You are on page 1of 23

Urtikaria (dikenal juga dengan hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran) adalah

kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya
disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai ciri-ciri berupa kulit kemerahan
(eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul
secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan.
Meskipun pada umumnya penyebab urtikaria diketahui karena rekasi alergi terhadap
alergen tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak diketahui penyebabnya secara
signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Urtikaria adalah gangguan
dermatologi yang paling sering terlihat di UGD. Eritema berbatas tegas dan edema yang
melibatkan dermis dan epidermis yang sangat gatal. Urtikaria dapat bersifat akut
(berlangsung kurang dari 6 minggu) atau kronis (lebih dari 6 minggu). Berbagai macam
varian urtikaria antara lain imunoglobulin E akut (IgE)-dimediasi urtikaria, kimiainduced urticaria (non-IgE-mediated), vaskulitis urtikaria, urtikaria autoimun, urtikaria
kolinergik, urtikaria dingin, mastositosis, Muckle-Wells syndrome, dan banyak lainnya. [1]
Urtikaria mungkin memiliki kemiripan dengan berbagai penyakit kulit lain yang serupa
dalam penampilan antara lain pruritus termasuk dermatitis atopik (eksim), erupsi obat
makulopapular, dermatitis kontak, gigitan serangga, eritema multiforme, pityriasis rosea,
dan lainnya biasanya. Namun, dokter yang berpengalaman mampu membedakan ini dari
urtikaria karena penampilannya yang khas (lihat gambar). [2]
Sejumlah faktor, baik imunologi dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis
terjadinya urtikaria. Urtikaria dihasilkan dari pelepasan histamin dari jaringan sel mast
dan dari sirkulasi basofil. Faktor-faktor nonimunologik yang dapat melepaskan histamin
dari sel tersebut meliputi bahan-bahan kimia, beberapa obat-obatan (termasuk morfin dan
kodein), makan makanan laut seperti lobster, kerang, dan makanan-makanan lain, toksin
bakteri, serta agen fisik. Mekanisme imunologik kemungkinan terlibat lebih sering pada
urtikaria akut daripada urtikaria kronik. Mekanisme yang paling sering adalah reaksi
hipersensitivitas tipe I yang distimulasi oleh antigen polivalen yang mempertemukan dua
molekul Ig E spesifik yang mengikat sel mast atau permukaan basofil.
Etiologi

Diduga penyebab urtikaria bermacam-macam,


diantaranya : obat, makanan, gigitan/ sengatan
serangga, bahkan foto sensitizer, inhalan, kontaktan,
trauma fisik, infeksi, dan investasi parasit, psikis,
genetik, dan penyakit sistemik.
Obat
Bermacam- macam obat dapat menimbulkan
urtikaria, baik secara imunologik maupun

nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan urtikaria secara imunologik


tipe I atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik,
pencahar, hormon, dan diuretik. Ada pula obat yang secara nonimunologik langsung
merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium, dan zat
kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari
asam arakidonat.
2. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan ke dalamnya
seperti zat warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria
alergika. Contoh makanan yang sering menimbulkan urtikaria ialah, telur, ikan, kacang,
udang, cokelat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka. Bahan yang
dicampurkan seperti asam nitrat,asam benzoat, ragi, salisilat, dan penisilin. CHAMPION
1969 melaporkan +-2% urtikaria kronik disebabkan sensitisasi terhadap makanan.
3. Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengat serangga dapat menyebabkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom dan toksin
bakteri, biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan
serangga lainnya, menimbulkan urtika bentuk papular di sekitar tempat gigitan, biasanya
sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari, minggu, atau bulan.
4. Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan
sabun germisida sering menimbulkan urtikaria.
5. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai
pada penderita atopi dan disertai gangguan napas.
6. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kuku binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuhan, buah, bahan kimia, misalnya insect repellent (penangkis serangga),
dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria.
7. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda

dingin. Faktor panas misalnya sinar matahari, sinar UV, radiasi, dan panas pembakaran.
Faktor tekanan yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau
semprotan air, vibrasi, dan tekanan berulang-ulang contohnya pijat, keringat, benda berat,
demam, dan emosi menyebabkan urtikaria fisik baik secara imunologik maupun
nonimunologik.
8. Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,
jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil,
infeksi gigi, dan sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena
toksin bakteri atau oleh sensitisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi
virus Cosackie pernah dilaporkan sebagai penyebab. Infeksi jamur kandida dan
dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab urtikaria. Infeksi cacing pita, cacing
tambang, cacing gelang juga Schistosoma atau Echinococcus dapat menyebabkan
urtikaria.
9. Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan vasodilatasi kapilar. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria
menunjukkan gangguan psikis.
10. Genetik
Faktor genetik ternyata berperan pada urtikaria dan angiodema, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Diantaranya ialah angineurotik edema
herediter, familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angiodema,
heredo-familial syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic
protoporphyria.
11. Penyakit sistemik Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan
urtikaria, reaksi lebih sering disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit
vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan dermatitis herpetiformis Duhring, sering
menimbulkan urtikaria. Beberapa penyakit sistemik dapat mengalami urtikaria antara lain
limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam reumatik, dan
artritis reumatoid juvenilis. [3]
Pengobatan
Sebagian besar kasus urtikaria tidak perlu diperlakukan sebagai gejala yang berat dan
kondisi sering akan lebih baik sendiri dalam beberapa hari.
Jika gejala urtikaria akut lebih serius atau kondisi tersebut terus berlangsung, dapat
membeli diatasi dengan antihistamin yang dijual bebas di apotek. Dokter mungkin
meresepkan tablet kortikosteroid, meskipun harus kembali ke dokter jika gejala

memburuk atau pengobatan tidak berhasil setelah dua minggu.


