You are on page 1of 19

ANASTESI PADA PASIEN DENGAN MASALAH BMI

Dalam berbagai macam literatur, anestesi pada pasien obesitas tidak


menjadibahasan khusus.Akan tetapi, tata laksana anestesi pada pasien obesitas
rupanyamemiliki kendala yang patut diperhatikan. Secara umum, ketika datang
pasienobesitas kedalam ruang operasi, dokter anestesi sudah memikirkan
kemungkinan-kemungkinanyang akan dihadapi sebelum, selama dan sesudah
tindakan anestesi.Diantaranya adalah prediksi kesulitan intubasi, prevensi
tromboemboli,

prevensikomplikasi

pasca

operasi

seperti

atelektasis,

penggunaan obat anestesi sepertianalgesik yang dapat diberikan atau obat-obat


yang harus dihindari pemberiannya,manajemen pasien dengan obstructive sleep
apnea, kriteria pemindahan ke ICUdan penanganan mekanisme ventilasi yang
harus dilakukan, juga terapi cairan,eletrolit dan nutrisi.Masalah utama pasien
obesitas masih seputar gangguan pada sistemkardiovaskular, respirasi, dan
gastrointestinal. Masalah lain adalah pada ibu hamildengan atau tanpa obesitas
dan anak-anak yang sedari kecil sudah mengalamiobesitas.
2.2 SISTEM KARDIOVASKULAR PADA PENDERITA OBESITAS
Gangguan
danmortalitas

pada

pasien

sistem

kardiovaskular

obesitas.Manifestasinya

meningkatkan
berupa

morbiditas

penyakit

iskemia,

hipertensisampai gagal jantung. Scottish Health Survey baru-baru ini


menemukanprevalensi gangguan pada sistem kardiovaskular 37 persen terjadi
pada merekadengan BMI > 30, 21 persen pada BMI 25 30 dan 10 persen pada
BMI < 25.Semua pasien obesitas yang akan dilakukan anestesi harus
diinvestigasi

lebih

jauhpada

premedikasi

akan

adanya

komplikasi

kardiovaskular. Bahkan sudahseharusnya mereka dirujuk ke ahli jantung untuk


monitor kesulitan yang mungkinberpengaruh pada tindakan anestesi yang akan
dilakukan
Manifestasi gangguan sistem kardiovaskular :
Hipertensi.

Hipertensi ringan sedang terlihat pada 50 60 persen pasien obesitas


dan hipertensi berat pada 5 10 persen pasien.Terdapatpeningkatan
tekanan sistolik sebesar 3 4 mmHg dan diastolik 2 mmHgtiap kenaikan
berat badan 10 kg. Adanya cairan pada ekstraseluler akanberakibat
terjadinya hipervolemia dan peningkatan cardiac output.Meskipun
mekanisme pasti terjadinya hipertensi pada pasien obesitasmasih belum
diketahui, diduga ada pengaruh faktor genetik, hormonal,renal dan
hemodinamik yang berperan disini.Hiperinsulinemia sebagaikarakteristik
pada obesitas juga memberikan kontribusi denganmengaktifkan sistem
saraf simpatik yang menyebabkan retensi sodium.Sebagai tambahan,
resistansi insulin bertanggung jawab terhadap aktivitasnorepinefrin dan
angiotensin II.
Iskemia jantung.
Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakitiskemia jantung,
terutama pada mereka dengan pusat distribusi lemak padabagian sentral.
Faktor lain seperti hipertensi, diabetes mellitus,hiperkolesterolemia dan
rendahnya HDL (High Density Lipoprotein)menambah beratnya resiko
penyakit ini. Hal yang menarik, 40 persenpasien obesitas dengan angina
tidak memperlihatkan adanya penyakitjantung koroner, namun angina itu
sendiri merupakan gejala langsung dariobesitas.
Volume darah.
Total volume darah pada pasien obesitas bertambah akantetapi bila
dibandingkan dengan pasien non-obese, pertambahannya lebihrendah
karena dominasi darah tersebut terdistibusi ke organ-organ penuhlemak.
Aliran darah dari limpa juga bertambah sekitar 20 persensedangkan aliran
darah dari otak dan ren normal atau tidak bertambah.
Aritmia jantung.
Ada berbagai macam faktor presipitasi yangmenyebabkan aritmia pada
pasien obesitas, diantaranya : hipoksia,hiperkapnia, ketidakseimbangan

