You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tujuan kebidanan masa kini dan waktu mendatang adalah menekan angka
kesakitan dan kematian ibu dan anak sampai kepada batas yang tidak dapat
diturunkan lagi. Tujuan ini hanya dapat dicapai bila kita mampu mengenali dan
menanganni faktor-faktor medis dan non medis penyebab morbiditas dan mortalitas
ibu dan anak.
Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik bagi ibu maupun bagi janin,
kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu
dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic
uterine contraction (Wiknjosastro, 2005).
Menurut data WHO, sebanyak 99 persen kematian ibu akibat masalah
persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. Rasio kematian ibu di
negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian ibu per
100 ribu kelahiran bayi hidup jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di
sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran.
Pembangunan kesehatan saat ini telah berhasil meningkatkan status kesehatan
masyarakat. Pada periode 2004 sampai dengan 2007 terjadi penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup
menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup. Namun demikian keberhasilan tersebut masih
perlu terus ditingkatkan, mengingat AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian
ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan, yaitu

perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus
macet 5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT
2001).
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada
kelompok sasaran miskin (Quintil 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan
persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai
55,4%. Keadaan seperti ini banyak terjadi disebabkan kendala biaya sehingga
diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan. Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan
yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB,
maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa
Jaminan Persalinan (Jampersal).
Menurut statistik partus lama pada tahun 2007 rata-rata di dunia menyebabkan
kematian pada ibu sebesar 8% dan di Indonesia sendiri sebesar 9% sedangkan pada
bayi baru lahir adalah sebesar 26% untuk dunia dan 30% untuk Indonesia.
Menurut hasil berbagai survei, tinggi rendahnya Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB) disuatu Negara dapat dilihat dari kemampuan untuk
memberikan pelayanan obstetric yang bermutu dan menyaluruh.Dari hasil survei yang
dilakukan AKI telah menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu, namun demikian
upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunan millenium masih membutuhkan
komitmen dan usaha keras yang terus menerus.
Upaya Menurunkan AKI dan AKB. Departemen Kesehatan menargetkan
angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang dan pada tahun 2015 menjadi 102
orang per tahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu upaya terobosan dan terbukti
mampu meningkatkan. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau
125/100.000 kelahiran hidup.
Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan
negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

2007, AKI di Indonesia adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1.000.
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia
masih tinggi jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada Tujuan
Jaminan Persalinan ini adalah meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan
yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB
(Angka Kematian Bayi) melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.
Anak balita merupakan salah satu populasi paling beresiko terkena bermacam
gangguan kesehatan (kesakitan dan kematian). Menurut Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, Angka Kematian Balita di Indonesia sebesar
44/10.000 Kelahiran Hidup . Dalam mencapai upaya percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) maka salah satu upaya
promotif dan preventif yang mulai gencar dilakukan adalah Kelas ibu hamil dan Kelas
ibu balita.
Menurut statistik partus lama pada tahun 2007 rata-rata di dunia menyebabkan
kematian pada ibu sebesar 8% dan di Indonesia sendiri sebesar 9% sedangkan pada
bayi baru lahir adalah sebesar 26% untuk dunia dan 30% untuk Indonesia.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kalbar
dinilai masih tinggi. Pemerintah Kalbar berupaya meningkatkan tenaga dokter dan
bidan di daerah. Saat ini angka kematian ibu masih 228 per 100.000 kelahiran dan
kematian bayi masih 34 per 1.000 kelahiran hidup. Bahkan dalam tujuan
Pembangunan Milenium (MDGs) ditargetkan, angka kematian ibu saat melahirkan
118 per 100.000 kelahiran dan kematian bayi 24 per 1.000 kelahiran hidup. Program
itu merupakan akselerasi pencapaian target pada 2015.
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau pada
periode 1 Januari 2011 sampai 31 Desember 2011 didapat data jumlah 786 ibu

bersalin, yang terdiri dari 398 orang ibu bersalin dengan tindaka seksio sesarea dan
388 orang ibu bersalin pervaginam. Dari data tersebut terdapat 42 (33,01%) orang ibu
bersalin yang mengalami partus tak maju. Masalah yang mengakibatkan terjadinya
partus tak maju sebagian besar karena terjadinya ketuban pecah dini pada ibu bersalin.
Sedangkan akibat dari partus tak maju pada bayi terjadi asfiksia sedang dan berat.
Mengingat bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kejadian partus tak maju pada
ibu dan janin, serta cukup tingginya presentase terjadinya partus tak maju di Rumah
Sakit Umum Daerah Sanggau, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara paritas dengan terjadinya partus tak maju di Rumah Sakit Umum
Daerah Sanggau.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah Apakah Ada Hubungan antara Paritas Dengan Kejadian Partus Tak Maju di
RSUD Sanggau
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Paritas Dengan Kejadian
Partus Tak Maju di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Untuk mengetahui prevalensi partus tak maju di Rumah Sakit Umum
Daerah Sanggau
b. Untuk mengetahui prevalensi paritas dengan terjadinya partus tak maju
di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau
c. Untuk mengetahui besarnya resiko persalinan lama yang berhubungan
dengan paritas di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi RSUD Sanggau sebagai masukan dan dapat dijadikan acuan
perbandingan dalam memberikan Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin.
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota, sebagai masukan atau dapat dijadikan dasar serta
sebagai bahan pembanding dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
3. Bagi Institusi D3 Kebidanan St. Benedicta di Pontianak, hasil penelitian ini
dapat menjadi sumber data, referensi atau bahan rujukan untuk mahasiswi

sehingga dapat menunjang proses belajar, serta dapat bermanfaat dalam


pengembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai partus lama.
4. Bagi peneliti, memberikan pengalaman langsung sebagai penelitian dan
diharapkan bermanfaat untuk menambah serta mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya mengenai partus lama.

E. KEASLIAN PENELITIAN
No

Nama

1.

Peneliti
Liza Apriani
2011

Judul

Desain

Hasil

Hubungan antara

Penelitian
Penelitian

paritas dengan

analitik dengan 74 orang (13,5%), terdapat

terjadinya

rancangan case

Prevalensi paritas 1 dan >3

hubungan yang bermakna

persalinan lama di control

antara paritas dengan

Rumah Sakit

terjadinya persalinan lama

Umum Daerah dr.

(OR : 12, 62 ; P : 0, 000)

Rubini
Mempawah

2.

Sri. R
2011

Karakteristik Ibu

Deskriptif

Menunjukan bahwa partus

dengan partus

dengan

lama sebagian besar dijumpai

lama di Rumah

melakukan

pada ibu yang berusia 20-35

Sakit Umum

studi

tahun yaitu berjumlah 76%,

Daerah dr.

dokumentasi

16% pada ibu yang berusia

Agoesdjam

menggunakan

>35 tahun dan 8% pada ibu

Ketapang tahun

data rekam

yang berusia <20 tahun.

2011

medik di

Partus lama sebagian

RSUD dr.

dijumpai pada paritas 2-4

Agoesdjam

berjumlah 56%, 44%

Ketapang

dijumpai pada paritas 1 dan

tahun 2011

tak seorangpun ibu paritas >4


yang mengalami partus lama.
Partus lama hampir
seluruhnya terjadi pada usia
kehamilan aterm yaitu
sebanyak 96%, dan 4%
terjadi pada usia kehamilan

3.

