Professional Documents
Culture Documents
Tumbuh Kembang
Universitas Mulawarman
Hipotiroid Kongenital
Disusun Oleh:
Syahidah Amaniyya Ramadhan
0910015043
Pembimbing:
dr. Diane M. Sumpit, Sp. A
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hipotiroid kongenital (HK) adalah suatu keadaan kurang atau tidak adanya
produksi hormon tiroid pada bayi baru lahir. Hormon tiroid mempengaruhi
metabolisme sel di seluruh tubuh sehingga berperan penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak. Kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental pada anak.
Hal ini dapat terjadi karena adanya kelainan pada anatomi kelenjar tiroid,
gangguan metabolisme tiroid, atau kekurangan iodium.1
Prevalensi HK sangat bervariasi antar negara. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh etnis dan ras. Prevalensi hipotiroid kongenital di Amerika Serikat sekitar 1 :
3500 kelahiran hidup, sedangkan
Berdasarkan jenis kelamin, angka kejadian HK dua kali lebih tinggi pada anak
perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Di seluruh dunia, prevalensi HK
diperkirakan mendekati 1: 3000 dengan kejadian sangat tinggi di daerah
kekurangan iodium, yaitu 1 : 900. Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan
jauh lebih tinggi lagi yaitu sebesar 1 : 1500 kelahiran hidup.2
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh
sebab itu sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih
baik, terutama dalam perkembangan sistem neurologis.3
Program pendahuluan skrining hipotiroid kongenital yang dilakukan di
Bandung dan Jakarta sejak tahun 2000 terhadap lebih dari 100.000 bayi,
didapatkan angka kejadian hipotiroid congenital pertahun antara 1: 2600 dan 1 :
3800.1
Hipotiroid kongenital yang terlambat diketahui dan diobati, dapat
menyebabkan retardasi mental dan akan berdampak pada kualitas sumber daya
manusia.2
1.2
Tujuan
2
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak
adekuat pada bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
yang dapat disebabkan oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik,
kesalahan biosintesis tiroksin serta pengaruh lingkungan.1
2.2.
Embriologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian
bermigrasi ke inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang
terjadi selama proses migrasi ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik.
Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah terdiri dari 2 lobus.2
rendah kemudian meningkat mencapai kadar bayi aterm dalam usia 6 minggu.
Semua tahap yang melibatkan sintesis hormon tiroid termasuk trapping, oksidasi,
organifikasi, coupling dan sekresinya berada di bawah pengaruh TSH.2
2.3.
Iodium yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari
makanan.4
Sintesis hormon
luar lumen folikel, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di
ruang interstisium, mereka harus diangkut menembus sel folikel. Proses sekresi
hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan sepotong koloid oleh sel
folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagian-bagiannya, dan
pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian
dari kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan
lisosom, yang enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif
secara biologis, T4 dan T3, serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT.
Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik, dengan mudah melewati membran
luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT tidak memiliki nilai
endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat
mengeluarkan Iodium dari MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat
didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini
akan mengeluarkan Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan
dari T4 dan T3.3,4
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid
adalah dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat
kali lebih baik daripada T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian diubah menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu
Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer. Dengan demikian
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel, walaupun
tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.3
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik
dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan
kurang dari 0,1% T4 tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini
memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan
hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan
suatu efek.3
Epidemiologi
Hipotiroid kongenital telah di temukan di berbagai daerah dan ras, dengan
10
yang
mendapatkan
pengobatan
yodium
radioaktif
juga
dapat
Defisiensi yodium pada ibu atau paparan yodium pada janin atau bayi baru
lahir
Bayi prematur dan bayi berat badan lahir rendah yang sakit
11
3.
Idiopatik
4.