elektrolit akibat terapi dengan diuretik,penyakit jantung koroner,


bertambahnya konsentrasi katekolamin dalamsirkulasi, obstructive sleep
apnea, hipertrofi miokard dan penumpukanlemak dalam sistem konduksi.
Fungsi jantung.
Pada pasien obesitas, terjadi disfungsi dari jantung yangdipercayai
merupakan

kelanjutan

dari

penumpukan

lemak

dalam

sistemkonduksi.Dalam suatu studi pada otopsi, ditemukan adanya


penumpukanlemak pada epikardium yang tidak disertai penumpukan
lemak padamiokardium, tampaknya keadaan ini mempengaruhi ventrikel
kananjantung yang pada akhirnya menyebabkan abnormalitas konduksi
danaritmia.Ada hubungan sejajar antara bertambahnya berat jantung
dengankenaikan berat badan seseorang.Yang dikatakan penambahan
beratjantung merupakan konsekuensi dari dilatasi dan hipertrofi eksentrik
dariventrikel kiri yang mempengaruhi ventrikel kanan pula.
Kardiomiopati.
Obesitas berhubungan dengan kejadian bertambahnyavolume darah dan
cardiac output akibat kenaikan bobot lemak 20 30 mlper kg.Dilatasi
ventrikel dan bertambahnya volume sekuncupmenyebabkan peningkatan
cardiac output. Dilatasi ventrikel terjadi akibatbertambahnya stress pada
dinding ventrikel kiri yang menyebabkanhipertrofi. Adanya hipertrofi
eksentrik dari ventrikel kiri ini akanmenurunkan compliance dan fungsi
diastolik ventrikel kiri. Pada keadaanini akan terjadi gangguan pengisian
ventrikel, elevasi dari LVEDP danudem paru. Kapasitas dilatasi untuk
ventrikel memilik batasan, sehinggajika terjadi penebalan dinding
ventrikel kiri maka terjadi kegagalanventrikel untuk diastolik atau sistolik
yang juga berpengaruh pada ritmejantung.

Gejala klinis

Pada penderita obesitas, kadang tidak ditemukan gejala akibatgangguan


kardiovaskular, hal ini bisa dikarenakan mereka mengurangigerakan atau
aktivitas fisik sehingga tertutupi semua gejala yang dapattimbul.Seperti
misalnya, gejala angina atau dispneu mungkin hanyaterjadi sesekali ketika
mereka bergerak lebih aktif dari biasanya.Banyakdari penderita obesitas sengaja
tidur dengan posisi duduk sehinggamenyangkal adanya orthopneu atau dispnoe
paroksismal nokturnal. Tapipenderita obesitas dapat kita minta untuk berjalan di
dalam ruangan makaakan terlihat berkurangnya pergerakan atau ketika diminta
untuk tidurdengan posisi supinasi maka akan timbul orthopneu bahkan bisa
berujungpada henti jantung. Penderita obesitas harus diperiksa lebih mendetail
akanadanya gangguan jantung, hipertensi, atau gagal jantung. Tanda
gagaljantung juga dapat dilihat dari kenaikan tekanan vena jugular,
penambahanbunyi jantung, gangguan pada paru, hepatomegali atau ditemukan
udemperifer.
Pemeriksaan
Untuk

mengetahui

dilakukanpemeriksaan

kelainan

preoperatif

yg

terjadi

dengan

pada

EKG

jantung,

dapat

(elektrogardiogram)

atauEchocardiograph.Adanya deviasi axis, atau aritmia dapat terlihat padakedua


gambaran tersebut.Foto thoraks dapat memberikan gambarankardiomegali yang
jelas namun kadang tampak normal.Echocardiographmungkin sulit dilakukan
namun memberikan informasi yang berguna bagikita.Konsul kepada ahli
jantung dilakukan sebagai tindak awal danoptimalisasi keadaan pasien
preoperatif.
Implikasi anestesi
Pada

keadaan

dimana

terjadi

gangguan

napas,

masalah

pada

ventrikelmungkin tertutupi atau lolos dari pengamatan melalui pemeriksaan


secaraklinis.Namun

adanya

penambahan

berat

badan

secara

cepat

yangditemukan

pada

premedikasi

dapat

mengindikasikan

adanya

kegagalanjantung walaupun orang tersebut memang sudah memiliki bobot


yangberat. Durante operasi, kegagalan ventrikel untuk memenuhi kebutuhan
(disfungsi dari diastolik ventrikel) dapat terjadi karena berbagai macamalasan,
seperti pengaruh dari agen anestesi yang sebelumnya diberikanatau hipertensi
pulmonal yang dipresipitasi keadaan hipoksia atauhiperkapnia. Maka seorang
dokter anestesi harus bersikap preventifterhadap hal tersebut dengan
mempersiapkan inotropik dan vasodilatoruntuk mengembalikan keadaan
menjadi normal kembali.Ketika induksi anestesi atau intubasi dilakukan pada
penderitaobesitas, performa jantung akan mulai menurun. Dalam suatu
penelitian,ditemukan