Febryanita
2005

Hubungan antara Penelitian


partus

lama analitik dengan bersalin, terdapat hubungan

persalinan dengan pendekatan


perdaraha

serotinus.
Hasil penelitian dari 37 ibu

yang bermakna antara lama

post cross sectional. persalinan kala I dengan

partum primer di

perdarahan

ruanga

Bersalin

primer, sedangkan pada lama

Rumah

Sakit

persalinan

post

kala

partum

II

tidak

Umum
dr.

Provinsi
Soedarso

Pontianak

tahun

terdapat

hubungan

yang

bermakna dengan perdarahan


post partum primer.

2005.
Perbedaan dari penelitian ini adalah terletak pada subyek penelitian, tempat, dan
waktu penelitian. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian analitik dengan
pendekatan case control dengan subyrk penelitian ibu bersalin dengan partus tak maju
di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau 2011.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. PARTUS TAK MAJU
a. Pengertian
Menurut Prawirohardjo (2002) persalinan lama yaitu :
1) Fase laten lebih dari 8 jam
2) Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran
bayi (persalinan lama)
3) Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada partograf
Partus tak maju yaitu persalinan yang ditandai tidak adanya
pembukaan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya penurunan janin
dalam 1 jam.
Partus tak maju (persalinan macet) berarti meskipun kontraksi uterus
kuat, janin tidak dapat turun karena faktor mekanis. Kemacetan
persalinan biasanya terjadi pada pintu atas panggul, tetapi dapat juga
terjadi pada ronga panggul atau pintu bawah panggul.

Partus tak maju yaitu suatu persalinan dengan his yang adekuat yang
tidak menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala
dan putar paksi selama 2 jam terakhir.
Persalinan lama adalah persalinan yang terjadi dimana fase laten
berlangsung lebih dari 8 jam atau lebih, bayi belum lahir, atau dilatasi
serviks dikanan garis waspada pada persalinan fase aktif (Saifuddin,
2007)
Sedangkan persalinan terlantar adalah persalinan yang disertai komplikasi
ibu dan janinnya. Pada umumnya berlangsung lebih dari 24 jam atau
ditolong dengan paksa. Persalinan terlantar merupakan upaya tubuh untuk
menyelamatkan diri dari ruptur uteri dengan mekanisme perlindunganhis
menghilang sehingga kedudukan janin stasioner (tetap) (Manuaba, 2008 :
1)
Berdasarkan dari

pengertian diatas, maka peneliti menyimpulkan

bahwa yang dimaksud dengan partus tak maju adalah partus yang tak ada
kemajuan pada kala I (dengan his yang adekuat, tidak ada kemajuan pada
pembukaan serviks dan penurunan kepala)
b. Etiologi
Persalinan dipengaruhi oleh faktor 3P (power, passenger dan passage).
Jika ketiga faktor tersebut tidak dapat bekerja sama dengan baik maka
dapat menyebabkan terjadinya persalinan lama. Adapun kelainan yang
terdapat pada masing-masing faktor, antara lain :
1) Kelainan power (kelainan tenaga/ kelainan his)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya
menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat
pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan (Prawirohardjo, 2002).
Kelainan his sering ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan

yang bersifat inersia uteri. Faktor herediter, emosi dan kekuatan


memegang peranan penting. Salah pimpinan persalinan pada kala
II atau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obatobatan penenang. Penanganan distosia kelainan tenaga/ his bila
dijumpai pada permulaan persalinan lakukan evaluasi secara
keseluruhan untuk mencari sebab-sebabnya.
Kelainan his baik kekuatan maupun

sifatnya,

dapat

menghambat kelancaran persalinan. Pada persalinan lama hal ini


dapat disebabkan oleh :
a) Inersia Uteri (Hypotonic Uterine Contraction)
His bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi
lebih kuat dan lebih dahulu dari pada bagian-bagian lain,
peran fundus tetap menonjol. Kelainannya terletak dalam
hal kontraksi uterus lebih aman, singkat, dan jarang dari
pada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan
rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh
umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu maupun bagi
janin, kecuali persalinan berlangsung terlalu lama. Keadaan
ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine
contraction. Jika timbul setelah berlangsung his kuat untuk
waktu yang lama atau his pernah cukup kuat kemudian
melemah karena otot-otot rahim lelah akibat persalinan
berlangsung lama dinamakan inersia uteri sekunder. Hai ini
dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada
pembukaan, pada bagian terendah terdapat caput, dan
mungkin ketubah telah pecah.
b) Tetania Uteri (hypertonic Uterine Contraction)

His yang terlalu kuat dan sering, sehingga tidak ada


relaksasi otot rahim. His yang terlalu kuat dan terlalu
efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang
sangat

singkat,

akibatnya

dapat

terjadi

persalinan

precipitatus yaitu Persalinan yang berlangsung dalam


waktu kurang dari 3 jam yang ditandai oleh sifat his yang
abnormal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya
terletak pada kelainan his. Bahaya partus presipitatus bagi
ibu ialah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir,
khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami
perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut
mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.
c) Inkoordinasi Kontraksi Otot Rahim (Incoordinate Uterine
Action)
Sifat his yang berubah-ubah, tonus otot uterus
meningkat, juga diluar his, dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronasi
antara

kontraksi

bagian-bagiannya.

Tidak

adanya

koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah


menyebabkan

his

tidak

efisien dalam mengadakan

pembukaan. Disamping itu tonus otot uterus yang menaik


menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi
ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin.
Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida,
khususnya primigravida tua.
2) Kelainan Passager (Kelainan Janin)

Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena


kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin, antara lain :
a) Kelainan bentuk dan besar janin
Antara lain, disebabkan oleh :
(1) Pertumbuhan janin yang berlebihan
Janin besar ialah bila berat badannya lebih dari
4000 gram. Kejadian sangat bervariasi antara 8 sampai
10% total kelahiran. Kesukaran dapat terjadi karena
kepala lebih besar atau kepala yang lebih keras (pada
post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas
panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melalui
rongga panggul. Apabila kepala anak sudah lahir tetapi
kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya
bahu, janin dapat meninggal karena asfiksia.
(2) Hidrosefalus
Adalah keadaan dimana terjadi penimbunan
cairan cerebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran suturasutura dan ubun-ubun. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel biasanya antara 500 1500 ml, akan tetapi
kadang-kadang mencapai 5 liter. Hidrosefalus akan
menyebabkan sefalopelvic distroporsi dengan segala
akibatnya. Hidrosefalus seringkali disertai kelainan
bawaan seperti spinabifida.
(3) Kelainan bentuk janin
(a) Janin kembar melekat (Double Monster)
Adalah keadaan dimana terdapat perlekatan
antara 2 janin kehamilan kembar. Janin yang satu
lebih kecil daripada yang lain tetapi kadangkala
kedua janin sama besar.