Urtikaria Akut
1. Antihistamin
Antihistamin menghambat efek histamin, sehingga mereka dapat menghentikan gejala
gatal dan mengurangi ruam. Contoh antihistamin meliputi cetirizine, fexofenadine,
loratadin.
Antihistamin modern tidak menyebabkan kantuk pada kebanyakan orang, tetapi ada
beberapa pengecualian. Lihat bagaimana Anda bereaksi terhadap antihistamin sebelum
mengemudi atau mengoperasikan mesin berat. Antihistamin modern dapat menyebabkan
mengantuk jika dikonsumsi dengan alkohol. Sering penderita mengalami masalah tidur
pada malam hari karena urtikaria terutama gatal, dokter dapat memberikan antihistamin
tambahan yang diketahui menyebabkan kantuk, seperti chlorphenamine atau hidroksizin.
Antihistamin biasanya tidak diresepkan selama hamil. Hal ini karena mereka belum
ditetapkan sebagai sepenuhnya aman. Namun, dokter dapat merekomendasikan
chlorphenamine jika mereka merasakan manfaat lebih besar daripada risiko. Ada
beberapa ribu kasus yang diketahui ibu hamil mengambil chlorphenamine, dan tidak ada
bukti efek negatif pada bayi yang belum lahir.
2. Kortikosteroid tablet
Anda mungkin diberikan resep dosis tinggi tablet kortikosteroid, seperti prednisolon, jika
gejala yang berat. Kortikosteroid menekan sistem kekebalan tubuh dan, karenanya, dapat
menekan gejala urtikaria. Biasanya, pemberian terapi tiga sampai lima hari prednisolon
dianjurkan. Konsumsi tablet steroid secara jangka panjang biasanya tidak dianjurkan
karena hal ini dapat menyebabkan berbagai efek samping dan komplikasi, seperti
hipertensi, glaukoma, katarak, dan diabetes (atau dapat membuat diabetes yang ada lebih
buruk).
Urtikaria Kronis
Pengobatan untuk urtikaria kronis membantu Anda mengontrol gejala dan menghindari
pemicu yang membuat gejala lebih buruk.
Jika Anda memiliki urtikaria kronis dan angioedema (pembengkakan lapisan lebih dalam
dari kulit), Anda juga dapat memeriksakan diri ke dokter kulit Hal ini karena angioedema
berpotensi lebih serius karena dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
Jika Anda hanya memiliki urtikaria kronis tetapi gejala menetap meskipun telah ada
pengobatan, Anda juga harus dirujuk.
1. Antihistamin

Gejala-gejala urtikaria kronis diobati dengan antihistamin. Penderita mungkin harus


mengkonsumsi secara teratur sampai gejala terakhir. Seperti urtikaria akut, Penderita
mungkin akan diberi kombinasi antihistamin non-mengantuk dan mengantuk untuk
membantu tidur. Jika gejala tidak berefek terhadap pengobatan, dapat direkomendasikan
untuk meningkatkan dosis obat. Meningkatkan dosis sering dapat membantu
mengendalikan gejala yang sebelumnya tidak merespon pengobatan. Namun, ini harus
dilakukan hanya jika diinstruksikan oleh dokter. Jenis yang lebih baru yang disebut
antihistamin rupatadine telah terbukti efektif dalam mengobati kasus yang lebih berat dari
urtikaria kronis yang tidak berefek terhadap antihistamin lainnya.
2. Menthol krim
Krim Menthol dapat digunakan sebagai alternatif atau di samping antihistamin seperti
yang telah ditunjukkan untuk meringankan gatal. Dokter dapat meresepkan ini.
3. Kortikosteroid tablet
Episode yang lebih serius dari urtikaria dapat diobati dengan dosis singkat tablet
kortikosteroid, seperti prednisolon. Kemungkinan efek samping tablet kortikosteroid
termasuk nafsu makan meningkat dan berat badan, perubahan suasana hati, dan kesulitan
tidur (insomnia). Penggunaan jangka panjang kortikosteroid pada urtikaria kronis tidak
direkomendasikan untuk alasan yang disebutkan di atas.
4. H2 antihistamin
Jenis antihistamin yang biasa didapatkan di apotek dikenal sebagai antihistamin H1, tapi
ada beberapa jenis lain antihistamin, termasuk antihistamin H2. Ini kadang-kadang dapat
berguna dalam mengobati urtikaria kronis karena dapat mempersempit pembuluh darah.
Hal ini pada gilirannya sering dapat membantu mengurangi kemerahan pada kulit.
Antihistamin H2 dapat digunakan dalam kombinasi dengan antihistamin H1 atau sebagai
alternatif bagi antihistamin H1. Efek samping antihistamin H2 jarang tetapi mencakup
sakit kepala, diare, dan pusing. Efek samping setelah minum antihistamin H2 dapat
menyebabkan pusing.
5. Narrowband ultraviolet B fototerapi
Fototerapi ultraviolet B narrowband (NUVB) adalah jenis pengobatan dengan
mengekspos daerah kulit pada sinar ultraviolet energi tinggi. Cahaya dapat membantu
membersihkan daerah lain terus-menerus dari ruam.
NUVB melibatkan Anda berdiri di ruang, seperti mandi, yang berisi sejumlah lampu
neon. Kulit Anda kemudian terkena cahaya untuk waktu yang pendek, biasanya tidak
lebih dari beberapa menit.
Anda biasanya akan menghadiri dua sampai lima sesi seminggu. Kebanyakan orang

memerlukan 20 sesi sebelum gejala mereka secara signifikan meningkatkan.