pada

penderita

obesitas

yang

menjalani

operasi

abdomen,performa jantung menurun 17 -33 persen setelah induksi dan


intubasidilakukan, keadaan ini menetap pasca operasi dengan index jantung 13
-23persen menurun dibandingkan preoperatif. Hal ini tidak terjadi pada
orangnormal dimana performa jantung setelah diberikan induksi anestesi
atauintubasi sempat menurun namun kembali normal pascaoperasi. Pengamatan
terhadap tekanan arteri, gas darah dan tekanan venasentral dapat dilakukan
sebagai acuan terhadap keadaan jantung selamaobat anestesi bekerja.
Premedikasi
Opioid dan obat sedatif dapat menyebabkan depresi pernapasan padaorang
obesitas.Rute pemberian obat secara intramuskular dan subkutandihindari
mengingat absorbsinya yang belum jelas.Semua penderitaobesitas diberikan
profilaksis terhadap aspirasi asam walaupun merekatidak mengeluhkan adanya
refluks atau perasaan dada terbakar(heartburn). Kombinasi H2-bloker (ranitidin
150mg peroral) danprokinetik (metoklopramid 10mg peroral) diberikan 12 jam
dan 2 jamsebelum operasi untuk menurunkan resiko pneumonitis akibat
aspirasi.Beberapa dokter anestesi bahkan mencoba memberikan 30ml dari 0.3
Msitrat segera sebelum dilakukan induksi sebagai tambahan.Obat jantung dan

steroid tetap diberikan sampai menjelang operasi,walaupun ada yang


merekomendasikan penghentian angiotensinconverting enzyme inhibitors sehari
sebelum dilakukan operasi karenaefek hipotensi yang mungkin timbul. Pasien
obesitas dengan diabetesdiberikan regimen dextrosa-insulin dalam prosedur
singkat mengingatkebutuhan insulin yang meningkat pascaoperasi.Karena
pasien

obesitas

seringkali

sulit

mobilisasi

terutamapascaoperasi

dan

meningkatkan resiko terjadinya trombosis vena dalam,maka dapat diberikan


heparin dosis rendah secara subkutan dan tetapdilanjutkan sampai pasien
tersebut dapat mobilisasi total. Cara lain :penggunaan legging atau stoking
kompresi.Pada grup ini juga sering terjadi infeksi luka pascaoperasi. Makadapat
diberikan antibiotik profilaksis namun pemberiannya juga harus didiskusikan
dengan ahli bedah yang menangani.
Posisi dan pemindahan
Kebanyakan meja operasi dirancang hanya untuk pasien dengan
beratbadan mencapai 120 140 kg.Berat badan melebihi kapasitas
tersebut,membutuhkan

meja

operasi

dengan

rancangan

khusus

atau

menggunakandua meja operasi ukuran biasa yang disusun bersebelahan.


Pasiendilakukan anestesi setelah ia nyaman berada di meja operasi
tersebut.Kompresi

vena

cava

inferior

harus

dihindari

dengan

cara

memposisikanpasien secara lateral ke kiri dari meja operasi atau meletakan


sanggahandibawah pasien. Terkadang pasien juga dapat diposisikan secara
lateraldecubitus untuk mengurangi jumlah tekanan pada dada. Pasien
dipindahkan dari ruangan ke ruang operasi memakai tempattidur yang mereka
gunakan. Kadang dibutuhkan banyak tenaga dalamproses pemindahan tersebut.

