Professional Documents
Culture Documents
1. Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang berarti tubuh.1
2. Gangguan somatoform didefinisikan sebagai kelompok kelainan dimana2 :
a. Gejala fisik yang mengarahkan kepada dugaan gangguan medis namun tidak
dapat dibuktikannya patologi atau bukti-bukti yang mendukung penyakit fisik
sebagai penyebab gejala
b. Adanya dugaan kuat bahwa gejala- gejala tersebut berkaitan dengan faktor
psikologis
3. Gangguan ini mencakup interaksi antara tubuh dengan pikiran (body-mind
interaction).
4. Gangguan-gangguan yang termasuk di dalam kategori gangguan somatoform
memiliki beberapa ciri umum yang sama2 :
a. Manifestasi stres psikologik menjadi gejala somatik
b. Perilaku sakit yang abnormal (abnormal illness behavior) yaitu disebabkan
adanya ketidaksesuaian antara pengertian yang ditangkap pasien tentang
kondisi sakitnya (perceived illness) dengan penyakit yang dialaminya
(documented disease)
c. Adanya amplifikasi, yaitu dimana sensasi dari gejala fisik mengakibatkan rasa
cemas (anxiety), kemudian rasa cemas dan aktivasi autonomik yang
diasosiasikan dengan rasa cemas tersebut mengakibatkan eksaserbasi gejala
fisik.
d. Penderitaan (distress) yang bermakna dan seringnya angka kunjungan untuk
pelayanan medis
I.
II.
Gangguan Somatisasi
1. Gangguan somatisasi merepresentasikan bentuk ekstrim dari gangguan
somatoform dimana gejala multipel yang melibatkan berbagai sistem organ tidak
dapat dijelaskan secara medis. 2
Beberapa bentuk kronis dari proses somatisasi tidak dapat memenuhi kriteria
gangguan somatisasi,
sehingga dimasukkan dalam kategori gangguan
somatoform tidak terinci (lihat bab selanjutnya).
2.
modalitas sensorik raba dan nyeri, buta, bangkitan, hilang kesadaran bukan
karena pingsan. 1
Pasien merasa menderita dan sering mengalami depresi serta kecemasan.
Ancaman bunuh diri sering dilaporkan namun angka bunuh diri aktual sangat
jarang. Pasien gangguan somatisasi biasanya tampak mandiri, terpusat pada diri,
haus penghargaan, serta manipulatif.
5. Menurut DSM-IV-TR, gangguan somatisasi memiliki kriteria diagnosis sebagai
berikut1,2,3,4:
a. Riwayat gejala fisik yang banyak (atau suatu keyakinan bahwa dirinya sakit)
yang mulai sebelum usia 30 tahun, berlangsung selama beberapa tahun, dan
mengakibatkan perilaku mencari pertolongan medis (medical seeking
behavior) atau hendaya yang bermakna.
b. Kombinasi dari gejala-gejala yang tidak terjelaskan, yang terjadi kapanpun
selama perjalanan dari gangguan, yang semuanya harus dipenuhi. Gejalagejala yang dimaksud antara lain:
i. 4 gejala nyeri (melibatkan minimal 4 lokasi atau fungsi yang berbeda
meliputi kepala dan leher, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada,
rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, dan saat
berkemih)
ii. 2 gejala gastrointestinal selain nyeri (meliputi mual, kembung, muntah,
diare, dan intoleransi makanan)
iii. Satu gejala seksual (kehilangan keinginan seksual, disfungsi seksual,
mens ireguler, perdarahan mens yang berlebihan, muntah-muntah selama
hamil)
iv. Satu gejala pseudoneurologik yang bukan nyeri (meliputi gangguan
keseimbangan, kelemahan, kesulitan menelan, afonia, retensi urin,
halusinasi, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, disosiasi, dan
kehilangan kesadaran)
c. Gejala-gejala tersebut bukanlah akibat gangguan kondisi medis, ataupun kalau
terdapat gangguan kondisi medis, gejala dan efeknya pada pasien melebihi dari
apa yang biasanya dapat disebabkan gangguan kondisi medis tersebut.
d. Gejala-gejala tersebut bukanlah sesuatu yang dibuat-buat secara sengaja atau
berpura-pura
6. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik. Diagnosis biasanya
ditegakkan sebelum usia 25 tahun, namun gejala awal sudah dimulai saat remaja.
Masalah menstruasi merupakan gejala paling dini yang muncul pada wanita.