Cahaya dapat menyebabkan beberapa pembakaran kulit, mirip dengan sengatan matahari
ringan. Anda dapat diberi krim untuk membantu menenangkan pembakaran apapun.
Paparan sinar ultraviolet membawa risiko teoritis menyebabkan kanker kulit di kemudian
hari.
Tidak jelas persis seberapa tinggi risiko yang karena ini adalah pengobatan yang relatif
baru, tetapi kebanyakan ahli berpikir risiko harus kecil.
6. Leukotriene receptor antagonis
Antagonis reseptor leukotrien adalah jenis obat yang sering dapat mengurangi kemerahan
dan pembengkakan kulit.
Mereka bisa menjadi alternatif jangka panjang berguna untuk menggunakan tablet
kortikosteroid karena mereka tidak membawa risiko tinggi yang sama menyebabkan luas
efek samping. Efek samping jarang terjadi dan relatif kecil, seperti sakit kepala dan
perasaan sakit.
7. Cyclosporin
Sebuah obat kuat yang disebut cyclosporin telah terbukti efektif dalam mengobati
urtikaria di sekitar dua per tiga kasus. Cyclosporin bekerja dalam cara yang sama seperti
kortikosteroid lakukan. Ini menekan efek berbahaya dari sistem kekebalan tubuh dan
tersedia dalam bentuk kapsul atau sebagai cairan yang Anda minum.
Efek samping yang umum dari siklosporin meliputi: a. tekanan darah tinggi b.
peningkatan kadar kolesterol dalam darah c. sakit kepala d. paksa gemetar (tremor) e.
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, terutama infeksi dada, infeksi saluran kemih
(infeksi setiap bagian dari tubuh yang digunakan untuk menghapus urin dari tubuh) dan
jenis infeksi virus yang disebut virus sitomegalo.
Semakin lama seseorang mengambil siklosporin, cenderung menjadi kurang efektif. Satu
studi menemukan bahwa hanya satu orang dari empat masih bebas dari gejala setelah
minum obat selama lima bulan.
Efek samping seperti tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi juga menjadi perhatian
karena ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Bahkan jika Anda masih menanggapi pengobatan, dapat direkomendasikan bahwa obat
ini ditarik setelah beberapa bulan.
8. Diet

Ada kontroversi mengenai peran diet pada orang dengan gatal-gatal jangka panjang. Ada
dua kelompok bahan kimia dalam makanan yang dapat memicu urtikaria pada beberapa
orang: amina vasoaktif dan salisilat.
Menghindari atau mengurangi asupan bahan kimia ini dapat mengurangi gejala.
Anda mungkin ingin membuat catatan harian makanan untuk melihat apakah
menghindari makanan tertentu membantu gejala. Jika Anda membatasi diet Anda,
berkonsultasi dengan ahli diet, yang dapat memastikan bahwa Anda tidak perlu
menghindari makanan dan diet Anda adalah cukup.
a. Amina vasoaktif
Makanan yang mengandung amina vasoaktif, atau menyebabkan pelepasan histamin,
meliputi kerang-kerangan, stroberi, tomat, ikan, coklat, dan nanas.
b. Salisilat
Salisilat secara alami terjadi seperti aspirin senyawa yang ditemukan dalam berbagai
makanan yang berasal dari tanaman. Anda dapat mencoba menebang pada ini, tapi tidak
sepenuhnya menghindarinya. Makanan yang mengandung salisilat meliputi tomat,
bumbu-bumbu, jus jeruk, raspberi, teh.
Untuk informasi lebih lanjut tentang mengikuti diet rendah histamin, lihat Alergi Inggris:
intoleransi histamin.
9. Menghindari pemicu
Jika Anda tahu apa yang memicu urtikaria atau membuat lebih buruk, menghindari
pemicu dapat menjaga kondisi Anda di bawah kontrol.
Pemicu seperti alkohol dan kafein dapat dengan mudah dihindari. Dan jika Anda berpikir
obat tertentu dapat memicu gejala Anda, hubungi dokter untuk diresepkan obat lain
sebagai alternatif yang mungkin tersedia.
Menghindari stres bisa lebih sulit, terutama jika gejala negatif mempengaruhi kualitas
hidup Anda.
Jika Anda memiliki urtikaria kronis, Anda mungkin menemukan bahwa teknik relaksasi,
seperti meditasi atau hipnotis, mengurangi tingkat stres Anda dan tingkat keparahan
gejala. [4]

Urtikaria atau Gatal Biduran adalah erupsi pada kulit yang berbatas tegas dan menimbul
(bentol), berwarna merah, memutih bila ditekan dan disertai rasa gatal. Urtikaria dapat
berlangsung secara akut, kronik atau berulang. Urtikaria akut biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari dan umumnya penyebabnya dapat diketahui.
Urtikaria kronik, yaitu urtikaria yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria
berulang biasanya tidak diketahui pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa
tahun. Urtikaria kronik umumnya ditemukan pada orang dewasa.

Patofisiologi Urtikaria.
Secara histologis urtikaria menunjukkan adanya dilatasi pembuluh darah dermal di
bawah kulit dan edema (pembengkakan) dengan sedikit infiltrasi sel perivaskuler,
diantaranya yang paling dominant adalah eosinofil.
Kelainan ini disebabkan oleh mediator yang lepas, terutama histamin, akibat degranulasi
sel mast kutan atau subkutan, dan juga leukotrien dapat berperan. Histamin akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah di bawah kulil sehingga kulit berwarna merah
(eritema). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga cairan dan sel, terutama eosinofil keluar dari pembuluh darah dan menyebabkan
pembengkakan lokal. Cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer
kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal.
Bila pembuluh darah yang
terangsang adalah pembuluh
darah jaringan subkutan,
biasanya jaringan subkutan
longgar, maka edema yang
terjadi tidak berbatas tegas
dan tidak gatal karena
jaringan subkutan
mengandung sedikit ujung
saraf perifer, dinamakan
angioedema.
Daerah yang terkena biasanya muka (periorbita dan perioral). Urtikaria dapat terjadi
melalui mekanisme imun dan non imun. Mekanisme imun seperti pada reaksi
hipersensitifitas tipe I dan aktivasi sistem komplemen. Sedangkan mekanisme non imun
dapat disebabkan oleh faktor fisik (cahaya, dingin, gesekan/tekanan, panas dan getaran ),
latihan jasmani (exercise), faktor psikis (stress), anafilatoksin dll.

Gejala klinis urtikaria


Tanda-tanda biduran yaitu tampak bentol multiple yang berbatas tegas, berwarana merah
dan gatal. Bentol dapat pula berwarna putih ditengah yang dikelilingi warna merah.

Warna merah bila ditekan akan memutih. Ukuran tiap lesi bervariasi, dan tiap lesi akan
menghilang setelah 1 sampai 48 jam, tetapi dapat timbul lesi baru. Secara klinis urtikaria
kadang-kadang disertai angioedema, yaitu pembengkakan difus yang tidak gatal dan tidak
pitting edema dengan predileksi di muka derah peri orbita dan perioral, kadang-kadang di
genitalia. Kadang-kadang pembengkakan dapat terjadi di faring dan Laring sehingga
dapat mengancam jiwa.