Analgesia regional

Penggunaan anestesi regional pada pasien obesitas memungkinkan tidak


perlunya dilakukan intubasi dan menurunkan resiko aspirasi asam.Pada operasi
thorakal dan abdominal, biasanya dipilih anestesi epiduraldengan kombinasi
anestesi umum.Hal ini lebih bermanfaat dibandingkanhanya digunakan anestesi
umum, termasuk mengurangi penggunaanopioid dan obat anestesi inhalasi,
komplikasi

pulmonal

pascaoperasi,peningkatan

efek

obat

analgesik

pascaoperasi, dan manfaat lainnya.(9,10)Secara teknik, anestesi regional pada


pasien obesitas menantangkarena sulitnya menentukan batasan pasti tulang,
kulit dan lemak. Bloksaraf perifer lebih mudah dan aman dilakukan dengan
bantuan stimulatorsaraf dan jarum insulasi.Anestesi spinal dan epidural lebih
mudahdilakukan

pada

posisi

berdiri

dan

menggunakan

jarum

yang

panjang.Dengan bantuan ultrasound dapat diidentifikasi ruang epidural


danmenuntun

jarum

Tuohy

dalam

posisi

yang

benar.Ada

beberapa

dokteranestesi yang lebih menyukai kateter epidural telah terpasang


seharisebelum

operasi

memudahkanpemberian

untuk

menghemat

profilaksis

waktu

esok

harinya

pada

pagi

hari

heparin

dan
waktu

operasi.Anestesi lokalyang dibutuhkan pada saat melakukan anestesi spinal atau


epiduralditurunkan hingga 80 persen mengingat terdapatnya infiltrasi lemak
danmeningkatnya

volume

darah

yang

disebabkan

tekanan

intraabdomenmenyempitkan ruang epidural.Hal ini perlu diwaspadai karena


dapatmenyebabkan blokade yang lebih tinggi atau menyebarnya anestesi
lokaltersebut. Blokade diatas thorakal V akan menyebabkan gangguan
respirasidan blokade otonom pada sistem kardiovaskular. Dalam keadaan
ini,dibutuhkan

penggantian

anestesi

menjadi

anestesi

umum

peralatanyang cukup dan bantuan orang lain untuk penanganan adekuat.

Analgesia sistemik

dengan

Penggunaan
obesitasterutama

analgesia
dengan

opioid

rute

tidak

dianjurkan

intramuskular.Jika

pada

diberlakukan

pasien
rute

intravena,maka dapat diberlakukan Patient-Controlled Analgesia System


(PCAs).Dengan cara ini, efektivitas analgesia bisa tercapai walaupun
pernahterdapat laporan depresi pernapasan. Harus diamati juga saturasi O2
danpulse oximetry.(9)Analgesia pasca epidural anastesi dengan opioid atau
anestesi lokalmemberikan analgesi yang efektif dan aman pada pasien
obesitas.Intravena epidural lebih disukai karena rendahnya efek mengantuk,
mual,depresi

napas,

bahkan

mempercepat

motilitas

usus

dan

cepat

kembalinyafungsi pernapasan ke titik normal sehingga mengurangi waktu rawat


dirumah sakit. Namun, penggunaan opioid intravena tidak dianjurkan
karenaadanya

efek

lambat

dari

analgesia

tersebut

terhadap

fungsi

pernapasan,dengan kata lain depresi pernapasan baru muncul setelah beberapa


waktu.(9)Oral analgesik seperti Non-Steroid Anti Inflammation Drugs(NSAID)
atau paracetamol dapat diberikan sebagai tambahan.
2.3 SISTEM RESPIRASI PADA PENDERITA OBESITAS(9,10)
Patofisiologi pernapasan pada penderita obesitas (9,10)
Volume paru-paru
Penurunan kapasitas residu fungsional (Functional Residual Capacityatau
FRC), volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume atauERV)
dan

kapasitas

total

dari

paru-paru

merupakan

masalah

yang

dihadapipenderita obesitas seiring dengan peningkatan berat badan.


Kapasitasresidu

fungsional

menurun

akibat

penyempitan

saluran

napas,ketidakseimbangan perfusi dan ventilasi, shunt dari kanan ke kiri,


danhipoksemia arteri. Pemberian anestesi dikatakan menurunkan FRC
sebesar50 persen pada penderita obesitas, sedangkan pada orang normal
terjadipenurunan FRC sebesar 20 persen. Sderberg dan kolega dalam
suatustudi menemukan adanya shunt intrapulmonal dari 10 25

persenpenderita obesitas yang dilakukan anestesi dan 2 5 persen pada


orangnormal. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dapat diberikan
oksigendengan volume tidal yang besar ( 15 20 ml / kg ) walaupun
hanyaditemukan kenaikan saturasi oksigen yang minimal. Namun
berbedahalnya dengan tekanan positif pada akhir ekspirasi (Positive EndExpiratory Pressure atau PEEP) yang meningkat pada FRC dan
tekananoksigen arterial. Defek pada pertukaran gas dan penambahan
shuntpreoperatif

