Professional Documents
Culture Documents
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi
imunoglobulin
serum
terus
menurun,
menyebabkan
perawatan
terhadap
epidemi
penyebaran
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sipilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.
Akibatnya, terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan
masuk
ke
traktus
digestivus
dan
traktus
respiratorius,
kemudian
menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain cara tersebut di atas infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman. Beberapa kuman yang
melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida albican,dan
N.gonorrea.
c. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim
(misal melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang
nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi
juga dapat terjadi melalui luka umbilikus (Wong, L. Donna,2009).
C. Etiologi
Semua infeksi pada neonatus dianggap oportunisitik dan setiap bakteri mampu
menyebabkan sepsis. Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau
jamur dapat menyebabkan infeksi berat yang mengarah kepada terjadinya sepsis.
Dalam kajian ini, saya hanya membahas sepsis yang disebabkan oleh bakteri oleh
kerana keterbatas waktu. Pola kuman penyebab sepsis pun berbeda-beda antar
negara dan selalu berubah dari waktu ke waktu. Bahkan di negara berkembang
sendiri ditemukan perbedaan pola kuman, walaupun bakteri gram negatif rata-rata
menjadi penyebab utama dari sepsis neonatorum. Penyebab paling sering dari
sepsis ialah Escherichia coli dan SGB (dengan angka morbiditas sekitar 50 70
Staphylococcus aureus
dari mikroorganisme
(LPB).
Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor
4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi makrofag
(Wong, L. Donna,2009).
Bakteri gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme,
yaitu dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan
dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Super antigen
mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam
jumlah yang
eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri gram negatif. Kedua kelompok
organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan mediator
inflamasi sepsis.
Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat aktivasi makrofag.
Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem koagulasi dan komplemen. Infeksi
akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang meliput i
monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan
membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran
monosit dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem
imunitas selular. Pengaktifan ini menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi
sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin
proinflamasi seperti
(TNF), interferon
(IFN-
),
interleukin 1- (IL-1), IL-2, IL-6 dan IL-12 serta menjadi. Sel Th2 mensekresikan
sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13. Pembentukan sitokin proinflamasi
dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme umpan balik yang kompleks. Sitokin
proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem imun untuk melawan kuman
penyebab (Wong, L. Donna,2009).
Namun demikian, pembentukan sitokin proinflamasi yang berlebihan dapat
membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ serta
kematian. Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi
proses inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi
organ vital dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat
mempengaruhi fungsi organ secara langsung atau secara tidak langsung melalui
mediator sekunder (nitric oxide, tromboksan, leukotrien, Platelet Activating Factor
(PAF), prostaglandin), dan komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag
terjadi pada endotel dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta
pembentukan mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ.Aktivasi
endotel akan meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk
melokalisasi koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel
ini juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan
jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul
antitrombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi
pada otot polos pembuluh darah (Wong, L. Donna,2009).
E. Tanda dan gejala
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala
klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan
respon tubuh terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan menderita
takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar
rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti
hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia, tampak tidak
sehat dan malas minum (Prawirohardjo, 2007).
Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ
tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk,
menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan
dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, takikardi, bradikardi,
pucat, sianosis, dingin dan
Berat bila ditemukan satu atau lebih dari gejala-gejala berikut ini: laju napas > 60
kali per menit, retraksi dada yang dalam, cuping hidung kembang kempis,bayi
merintih, ubun- ubun besar membonjol, bayi mengalami kejang, keluar pus dari
telinga, kemerahan disekitar umbilikus yang melebar ke kulit, suhu >37,7C (atau
akral teraba hangat) atau < 35,5C (atau akral teraba dingin), letargi atau tidak
sadar, penurunan aktivitas atau gerakan, tidak dapat minum,tidak dapat melekat
pada payudara ibudan tidak mau menetek (Prawirohardjo, 2007)..
Bervariasinya gejala klinik ini merupakan penyebab sulitnya diagnosis pasti
pada pasien. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya perlu dilakukan.
F. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Berbagai penelitian dan pengalaman para ahli telah digunakan untuk
menyusun kriteria sepsis neonatorum ini baik berdasarkan anamnesis (termasuk
adanya faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan
pemeriksaan penunjang. Kriteria sepsis ini berbeda tergantung pada karakteristik
kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman ini. Kriteria sepsis
juga berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya (William, 2004).
