Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Thalasemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara
autosomal resesif. Pada thalasemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi
anemia kronis. Penyakit thalasemia membawa banyak sekali masalah bagi
penderitanya, mulai dari kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh
akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita
thalasemia memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.1
Secara klinis dibedakan antara thalasemia mayor dan thalasemia minor.
Pasien thalasemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa
anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang
sampai gizi buruk. Pasien thalasemia mayor memerlukan transfusi darah terusmenerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu
tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak
memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan
pengobatan. Berdasarkan penelitian ditemukan bahwa 22,7% penderita thalasemia
tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. 1 Gangguan
pertumbuhan pada penderita thalasemia disebabkan oleh banyak faktor, antara
lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia
jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi
seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalasemia adalah
faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang penting
dalam
mempengaruhi
tumbuh
kembang
anak.
Beratnya
anemia
dan
yang berlebihan dalam tubuh akan diubah menjadi ferritin. Gangguan berbagai
fungsi organ dapat terjadi bila kadar feritin plasma lebih dari 2000 mg/m1. Kadar
feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah,
karena besi dan seng bersaing pada saat akan berikatan dengan transferin (binding
site). Setelah diabsorpsi pada mukosa jejunum dan ileum.1
Penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin
(Hb). Hemoglobin adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai
pengangkut oksigen. Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya
protein alpha dan protein beta. Penderita thalasemia tidak mampu memproduksi
salah satu dari protein tersebut dalam jumlah yang cukup. Sehingga sel darah
merahnya tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya hemoglobin tidak dapat
mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup. Hal ini berujung dengan anemia
(kekurangan darah) yang dimulai sejak usia anak-anak hingga sepanjang hidup
penderitanya.2
BA
B II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
Thalasemia adalah kelainan darah yang diturunkan secara familial
(inherited), dimana tubuh membuat hemoglobin secara abnomal, suatu protein
dalam sel darah merah yang berfungsi membawa oksigen. Kelainan ini
menyebabkan kerusakan massif dari sel darah merah sehingga terjadi anemia.1
Thalasemia adalah penyakit gangguan hemopoetik akibat lesi genetik pada
salah satu atau kedua rantai polipeptida molekul hemoglobin. Manifestasi klinik
biasanya bervariasi dari ringan sampai berat.3
Thalasemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut
tampak membesar karena pembengkakan limpa dan hati, apabila tidak diobati
dengan baik akan terjadi perubahan bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi
hitam. Penyebab penyakit ini adalah kekurangan salah satu zat pembentuk
hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin berkurang.2
B. Epidemiologi
Thalasemia terdiri atas beberapa tipe. Mereka yang tidak mampu
memproduksi protein alpha dalam jumlah yang cukup disebut thalasemia alpha.
Sedangkan mereka yang kekurangan produksi protein beta, menderita thalasemia
beta. Di Indonesia lebih banyak ditemukan kasus thalasemia beta. Insiden
pembawa sifat thalasemia di Indonesia berkisar antara 6-10%, artinya dari setiap
100 orang 6-10 orang adalah pembawa sifat thalasemia.2
Gen Thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan
penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerahdaerah perbatasan laut mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub
benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan
3
Itali atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk
Hemoglobin dibentuk dari 2 protein yaitu alfa dan beta globin. Thalasemia
terjadi ketika terdapat kerusakan gen yang mengontrol produksi salah satu dari
protein tersebut.
Terdapat 2 tipe thalassemia:
Alfa thalasemia, terjadi ketika gen atau gen-gen yang berhubungan dengan
alfa globulin hilang atau berubah (bermutasi).
Beta thalasemia, terjadi ketika terdapat gen yang rusak yang mempengaruhi
produk beta globulin.
Terdapat banyak bentuk dari thalasemia. Setiap tipe mempunyai beberapa subtipe.
Baik alfa maupun beta thalasemia termasuk ke dalam kedua bentuk berikut:
Thalasemia mayor
Thalasemia minor
Pada thalasemia mayor, seseorang harus mempunyai kedua gen yang rusak
yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Thalasemia minor terjadi jika seseorang
menerima gen yang rusak hanya dari salah satu orang tua. Orang dengan kelainan
seperti ini akan membawa gen yang rusak namun tidak menunjukan adanya gejala
(carrier). Beta thalassemia mayor juga disebut Cooleys anemia.