terlihat

ketika

dilakukan

induksi

anestesi

dan

intubasi.Penambahan PEEP meningkatkan osigenasi namun menurunkan


cardiacoutput dan distribusi oksigen.Karena kurangnya FRC, pada
penderita obesitas terjadi kegagalantoleransi ketika terjadi apnoe, selain
itu terjadi desaturasi oksigen segerasetelah induksi anestesi.Hal ini karena
kecilnya

reservoir

oksigen

danmeningkatnya

pemakaian

oksigen.Biasanya FRC berkurang sebagaikonsekuensi reduksi dari ERV


dengan tidal volume dalam batas yangnormal. Bagaimanapun juga, pada
beberapa penderita obesitas, tidalvolume yang tinggi menandai
terperangkapnya gas di dalam paru-paru danmenyertai penyakit saluran
napas obstruktif. Volume ekspirasi paksadalam satu detik dan kapasitas
vital paksa biasanya tidak terpengaruhnamun enam sampai tujuh persen
mengalami perbaikan seiring penurunanberat badan.(9,10)
Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida
Ambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida meningkat sebagaihasil
dari

aktivitas

metabolik

pada

jumlah

lemak

yang

berlebihan

danbertambahnya simpanan pada jaringan.Aktivitas metabolik basal


(BasalMetabolic Activity atau BMA) berhubungan dengan luasnya
permukaantubuh. Pemberian ventilasi beberapa menit akan meningkatkan
oksigenhingga terjadi normokapnia. Walaupun pada beberapa penderita
obesitasdapat berlanjut respon normal keadaan hipoksemia dan
hiperkapnia yangterjadi. Pada saat olahraga, penggunaan oksigen ini akan

meningkat tajamdan menandai adanya effisiensi yang buruk dari otot


pernapasandibandingkan pada orang normal.
Pertukaran gas
Preoperatif, penderita obesitas biasanya hanya mengalami sedikitdefek
pada pertukaran gas dengan reduksi pada PaO2, meningkatnyaperbedaan
oksigen alveolar dengan arterial, dan fraksi shunt. Induksianestesi akan
memperburuk keadaan ini, maka diperlukan fraksi oksigenjumlah besar
untuk memenuhi tahanan oksigen arterial.
Compliance dan resistensi thorak
Kenaikan berat badan sebanding dengan meningkatnya kesulitanbernapas
yang pada kasus berat bisa menurunkan hingga 30 persen daripernapasan
normal.Walaupun terdapat akumulasi jaringan lemak di dalamdan sekitar
dinding dada yang berakibat tertahannya gerak dinding dada(restriksi),
namun pada beberapa penelitian dikemukakan bahwa hal inidisebabkan
peningkatan volume darah dalam paru-paru.Tertahannyagerak dinding
dada juga berhubungan dengan penurunan FRC,terhimpitnya saluran
napas dan kegagalan pertukaran gas.Perubahancompliance dan resistensi
thorak terlihat dengan adanya napas cepat dandangkal, frekuensi yang
meningkat dan berkurangnya kapasitas paru.
Efisiensi pernapasan
Kombinasi dari tekanan intraabdomen, reduksi dari compliance,
danmeningkatnya

kebutuhan

metabolik

dengan

gerakan

otot

dada,menghasilkan gerak inefisien dari otot dada tersebut, sehingga pada


orangtersebut terjadi usaha bernapas lebih berat.Penderita obesitas
dengannormokapnia pada waktu istirahat menunjukkan 30 persen
peningkatanusaha

bernapas

dan

terkadang

terjadi

hipoventilasi.Hipoventilasi inimenjadi empat kali lebih berat pada waktu


istirahat.(9,10)
Kelainan yang terjadi

Gangguan pernapasan yang paling sering terjadi pada penderitaobesitas adalah


Obstructive Sleep Apnea (OSA). Predisposisi terjadinyaOSA antara lain : lakilaki, usia 30 - 40 tahun, obesitas dan konsumsialkohol (saat senja) atau
penggunaan sedatif (saat malam). OSA memilikikarakteristik (12):
a) Episode apnea atau hipopnea yang lebih sering terjadi saat tidurdan yang
membangunkan pasien tiba-tiba. Episode inidigambarkan sebagai
obstruktif apnea selama 10 detik atau lebihyang menyebabkan penutupan
total dari saluran bernapas danadanya usaha keras untuk tetap bernapas.
Hipopnea tergambarkansebagai reduksi dari 50 persen aliran udara yang
adekuat yangberujung pada penurunan empat persen saturasi oksigen
padaarterial. Frekuensi episode apnea atau hipopnea tercatat lebih
darilima kali per jam atau lebih dari 30 kali tiap malam. Yang
perludiperhatikan

adalah

sekuele

dari

keadaan

ini

berupa

hipoksia,hiperkapnia, hipertensi sistemik atau pulmonal dan aritmia.