Hipotiroid kongenital sekunder transien, dapat terjadi pada bayi dengan kadar
T4 total, T4 bebas, dan TSH normal rendah. Keadaan ini sering terjadi pada
bayi prematur karena imaturitas aksis hipotalamus-hipofisis.2
2.6 Patogenesis
Hipotiroid dapat terjadi melalui jalur berikut
Jalur 1
Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dan
sekresi hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan
peningkatan kadar TSH tanpa adanya struma.2
Jalur 2
Defisiensi iodium berat menyebabkan sintesis dan sekresi hormon tiroid
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu
kelenjar tiroid mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan
kebutuhan. Akibatnya kadar TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar
(stadium kompensasi). Walaupun pada stadium ini terdapat struma difusa dan
peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila kompensasi ini
gagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma difusa,
peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.2
12
Jalur 3
Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau
menurunkan sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca
tiroidektomi, pasca terapi dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim
didalam
jalur
sintesis
hormon
tiroid)
disebut
dishormogenesis
yang
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan
13
Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode
neonatal sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat
agenesis kelenjar tiroid komplit. 1,6
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat
sedikit
meningkat
karena
miksedema
otak.
Ikterus
fisiologis
yang
14
dan jembatan hidung yang lebar terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan
kelopak mata membengkak. Mulut terbuka, dan lidah yang tebal serta lebar
terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher pendek dan tebal, terdapat
endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu. Tangan lebar dan jari
pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema tampak,
terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya
tetap putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis
rambut menurun jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut,
terutama ketika bayi menangis. 6
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan
lamban dalam belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau
belajar berbicara. Tingkat retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan
usianya. Maturasi seksual dapat terlambat atau tidak terjadi sama sekali. 5
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi
pseudohipertrofi otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome).
Anak yang terkena dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama
pada otot betis. Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan
histokimia yang tidak spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal
dengan pengobatan. Sindrom ini cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang
telah diamati pada saudara kandung yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita
menderita hipotiroidisme yang lebih lama dan lebih berat.5
Tabel 1. Gejala Hipotiroid Kongenital 5
Sistem organ
Kulit dan jaringan ikat
Manifestasi Klinis
Kulit dingin, kering dan pucat, rambut
kasar, kering dan rapuh, kuku tebal,
lambat tumbuh
Miksedema, carotenemia, Puffy face,
makroglosi,
erupsi
gigi
lambat,
hipoplasia enamel.
Kardiovaskuler
Bradikardi,
efusi
perikardial,
15
Neuromuskuler
Pernafasan
Retensi
air,
edema,
hiponatremia,
hipokalsemia
Metabolisme karbohidrat,
absorbsi
glukosa
lambat,
pada
susunan
saraf
bayi
menurun.
Saluran cerna dan hepar
berkepanjangan
(fungsi
Anemia
karena
menurunnya
Reproduksi
16
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH meningkat,
dan T3 serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal
dan tidak bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar
TSH meningkat, sering diatas 100U/mL. Kadar prolaktin serum meningkat,
berkorelasi dengan kadar TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi
dengan disgenesis tiroid atau defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak
dapat dideteksi biasanya menunjukkan aplasia tiroid.1
Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi
saat lahir dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan
hormon tiroid selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis,
yang biasanya ada saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati,
ketidaksesuaian antara umur kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses
sering memiliki beberapa fokus penulangan (epifisis disgenesis), deformitas
(retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas lumbal 1 atau 2 sering ditemukan.
Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan sutura lebar, tulang antar sutura
biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam kasus-kasus langka
mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan dan erupsi
gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada. 5
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan
hipotiroid bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan ini.