D. Klasifikasi
1,3
Molekul hemoglobin yang lengkap memiliki empat sub unit, dua alpha
dan dua beta. Kedua gen beta globin memiliki kontribusi yang sama dalam
produksi sub unit protein beta. Keempat gen alpha juga memproduksi sejumlah
protein alpha yang sama jumlah dengan protein beta. Karena terdapat empat alpha
globin dan dua beta globin, maka setiap alpha globin menghasilkan setengah dari
jumlah protein yang dihasilkan beta globin. Dengan demikian jumlah protein yang
dihasilkan dari kedua gen pada satu set kromosom adalah sama.6
Beta Thalasemia
Timbulnya gangguan pada proses produksi protein globin adalah penyebab
yang paling sering dari beta thalasemia. Kedua gen beta globin dijumpai pada sel,
namun gagal memproduksi protein dalam jumlah yang cukup (pada alpha
thalasemia, satu atau lebih gen alpha tidak dijumpai). Jika satu gen beta globin
gagal maka jumlah beta globin dalam sel berkurang setengahnya. Kondisi ini
disebut thalasemia trait atau thalasemia minor. Jika kedua gen gagal, maka tidak
ada protein beta globin yang diproduksi. Keadaan ini disebut thalasemia mayor.7
Pada beberapa kasus, kegagalan yang dijumpai tidak bersifat total. Gen
beta globin masih memproduksi sejumlah kecil protein beta yang normal.
Kadangkala seseorang mewarisi dua gen thalasemia, produksi protein dari dua gen
beta berkurang namun tidak mencapai nol. Keadaan klinis yang ditimbulkan lebih
berat dari thalasemia minor, dimana satu gen gagal namun yang lainnya bekerja
normal. Di sisi lain, kondisi klinisnya lebih ringan dari thalasemia mayor, dimana
kedua gen gagal secara total. Keadaan ini disebut thalasemia intermedia. 7
Thalasemia intermedia adalah kondisi klinis yang sangat bervariasi dan
harus dievaluasi secara konstan oleh hematologis. Dua orang penderita thalasemia
intermedia dapat sangat berbeda manifestasi klinisnya. 7
beta globin dalam jumlah yang cukup sehingga pasien tidak memerlukan transfusi.
Keadaan ini disebut thalasemia intermedia. Seseorang secara klinis dapat berubah
dari thalasemia intermedia menjadi thalasemia mayor, meskipun secara genetika
kemungkinan itu tidak terlihat.7
Alpha Thalasemia
Alpha thalasemia timbul karena adanya satu gen alpha globin atau lebih
gagal memproduksi protein alpha. Defek ini terjadi pada kromosom 16.
Penurunan sifat alpha thalasemia sangat rumit karena tiap orang tua berpotensi
menurunkan dua dari empat alpha globin yang mereka miliki kepada penderita
(resesif). Satu hal yang dapat mempermudah prediksi adalah bahwa gen alpha
berada pada komosom yang sama dan diturunkan berpasangan.7
Titik permasalahannya adalah apakah kedua gen alpha pada kromosom
yang sama mengalami delesi (pengrusakan). Jika hal itu terjadi, maka penderita
(resesif) akan memiliki gejala klinis yang sangat berat, dimana dua gen alpha
pada satu kromosom 16 hilang dan satu gen alpha pada komosom lainnya
sehinggga penderita hanya memiliki satu gen alpha yang masih berfungsi normal.
Manifestasi klinis dari keadaan ini adalah penyakit hemoglobin H, yang sangat
bergantung pada transfusi. Jika keempat gen alpha hilang, maka terjadi kematian
in utero (hydrops fetalis). Keadaan ini banyak dijumpai pada orang Asia kuno.7
Alpha thalasemia juga dijumpai pada orang Afrika kuno. Pada penderita
ini, kehilangan dua gen alpha globin pada kromosom 16 yang sama jarang terjadi
Hemoglobin H dan hydrops fetalis sangat jarang ditemukan.7
F. Gejala Klinis
4,8
masa terakhir kehamilan). Anak yang terlahir dengan thalasemia mayor (Cooleys
anemia) dapat terlahir dalam keadaan normal, namun akan berkembang dengan
anemia yang parah pada tahun pertama kehidupannya.
Gejala lainnya:
Kerusakan pada tulang wajah
Lemas
Gagal tumbuh
Pernapasan yang dangkal
Ikterik
Orang dengan thalasemia minor baik alfa maupun beta akan mempunyai
sel darah merah yang ukurannya kecil, yang dapat diidentifikasi dengan melihat
sel darah merah tersebut dibawah mikroskop namun tanpa gejala.
