan perubahan karakteristik sputum, terdapat kenaikan
suhu tubuh/demam 380C pada pemeriksaan aksila, sesak nafas sebagai keluhan utama, dan juga
pada pemeriksaan fisik didapatkan suara ronkhi pada lapang paru bagian kanan. Hal ini semakin
didukung oleh kenaikan leukosit sebesar 22.900/dl (leukosit 10.000 atau <4500).
Pasien kemungkinan mengalami pneumonia tipikal dengan karakteristik onset yang akut,
batuk yang produktif, sputum yang purulent dan tidak terdapat gejala lain di luar paru seperti
nyeri kepala, nyeri tenggorok, myalgia, dll.Selain itu dari pemeriksaan lab juga didapatkan
adanya leukositosis. Etiologi dari pneumonia tipikal biasanya adalah kokus gram + atau -. Untuk
mengetahui etiologinya secara akurat perlu dilakukan kultur.
PSI (Pneumonia Severity Index)
Karakteristik Pasien
Umur
Frekuensi napas > 30x/mnt
Suhu tubuh > 35oC
JUMLAH

Nilai
63-10= 53
20
15
88

Pada pasien ini berdasarkan faktor demografik yaitu umur, tidak ada penyakit komorbid,
dengan frekuensi nafas >30 kali/menit, dan suhu tubuh yang meningkat >350C didapatkan skor
PSI 88, sehingga menurut rekomendasi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pasien ini
memerlukan perawatan rawat inap. Dengan total poin 88 tersebut, pasien termasuk dalam
kategori kelas risiko III, yaitu resiko rendah dengan persentase angka kematian sebesar 2.8%.

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu untuk mendapatkan


hasilnya, yaitu diantaranya dengan menggunakan pemeriksaan biakan untuk menentukan kuman
penyebab. Sedangkan pemeriksan invasive hanya dilakukan pada pneumonia berat dan
pneumonia yang tidak merespon dengan pemberian antibiotic. Pneumonia dapat menyebabkan
kematian bila tidak segera diobati, maka pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotic secara
empiris.
Dalam mengobati pasien ini pemilihan antibiotic secara empiris berdasarkan beberapa
factor, termasuk jenis kuman yang kemungkinan besar merupakan penyebab, efektifitas obat
telah terbukti dalam penelitian sebelumnya, dan juga factor resiko resisten antibiotic. Pemilihan
antibiotic mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap Streptococcus pneumonia yang
merupakan penyebab utama CAP.
Pasien ini dirawat melalui IGD, setelah menilai skor PSI pasien ini memerlukan rawat
inap. Terapi yang diberikan meliputi pengobatan supporting atau simptomatik, yaitu pemberian
terapi oksigen, pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi kalori serta elektrolit, dan
pemberian obat lain seperti antipiretik dan mukolitik. Selain itu pemberian antibiotic segera sejak
di IGD dalam waktu 8 jam sejak masuk rumah sakit. Pemberian antibiotic dievaluasi secara
klinis dalam 72 jam pertama. Jika terjadi perbaikan klinis maka terapi dapat dilanjutkan dan bila
perburukan maka antibiotic harus diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris.
Antibiotik yang diberikan pada pasien rawat inap tidak intensif berdasarkan petunjuk
terapi empiris untuk pneumonia komunitas menurut PDPI yaitu golongan fluorokuinolon
respirasi IV (Levofloxacyn 750 mg, Moksifloksasin) atau beta laktam ditambah makrolid.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan bahan sputum dan
didapatkan hasil negative pada pengecatan BTA dari sputum pagi dan sewaktu, Hasil
pemeriksaan ini menyingkirkan kemungkinan infeksi kuman TB.
Pada perkembangan terapi pasien ini dipantau dari pasien masuk (11 Oktober 2015) sampai
tanggal 15 Oktober 2015. Pasien masih diberikan terapi injeksi antibiotik (Levofloxacin i.v) dan
belum diganti dengan obat oral.
Adapun kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti (PDPI,
2014):
Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

Penderita sudah tidak panas 8 jam


Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)
Leukosit menuju normal/normal
Pada perkembangan pasien ini, pasien masih merasakan sesak dan batuk selama
perawatan, meskipun sesak sempat sedikin menurun selama beberapa hari. Adapun frekuensi
pernafasan pasien masih diatas batas normal, yakni 24x/menit. Hal ini menandakan bahwa gejala
klinis pasien belum sepenuhnya membaik, sehingga terapi antibiotik injeksi belum dapat diganti
dengan terapi oral.
Selain itu, pada kasus pneumonia terapi injeksi dapat diberikan selama 2-3 hari, maksimal
4 hari, setelah itu dapat diganti dengan terapi oral lalu dilanjutkan rawat jalan, dengan
memperhatikan kriteria perubahan terapi diatas. Pada pasien ini masih diberikan terapi injeksi,
sehingga belum dapat dipulangkan atau rawat jalan.
Pada kasus pneumonia komuniti umumnya prognosis baik. Adapun angka kematian pada
pasien ini berkisar 2,8%, yang menunjukkan tingkat keparahan Klas III dan kelas risiko rendah.
Anga kematian ini didapatakan dari skor PSI (Pneumonia Severity Index) sebesar 88 poin.
Dengan penanganan yang tepat, pasien ini dapat menunjukkan perkembangan yang baik.
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumonia adalah penyakit saluran napas bawah (lower respiratory tract (LRT)) akut, biasanya
disebabkan oleh infeksi. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal. Penyebabnya bisa
bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan sumber utama bakteri, virus,
mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun partikel. Penyakit ini dapat terjadi pada
semua umur, walaupun manifestasi klinik terparah muncul pada anak, orang tua dan penderita
penyakit kronis.
Saran
Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh
seseorang akibat adanya peningkatan kuman patogen seperti bakteri yang menyerang saluran
pernapasan. Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,

keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam
paru merupakan ketidak seimbangan antara daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit. Oleh karena itu sangat di perlukan
menjaga daya tahan tubuh dengan memperhatikan nutrisi dan kesehatan tubuh.

You might also like