Pemeriksaan
123
99m
Tc-natrium pertechnetate
17
normal,
meskipun
spektroskopi
resonansi
magnetik
proton
Penatalaksanaan
Tujuan umum pengobatan HK adalah menjamin agar anak mampu
18
Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid congenital
ditegakkan. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat yang tepat
untuk pengobatan hipotiroid kongenital. Tiroksin sebaiknya tidak diberikan
bersama-sama dengan makanan yang mengandung goitrogen seperti protein
kedele, zat besi, kalsium atau makanan tinggi serat karena makanan ini akan
mengikat T4 dan atau menghambat penyerapannya.1,2
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan
disesuaikan dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4. 8
Tabel 2. Dosis umum Hormon Tiroid yang diberikan
Usia
Untuk
Na L-T4 (microgram/kgBB)
0 - 3 bulan
10 -15
3 - 6 bulan
8 -10
6 - 12 bulan
6-8
1 - 5 tahun
5-6
6 - 12 tahun
4-5
>12 tahun
23
neonatus
yang
terdeteksi
pada
minggu
awal
kehidupan
19
dosis, dan setelah selang beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis
penuh yang dianjurkan tercapai. 2
Monitoring
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan
pemantauan kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap
kasus bersifat individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 serum harus dijaga dalam batas normal (10-16 g/dl) atau T4
bebas dalam rentang 1,4-2,3 ng/dl dengan TSH serum dipertahankan < 5 mU/L.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu :
-
perubahan dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan.
Efek samping dari pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura,
percepatan kematangan tulang, dan masalah pada tempramen, dan perilaku. 8
2.9
Prognosis 1,2
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat
dijumpai kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan
halus, ataksia, tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian
dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid
kongenital.
2.10
dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1-3 bulan. HK sendiri sangat jarang
memperlihatkan gejala klinis pada awal kehidupan. Bila gejala klinis sudah
tampak, berarti ada keterlambatan penanganan.
Pada hipotiroid kongenital, skrinning merupakan manajemen yang paling
penting dilakukan. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) sebaiknya dilakukan
pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis, karena makin lama
gejala makin berat, hambatan pertumbuhan dan perkembangan lebih nyata dan
pada umur 36 bulan gejala khas hipotiroid menjadi lebih jelas. Bila tidak segera
dideteksi dan diobati, maka bayi akan mengalami kecacatan yang sangat
merugikan kehidupan berikutnya. Anak akan mengalami gangguan pertumbuhan
fisik secara keseluruhan, dan yang paling menyedihkan adalah perkembangan
mental terbelakang yang tidak bisa dipulihkan.
Pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi hipotiroid
primer (permanen maupun transien) dan sesuai dengan rekomendasi American
Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang
paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai marka hormonal cukup akurat
digunakan untuk menapis HK primer. Khusus untuk negara yang masih
menghadapi masalah gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) seperti
Indonesia, International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders
(ICCIDD) menyatakan bahwa
akibat kekurangan iodium pada ibu hamil, merupakan indikator yang sensitif
dalam menentukan derajat kekurangan iodium. Juga merupakan cara yang baik
untuk memantau hasil program penanggulangan GAKI.
Proses Skrining
21
1. Persiapan
Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan
pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining ini bagi masa
depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau melakukan skrining bagi
bayinya.
Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua harus
menandatangani formulir penolakan.
2. Pengambilan Spesimen
Hal yang penting diperhatikan pada pemeriksaan spesimen ialah :
a. Waktu pengambilan (timing)
Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48
sampai 72 jam.
Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena
pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan
sejumlah hasil positif palsu (false positive).
Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu informasi.
Kelengkapan dan akuratan data pada kartu informasi sangat penting untuk
kecepatan tindak lanjut hasil tes bagi pasien.
Pengisian
kartu
informasi
dilakukan
dengan
ballpoint,
jangan
22
c. Metode pengambilan
Metode Pengambilan Darah dari Tumit Bayi (heel prick)
Siapkan alat yang digunakan :
-
Sarung tangan
Lancet
Kapas
Alkohol 70%
Kasa steril
Rak pengering
23
10. Tekan bekas tusukan dengan kasa/kapas steril. Bekas tusukan tidak
perlu diberi plester ataupun pembalut.