12
13
darah
terus
menerus
pada
pasien
thalasemia
dapat
setelah makan.9
15
17
besi. Sebagian seng menggunakan transferin sebagai alat transport, yang juga
merupakan alat transport besi. Bila perbandingan antara besi dengan seng lebih
dari 2:1, transferin yang tersedia untuk seng berkurang, sehingga menghambat
absorpsi seng. Sebaliknya seng dosis tinggi juga menghambat absorpsi besi. Pada
thalasemia, kadar besi yang tinggi dapat menghambat absorpsi seng karena
diabsorbsi pada sel mukosa usus yang sama, yaitu pada jejunum dan ileum, serta
menggunakan transferin sebagai alat transport. Seluruh seng yang diabsorpsi
masuk ke dalam sirkulasi darah, disimpan dalam berbagai jaringan tubuh,
terutama di dalam otot dan tulang, kemudian diekskresi melalui saluran
cerna. 9
Defisiensi seng yang berat pada thalasemia dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan, hambatan maturasi seksual, hipogonadisme, alopesia, defisiensi
imun, serta hambatan pada proses penyembuhan luka.9
Defisiensi
seng
yang
kronis
mengakibatkan
penurunan
produksi
periode 1 sampai 7 tahun, pasien yang tersisa hanya menerima regimen transfusi.
Walaupun hanya 50% dari sampel dipertimbangkan memiliki pertumbuhan yang
terhambat pada studi inisiasi. Mereka mengamati peningkatan kecepatan pada
zinc dibandingkan dengan grup yang tidak diberi suplemen ( P kurang dari
0,01).10
Kadar zinc yang abnormal juga memainkan peranan dalam patologi dari
osteoporosis pada pasien Thalasemia. Pada tahun 2004, Bekheirnia dan kolega
mengamati bahwa pasien wanita dengan thalasemia dan defisiensi zinc berat
mempunyai hasil Z score BMD lebih buruk jika dibandingkan dengan wanita
normal (-3,26 VS -2,54).10
Didapatkan kadar serum zinc 16,4 g/dL lebih rendah pada wanita dengan
densitas massa tulang yang rendah pada femoralis dibandingkan dengan massa
tulang normal. Baru-baru ini, kelompok yang sama mengamati hubungan serupa
antara rendahnya kadar zinc serum dan massa tulang yang rendah pada laki-laki
dan perempuan dengan thalasemia. Serupa dengan laporan sebelumnya, massa
tulang yang rendah terdapat pada 203 pasien remaja (50% memiliki Z-score < -2.5
di tulang belakang), dan massa tulang yang rendah sangat terkait dengan kadar
zinc serum yang rendah.10
Dalam beberapa tahun terakhir, orang-orang telah meneliti hubungan
antara defisiensi zinc dan diabetes pada pasien dengan thalasemia. Deshal dan
kolega mengukur kadar serum zinc, insulin dan kadar toleransi glukosa oral
sebelum dan sewaktu, pada 70 pasien dengan thalasemia dan 69 orang sehat pada
tes gula darah puasa dan 1 jam setelah makan. Mereka menemukan bahwa 37%
dari subjek mempunyai kadar zinc yang rendah, yang berhubungan dengan
konsentrasi insulin yang rendah di dalam serum. Data ini mendukung hipotesa
bahwa defisiensi zinc mungkin mengarahkan pada eksaserbasi dari kemampuan
pancreas untuk menghasilkan sejumlah insulin untuk merespons stimulasi glukosa
pada pasien dengan thalasemia yang tergantung pada transfusi.10
Kalsium
19
21
sehingga
meningkatkan
jumlah
besi
untuk
dikelasi
oleh
vitamin
telah
mendapat
banyak
perhatian
dari
22
Gambar 2. Persentase subyek dengan thalassemia (n = 38) dengan usia sehat dan
etnis yang sama (kontrol) dibandingakn dengan (n = 36) dengan yang mengalami
kekurangan nutrisi esensial, didefinisikan sebagai asupan kurang dari dua pertiga
rekomendasi untuk orang sehat. Menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
Thalasemia dan Kontrol dari P <0,02
Amerika Serikat, susu cair yang diperkaya 100 IU vitamin D per 8 ons. Oleh
karena
itu,
pasien dengan
thalasemia
yang
tidak
toleran
laktosa atau
yang menghindari susu karena alasan lain mungkin menghadapi risiko yang lebih
besar mengalami defisiensi vitamin D.10
Selain itu, fungsi utama vitamin D membantu pembentukan dan
pemeliharaan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfat tersedia di
dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang. Hal ini dilakukan
dengan cara sebagai berikut:9
Pada saluran cerna kalsitriol meningkatkan absorpsi aktif kalsium dengan cara
merangsang sintesis protein pengikat kalsium dan protein pengikat fosfor pada
mukosa usus halus.