Reaksi alergi sampai membuat


bibir bengkak
Diagnosis urtikaria
tidaklah sulit. Penderita atau
orangtua penderita sendiri pada
umumnya sudah dapat
menegakkan diagnosisnya.
Diagnosis ditegakkan secara
klinis berdasarkan inspeksi
kulit adanya lesi khas yaitu
bentol berwarna merah, berbatas tegas, gatal, memutih bila ditekan. Yang sulit adalah
mencari etiologinya. Untuk menemukan etiologinya perlu dilakukan anamnesis yang
teliti dan terinci serta pemeriksaan fisis lengkap. Anamnesis terhadap faktor lingkungan
seperti debu, tungau debu rumah, binatang peliharaan, tumbuh-tumbuhan, karpet,
sengatan binatang, serta faktor makanan termasuk zat warna, zat pengawet, obat-obatan,
faktor fisik seperti dingin, panas, cahaya dan sebagainya perlu ditelusuri. Bila dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik belum dapat ditegakkan etiologinya, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang Urtikaria.
Selain pemeriksaan rutin darah dan urin, feses, dapat dilakukan berbagai pemeriksaan
lain seperti uji kulit terhadap alergen, uji provokasi dan pemeriksaan IgE spesifik.
Pada urtikaria dingin dilakukan provokasi dengan potongan es yang diletakkan di bagian
volar lengan bawah selama 5 menit, kemudian dilihat apakah terjadi bentol pada tempat
tersebut. Demikian juga uji yang serupa dapat dilakukan bial terdapat kecurigaan
terhadap faktor tersebut.
Pengobatan Urtikaria.
Urtikaria akut pada umumnya lebih mudah dapat diatasi dan kadang-kadang sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Pengobatan dapat ditujukan pada penghindaran faktor
penyebab dan pengobatan simptomatik. Pada urtikaria akut generalisata, mula-mula
diberikan adrenalin dengan dosis 0,01 ml/KgBB, dilanjutkan dengan pemberian
antlhistamin penghambat H1.

Urtikaria (Geulaseu;Bahasa Aceh) adalah penyakit kulit yang ditandai dengan rasa gatal
atau panas disertai eritema dan edema pada kulit superfisial. Gejala pada urtikaria
cepat timbul dan hilang perlahan-lahan dalam 1-24 jam. Sedangkan Angioedema adalah
urtikaria pada dermis bagian bawah atau subkutis dengan rasa nyeri, sering mengenai
wajah dan membran mukosa, dan lesinya hilang perlahan dalam 72 jam. Banyaknya
faktor penyebab dan variasi dari gejala klinis pada urtikaria dan Angioedema
menyebabkan sangat penting mengetahui klasifikasinya berdasarkan etiologi dan aspek
klinis
PENDAHULUAN

Urtikaria adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya edema kulit superfisial
setempat dengan ukuran bervariasi sering dikelilingi oleh halo eritem yang disertai rasa
gatal atau panas. Ruam urtikaria cepat timbul dan hilang perlahan-lahan dalam 1-24
jam.1 Sedangkan angioedema adalah urtikaria yang terjadi pada lapisan dermis bagian
bawah atau subkutis, sering mengenai wajah dan membran mukosa seperti bibir, laring
dan genetalia. Pada angioedema lebih dominan rasa nyeri daripada gatal dan ruamnya
hilang secara perlahan dalam 72 jam.

Frekuensi urtikaria diperkirakan sebesar 20% dari seluruh populasi, dapat terjadi pada
semua umur namun lebih sering pada wanita dan biasanya pada usia 20-40 tahun.3
Sekitar 40% pasien urtikaria disertai angioedema, 50% hanya dengan urtikaria sedangkan
angioedema saja sebesar 10%.

Ada banyak faktor penyebab urtikaria dan angioedema seperti toleransi terhadap
makanan, infeksi, obat-obatan, trauma fisik dan penyakit sistemik, namun 70-95%
penyebabnya masih belum diketahui terutama pada urtikaria kronik.3,5 Hal ini seringkali
menimbulkan masalah fisik, psikis maupun sosial dalam kehidupan penderita sehari-hari
sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya.

Urtikaria dan angioedema merupakan penyakit yang pengobatannya menitikberatkan

pada etiologinya sehingga dalam penegakan diagnosis sangat diperlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang komprehensif untuk menentukan klasifikasi serta pemeriksaan
penunjang yang sesuai agar dapat memberikan edukasi dan terapi yang tepat kepada
pasien serta menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai aspek
etiologi dan klinis urtikaria dan angioedema.

PATOGENESIS

Urtikaria terjadi karena adanya vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler


sehingga terjadi transudasi cairan setempat yang secara klinis tampak edema lokal
disertai eritema. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien, sitokin dan kemokin yang juga
mengakibatkan peningkatan regulasi endothelial adhesion molecules (ELAMs) dan
vascular adhesion molecules (VCAMs) disertai migrasi sel transendotelial dan
kemotaksis.

Pelepasan mediator tersebut terjadi karena adanya degranulasi sel mast akibat rangsangan
atau paparan dari alergen. Ada beberapa agen yang dapat mengaktivasi sel mast untuk
melepaskan histamin antara lain substansi P, Vasoactive intestinal polypeptide (VIP),
latex, surfaktan, dextran, morfin dan codein.

Penyebab terjadinya angioedema antara lain adalah adanya defisiensi C1 esterase


inhibitor (C1INH) yang berfungsi menghambat pembentukan kinin, aktivasi komplemen
yang menghasilkan vasoactive kinin-like peptides dan pembentukan bradikinin. Kinin
adalah peptida dengan berat molekul rendah yang ikut berperan dalam proses inflamasi
dengan mengaktivasi sel endotelial dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular. Angioedema yang rekuren dengan C1INH normal
biasanya bersifat idiopatik, namun bisa juga disebabkan oleh induksi obat-obatan seperti
penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE), aspirin dan anti-inflamasi nonsteroid
(AINS).