(b) Janin dengan perut besar


Pembesaran perut menyebabkan distosia akibat
dari asites atau tumor hati, limpa, ginjal, dan
ovarium. Kandung kencing yang sangat penuh
dapat pula menimbulkan gejala yang sama.
(c) Tumor-tumor lain pada janin
Masih ada tumor-tumor pada bagian lain tubuh
janin yang dapat menyebabkan distosia, misalnya
tumor pada daerah pelvis janin atau janin kembar
melekat jenis pigomelus parastikus.
(4) Prolapsus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping
atau melewati bagian terendah janin didalam jalan
lahhir setelah ketuban pecah.
b) Kelainan Letak Janin (Malpresentasi dan Malposisi)
Malpresentasi adalah bagian terendah janin yang berada
disegmen bawah rahim, bukan bagian belakang.
Macam-macam diagnosis malpresentasi :
(1) Presentasi bokong
Presentasi bokong merupakan keadaan dimana
janin terletak memanjang dengan kepala terletak
difundus uteri dan bokong berada dibagian bawah
kavum uteri. Beberapa jenis presentasi bokong :
(a) Letak Bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat
keatas.
(b) Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping
bokong (letak bokong kaki sempurna)
(c) Letak sungsang tidak sempurna (Incomplite
Breech)

Adalah letak sungsang dimana selain bokong,


bagian yang terendah juga kaki atau lutut, terdiri
dari : letak kaki sempurna, letak kaki tidak
sempurna, letak lutut sempurna dan letak lutut tidak
sempurna.

(2) Letak Lintang (Transverse Lie)


Adalah suatu keadaan dimana janin melintang
didalam uterus dengan kepala pada sisi-sisi yang satu
sedangkan bokong pada posisi yang lain.
(3) Presentasi ganda/ majemuk
Adalah terjadinya prolaps satu atau lebih
ekstermitas pada presentasi kepala ataupun bokong.
Dalam pengertian presentasi majemuk tidak termasuk
presentasi bokong-kaki, presentasi bahhu, atau prolaps
tali pusat.
(4) Presentasi muka
Adalah keadaan
kedudukan

defleksi

dimana

maksimal,

kepala

dalam

sehingga

oksiput

tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian


terendah menghadap kebawah.
(5) Presentasi Dahi
Adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga
dahi merupakan bagian terendah.
Malposisi adalah posisi abnormal ubun-ubun kecil
relatif terhadap panggul ibu. Posisi oksiput transversal atau

anterior adalah keadaan yang terbanyak dan disebut


normal.
Pada presentasi verteks (bagian depannya adalah
oksiput) oksiput dapat diraba pada enam posisi yang
berbeda dalam hubungannya dengan pintu atas panggul,
yaitu :
(1) Jika oksiput menunjuk pada daerah posterior kanan dari
pintu atas panggul, maka posisi ini disebut oksipitoposterior kanan (OPKa).
(2) Jika oksiput menunjuk pada daerah lateral kanan dari
pintu atas panggul, maka posisi inni disebut oksipitolateral kanan (OLKa).
(3) Jika oksiput menuju pada daerah anterior kanan dari
pintu atas panggul, maka posisi ini disebut posisi
oksipito-anterior kanan (OAKa).
Sama halnya dengan bagian kiri, posisi oksiput dapat
disebut sebagai oksiput-posterior kiri, oksipito-lateral kiri,
dan oksipito-anterior kiri, sesuai dengan daerah pelvis yang
ditunjukan oleh oksiput.
3) Kelainan Passage (Kelainan Jalan Lahir)
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
a) Kelainan jalan lahir tulang
(1) Kelainan bentuk panggul
Menurut Caldwell dan Moloy, jenis kelainan panggul
dibagi 4 jenis pokok, yaitu :
(a) Panggul ginecoid
Pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit

daripada diameter anteroposterior dan dengan


panggul tengah serta pintu bawah panggul luas.
(b) Panggul anthropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang
daripada diameter transversa, dan dengan arkus
pubis menyempit sedikit.
(c) Panggul android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai
segitiga berhubungan dengan penyempitan ke
depan, dengan spina isciadika menonjol ke dalam
dan dengan arkus menyempit.
(d) Panggul platipelloid
Diameter anteroposterior

yang

jelas

lebih

pendek daripada diameter transversa pada pintu atas


panggul dengan arkus pubis yang luas.
Berhubung dengan pengaruh faktor-faktor ras dan sosial
ekonomi, frekuensi dan ukuran-ukuran jenis panggul
berbeda-beda diantara berbagai bangsa. Pada panggul
dengan ukuran normal, apapun jenisnya pokoknya,
kelahiran pervaginam janin dengan berat badan yang
normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi
karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain, ukuranukuran panggul dapat menjadi lebih kecil daripada standar
normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan
pervaginam.
Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh Munro Keer
yang diubah sedikit, panggul-panggul yang terakhir ini
dapat digolongkan sebagai berikut :

(a) Perubahan

bentuk

karena

kelainan

pertumbuhan

intrauterine : panggul Naegele, panggul Robert, split


pelvis, panggul asimilasi.
(b) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang-tulang
panggul dan/atau sendi panggul : rakitis, osteomalasia,
neoplasma, fraktur, artrofi, karies, nekrosis, penyakit
pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
(c) Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang :
kifosis, skoliosis, spondilolistesis.
(d) Perubahan bentuk karena penyakit kaki : koksitas,
liksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
(2) Kesempitan panggul
Dapat dibedakan menjadi :
(a) Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila
konjugata vera kurang dari 10 cm, atau diameter
transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada
konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih
menguntungkan daripada semua ukuran (panggul
sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul
sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala
tertahan oleh pintu atas panggul, maka serviks uteri
kurang mengalami tekanan kepala. Ini dapat
menyebabkan

inersia

uteri

serta

lambannya

pendaratan dan pembukaan serviks.


(b) Kesempitan panggul tengah
Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan
secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik, ialah
distansia interpinarum. Apabila ukuran kuran dari

9,5 cm, perlu waspada terhadap kemungkinan


kesukaran pada persalinan.
(c) Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang
yang datar, tetapi terdiri atas segitiga belakang yang
mempunyai dasar yang sama, yakni distansia
tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih
kecil daripada biasa, maka sudut arcus pubis
mengecil pula (kurang daripada 80 ). Dengan
distansia

tuberum

bersama

dengan

diameter

sagitalis posterior kurang dari 15 cm, timbul


kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa.
Kesempitan panggul merupakan salah satu faktor yang
menentukan

apakah

persalinan

pervaginam

akan

berlangsung dengan aman atau tidak untuk ibu.