Bagi pemeriksaan penunjang dilakukan berbagai pemeriksaan termasuk
pemeriksaan darah rutin untuk memeriksa hemoglobin (Hb), leukosit, trombosit,
laju endap darah (LED), Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase(SGOT), dan
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase(SGPT). Analisa kultur urin dan cairan
sebrospinal (CSS) dengan lumbal fungsi dapat mendeteksi kuman. Laju endah
darah, dan protein reaktif-c (CRP) akan meningkat menandakan adanya inflamasi.
Tetapi sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari
jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah dapat
dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut.
G. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain ialah meningitis, neonatus dengan
meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia
periventrikular,hipoglikemia, asidosis metabolik, koagulopati, gagal ginjal,
disfungsi miokard, perdarahan intrakranial dan pada sekitar 60 % keadaan syok
7
mulai
dari gangguan
Sefalasporin
100
mg/kg
BB/hari,
dibagi
atau 4 kali
dalam
kali
kematian pada sepsis awitan dini adalah 15 40% (pada infeksi SGB pada SAD
adalah 2 30 %) dan pada sepsisawitan lambat adalah 10 20 % (pada infeksi
SGB pada SAL kira kira 2 %) (Nelson, 1999).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Di dalam memberikan asuhan keperwatan digunakan system atau metode
proses keperawatan yang dalam pelaksanaanya dibagi menjadi 5 tahap,yaitu
pengkajian diagnosa keperawatan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
pproses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas :
1. Pengumpulan data
a. Biodata
Umur neonatus (0 28 hari)
Jenis kelamin laki-laki
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Panas
2) Riwayat Kehamilan
Demam pada ibu (>37,9C).
antibiaotik
B. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
2. Hiperthermia berhubungn dengan penyakit.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dipsnea.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
refleks hisap lemah.
5. Resiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
6.
permeabilitas kapiler.
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas.
10
C. Intervensi
No
.
1.
Diagnosa
keperawatan
Resiko
tinggi Setelah
terhadap
(NOC)
dilakukan
tindakan
b.
Menunjukkan
kemampuan
mencegah
untuk
timbulnya
infeksi
c.
Jumlah leukosit
dalam batas normal
d.
Menunjukkan
perilaku hidup sehat
e.
Status
imun,
gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas
normal
Intervensi
(NIC)
a. Pertahankan
teknik
aseptif
b. Batasi pengunjung bila
perlu
c. Cuci
tangan
sebelum
dan
setiap
sesudah
tindakan keperawatan
d. Gunakan
baju,
tangan
sebagai
sarung
alat
pelindung
e. Ganti letak IV perifer dan
dressing sesuai dengan
petunjuk umum
f. Gunakan
kateter
intermiten
untuk
menurunkan
infeksi
kandung kencing
g. Tingkatkan intake nutrisi
h. Berikan terapi antibiotik:
i. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
j. Pertahankan
teknik
isolasi k/p
k. Inspeksi
kulit
membran
terhadap
dan
mukosa
kemerahan,
panas, drainase
l. Monitor adanya luka
m. Dorong masukan cairan
11
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan
pasien
dan
Hipertemia
NOC :
4 jam
NIC :
Fever treatment
penyakit
Kriteria Hasil :
mungkin
b. Monitor IWL
c. Monitor warna dan suhu
normal
b. Nadi dan RR dalam rentang
normal
c. Tidak ada perubahan warna
kulit dan tidak ada pusing,
merasa nyaman
kulit
d. Monitor tekanan darah,
nadi dan RR
e. Monitor penurunan tingkat
kesadaran
f. Monitor WBC, Hb, dan
Hct
g. Monitor intake dan output
h. Berikan anti piretik
i. Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab
j.
k.
l.
m.
demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Berikan cairan intravena
Kompres pasien pada lipat
13
berdiri
d. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
e. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
h. Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan
abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
k. Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari
3.
Ketidakseimbangan
NOC :
tubuh
a. Kaji
dan
makan
menurun.
napsu
yang
Nutrition Management
adanya
makanan
b. Kolaborasi
gizi
dengan
untuk
alergi
ahli
menentukan
meningkatkan intake Fe
tanda d. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
penurunan
vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan
diet
yang
dimakan
tinggi
mengandung
serat
14
untuk
mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang
terpilih
sudah
dikonsultasikan
dengan
ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas
normal
b. Monitor adanya penurunan
c.
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas
yang
dilakukan
d. Monitor interaksi
biasa
anak
lingkungan
selama makan
f. Jadwalkan
pengobatan
dan tindakan tidak selama
jam makan
g. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor
kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
15
protein,
Hb,
kadar Ht
l. Monitor
dan
makanan
kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake
nuntrisi
p. Catat
adanya
hiperemik,
edema,
hipertonik
Pola
nafas
tidak
magenta, scarlet
NIC :
NOC :
efektif berhubungan
a. Respiratory status :
dengan
Ventilation
b. Respiratory status : Airway
sekret
adanya
Airway Management
a.