b) Apnea terjadi ketika faring mengalami kolaps saat seseorang tidur.Patensi
dari faring tersebut bergantung pada kerja otot dilator yangmencegah
penutupan saluran napas atas. Tonus otot ini akanmenghilang ketika tidur,
yang menyebabkan pemendekan darisaluran napas, sehingga terjadi
turbulensi aliran udara sehinggaterdengarlah snoring. Mengorok atau
snoring biasanya terdengarlebih keras jika obstruksi makin hebat. Ngorok
ini juga diikutiperiode sunyi (silence) disaat tidak ada aliran udara yang
masukdan

setelahnya

akan

terjadi

gasping

atau

choking

yangmembangunkan pasien dari tidurnya, bernapas beberapa kali,


dantidur kembali (siklus ini berulang sepanjang waktu tidur).
c) Efek samping : pada pagi hari, penderita OSA akan seringmengantuk,
kehilangan konsentrasi, masalah dalam memori atauingatan dan bisa
terjadi kecelakaan saat menyetir atau bekerja.Terkadang penderita
mengeluhkan pusing di pagi hari akibatretensi karbondioksida(CO 2)
malam harinya dan vasodilatasi serebral.

d) Perubahan fisiologi : hipoksemia, hiperkapnia, vasokonstriksipulmonal


dan sistemik. Hipoksemia berulang dapat berujung padapolisitemia yang
meningkatkan

resiko

penyakit

jantung

iskemiadan

penyakit

serebrovaskular. Sedangkan vasokonstriksi pulmonalberujung pada


kegagalan ventrikel kanan (right ventricle failure).Bila pada seseorang
diketahui BMI > 30 kg/m2 , ada riwayathipertensi, apnea selama siklus
tidur, lingkar leher > 16.5 cm, polisitemia,hipoksemia, hiperkapnia,
hipertrofi ventrikel kanan atau abnormalitasEKG, maka perlu dilakukan
diagnosis definitif dengan pemeriksaanpolysomnografi untuk memeriksa
kemungkinan OSA.
Implikasi anestesi
Premedikasi
Pemeriksaan preoperatif pada penderita obesitas diantaranyamemeriksa
kemampuan

pasien

untuk

bernapas

dalam

dan

patensi

darijalan

napas.Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah lengkap,foto thoraks,


gas darah, fungsi paru dan oximetri.Mereka yangdicurigai OSA disarankan
melakukan tes polysomnografi. Pasien jugaharus diingatkan resiko spesifik dari
anestesi,

kemungkinandilakukannya

intubasi

dalam

kesadaran

penuh,

pemberian ventilasipascaoperasi bahkan trakeostomi.(9)


Durante anestesi
Induksi anestesi menjadi saat paling berbahaya pada pasienobesitas.Resiko
kesulitan atau gagal intubasi karena adanya obstruksisaluran napas bagian atas
dan menurunnya compliance pulmonalmenjadi kekhususan tersendiri. Insuflasi
gaster selama anestesi jugameningkatkan resiko regurgitasi atau aspirasi isi
gaster.(9)Pendekatan awal adalah pemilihan intubasi dalam kesadaranpenuh
atau tidur dalam yang merupakan pilihan sulit. Hal itu banyakdipengaruhi
pengalaman dokter anestesi yang akan melakukannya.Beberapa penulis

menyarankan intubasi dengan kesadaran penuhterutama jika berat badan


sesungguhnya > 175 persen berat badanideal. Apabila terdapat gejala OSA,
maka sudah terpikirkan morfologi
jalan napas bagian atas yang sedikit berbeda yang membuatpemakaian ballow
dan sungkup menjadi sulit, sehingga intubasi dalamkesadaran penuh lebih
disarankan.Pendekatan lain adalah penggunaan laringoskop setelahpemberian
lokal anestesi pada faring.Intubasi sadar dengan fiberopticdapat dipilih ketika
struktur laring tidak terlihat jelas.Tidakdisarankan melakukan intubasi blind
melalui hidung mengingatkemungkinan epistaksis atau efek samping lainnya.
(9)Teknik