(3) Ketidakseimbangan sefalopelvik
Kelainan panggul merupakan faktor penting
dalam kelangsungan persalinan, tetapi yang tidak
kurang penting ialah hubungan antara kepala janin
dengan panggul ibu. Besarnya kepala janin dalam
perbandingan luasnya panggul ibu menentukan apakah
ada ketidakseimbangan sefalopelvik atau tidak.
b) Kelainan jalan lahir lunak
Kelainan jalan lahir lunak dapat menyebabkan
gangguan pembukaan terutama :
(1) Kelainan serviks
Adalah terhalangnya

kemajuan

persalinan

disebabkan kelainan serviks uteri. Walaupun his normal


dan baik, kadang-kadang pembukaan serviks jadi macet

karena ada kelainan yang menyebabkan serviks tidak


mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada serviks uteri :
(a) Serviks kaku
Suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku.
Keadaan ini sering dijumpai pada primigravida tua,
atau karena adanya parut-parut bekas luka atau
bekas infeksi atau pada karsinoma serviks.
(b) Kejang atau kaku serviks
Di bagi menjadi 2 yaitu primer dan sekunder.
Dikatakan primer mungkin disebabkan oleh rasa
takut atau pada primigravida tua atau sebab psikis.
Sedangkan dikatakan sekunder oleh karena lukaluka dan karena infeksi yang sembuh dan
meninggalkan parut.
(c) Serviks gantung (Hanging Cervix)
Suatu keadaan dimana ostium uteri ekstermem
dapat terbuka lebar, sedangkan ostium uteri
internum tidak mau membuka. Serviks akan
menggantung seperti corong.
(d) Serviks konglumer (conglumeratio cervix)
Suatu keadaan dimana ostium uteri internum
dapat terbuka sampai lengkap sedangkan ostium
uteri eksternum tidak mau membuka. Keadaan ini
sering kita jumpai pada wanita dengan prolaps uteri
yang menjadi hamil atau dengan serviks dan portio
yang panjang. Dalam hal ini serviks dapat menjadi
tipis, namun ostium uteri eksternum tidak membuka
atau hanya membuka 5 cm.
(e) Edema serviks

Bila dijumpai edema yang hebat dari serviks


disertai hematoma dan nekrosis ini merupakan
tanda

adanya

obstruksi.

Terutama

karena

kesempitan panggul, serviks terjepit antara kepala


dan jalan lahir sehingga terjadi gangguan sirkulasi
darah dan cairan yang menimbulkan edema serviks.
(2) Kelainan Vagina
Adalah keterlambatan atau kesulitan dalam
jalannya persalinan yang dikarenakan adanya kelainan
pada vagina yang menghalangi lancarnya persalinan.
Kelainan vagina yang cukup sering dijumpai dalam
kehamilan dan persalinan adalah septum vagina
terutama vertika longitudinal. Selain itu tumor vagina
juga

merupakan

rintangan

bagi

lahirnya

janin

pervaginam.
(3) Kelainan hymen dan perineum
Kelainan pada hymen inperforate, atau hymen
elastik pada perineum terjadi kekakuan sehingga
memerlukan episiotomi yang luas.
c. Determinan dari Partus Tak Maju
1. Usia
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan
melahirkan adalah 20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan
psikologi ibu sudah cukup matang dalam menghadapi kehamilan dan
persalinan.
Usia <20 tahun organ-organ reproduksi belum sempurna secara
keseluruhan dan perkembangan kejiwaan belum matang sehingga
belum siap menjadi ibu dan menerima kehamilannya. Usia >35 tahun
organ reproduksi mengalami perubahan yang terjadi karena proses

menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi.
Selain itu peningkatn umur seseorang akan mempengaruhi organ yang
vital seperti sistim kardiovaskuler, ginjal dan lain-lain (pada umur
tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat
tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi
pada ibu dan janin).(Indriyani : 2006)
2. Paritas
Paritas 1-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Paritas 0 dan paritas lebih dari 3 mempunyai
angka kematian maternal yang lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih
tinggi kematian maternal.
Ibu hamil yang memiliki paritas 4 kali atau lebih, kemungkinan
mengalami gangguan kesehatan, kekendoran pada dinding perut dan
kekendoran dinding rahim sehingga berisiko mengalami kelainan letak
pada janin, persalinan letak lintang, robekan rahim, persalinan macet
dan perdarahan pasca persalinan.
3. Riwayat Persalinan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan
prematur, seksio caesarea, bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan
dengan induksi serta semua persalinan tidak normal yang dialami ibu
merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.
4. Anatomi Tubuh Ibu Melahirkan
Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan
malnutrisi dan terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi
dalam persalinan, tinggi badan < 150 cm berkaitan dengan
kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145 cm terjadi
ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar kepala janin.1,10
Sebagian besar kasus partus tak maju disebabkan oleh tulang
panggul ibu terlalu sempit sehingga tidak mudah dilintasi kepala bayi

waktu bersalin. Proporsi wanita dengan rongga panggul yang sempit


menurun dengan meningkatnya tinggi badan, persalinan macet yang
disebabkan panggul sempit jarang terjadi pada wanita tinggi.
5. Pendidikan
Ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih memperhatikan
kesehatannya selama kehamilan dibandingkan dengan ibu yang
tingkat pendidikannya rendah. Pendidikan ibu merupakan salah satu
faktor penting dalam usaha menjaga kesehatan ibu, anak dan juga
keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu semakin meningkat
juga pengetahuan dan kesadarannya dalam mengantisipasi kesulitan
kehamilan dan persalinan sehingga termotivasi untuk melakukan
pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.

d. Tanda dan gejala persalinan lama


Tabel 2.1. Tanda dan gejala persalinan lama
Tanda dan gejala klinis

Diagnosis

Serviks tidak membuka


Tidak didapatkan his/his tidak teratur

Belum inpartu

Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8 jam Fase laten memanjang


inpartu dengan his yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada Fase aktif memanjang
partograf

Inersia uteri

Disproporsi

Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan


lamanya kurang dari 40 detik

sefalopelvik

Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin


yang dipresentasi tidak maju, sedangkan his baik

Obstruksi kepala

Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin


yang dipresentasi tidak maju dengan caput,
terdapat moulase hebat, edema serviks, tanda

Malpresentasi

atau

malposisi

ruptura uteri imminens, gawat janin

Kelainan presentasi (selain verteks dan oksiput

anterior)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi Kala II lama
tak ada kemajuan penurunan

Tanda maupun gejala terjadinya persalinan lama dapat diketahui bila terjadi :
1) Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)
Fase laten memanjang adalah apabila pembukaan serviks tidak
melewati 4 cm setelah 8 jam inpartu dengan his yang teratur.
Pemanjangan fase laten dapat disebabkan faktor antara lain :
a) Kecemasan dan ketakutan
b) Pemberian analgetik
c) Abnormalitas pada tenaga ekspulsi
d) Abnormalitas pada panggul
e) Kelainan pada letak dan bentuk janin
f) Kelainan dalam bentuk janin
1) Fase aktif memanjang (prolonged Active Phase)
Dikatakan fase aktif memanjang apabila pembukaan serviks
melewati kanan garis waspada partograf. Beberapa penyebab fase
aktif memanjang, antara lain :
a) Disproporsi sefalopelvik

b) Obstruksi
c) Aktivitas uterus yang tidak adekuat
2) Kala II memanjang (prolonged expulsive phase)
Kala II memanjang terjadi bila pembukaan serviks lengkap, ibu
ingin mengedan, tetapi tak ada kemajuan penurunan.