KLASIFIKASI

Urtikaria/angioedema dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi ataupun klinis, namun


dalam praktek sehari-hari lebih mudah mengklasifikasikannya secara klinis daripada
etiologi yang sulit untuk ditegakkan. Klasifikasi berguna dalam menentukan pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien urtikaria/angioedema.

Berdasarkan etiologinya urtikaria dibagi menjadi : 1) urtikaria imunologik: urtikaria


autoimun, kontak alergi dan kompleks imun. 2) urtikaria nonimunologik: urtikaria fisik,
karena obat-obatan dan kontak non alergi. 3) Urtikaria idiopatik. Menurut European
Academy of Allergology and Clinical Immunology (EAACI) tahun 2006 secara klinis
urtikaria diklasifikasikan menjadi 1) urtikaria spontan: urtikaria akut dan urtikaria kronis.
2) Urtikaria fisik: dermografik, delayed pressure, panas, dingin, solar dan getaran. 3)
Urtikaria spesifik: kolinergik, adrenergik, kontak (alergi/non alergi) dan aquagenik.

Para ahli yang lain menambahkan klasifikasi dengan urtikaria yang berhubungan dengan
penyakit lain seperti urtikaria pigmentosa (mastositosis) dan vaskulitis.

Angioedema dapat dibedakan menjadi angioedema yang disertai urtika dan tanpa urtika.
Berdasarkan penyebabnya angioedema tanpa urtika dibagi menjadi: 1) Angioedema
defisiensi C1INH herediter. 2) Angioedema defisiensi C1INH dapatan. 3) Angioedema
karena obat-obatan. 4) Angioedema berhubungan dengan delayed pressure. 5)
Angioedema idiopatik.

ASPEK ETIOLOGI DAN KLINIS PADA URTIKARIA DAN ANGIOEDEMA

Urtikaria dapat terjadi secara imunologik, nonimunologik dan idiopatik. Secara


imunologik, reaksi alergi paling sering menyebabkan urtikaria yaitu melalui reaksi
hipersensitivitas tipe I (anafilaksis) misalnya pada alergi obat dan makanan. IgE spesifik
berikatan dengan high-affinity IgE receptor (FcRI) pada permukaan sel mast jaringan
dan basofil darah tepi yang menyebabkan influksnya sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
netrofil, limfosit dan basofil disekitar jaringan sebagai awal dari late-phase response
(LPR) pada urtikaria kronis autoimun.

Aktivasi komplemen melalui jalur klasik juga berperan setelah antigen berikatan dengan
IgG atau IgM dan menghasilkan anafilatoksin yang mampu merangsang pelepasan
histamin dan mediator lainnya. Pada urtikaria non imunologik, beberapa bahan kimia
(golongan amin dan derivat amidin) dan obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin
dapat langsung merangsang sel mast dan basofil untuk melepaskan histamin. Bahan
kolinergik seperti asetilkolin yang dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit, faktor fisik
berupa panas, dingin, stres dan sinar matahari juga dapat secara langsung merangsang
pelepasan beberapa mediator. Pada urtikaria idiopatik, etiologinya belum banyak
diketahui namun diduga sebagian besar berhubungan dengan penyakit autoimun.

Berikut akan dibahas satu-persatu mengenai jenis-jenis urtikaria/angioedema berdasarkan


etiologi dan klinisnya :

URTIKARIA AKUT

Sekitar 65% urtikaria spontan adalah urtikaria akut (UA). Dikatakan UA jika urtika
muncul secara spontan dengan durasi kurang dari 6 minggu. UA sering disebabkan oleh
infeksi akut dari saluran pernafasan atas, saluran kemih atau reaksi non alergi
(pseudoalergen) dari obat antiinflamasi non steroid sedangkan UA alergika diperantarai
oleh IgE, contohnya alergi makanan yang banyak dijumpai pada orang atopi. Makanan
yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, kacang, udang, coklat, tomat, keju,
bawang, semangka, asam nitrat, asam benzoat dan ragi. Diagnosis UA ditegakkan hanya
berdasarkan riwayat penyakit termasuk mencari faktor pencetusnya dan pemeriksaan fisik
tapi pemeriksaan penunjang lain masih belum perlu dilakukan.

URTIKARIA KRONIS

Prevalensi urtikaria kronis (UK) sebesar 0,5% dari populasi umum dan sering mengenai
wanita usia dewasa muda. Lesi muncul secara spontan, minimal 2 kali seminggu selama
lebih dari 6 minggu. Jika lesi muncul kurang dari 2 kali seminggu maka disebut UK
episodik. Pada UK selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap perlu juga
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menemukan faktor pencetusnya seperti infeksi,
penyakit autoimun, reaksi alergi mapun non alergi.

URTIKARIA AUTOIMUN

Sekitar 50% pasien urtikaria kronis mempunyai histamin yang melepaskan autoantibodi.
Sebagian besar IgG berikatan langsung dengan subunit reseptor IgE pada permukaan
sel mast dan basofil, hanya sedikit yang berikatan dengan IgE. Autoantibodi tersebut
menyebabkan degranulasi sel mast melalui aktivasi komplemen jalur klasik.5,17 Ini dapat
terlihat pada autologous serum skin test (ASST) dimana jika disuntikkan serum autolog
secara intraepidermal maka akan muncul urtika. Namun pemeriksaan ASST belum
menjadi pemeriksaan yang rutin dilakukan sehingga sering pasien didiagnosis sebagai
urtikaria idiopatik.

URTIKARIA KONTAK

Urtikaria kontak alergi (UKA) merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai
oleh alergen IgE spesifik pada orang yang telah tersensitisasi sebelumnya. Alergen
penyebab UKA antara lain dari bahan makanan (kacang, tomat, ikan), latex dan logam
sedangkan riwayat atopi merupakan salah satu faktor predisposisinya. Lesi UKA muncul
tidak hanya pada area yang terkena bahan alergen namun dapat generalisata bahkan
mengenai organ dalam seperti saluran pernafasan atau pencernaan dan juga
mengakibatkan syok anafilaktik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis ini adalah pemeriksaan IgE spesifik dan tes tusuk.