Keluhan seksual sering berkaitan dengan perselisihan dalam perkawinan. Periode
keluhan yang ringan 6-9 bulan, sedangkan yang berat 9-12 bulan. Biasanya
pasien sudah memulai mencari pertolongan medis sebelum 1 tahun.
7. Tatalaksana
a. Pendekatan untuk tatalaksana gangguan somatisasi harus bersifat realistis dan
berfokus pada care dan bukan cure.
b. Beberapa poin klinis yang bermanfaat, berdasarkan asumsi bahwa adanya
kebutuhan psikologis yang merupakan penyebab mendasar dari gangguan
somatisasi:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
vii.
III.
IV.
Gangguan Konversi
1. Gangguan konversi didefinisikan sebagai kehilangan fungsi tubuh yang tidak
sesuai dengan konsep anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan tepi.
DSM-IV membatasi gangguan konversi hanya pada gejala neurologik.
2. Epidemiologi
Data statistik yang dimiliki saat ini terbatas, dan angka prevalensi diperkirakan 13% dari jumlah kunjungan rawat jalan. Angka berbeda untuk setiap jenis
populasi. 5-15% kasus gangguan konversi pada pasien yang memerlukan
konsultasi di sebuah rumah sakit umum dilaporkan oleh beberapa peneliti. Di
Amerika Serikat, terdapat rumah sakit veteran dimana 25-30% pasiennya
d. Gejala atau defisit setelah cukup penelusuran tidak dapat dijelaskan secara
penuh sebagai kondisi medik umum atau sebagai akibat langsung dari zat, atau
secara kultural sebagai perilaku atau pengalaman penebusan.
e. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan atau hendaya yang bermakna
secara klinis di bidang sosial, pekerjaan atau fungsi lain atau menuntut
evaluasi medis
f. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan bukan karena
gangguan mental lainnya.
6. Perjalanan Penyakit
Hampir semua gejala awal (90-100%) dari pasien dengan gangguan konversi
membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Sebanyak 75%
pasien tidak pernah mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami
episode tambahan saat stresor psikis muncul kembali. 1,2
7. Tatalaksana
Sebelum memulai tatalaksana kita perlu kembali pada pemahaman teori
gangguan konversi bahwa gejala merupakan suatu bentuk perlindungan pasien
terhadap kecemasan akibat konflik intrapsikik. Menghilangkan mekanisme
defense ini (misal melalui hypnosis) akan membuat pasien merasa rentan dan tak
berdaya, sehingga penanganan haruslah memperhatikan stresor psikologis yang
mendasari munculnya gejala konversi.2
a. Terapi non farmakologis
Sugesti yang kuat serta pendidikan yang empatik sangat penting. Mirip dengan
gangguan somatisasi pasien perlu diajarkan hubungan erat antara pikiran, otak,
dan tubuh. Dokter perlu berbicara secara apa adanya tentang definsi dan
pemahaman medis terkini mengenai gangguan konversi serta berbicara dengan
yakin bahwa gejala ini akan sembuh dengan cepat
b. Wawancara pasien dibawah pengaruh amobarbital atau hypnosis2
Ketika sugesti dan edukasi tidak berhasil dilakukan, maka teknik amobarbital
dan hypnosis dapat dicoba. Penggunaan teknik ini membutuhkan pelatihan dan
pengalaman, dapat membantu praktisi untuk memasuki wilayah konflik
intrapsikis yang sebelumnya ditutup oleh pasien. Selama masa altered-state
pasien dapat mengalami penurunan gejala karena efek relaksasi. Amobarbital
sendiri perlu diingat adalah obat anti kejang sehingga ia dapat mengurangi
gejala kejang akibat real-seizure.
i. Indikasi terapi ini :
Kecanduan barbiturate
Pasien paranoid
Regresi psikotik
c. Psikoterapi Psikodinamik
Dapat membantu pasien memahami konflik intrapsikis dan simbolisasi
8. Prognosis
Faktor-faktor yang membuat prognosis lebih baik antara lain onset yang akut,
stresor yang teridentifikasi, durasi gejala singkat, level kecerdasan pasien, gejala
kelumpuhan, gejala kebutaan. Pasien dengan gejala kejang atau tremor biasanya
memiliki prognosis lebih buruk. 1
V.