e. Patofisiologis
Fase laten memanjang dapat disebabkan akibat oversedasi atau
menegakkan diagnosa inpartu terlampau dini dimana masih belum
terdapat dilatasi dan pendataran servik.
Diagnosa adanya hambatan atau berhentinya kemajuan persalinan pada
fase aktif lebih mudah diotegakkan dan umumnya disebabkan oleh faktor
3 P.
P yang pertama , komponen power , frekuensi kontraksi uterus
mungkin memadai namun intensitas nya tidak memadai. Adanya
gangguan hantaran saraf untuk terjadinya kontraksi uterus misalnya
adanya jaringan parut pada bekas sectio caesar, miomektomi atau
gangguan hantaran saraf lain dapat menyebabkan kontraksi uterus
berlangsung secara tidak efektif. Apapun penyebabnya, gangguan ini akan
menyebabkan kelainan kemajuan dilatasi dan pendataran sehingga
keadaan ini seringkali disebut sebagai distosia fungsionalis. Kekuatan
kontraksi uterus dapat diukur secara langsung dengan menggunakan
kateter pengukur tekanan intrauterine dan kekuatan kontraksi uterus
dinayatakan dalam nilai MONTEVIDEO UNIT. Nilai kekuatan kontraksi
uterus yang adekwat adalah 200 MVU selama periode kontraksi 10 menit.
Diagnosa arrest of dilatation hanya bisa ditegakkan bila persalinan sudah
dalam fase aktif dan tidak terdapat kemajuan selama 2 jam serta
berlangsung dengan kontraksi uterus yang adekwat ( > 200 MVU ). 6

P yang kedua, adalah passage ( atau kapasitas panggul ) , kelainan


pada kapasitas panggul (kelainan bentuk, luas pelvik ) dapat menyebabkan
persalinan abnormal. Baik janin maupun kapasitas panggul dapat
menyebabkan persalinan abnormal akibat adanya obstruksi mekanis
sehingga seringkali dinamakan dengan distosia mekanis. Harus pula
diingat bahwa selain tulang panggul , organ sekitar jalan lahir dapat pula
menyebabkan hambatan persalinan ( soft tissue dystocia akibat vesica
urinaria atau rectum yang penuh )
P yang ketiga, adalah passanger (janin ) , kelainan besar dan bentuk
janin serta kelainan letak, presentasi dan posisi janin dapat menyebabkan
hambatan kemajuan persalinan
f. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat persalinan lama dapat terjadi baik pada
ibu maupun pada janin, antara lain :
1) Ibu
Komplikasi yang timbul karena perjalanan persalinan lama
adalah ibu mengalami kelelahan karena tanpa makan dan minum
serta berpengaruh pada kondisi janin dalam rahim. Ibu mengalami
dehidrasi, tampak sakit, pucat, mata cekung, dan berkeringat
dingin, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah menurun, dan
suhu tubuh meningkat. Karena manipulasi berlebihan pada
pemeriksaan dalam terdapat tanda-tanda infeksi intrauterine
(lokhea berbau, berwarna keruh, tampak bercampur mekonium,
edema, vulva). Karena kerjasama 3P tidak sempurna sehingga
terjadi kemacetan penurunan karena bagian terendah terfiksir,
bagian terendah edema (cput succedaneum), porsio tidak terjepit

antara kepala (bagian terendah) dan panggul sehingga terjadi


edema porsio.
Pada pemeriksaan abdomen terhadap ibu terdapat meteorisme
yaitu perut kembung karena tekanan bagian terendah janin, bagian
janin paling rendah sulit didorong ke atas, perut ibu teraba sakit
dan dinding rahim bawah renggang. Pada pemeriksaan dalam,
bagian terendah terfiksir dan ada caput succedaneum dan terjadi
edema porsio, bagian terendah janin sulit didorong keatas.
Bila terdapat lingkaran bandle yang makin meningkat, keadaan
ini disebut ruptura uteri imminen (membakat). Ruptur uteri
imminen merupakan kesempatan terakhir mengambil tindakan
operasi obstetri untuk dapat menyelamatkan ibu dan/atau janinnya
yang dilakukan dengan persiapan yang baik (Manuaba, 2008 : 1)
Selain itu persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius
bagi salah satu atau keduanya sekaligus. Komplikasi yang dapat
terjadi pada ibu (Prawirohardjo, 2002) :
(a) Infeksi intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu
dan janinnya pada partus lama, terutama bila disertai pecahnya
ketuban. Bakteri didalam cairan amnion menembus amnion
dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga
terjadi bakteremia dan sepsis pada ibu dan janin. Pemeriksaan
serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina ke
dalam

uterus.

Pemeriksaan

ini

harus

dibatasi

selama

persalinan, terutama dicurigai terjadi persalinan tak maju.


Apabila pada panggul sempit, pintu atas panggul tidak
tertutup dengan sempurna oleh janin ketuban bisa pecah pada
pembukaan kecil. Bila kepala tertahan pada pintu atas panggul,

seluruh tenaga dari uterus diarahkan ke bagian membran yang


menyentuh os internal, akibatnya ketuban pecah dini lebih
mudah terjadi.
(b) Pembukaan serviks yang abnormal
Pembukaan serviks terjadi perlahan-lahan atau tidak
sama sekali karena kepala janin tidak dapat turun dan menekan
serviks. Pada saat yang sama, dapat terjadi edema serviks
sehingga kala satu persalinan menjadi lama. Namun demikian
kala satu dapat juga normal atau singkat, jika kemacetan
persalinan terjadi hanya pada pintu bawah panggul. Dalam
kasus ini hanya kala dua yang menjadi lama. Persalinan yang
lama menyebabkan ibu mengalami ketoasidosis dan dehidrasi.
Seksio caesarea perlu dilakukan jika serviks tidak berdilatasi.
Sebaliknya, jika serviks berdilatasi secara memuaskan, maka
ini biasanya menunjukan bahwa kemacetan persalinan telah
teratasi dan kelahiran pervaginam mungkin bisa dilaksanakan
(bila tidak ada kemacetan pada pintu bawah panggul).
(c) Bahaya ruptur uterus
Ruptur uterus, terjadinya disrupsi dinding uterus,
merupakan salah satu dari kedaruratan obstetrik yang
berbahaya dan hasil akhir dari partus tak maju yang tidak
dilakukan intervensi. Ruptur uterus menyebabkan angka
kematian ibu berkisar 3-15% dan angka kematian bayi berkisar
50%.
Bila membran amnion pecah dan cairan amnion
mengalir keluar, janin akan didorong ke segmen bawah rahim
melalui kontraksi. Jika kontraksi berlanjut, segmen bawah
rahim akan merengang sehingga menjadi berbahaya menipis

dan mudah ruptur. Namun demikian kelelahan uterus dapat


terjadi sebelum segmen bawah rahim meregang, yang
menyebabkan kontraksi menjadi lemah atau berhenti sehingga
ruptur uterus berkurang.
Ruptur uterus lebih sering terjadi pada multipara jarang
terjadi, pada nulipara terutama jika uterus melemah karena
jaringan parut akibat riwayat seksio caesarea. Ruptur uterus
menyebabkan hemoragi dan syok, bila tidak dilakukan
penanganan dapat berakibat fatal.
(d) Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis
maka sebagian kandung kemih, serviks, vagina, rektum
terperangkap diantara kepala janin dan tulang-tulang pelvis
mendapat tekanan yang berlebihan. Akibat kerusakan sirkulasi,
oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini menjadi tidak adekuat
sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa hari diikuti
dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesikovaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal
(diantara kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal
(berada diantara rektum dan vagina). Fistula umumnya
terbentuk setelah kala II persalinan yang sangat lama dan
biasanya terjadi pada nulipara, terutama di negara-negara yang
kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.
(e) Sepsis puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia
yang dapat terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban
(ruptur membran) atau persalinan dan 42 hari setelah
persalinan atau abortus dimana terdapat gejala-gejala : nyeri

pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur melalui oral


kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan
keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan
janinya pada kasus partus lama dan partu tak maju terutama
karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya infeksi akan
meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-ulang.