teraman

dan

menggunakansuccinylcholine

cepat
dengan

untuk

diikuti

induksi

pemberian

anestesi

oksigen

yang

adekuatsebelumnya.Pasien obesitas tidak dibolehkan untuk bernapas spontan


selamaanestesi berlangsung, mencegah terjadinya hipoventilasi, hipoksia
danhiperkapnia.Posisi litotomi atau Tredelenburg dihindari mengingatpada
posisi ini terjadi reduksi volume paru. Ventilasi kontrol denganfraksi oksigen
tinggi dibutuhkan untuk mencapai tekanan oksigenarterial yang adekuat, yang
nantinya pemeriksaan serial gas darahdiperiksa untuk mengontrol hal ini.(7,9)
Post anestesi
Komplikasi pulmonal sering terjadi pada penderita obesitas.Pemeriksaan fungsi
paru preoperatif tidak dapat memprediksi keadaanyang sama pascaoperatif. Hal
ini karena pada pasien obesitassensitivitas terhadap obat sedatif, analgesik
opioid dan anestesimeningkat. Pemberian ventilasi pascaoperasi bermanfaat
untukeliminasi
merekadengan

efek

obat-obat

penyakit

sebelumnya,retensi

tersebut,

selain

kardio-respiratori

karbondioksida,

dan

dapat

yang

mereka

yang

diberikan
telah
baru

pada

diketahui
menjalani

operasidalam waktu lama atau mengalami pyrexia pasca operasi.(9)Ekstubasi


hanya boleh dilakukan ketika pasien sadar penuh dandipindahkan ke Recovery

Room dengan posisi duduk 45 derajat. Oksigentambahan segera diberikan dan


dilatih untuk bernapas seperti biasa.(9)
3.4 SISTEM GASTROINTESTINAL PADA PENDERITA OBESITAS
Kombinasi dari tekanan intraabdomen yang tinggi, tingginya volume
danrendahnya pH dalam gaster, lambatnya pengosongan gaster dan tingginya
faktorresiko hiatus hernia dan gastro-esofageal refluks dipercayai menempatkan
pasienobesitas pada resiko terjadinya aspirasi asam lambung diikuti
pneumonitisaspirasi.Zacchi melakukan studi yang menunjukkan bahwa pada
penderitaobesitas tanpa gejala gastro-esofageal refluks dan lintasan gastroesofagealternyata struktur anatominya tidak berbeda dengan orang normal (baik
pada posisiduduk atau berbaring). Walaupun penderita obesitas memiliki
volume dalamgasternya 75 persen lebih besar dari orang normal, melalui studi
tersebut jugadiketahui bahwa pengosongan gaster justru lebih cepat pada
penderita obesitas,terutama pada intake energi tinggi seperti emulsi lemak.
Karena adanya resikoaspirasi asam, maka ada keharusan diberikannya H2receptor antagonis, antasiddan prokinetik, juga dilakukannya induksi yang cepat
dengan tekanan padakrikoid dan ekstubasi trakea ketika pasien sadar penuh.
(9,13)Keadaan pada penderita obesitas yang menjadi perhatian sehubungan
dengansistem gastrointestinal, diantaranya (9,13) :
Diabetes mellitus.
Setiap penderita obesitas yang akan menjalani operasi,harus diperiksa
gula darahnya, baik gula darah sewaktu atau dapat jugadilakukan tes
toleransi

glukosa.

mungkinmengindikasikan

Respon
pemberian

katabolik
insulin

selama
pascaoperasi

operasi
untuk

mengontrolkonsentrasi glukosa dalam darah. Kegagalan dalam menjaga


konsentrasiini akan berakibat tingginya resiko infeksi pada luka operasi
dan infarkmiokard pada periode iskemia miokard.
Penyakit tromboembolik.

Resiko trombosis vena dalam pada penderitaobesitas dapat disebabkan


karena

imobilisasi

yang

lama.Polisitemia,peningkatan

tekanan

intraabdomen dengan peningkatan stasis venaterutama pada ekstremitas


bawah, gagal jantung dan berkurangnyaaktivitas fibrinolitik yang
menyebabkan tingginya konsentrasi fibrinogenjuga menjadi predisposisi
terjadinya keadaan ini.Oleh karena itu padapenderita obesitas harus ada
pengawasan terhadap keadaan-keadaantersebut.
Indikasi Intubasi
Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut antara lain :
a.

Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan

oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai
oksigen melalui masker nasal.
b.

Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan

karbondioksida di arteri.
c.

Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau

sebagai
bronchial toilet.
d.

Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat

atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi.


Dalam sumber lain disebutkan indikasi intubasi endotrakheal antara lain :
a. Menjaga jalan nafas yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit.
b. Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan tenggorokan,
karena pada

kasus-kasus demikian sangatlah sukar untuk menggunakan face

mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli bedah.

c. Pada banyak operasi abdominal, untuk menjamin pernafasan yang tenang


dan tidak ada ketegangan.
d. Operasi intra torachal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan
dengan mudah, memudahkan respiration control dan mempermudah
pengontrolan tekanan intra pulmonal.
e. Untuk mencegah kontaminasi trachea, misalnya pada obstruksi intestinal.
f. Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.
g. Tracheostomni.
h. Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.
Kontraindikasi
Tidak ada kontra indikasi yang absolute; namun demikian beberapa keadaan
trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy
pada beberapa kasus. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi
tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Sianosis
Sianosis (cyanosis) adalah warna kulit dan membran mukosa kebiruan atau
pucat karena kandungan oksigen yang rendah dalam darah. Kondisi ini terutama
mencolok di bibir dan kuku. Sianosis dapat muncul dalam berbagai kondisi
medis di mana konsentrasi oksigen darah rendah, misalnya pada penyakit paruparu, kelainan jantung dan di daerah geografis yang tinggi.
Sianosis pada bagian dalam bibir (yang tidak terkena dingin), pipi, lidah dan
konjungtiva mata, dapat menjadi bukti saturasi oksigen darah rendah sekunder

karena penyakit paru atau jantung. Sianosis yang muncul di bagian luar, seperti
ujung jari, ujung hidung atau bagian luar dari bibir dapat disebabkan oleh
penurunan aliran darah ke kulit karena paparan suhu rend

Hypoxia
Hipoksemia adalah kondisi penurunan tekanan parsial oksigen dalam darah
(PaO2). Nilai normal PaO2 adalah 80-100 mmHg, sedang nilai normal saturasi
oksigen (SaO2) adalah > 95%. Dengan bertambahnya umur PaO2 akan
menurun, setiap penambahan umur satu tahun pada usia di atas 60 tahun terjadi
penurunan PaO2 sebesar 1 mmHg.
Ada 4 tipe hipoksemia, yaitu:
Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik), ditandai dengan menurunnya PaO2
Hipoksia anemik, PaO2 normal tetapi jumlah hemoglobin yang tersedia
untuk mengangkut oksigen berkurang
Hipoksia iskemik, ditandai dengan aliran darah ke jaringan sangat lambat
sehingga oksigenasi jaringan berkurang walaupun PaO2 dan konsentrasi
hemoglobin normal
Hipoksia histotoksik, terjadi karena zat toksik sehingga sel-sel jaringan
tidak dapat memakai oksigen yang tersedia

TUJUAN PEMBERIAN O2
1.

Untuk memenuhi kekurangan zat asam ( Oksigen )

2.

Untuk membantu kelancaran metabolisme

3.

Untuk mencegah hypoxsia , misalnya pada penyelam , penerbang ,

pendaki gunung , pekerja ambang .


4.

Sebagai tindakan pengobatan

INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN


1.

Dilakukan pada pasien anoxia , hypoxia

2.

Dilakukan pada pasien yang mengalami kelumpuhan alat alat pernafasan

3.

Dilakukan pada pasien yang mendapat trauma paru paru

4.

Dilakukan pada pasien dalam keadaaan gawat , coma dan lain lain

5.

Dilakukan pada pasien yang tiba tiba memperlihatkan tanda tanda

syok

Kriteria Ekstubasi
Kriteria ekstubasi yang berhasil bila :
1. Vital capacity 10 15 ml/kg BB
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O
3. PaO2 diatas 80 mm Hg
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot
6. reflek jalan napas sudah kembali (batuk, gag) dan penderita sudah sadar
penuh.

PEMBAGIAN OSNA
Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 derajat berdasarkan kriteria
Jackson.

1.

Jackson I ditandai dengan sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi


suprasternal, tanpa sianosis.

2.

Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih berat yaitu disertai
retraksi supra dan infraklavikula, sianosis ringan, dan pasien tampak mulai
gelisah.

3.

Jackson III adalah Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi


interkostal, epigastrium, dan sianosis lebih jelas.

4.

Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak
tegang, dan terkadang gagal napas.

You might also like