Hipokondriasis
ii.
iii.
c. Farmakoterapi
`Obat golongan SSRI bermanfaat pada pasien dengan hipokondriasis terisolasi
(tanpa ko-morbid psikiatris seperti gangguan cemas atau panik). Fluoxetine
atau paroxetine dengan dosis max 60 mg/h dan dapat juga sertraline dosis
minimal 150 mg/h.
8. Prognosis
Hipokondriasis cenderung menjadi kronis dengan periode remisi dan eksaserbasi
yang dipicu stres. Prognosis yang baik berkaitan dengan status sosial ekonomi
yang tinggi, pengobatan terhadap cemas dan depresi yang responsif, onset gejala
mendadak, tidak ada gangguan kepribadian, dan tidak ada gangguan medis nonpsikiatrik yang terkait. Bila yang menderita hipokondriasis adalah anak-anak
maka akan membaik saat remaja atau dewasa awal.1
VI.
Gangguan Nyeri
1. Menurut DSM-IV gangguan nyeri adalah nyeri yang merupakan keluhan utama
dan menjadi fokus perhatian klinis. Faktor psikologislah yang berperan dalam
pengalaman nyeri pasien dan perilaku mencari pertolongan medis.1
2. Epidemiologi
Sekitar 7 juta orang di Amerika mengeluhkan hendaya akibat nyeri pinggang
bawah. Gejala nyeri sendiri merupakan gejala paling umum yang akan dijumpai
dalam praktek kedokteran. Waspadai keluhan nyeri akibat ketergantungan opioid
dan benzodiazepine iatrogenik. Nyeri kronik biasanya dikaitkan dengan gejala
depresi berat (25-50%), atau dystimia (60-100%) .
3. Etiologi
a. Faktor Psikodinamik
i.
ii.
iii.
iv.
Bisa juga sebagai bentuk penebusan terhadap rasa berdosa atau bersalah
v.
b. Faktor perilaku
Perilaku nyeri diperkuat ketika pasien dihargai atau dicemaskan dan dihambat
ketika pasien diabaikan
c. Faktor interpersonal
Nyeri yang sulit diobati dapat menjadi sarana untuk memanipulasi hubungan
interpersonal,
misalnya
memastikan
kesetiaan
pasangan
untuk
mempertahankan perkawinan yang rapuh
d. Faktor Biologis
Defisiensi endorfin dapat menjadi penyebab. Demikian juga pada pasien
dengan kelainan struktur limbik dan sensorik, abnormalitas tersebut dapat
menjadi faktor predisposisi.
4. Gambaran klinis
Pasien dengan gangguan nyeri akan datang dengan keluhan utama nyeri di
berbagai lokasi biasanya nyeri pinggang bawah, nyeri kepala, nyeri fasial
atipikial. Pasien umumnya punya riwayat panjang perawatan medis dan
pembedahan. Banyak yang mengunjungi beberapa dokter, meminta obat dalam
jumlah besar, bahkan mendesak pembedahan.
5. Kriteria Diagnosis
Berdasarkan DSM-IV1,2,3,4
a. Nyeri pada satu tempat atau lebih yang menjadi fokus utama dan cukup berat
untuk menjadi perhatian klinis
b. Nyeri menyebabkan penderitaan klinis bermakna atau hendaya dalam bidang
sosial, pekerjaan, dan fungsi penting lainnya
c. Faktor psikologis berperan penting dalam awitan, keparahan, eksaserbasi, atau
bertahannya nyeri
d. Gejala atau defisit tidak dibuat dengan sengaja atau berpura-pura
e. Nyeri tidak dapat dijelaskan sebagai akibat gangguan mood, cemas, atau
psikotik, dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
Beri kode sebagai berikut :
-
6. Perjalanan Klinis
Nyeri muncul secara tiba-tiba dan derajat keparahan meningkat dalam beberapa
minggu atau bulan
7. Tatalaksana
a. Kenali dan tangani semua gangguan medis umum yang mungkin berkontribusi
terhadap gejala nyeri
b. Seperti pada gangguan somatisasi dan hipokondriasis, target tatalaksana
bukanlah kesembuhan melainkan perawatan, sebab tidak mungkin
menghilangkan nyeri
c. Terapis perlu mendiskusikan sejak awal bahwa sumber nyeri pasien adalah
psikogenik, menjelaskan berbagai sirkuit dalam otak yang terlibat dengan
emosi seperti sistem limbik akan mempengaruhi sensorik. Namun terapis
harus memahami bahwa nyeri yang dialami pasien sebagai sesuatu yang nyata
Gangguan Somatoform
Darien Alfa Cipta