2) Janin
Janin dapat mengalami asfiksia ringan sampai terjadi kematian
dalam rahim. Air ketuban keruh dan bercampur mekonium karena
asfiksia dalam rahim. Dalam beberapa keadaan terjadi kelainan
letak janin (letak lintang, sungsang, kelainan letak kepala seperti
puncak, oksipitotransversa persisten, letak dahi atau muka, letak/
penempatan ganda).
(a) Perubahan-perubahan tulang-tulang kranium dan kulit
kepala
Akibat

tekanan

dari

tulang-tulang

pelvis, kaput

suksedaneum yang besar atau pembengkakan kulit kepala


sering kali terbentuk pada bagian kepala yang paling
dependen dan molase (tumpang tindih tulang-tulang
kranium) pada kranium janin mengakibatkan perubahan
pada bentuk kepala. Selain itu dapat terjadi sefalhematoma
atau penggumpalan darah di bawah batas tulang kranium,
terjadi setelah lahir dan dapat membesar setelah lahir.
(b) Kematian Janin
Jika partus tak maju dibiarkan berlangsung lebih dari 24
jam maka dapat mengakibatkan kematian janin yang

disebabkan oleh tekanan yang berlebihan pada plasenta dan


korda umbilikus. Janin yang mati, belum keluar dari rahim
selama 4-5 minggu mengakibatkan pembusukan sehingga
dapat mencetuskan terjadinya koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) keadaan ini dapat mengakibatkan
hemoragi, syok dan kematian pada maternal.
g. Penanganan
a. Penanganan umum
1. Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda
vital dan tingkat hidrasinya)
2. Kaji kembali partograf, tentukan apakan pasien berada dalam persalinan.
Nilai frekuensi dan lamanya his
3. Perbaiki keadaan umum ibu dengan :
Dukungan emosional , perubahan posisi (sesuai dengan penanganan

persalinan normal)
Periksa keton dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun
parenteral, dan upayakan buang air kecil (kateterisasi hanya kalau

perlu)
Berikan analgesia : tramadol atau petidine 25 mg IM (maksimum 1
mg/kgBB) atau morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri yang
sangat

b. Tentukan keadaan janin


1. Periksa denyut jantung janin selama atau segera sesudah his. Hitung
frekuensinya sekurang-kurangnya sekali dalam 30 menit selama fase aktif
dan setiap 5 menit selama kala II.
Jika terdapat gawat janin, lakukan seksio sesarea, kecuali jika syaratsyaratnya dipenuhi, lakukan ekstraksi vakum atau forseps
2. Jika ketuban sudah pecah, air ketuban kehijau-hijauan atau bercampur
darah, pikirkan kemungkinan gawat janin

3. Jika tidak ada ketuban yang mengalir setelah selaput ketuban pecah,
pertimbangkan adanya indikasi penurunan jumlah air ketuban yang
mungkin menyebabkan gawat janin.
Perbaiki keadaan umum dengan :
Memberikan dukungan emosi. Bila keadaan masih memungkinkan
anjurkan bebas bergerak, duduk dengan posisi yang berubah

(sesuaikan dengan penanganan persalinan normal)


Berikan cairan baik secara oral maupun secara parenteral dan
upayakan buang air kecil (hanya perlu kateterisasi bila memang

diperlukan)
4. Bila penderita merasakan nyeri yang sangat berikan analgetik : tramadol
atau petidine 25 mg dinaikkan sampai maksimum 1 mg/kgBB atau morfin
10 mg IM. Lakukan pemeriksaan vagginal untuk menentukan kala
persalinan.

Lakukan

penilaian

frekuensi

dan

lamanya

kontraksi

berdasarkan partograf.
c. Penanganan Khusus
1. Persalinan palsu/ belum inpartu (false labor)
Periksa apakah ada infeksi saluran kemih atau ketuban pecah. Jika
didapatkan adanya infeksi , obati secara adekuat. Jjika tidak ada, pasien
boleh rawat jalan.
2. Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrospektif. Jika his
berhenti, pasien belum disebut inpartu atau persalinan palsu. Jika his
makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm, pasien
masuk dalam laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks :
Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks

dan tidak ada gawat janin, kemungkinan pasien belum inpartu.


Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin 5 unit

dalam 500cc dextrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes per menit,
setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum
40 tetes/menit) atau berikan preparat prostaglandin. Lakukan
penilaian ulang setiap 4 jam. Jika pasien tidak masuk fase aktif
setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam, lakukan

seksio sesarea.
Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan
ketuban tetap utuh selama pemberian oksitosin untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya penularan HIV


Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)
: Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin 5 U dalam 500cc
dextrose atau NaCl mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 15 menit
ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes per
menit) atau diberikan preparat prostaglandin.
Berikan antibiotika kombinasi sampai persalinan
Ampisilin 2g IV setiap 6 jam
Ditambah gestamin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
Jika terjadi persalinan pervaginam stop

antibiotika

pascapersalinan
Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika ditambah
metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam
selama 48 jam.

3. Fase aktif memanjang


1. Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan
ketuban masih utuh, pecahkan ketuban
2. Nilai his :

Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya

kurang dari 40 detik) pertimbangkan adanya inersia uteri


Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40
detik) pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau

malpresentasi
Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan
mempercepat kemajuan persalinan

4. Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sevalopelvik terjadi karena janin terlalu besar atau panggul ibu
kecil, sehingga persalinan macet. Penilaian ukuran panggul yang baik adalah
dengan melakukan partus percobaan. Kegunaan pelvimetris terbatas.
Jika diagnosis disproporsi, lakukan seksio sesarea. Jika bayi mati lakukan
kraniotomi atau embriotomi, bila tidak mungkin melakukan kraniotomi lakukan
seksio sesarea.
5. Obstruksi (partus macet)
1. Jika bayi hidup dan pembukaan serviks sudah lengkap dan penurunan
kepala 1/5, lakukan ekstraksi vacum
2. Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks belum lengkap atau kepala
bayi masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vacum, lakukan seksio sesarea
3. Jika bayi mati, lahirkan dengan kraniotomi/embriotomi
6. His tidak adekuat (inersia uteri)
Jika his tidak adekuat sedangkan disproporsi dan abstruksi dapat disingkirkan,
kemungkinan penyebab persalinan lama adalah inersia uteri.
1. Pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
2. Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vaginal 2 jam setelah
his adekuat :
Jika tidak ada kemajuan, lakukan seksio sesarea
Jika ada kemajuan, lanjutkan infus oksitosin dan evaluasi setiap 2
jam
7. Kala II memanjang (prolonged expulsive phase)

Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan
menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)
1. Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan
infus oksitosin
2. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simfisis pubis, atau bagian

tulang kepala di satsion (0), lakukan ekstraksi vakum atau cunam


Jika kepala diantara 1/5-3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian

tulang kepala di antara stasion (0) (-2), lakukan ekstraksi vakum


Jika kepala lebih dari 3/5 diatas simfisis pubis, atau bagian tulang
kepala di atas stasion (-2), lakukan seksio sesarea