Urtikaria kontak non alergi (UKNA) terjadi tanpa adanya sensitisasi awal, hanya terjadi
reaksi setempat tanpa reaksi sistemik. Penyebab UKNA diduga karena efek langsung
terhadap dinding pembuluh darah dermal atau pelepasan substansi vasoaktif misalnya
histamin, SRSA dan bradikinin tanpa pengaruh antibodi. Bahan-bahan penyebab UKNA
antara lain bahan pengawet atau penyedap makanan, sabun, parfum dan produk farmasi
seperti salep atau krim. Waktu optimum untuk melihat reaksi yang timbul adalah 40-45
menit setelah aplikasi bahan alergen.

URTIKARIA KOMPLEKS IMUN

Aktivasi sistem komplemen melalui anafilatoksin C5a dapat memperantai dan


meningkatkan pelepasan histamin dari sel mast. Mekanisme inflamasi ini terjadi karena

adanya ikatan antara antigen dan antibodi yang membentuk kompleks imun, biasanya
berhubungan dengan infeksi virus hepatitis B, hepatitis C dan infeksi oleh parasit
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan serologis sesuai dengan klinisnya.

URTIKARIA FISIK

Sebesar 50% urtikaria kronik adalah urtikaria fisik yang terjadi karena adanya 1 atau
lebih rangsangan fisik berupa trauma, suhu, sinar atau getaran. Patomekanisme urtikaria
ini masih belum jelas namun diyakini bahwa faktor fisik tersebut merangsang terjadinya
pelepasan histamin karena adanya degranulasi sel mast. Berdasarkan faktor pencetusnya
urtikaria fisik dibagi menjadi :

1. Urtikaria dermografika (factitial urticaria)

Urtikaria dermografika (UD) merupakan urtikaria yang paling sering muncul pada
urtikaria fisik, biasanya mengenai dewasa muda dan biasa berlangsung selama 6,5 tahun.
Prevalensi UD pada populasi umum berkisar antara 2-5%. UD muncul secara cepat pada
daerah yang mengalami tekanan atau goresan dan seringnya disertai rasa gatal.
Berdasarkan onsetnya urtikaria dermografika dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: 1) UD tipe
cepat (paling sering) dengan onset 2-5 menit dan durasi 30 menit. 2) UD tipe lambat
(jarang) dengan onset 4-6 jam dan berlangsung selama 24-48 jam. 3) UD tipe
intermediate muncul dalam 30 menit sampai 2 jam dengan durasi 3-9 jam. Tes rutin yang
digunakan adalah dermografisme.

2. Delayed-pressure urticaria

Delayed-pressure urticaria (DPU) terjadi karena tekanan yang menetap sehingga dalam
waktu 3-12 jam muncul urtika disertai rasa nyeri atau panas dan dapat menetap lebih dari
24 jam. DPU terjadi hanya 1% dari seluruh jenis urtikaria dan biasanya karena ikat
pinggang, jam tangan, sepatu atau setelah olahraga yang lama. Penegakan diagnosis DPU
selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan tes tekanan dengan
menggunakan alat yang telah dikalibrasi beratnya (500-1500 g/cm2) dan diletakkan pada
3 tempat atau lebih bagian tubuh (punggung, paha, bahu atau lengan) selama 10 menit
dan dibaca pada 30 menit, 3 jam, 6 jam dan 24 jam.

3. Urtikaria Dingin

Sekitar 3-5% urtikaria fisik adalah urtikaria dingin yang muncul karena terpapar dengan
objek yang dingin, air atau udara yang dingin dan jarang karena makanan atau minuman
dingin. Untuk memudahkan praktek sehari-hari urtikaria dingin diklasifikasikan menjadi :

a. Urtikaria dingin tipikal, (sering dijumpai) terdiri atas :

- Urtikaria dingin primer (idiopatik); pada pemeriksaan darah vena dan biopsi kulit
dijumpai histamin, faktor kemotaktik, prostaglandin D2, Platelet-activating factor dan
Tumor necrosis factor-.

- Urtikaria dingin sekunder; terdapat kelainan krioglobulinemia, cold hemolysin dan cold
agglutinin, selain itu juga berhubungan dengan beberapa penyakit infeksi seperti
mononukleosis, sifilis, varisela, hepatitis dan infeksi HIV.

Pada kedua tipe ini dapat dilakukan ice-cube test selama 10-15 menit dan urtika akan
muncul setelah 10 menit.

b. Urtikaria dingin atipikal, dibagi menjadi :

- Urtikaria dingin familial (autosomal dominan), terdapat 2 tipe yaitu tipe immediate dan
delayed. Pada tipe immediate lesi berupa papul atau makula dengan rasa seperti terbakar
selama 4-6 jam dan seringnya disertai menggigil, demam, nyeri sendi atau otot dan sakit
kepala. Pada biopsi terlihat infiltrasi polimorfonuklear. Sedangkan tipe delayed, urtika
muncul setelah terpapar dingin 9-18 jam sebelumnya dan akan menghilang dalam 2-3
hari, pada biopsi akan dijumpai infiltrasi mononuclear (limfosit, monosit atau makrofag).

- Urtikaria dingin dapatan, terdiri dari :

i. Urtikaria dingin sistemik; kelainan yang jarang terjadi dengan ciri khas muncul urtika
generalisata tidak hanya pada tempat yang terpapar dingin saja dan dapat disertai reaksi
anafilaktik yang dapat mengancam jiwa. Tes diagnostik yang dapat dilakukan dengan
menempatkan pasien tanpa menggunakan pakaian dalam ruangan 4oC selama 10-30
menit akan muncul urtika generalisata dan gejala lain dalam waktu 10-20 menit.

ii. Urtikaria dingin dengan urtika persisten; Urtika muncul beberapa menit setelah
terpapar dingin dan menetap selama 1 minggu atau lebih.

iii. Urtikaria kolinergik yang diinduksi oleh dingin; lesi punctata (1-7mm) yang gatal
muncul setelah tubuh terpapar dingin atau olahraga pada suhu dingin, biasanya mengenai
daerah wajah, leher dan ekstremitas. Pada pasien ini ice cube testnya memberikan hasil
yang negatif namun bila pasien melakukan olahraga selama 15 menit dalam suhu ruangan
4oC akan muncul urtika.

iv. Cold-dependent dermographism; urtika hanya muncul jika kulit yang ditekan/gores
terpapar dingin.

v. Urtikaria dingin lokalisata; seringnya urtika muncul pada kondisi tertentu (cold injury,
sengatan serangga, injeksi alergen intrakutan) didaerah yang kontak dengan bahan yang
dingin namun terkadang dapat juga tanpa didahului keadaan tersebut.