pengering dengan
24
Spesimen dengan kesalahan pengambilan (terkontaminasi, berlapislapis, < 24 jam, dll.), seperti gambaran berikut :
25
Kemungkinan
penyebab :
Tetes
darah
kurang
Meneteskan
tersentuh
darah
tabung
kapiler
Mengirim
spesimen
tangan,
sebelum
kering
Meneteskan
terlalu banyak darah
Meneteskan
bulatan kertas
Darah diperas
(milking) dari tempat
tusukan
Kontaminasi
Terpapar panas
Alkohol tidak
dikeringkan
Kontaminasi
Darah diperas
26
(milking)
Pengeringan
tidak baik
Penetesan
darah beberapa kali
Meneteskan
darah di kedua sisi
bulatan kertas
Gagal
memperoleh
specimen
27
kadar TSH > 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4
serum
Memotivasi orangMemotivasi
tua sebaiknya
orang
dilakukan
tua
oleh petugas kesehatan yang terlibat langsung d
Pengiriman
Lakukan
sampel
pengambilan
ke laboratorium
sampel atau pengiriman secara teratur oleh kurir ata
Dilaksanakan
Mengerjakan
di laboratorium
tes uji saring
yang telah ditunjuk dan mempunyai kemampuan men
ulang (recalling)
pasien bayi lahir. Recall tes positif untuk pemeri
Recall pasien merupakan tanggungPemanggilan
jawab dari subkoordinator
di tempat
28
KEMENKES
DINKES PROVINSI
POKJANAS
POKJA PROVINSI
29
BAB III
PENUTUP
Hipotiroid kongeital adalah suatu keadaan kurang atau tidak adanya
produksi hormon tiroid sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, baik fisik maupun mental pada anak. Secara epidemiologi
kejadian HK bervariasi di seluruh dunia, perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai
ras dan etnis dengan insiden seluruh dunia diperkirakan sekitar 1 : 3000 kelahiran
hidup. Insiden hipotiroid di Indonesia sendiri diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu
sebesar 1:1500 kelahiran hidup.
Disgenesis kelenjar tiroid merupakan penyebab tersering hipotiroid
kongenital sekitar 80 %. Hal ini dapat terjadi akibat aplasia, hipoplasia, dan
kelenjar tiroid ektopik. HK dibedakan menjadi HK primer dan HK sekunder
(sentral). HK primer disebabkan oleh kelainan pada kelenjar tiroid. HK sekuder
terjadi akibat kelainan pada hipofisis atau hipotalamus.
Penegakan diagnosis secara dini merupakan suatu hal yang sangat penting
untuk mencegah keterlambatan terapi pada pasien hipotiroid kongenital. Skrining
BBL merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk pencegahan keadaan tersebut.
Skrining dilakukan pada saat bayi berumur beberapa hari untuk mendeteksi
adanya gangguan kongenital sedini mungkin, sehingga dapat segera dilakukan
intervensi.
Deteksi dini yang dilakukan pada bayi baru lahir berisiko menderita
hipotiroid kongenital dapat mencegah terjadinya keterlambatan terapi yang dapat
menimbulkan efek yang sangat besar terhadap kesehatan masyarakat di masa
mendatang. Oleh karena begitu besarnya manfaat yang didapat dengan
dilakukannya program skrining terhadap bayi baru lahir yang berisiko menderita
hipotiroid kongenital, maka sepatutnyalah program skrining tersebut menjadi
suatu program nasional dalam upaya menurunkan insiden penyakit hipotiroid
kongenital di Indonesia.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Stephen La Franchi, Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. Philadelphia:
Saunders; 2007:2319-25
2. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar
Endokrinologi Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-12.
3. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson
LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Vol. 2.
Jakarta: EGC, 2006: 1225-34.
4. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem (Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC,
2001: 644-51.
5. Van vliet, G, Polak, M. Pediatric Endocrinology Fifth Edition volume 2.
Thyroid Disorders In Infancy. New York : Informa Healthcare USA Inc. 2007:
392-8.
6. Larson, Cecilia A. Congenital Hypothyroidism. Dalam: Radovick, S, MD,
MacGilivray, MH, MD, editor. Pediatric Endocrinology : A Practical Clinical
Guide. New Jersey : Humana Press Inc. 2003: 275-84.
7. Maynika V Rastogi dan Stephen H LaFranchi. Congenital Hypothyroidism.
Orphanet Journal of Rare Diseases: 2010; 5: 17: 1-22
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Skrining Hipotiroid
Kongenital. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012
31