2. PARITAS
a. Pengertian
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Prawirohardjo (2009),
paritas

dapat

dibedakan

menjadi

primipara,

multipara

dan

grandemultipara.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang
mampu hidup diluar rahim (28 minggu) (JHPIEGO, 2008). Sedangkan
menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah
melahirkan bayi aterm.
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin
hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan (Bobak, 2005).
Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang ibu
(Nursalam, 2003).
Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
paritas adalah anak yang lahir pada usia kehamilan cukup bulan atau
hampir cukup bulan.
Hasil penelitian bahwa ibu dengan paritas 1 memiliki resiko
mengalami partus lama 3,441 kali lebih besar dibandingkan dengan

paritas >1 dan bermakna secara statistik. Ibu paritas 1 cenderung lebih
lama mengalami pembukaan lengkap dibandingkan ibu dengan paritas
>1 (Amiruddin, 2007).

b. Klasifikasi
1) Nulipara
Seorang wanita yang belum pernah melahirkan anak.
2) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang
cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006).
3) Multipara
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak
lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009).
Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi viabel
(hidup) beberapa kali (Manuaba, 2008).
Multigravida adalah wanita yang sudah hamil, dua kali atau
lebih (Varney, 2006).
4) Grande Multipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan
dan persalinan (Manuaba, 2008).
Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6
kali atau lebih hidup atau mati (Rustam, 2005).
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih (Varney, 2006).

c. Faktor yang Mempengaruhi Paritas


1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh
seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju
ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka makin mudah dalam

memperoleh

menerima

informasi,

sehingga

kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional. Ibu yang


mempunyai pendidikan tinggi akan lebih berpikir
rasional bahwa jumlah anak yang ideal adalah 2 orang.
2. Pekerjaan
Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat.
Pekerjaan jembatan untuk memperoleh uang dalam
rangka

memenuhi

mendapatkan

kebutuhan

tempat

hidup

pelayanan

dan

untuk

kesehatan

yang

diinginkan. Banyak anggapan bahwa status pekerjaan


seseorang yang tinggi, maka boleh mempunyai anak
banyak karena mampu dalam memenuhi kebutuhan
hidup sehari-sehari.
3. Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi keluarga yang tinggi mendorong ibu
untuk mempunyai anak lebih karena keluarga merasa
mampu dalam memenuhi kebutuhan hidup.
4. Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur-unsur kebudayaan yang
bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di
dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar,
cara pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian-penilaian
umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan

garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah.


Kebudayaan
telah
mewarnai
sikap
anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang
memberi corak pengalaman individu-individu yang
menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya.

Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan


kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan

dalam pembentukan sikap individual.


Latar belakang budaya yang mempengaruhi paritas
antara lain adanya anggapan bahwa semakin banyak

jumlah anak, maka semakin banyak rejeki.


5. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain dari

perilaku.

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka


perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain
ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang
ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa
yang ia ketahui (Friedman, 2005).
.
B. Landasan Teori
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, paritas merupakan salah satu penyebab
terjadinya partus tak maju. Kelainan his sering ditemukan pada primigravida,
khususnya primigravida tua. Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang
bersifat inersia uteri.
Hasil penelitian bahwa ibu dengan paritas 1 memiliki resiko mengalami partus
lama 3,441 kali lebih besar dibandingkan dengan paritas >1 dan bermakna secara
statistik. Ibu paritas 1 cenderung lebih lama mengalami pembukaan lengkap
dibandingkan ibu dengan paritas >1 (Amiruddin, 2007). Pada paritas 1 ketidaksiapan
ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Perasaan takut atau cemas menghadapi proses persalinan dan
sebagainya, akan mengakibatkan proses persalinan tidak lancar, sehingga persalinan
menjadi lama.

Sedangkan Pada multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat


inersia uteri. His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat
diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan (Prawirohardjo,
2002).
Paritas 0 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang
lebih tinggi. Lebih tinggi paritas lebih tinggi kematian maternal.
Ibu hamil yang memiliki paritas 4 kali atau lebih, kemungkinan mengalami
gangguan kesehatan, kekendoran pada dinding perut dan kekendoran dinding rahim
sehingga berisiko mengalami kelainan letak pada janin, persalinan letak lintang,
robekan rahim, persalinan macet dan perdarahan pasca persalinan.
C. Kerangka Teori

Faktor Resiko

Parita
s

Power

IBU :

Komplikasi

Umur

Jarak
Kelahiran

Pimpinan
persalinan
yang salah

Passanger

Psikologi

Passage

BAYI:

1. Infeksi Intra partum


1. Kematian perinatal karena
Persalina Tak Maju
2. Pembukaan
serviks
asfiksia
yang abnormal
2. Perubahan-perubahan
3. Rupture
Upteri
imminens
/rupture
tulang-tulang kranium
uteri
dan kulit kepala
4. Kematian
karena
pendarahan /infeksi
3. Infeksi pada janin
5. Pembentuk fistul ada
cedera otot otot
dasar panggul

Keterangan
Gambar 2.2.

= Diteliti
= Tidak Diteliti
Kerangka Teori hubungan antara paritas dengan resiko
terjadinya persalinan lama modifikasi [Manuaba (1998) dan
Saifudin (2009)

D. Kerangka konsep
Berdasarkan topik penelitian, pada kerangka konsep disajikan alur penyajian
terutama variabel yang akan digunakan dalam penelitian.
Variabel bebas

Variabel Terikat

Partus Tak Maju


Paritas
Gambar 2.3. kerangka konsep hubungan antara paritas dengan resiko terjadinya persalinan

lama.
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah :
kelompok wanita dengan paritas 1 dan lebih dari 3 mempunyai kemungkinan
lebih besar untuk mengalami kejadian persalinan lama dibandingkan dengan
kelompok wanita paritas 2-3.

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah sehingga peneliti mempunyai arah serta alur dalam melaksanakan penelitian
ini.

A. Desain penelitian
Desain penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian
untuk menguji keaslian hipotesis. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian
analitik dengan pendekatan studi case control. Case control adalah suatu penelitian
(survey) analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari dengan
menggunakan pendekatan retrospektif (Notoatmodjo, 2002)
Studi kasus kontrol dilakukan dengan cara membandingkan dua kelompok
yaitu kelompok kasus dan kontrol, kemudian ditelusuri secara retrospektif ada
tidaknya faktor resiko yang berperan.

Gambaran rancangan penelitian analitik dengan pendekatan case control dapat dilihat
sebagai berikut :

Apakah
ada
faktor
risiko

Ditelusuri
rektrospektif

Penelitian
dimulai dari
sini

Paritas 1 dan >3


Persalinan
Tak Maju
Paritas 2 - 3

Kontrol

Paritas 1 dan >3


Gambar 3.1.