Buka jalan nafas, guanakan
patency
c. Vital sign Status
Kriteria Hasil :
b.
a. Mendemonstrasikan batuk
Posisikan
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi.
c.
sianosis
(mampu
dan
dyspneu
pemasangan
mengeluarkan
alat
jalan
nafas buatan.
d.
Pasang mayo bila perlu.
e.
Lakukan fisioterapi dada jika
16
tercekik,
irama
rentang
ada
suara
normal,
nafas
abnormal).
c. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
perlu.
f.
Keluarkan
sekret
dengan
g.
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan.
h.
Lakukan suction pada mayo.
i.
Berikan bronkodilator bila
perlu.
j.
Berikan
pelembab
Kassa
basah
udara
NaCl
Lembab.
k.
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
l.
Monitor respirasi dan status
O2
Terapi Oksigen
c.
d.
e.
f.
yang paten.
Atur peralatan oksigenasi.
Monitor aliran oksigen.
Pertahankan posisi pasien.
Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi.
g. Monitor
adanya
kecemasan
pasien
17
terhadap oksigenasi.
Vital sign Monitoring
d. Auskultasi
kedua
TD
pada
lengan
dan
ibandingkan
selama,
dan
setelah aktivitas
18
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Resiko
terhadap NOC:
kekurangan volume
cairan berhubungan
dengan peningkatan
permeabilitas
kapiler.
NIC :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional Status : Food
and
Fluid Intake
mukosa, nadi
volume
cairan
output
usia
ortostatik ), jika
diperluka.
c. Monitor hasil lab yang
hasil:
a. Mempertahankan
urine
sesuai
sesuai dengan
cairan
dan
BB,
dengan
retensi
BJ
urine normal,
b. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh
dalam batas normal .
c. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi,
Elastisitas
n)
d. Monitor vital sign setiap
15menit 1 jam
e. Kolaborasi pemberian cai
ran IV .
f. Monitor status nutrisi
g. Berikan cairan oral.
h. Berikan
penggantian
nasogatrik sesuai output
(50 100cc/jam) .
i. Dorong keluarga untuk m
19
dan
tempat baik
f. Jumlah
dan
irama
olaborasi
pernapasan
dalam batas normal.
g. Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas
normal .
h. pH urin dalam batas norm
al.
i. Intake oral dan intravena
tanda
dokter
cairan
jika
berlebih
muncul
meburuk
j. Atur kemungkinan tranfu
si .
k. Persiapan untuk tranfusi
l. Pasang kateter jika perl
m. Monitor intake dan urin o
utput setiap 8 jam
adekuat
6.
Risiko
terhadap NOC :
NIC :
kerusakan integritas
kulit
Mucous
b. Membranes
c. Wound Healing : primer d
berhubungan
dengan imobilitas
menggunakan
pakaian
yang longgar .
b. Hindari kerutan pada tem
an sekunder
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama..
kerusakan
pat tidur.
c. Jaga kebersihan kulit
agar tetap bersih dan keri
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
ng.
d. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap dua
kriteria hasil:
a.
hidrasi,
jam sekali.
e. Monitor kulit akan adany
a kemerahan .
f. Oleskan
lotion
atau
minyak/baby
pada
oil
pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kul
it.
c. Perfusi jaringan baik
d. Menunjukkan pemahaman
bilisasi pasien.
h. Monitor status nutrisi pas
dalam
proses
perbaikan
kulit
dan
mencegah
ien.
i. Memandikan pasien deng
an sabun dan air hangat.
j. Kaji lingkungan dan
peralatan
yang
20
dan
mempertahankan
kelembaban
kulit dan perawatan alami.
f. Menunjukkan terjadinya
proses penyembuhan luka
menyebabkan tekanan.
k. Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka
karakteristik,warna
cairan,
granulasi,
jaringan nekrot
tandatanda infeksi lokal,
formasi traktur.
l. Ajarkan pada keluarga te
ntang luka dan perawatan
luka.
m. Kolaburasi ahli gizi pem
berian diae TKTP,vitami
n.
n. Cegah kontaminasi feses
dan urin.
o. Lakukan tehnik perawata
n luka dengan steril.
p. Berikan posisi yang men
gurangi tekanan pada
luka.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arief, M. 2008. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC
Muscari E. Mary. 2008. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15 Vol. 2. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Wilkinson, M. Judith. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC Jakarta :
EGC
William, M. Scwartz. Pedoman Klinis Pediatrik. Jakarta: EGC, 2004.
Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1. Jakarta: EGC, 2009.
22