4. Urtikaria Panas

Urtikaria panas jarang dijumpai, lesi setempat muncul akibat kontak langsung dengan
benda atau udara yang panas. Ada 2 tipe urtikaria panas :

a. Urtikaria panas tipe segera; lesi urtika papular yang terasa gatal muncul setelah 5 menit

terpapar panas dan dapat menetap selama 1 jam. Patofisiologi urtikaria panas dikarenakan
adanya pelepasan mediator-mediator namun penelitian lain menyebutkan karena adanya
abnormalitas dari sistem komplemen. Tes provokasi dapat dilakukan dengan tabung
silinder yang diisi air dengan suhu 50-55oC dan diaplikasikan selama 5 menit dapat
merangsang munculnya lesi.

b. Urtikaria panas tipe lambat; sangat jarang dijumpai, lesi muncul setelah 6-18 jam
setelah aplikasi dan menetap selama 12-24 jam.

Urtikaria Solaris

Urtikaria solaris (US) sering pada wanita usia 30-40 tahun dan terjadi karena paparan
sinar matahari atau sinar dengan panjang gelombang 280-760 nm. Keluhan subyektif
berupa gatal, merah, perih dan urtika muncul 5-10 menit setelah paparan dengan sinar.
Angka kejadian US kurang 1% dari semua jenis urtika dan sekitar 4% dari fotosensitif
dermatosis. US dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum cahaya, Ada atau tidaknya
hubungan dengan penyakit lain dan hubungan munculnya urtika dengan paparan sinar.

Patogenesis US primer belum banyak diketahui, diyakini diperantarai oleh IgE,


peningkatan serum histamin, degranulasi sel mast dan eosinofil setelah radiasi sinar. US
sekunder berhubungan dengan abnormalitas genetik metabolisme porfirin pada pasien
eritropoitik protoporfiria yang mengalami gangguan aktivasi cahaya pada sistem
komplemen. Pada pasien yang sangat sensitif, paparan sinar pada seluruh tubuh (sun
bathing) menyebabkan manifestasi sistemik berupa urtikaria generalisata disertai
bronkospasme, hipotensi dan penurunan kesadaran karena histaminemia sementara.

Urtikaria Getaran

Urtikaria getaran merupakan urtikaria yang jarang terjadi, bisa bersifat herediter atau
dapatan yang biasanya karena pekerjaan maupun idiopatik. Rangsangan dapat berasal
dari getaran saat mengendarai sepeda motor, menggunakan alat bor atau melakukan
pijatan. Dalam beberapa menit setelah mendapat rangsangan akan muncul bengkak yang
terasa gatal dan dapat menetap selama 24 jam.

Patogenesis urtikaria ini belum diketahui, keparahan reaksi yang terjadi sesuai dengan
durasi, intensitas dan luas permukaan tubuh yang terlibat. Manifestasi sistemik seperti
eritema generalisata dan sakit kepala dapat terjadi. Diagnosis urtikaria getaran dapat
ditegakkan dengan melakukan tes menggunakan mixer selama 5 menit kemudian
diobservasi selama 5-6 jam terhadap munculnya edema sirkumferensial yang terasa gatal
sehingga dapat dibedakan dari delayed dermographism dan delayed pressure urticaria.

URTIKARIA SPESIFIK

Urtikaria spesifik terdiri dari :

1. Urtikaria kolinergik

Urtikaria kolinergik (UK) terjadi karena ada peningkatan suhu tubuh setelah olahraga,
mandi air panas, stres dan jarang karena makanan hangat, pedas atau alkohol. Frekuensi
UK sekitar 11.2% pada dewasa muda (16-35 tahun). Gambaran klinis yang khas adalah
urtika punctata (1-5mm) yang dikelilingi oleh daerah eritema dan disertai rasa gatal.

Awalnya lesi muncul di wajah dan leher kemudian menyebar ke bagian yang lain dan
dapat disertai gejala sistemik seperti sakit kepala, nyeri perut, sesak nafas dan sinkop.
Mekanisme terjadinya UK karena pelepasan asetilkolin dari serabut saraf perifer yang
menyebabkan degranulasi sel mast, pelepasan histamin dan faktor kemotaktik seperti
eosinofil atau netrofil. Tes provokasi dengan olahraga atau mandi air panas 100%
memberikan hasil positif, selain itu dapat juga dilakukan tes dengan injeksi intradermal
metakolin namun hanya 30-50% pasien yang memberikan hasil positif dengan
munculnya lesi satelit dalam waktu 5-15 menit setelah aplikasi.

2. Urtikaria Akuagenik

Urtikaria akuagenik (UA) jarang dijumpai, lesi terjadi setelah 2 menit kontak dengan air

berupa urtika perifolikular berukuran kecil yang gatal seperti pada urtikaria kolinergik
(UK) dan dapat menetap selama 1 jam. Patogenesis UA masih belum jelas, namun dari
hasil biopsi terlihat adanya degranulasi sel mast, peningkatan histamin sementara pada
aliran darah vena. Tes provokasi yang dapat dilakukan pada UA dengan mengkompres air
pada suhu tubuh 37oC selama 30 menit. Diagnosis UA ditegakkan setelah menyingkirkan
diagnosis urtikaria dingin dan urtikaria kolinergik.

3. Urtikaria Adrenergik

Urtikaria adrenergik sangat jarang terjadi, lesi muncul akibat adanya stres emosional
dengan ciri khas berupa urtika berukuran sangat kecil (pin sized) dan dikelilingi oleh halo
yang berwarna putih serta berespon terhadap terapi dengan beta-adrenoreceptor-blocker
(propanolol) yang dapat digunakan untuk tujuan diagnostik maupun pencegahan.