Desain Penelitian Case Control


Paritas 2 - 3

Kasus

Persalinan
Normal

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada tanggal 23 April 2012 hingga
24 April 2012
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau, karena
berdasarkan studi pendahuluan kasus persalinan tak meju di tempat tersebut
pada periode 1 Januari 2012 sampai 31 Desember 2011 prevalensinya cukup
tinggi, yaitu 42 kasus.
C. Populasi dan Sunyek penelitian
1. Populasi
Populasi yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh
ibu yang bersalin di Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau.
2. Subyek
Subyek dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di Rumah
Sakit Umum Daerah Sanggau pada periode Januari 2011 sampai Desember
2011 yang berjumlah 42 orang.
Kelompok kasus adalah ibu hamil yang melahirkan di Rumah Sakit Umum
Daerah Sanggau dan mengalami persalinan tak maju yang memenuhi kriteria
inkulsi sebagai berikut :
a. Persalinan dengan presentasi belakang kepala.
b. Data lengkap
Kelompok kontrol adalah ibu hamil yang melahirkan periode 1 Januari
2011 sampai 31 Desember 2011,
D. Sampel dan Teknik Sampling
1. Sampel
Besar sampel untuk kasus dalam penelitian ini adalah semua kasus
yang diketemukan pada saat penelitian yang memenuhi kriteria yang telah
ditentukan, yaitu sebanyak 42 kasus. Untuk kontrol diambil sesuai dengan
jumlah kasus yang diketemukan, dengan perbandingan 1 : 1 terhadap jumlah

kasus, sehingga jumlah kontrol dalam penelitian ini juga berjumlah 42 orang.
Dengan demikian jumlah keseluruhan sampel sebanyak 84 orang.
2. Cara pengambilan sampel
Pemilihan kasus ditentukan dengan cara purposive sampling dengan
mengidentifikasikan kasus yang ada dan ditentukan berdasarkan kriteria
inkulsi.
Pemilihan kontrol dilakukan secara Systematic Random Sampling dan
berdasarkan proporsi kasus.
E. Variabel Penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel bebas (independent) yaitu variabel yang menentukan atau
mempengaruhi variabel lain, dalam penelitian ini adalah paritas.
2. Variabel terikat (dependent) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas, dalam penelitian ini adalah persalinan tak maju.

F. Definisi Operasional

N
Jenis
Pengukuran
O
Variabel
Penilaian

1. Variabel
Terikat

Nama

Definisi

Variabel

Operasional

persalinan
tak maju

persalina yang berlangsung


lebih dari 24 jam untuk
Ya:persalinan yang
berlangsung lebih dari
24 jam bagi primigravida
dan atau 18 jam bagi

Skala

Nominal 0 = tidak
1 = ya

multigravida.
Tidak:persalinan yang
berlangsung 24 jam
bagi primi gravida dan
atau 18 jam bagi multi
Gravida.

2. Variable
Bebas

Paritas

Jumlah persalinan yang di alami


oleh Ibu dan kriteria:
Risiko: Paritas 1 dan >3
Tidak berisiko:
Paritas 22 s/d 3

Nominal 0 = tidak
berisiko
1 = risiko

G. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari catatan dan laporan tertulis yang digunakan sebagai
data.
Data sekunder diperoleh dari buku laporan harian, buku register pasien baru,
dan buku laporan bulanan obstetri di ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah
Sanggau, kemudian dicatat nomor rekam medik ibu bersalin normal maupun dengan
tindakan seksio sesarea dan ibu dengan persalinan tak maju beserta paritasnya.
H. Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah checklist.
I. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :
a. Editing
Langkah ini dilakukan untuk mempermudah dalam proses kelengkapan
penyempurnaan data yang kurang atau tidak sesuai.
b. Coding
Kegiatan mengklarifikasi jawaban menurut kategorinya masingmasing. Langkah pemberian kode pada atribut dan variabel ini untuk
mempermudah penelitian dalam tahap analisa data.

c. Tabulating
Mengelompokan data ke dalam suatu kelompok data tertentu menurut
sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian.
d. Entry Data
Memasukkan data ke dalam program komputer.
e. Penyajian Data
Data-data yang telah diolah kemudian akan disajikan dalam bentuk
tabel agar lebih mudah untuk dibaca dan dipahami.
J. Teknik Analisa Data
Analisa data yang dilakukan mencakup sebagai berikut :
1. Analisa Univariat
Digunakan untuk mengetahui prevalensi semua variabel penelitian
dengan cara menyusun tabel frekuensi untuk masing-masing variabel bebas
dan terikat.
2. Analisa Bivariat
Dilakukan untuk mengidentifikasi ada tidaknya hubungan antara dua
variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Uji hipotesis yang
digunakan uji Chi square (X2), untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara dua variabel. Odss Ratio (OR) dihitung dengan cara membandingkan
antara sering terdapat paparan pada kelompok kasus dan berapa sering paparan
pada kelompok kontrol, dengan tingkat kepercayaan = 0,05 dan confident
interval (CI = 95%). Berikut perhitungan tabel 2x2.
Tabel 2x2
Faktor resiko partus
tak maju
Paritas
1 dan >3
Paritas 2-3

Total

Kasus
(partus tak maju)

Kontrol
(partus tak maju)

Jumlah

a+b

c+d

a+b

b+d

Rumus OR = a x d

Keterangan :
a.
b.
c.
d.

: kasus terpapar faktor resiko


: kontrol terpapar faktor resiko
Kasus tidak terpapar faktor resiko
Kontrol tidak terpapar faktor resiko

Apabila :
OR = 1 : tidak ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat
OR = <1 : variabel bebas memberikan efek terhadap variabel terikat
OR = >1 : variabel bebas menyebabkan terjadinya variabel terikat
Sedangkan untuk menguji hipotesis dengan rumus Chi Square :
Keterangan :
n = jumlah sampel
a = kasus terpapar faktor resiko
b = kontrol terpapar faktor resiko
c = kasus tidak terpapar faktor resiko
d = kontrol tidak terpapar faktor resiko
untuk mengetahui apakah suatu hubungan signifikan atau tidak, dilihat dari nilai
probabilitasnya atau p yaitu apabila p < 0,05 artinya hubungan itu signifikan dan apabila p >
0,05 artinya hubungan itu tidak signifikan.

K. Jalannya Penelitian
Untuk memudahkan jalannya penelitian, maka ditetapkan serangkaian
kegiatan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Meliputi studi pendahuluan, pembuatan proposal, dan pengajuan ijin
penelitian dari Direktur Akademi Kebidanan St. Benedicta Pontianak ke
Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau.

2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 23 April 2012 hingga
24 April 2012 meliputi pengambilan data sekunder berdasarkan rekam medik
RSUD Sanggau.
1. Tahap analisa data
Setelah data terkumpul, data dianalisa sesuai dengan kriteria masingmasing, kemudian uji taraf signifikan antara kelompok kasus dan
kelompok kontrol.
2. Tahap penulisan laporan
Laporan ditulis setelah semua data terkumpul, diolah dan ditemukan
hasil dari penelitian dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah.
L. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini beberapa keterbatasan yaitu penelitian dilakukan dengan
menggunakan data sekunder yang diambil melalui catatan rekam medik rawat inap
ibu bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau, sehingga tidak dapat menggali
informasi yang lebih dalam. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurang
lengkapnya data dalam beberapa bulan seperti riwayat persalinan sehingga harus
dilakukan pengecekan ulang ke ruang bersalin. Selain itu terdapat perbedaan nomor
rekam medik antara yang ada pada data rekam medik dengan yang diruang bersalin.
Hasil penelitian tersebut dibuat kesimpulan dan memberikan saran berdasarkan hasil
yang diperoleh dari hasil penelitian.

You might also like