URTIKARIA KARENA OBAT-OBATAN

Banyak jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan urtikaria. Obat golongan cyclooxygenase (COX)-inhibitor seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid sering
menjadi penyebabnya. Aspirin menimbulkan urtikaria karena menghambat sintesis
prostaglandin dan terjadi perubahan metabolisme asam arakidonat. Ada juga obat yang
langsung merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya kodein, opium dan
zat kontras.

URTIKARIA VASKULITIS

Karakteristik lesi urtikaria vaskulitis (UV) adalah lesi terasa nyeri dan panas, menghilang
dalam 3-7 hari dengan meninggalkan purpura atau hiperpigmentasi dan dapat disertai
dengan gejala penyakit sistemik seperti nyeri sendi, nyeri dada atau perut, penyakit ginjal
dan paru. UV biasanya bersifat idiopatik namun dapat disebabkan oleh penyakit jaringan
konektif yaitu lupus eritematosus sistemik, serum sickness, infeksi hepatitis B atau C.
Penegakan diagnosis UV hanya dapat dilakukan dengan biopsi kulit namun untuk
mengetahui adanya keterlibatan sistemik harus dilakukan pemeriksaan seperti darah
lengkap, urinalisis, ANA, tes serologi hepatitis B dan C.

URTIKARIA PIGMENTOSA (MASTOSITOSIS)

Mastositosis adalah penyakit dengan hiperplasia sel mast pada kulit, saluran
gastrointestinal, sumsum tulang, hati, limpa dan limfonodi. Gambaran klinisnya meliputi
urtikaria, pruritus, flushing, mual, muntah, nyeri perut, diare dan sakit kepala.

Mastositosis diklasifikasikan menjadi 2 yaitu mastositosis kutan dan sistemik. Urtikaria


pigmentosa (UP) paling sering dijumpai pada mastositosis kutan. Sekitar 85% anak-anak
dan 95% dewasa dengan diagnosis mastositosis hanya bermanifestasi pada kulit.
Mastositosis sistemik mempunyai gambaran yang bervariasi, ada bersifat indolen yang
tidak berhubungan dengan kelainan hematologi namun ada juga dengan leukemia sel
mast yang agresif.

Gambaran klinis UP adalah adanya pruritus, lesi berupa makula atau makulopapular
dengan distribusi yang simetris kecuali pada extremitas dan wajah, terdapat
dermografisme dan tekanan pada lesi menyebabkan urtika. Pada anak-anak lesi kulit
lebih luas daripada dewasa dan dapat dijumpai bula.

Diagnosis UP ditegakkan dengan biopsi kulit yang ditandai dengan peningkatan sel mast
kulit yang signifikan. Pada anak-anak biasanya lesi muncul sebelum usia 2 tahun bahkan
bisa sejak lahir namun jarang berkembang menjadi mastositosis sistemik dan sekitar 50%
akan mengalami resolusi sempurna. Pada dewasa UP biasanya akan menetap dan sekitar
50% berkembang menjadi mastositosis sistemik sehingga prognosisnya bervariasi.

URTIKARIA IDIOPATIK

Prevalensi Urtikaria idiopatik (UI) sekitar 0,1% pada populasi umum, lebih banyak pada
wanita dan biasanya bersifat kronik. Penyebab UI sulit ditemukan, kurang dari 5%
dikatakan dapat dieksaserbasi oleh pewarna dan pengawet makanan seperti asam benzoat.
Obat (penisilin, aspirin, AINS, opiat dan ACE inhibitor), alkohol dan stress dapat juga
memperberat terjadinya UI.

Pada UI pemeriksaan laboratorium biasanya memberikan hasil yang normal sehingga


diagnosis UI ditegakkan jika kemungkinan diagnosis urtikaria yang lain seperti urtikaria
vaskulitis dan urtikaria fisik telah disingkirkan. Namun demikian sekitar 30-60% pasien
UI memiliki autoantibodi terutama IgG1 dan IgG3 yang spesifik terhadap FcRI
sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ASST untuk dapat menentukan terapi yang tepat
seperti pemberian imunomodulator (siklosporin A, plasmaferesis dan Ig intra vena).

ANGIOEDEMA

Angioedema terjadi pada lebih dari setengah pasien urtikaria spontan dan sekitar 10-20%
pasien angioedema tanpa disertai urtikaria terjadi karena obat-obatan seperti aspirin,
golongan ACE inhibitor dan AINS. Obat-obat ini mencegah degradasi bradikinin yaitu
komponen peptida yang berfungsi sebagai vasodilator yang poten sehingga terjadi
akumulasi cairan di daerah interstitium terutama pada area wajah. Ada 2 cara
terbentuknya bradikinin, yaitu :

1. Melalui komponen enzim jaringan kallikrein dan substrat plasma. Kallikrein disekresi
terutama oleh sel-sel kelenjar (saliva, keringat dan eksokrin pankreas), paru, ginjal, usus
halus dan otak.

2. Melalui aktivasi jalur pembekuan instrinsik. Adanya trauma akan mengaktivasi faktor
Hageman (XII) yang akan memicu pembentukan plasmin dan kalikrein. Plasmin
mengaktivasi C1 melalui pembentukan C2 kinin-like peptide dan kallikrein menghasilkan
bradikinin dari kininogen.

Angioedema juga dapat terjadi karena defisiensi atau disfungsi C1INH. Defisiensi
C1INH bisa bersifat herediter atau dapatan. Defisiensi C1INH dapatan jarang ditemukan
dan berhubungan dengan penyakit autoimun atau limfoma.

Defisiensi C1INH herediter bisa dikarenakan produksinya yang menurun (angioedema


herediter/AEH tipe I) akibat mutasi gen SERPIN1 atau fungsi inhibitornya yang
terganggu (AEH tipe II) sedangkan pada AEH tipe III terjadi mutasi gen F12 yang

berfungsi mengontrol faktor pembekuan 12. AEH tipe III sering pada wanita dan dapat
dieksaserbasi oleh kehamilan dan penggunaan kontrasepsi hormonal.

Diagnosis angioedema ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan


penunjang seperti laboratorium darah lengkap, mast cell tryptase level yang meningkat
jika berhubungan dengan reaksi alergi akut (anafilaksis), konsentrasi plasma komplemen
C4 dan jumlah serta fungsi dari C1INH.

You might also like