Pada tulang kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan
kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah.
Pada ginjal kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.
Vitamin D banyak ditemukan pada kuning telur, hati, krim, mentega dan
minyak hati ikan cod. Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D
yang baik. Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan vitamin D dilakukan
fortifikasi makanan, terutama pada susu, mentega, dan produk makanan untuk
bayi.10
Pasien thalasemia yang mendapat transfusi darah berulang biasanya
memiliki kadar vitamin D yang rendah sebagai akibat disfungsi hati. Bila sudah
terjadi osteoporosis dianjurkan pemberian vitamin D dengan dosis yang lebih
tinggi, 800-1000 unit perhari. Efek samping pemberian vitamin D dan kalsium
yang terlalu tinggi adalah hiperkalsiuria dan hiperkalsemia. Pasien thalasemia
mayor dianjurkan melakukan pemeriksaan densitas tulang, kadar hormon
paratiroid, kadar 1,25 dihidroksi vitamin D serta tanda-tanda terjadinya
hipogonadisme. Evaluasi densitas tulang mulai dilakukan setelah pasien berusia
13 tahun pada anak perempuan dan usia 15 tahun pada anak laki-laki. Sedangkan
24
evaluasi kadar hormon paratiroid, tes toleransi glukosa oral, kadar TSH, dan T4
dapat dilakukan mulai usia 10 tahun, selanjutnya dapat diulang setiap 2 tahun.
Evaluasi fungsi jantung dan ginjal sebaiknya juga dilakukan setiap 3 bulan,
terutama bila kadar feritin di atas 2000 ng/ml.9
Menurut penelitian,
signifikan yang lemah antara 25-OH kadar vitamin D dan fraksi ejeksi dari
ventrikel kiri pada pasien dengan thalasemia yang tidak menerima suplemen
vitamin D, r2
mengalami fraksi
<57%)
= 0.35. 26
ejeksi
dianggap
disfungsional
(LVEF
korelasi antara rasio 25 sampai 1,25 hidroksi vitamin D dan R2, tingkat
konsentrasi zat besi dalam jantung dengan pencitraan resonansi magnetik.
Baru-baru ini, Dimitriadou dan rekan melaporkan bahwa PTH lebih tinggi
pada pasien - thalasemia mayor dengan besi miokard meningkat dibandingkan
dengan mereka yang normal (P = 0,017) . 10
Pasien thalasemia yang memiliki kadar vitamin D yang rendah, telah
terbukti memiliki risiko 10 kali lipat lebih besar mengalami massa tulang yang
rendah
setelah
dikendalikan
untuk
usia,
berat
badan
Z-skor,
dan
hypogonadism.10
Selain itu, penderita thalasemia yang memiliki reseptor vitamin D polimorfisme
Bsml, mungkin kedepannya memiki risiko untuk terkena osteoporosis.
10
Dengan berbagai faktor kekurangan vitamin D, bagaimana tim medis bisa
menangani pandemi ini? vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak,
dengan demikian, akan disimpan dalam jaringan dan dapat disediakan dalam
dosis tinggi dengan frekuensi jarang. Pedoman dari National Kidney Foundation
untuk penggantian menyarankan suplemen IU 50.000 diberikan setiap minggu
selama 8 minggu untuk kasus dengan 25 - OH kadar vitamin D kurang dari 15
ng / mL atau 50.000 IU setiap 4 minggu untuk mereka dengan tingkat <30 ng /
mL. Di Rumah Sakit Anak Oakland, kami telah mengamati bahwa banyak pasien
25
yang terus mengalami 25-OH vitamin D di bawah kisaran yang optimal dari 30 ng
/ mL meskipun dosis yang ditentukan dari 1000 IU per hari, atau 7000 IU per
minggu. Mengingat hal ini, kami memodifikasi pedoman yang sesuai aturan
26
kadarnya
dalam waktu enam bulan. Soliman dan rekan menyarankan dosis yang lebih tinggi
(100.000 IU / kg dengan maks 600.000 IU) atau frekuensi yang lebih besar
(misalnya mingguan), mungkin diperlukan untuk meningkatkan tingkat sirkulasi
di berbagai kasus.
lainnya menggunakan kadar dosis tinggi yang mirip serta aturan frekuensi
suplementasi yang rendah.10
27
Vitamin E
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan dengan cara
memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal
bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif yang dapat merusak jaringan
tubuh. Radikal bebas ini mempunyai elektron tidak berpasangan dan bila
menerima ion hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif. Vitamin E berada
pada lapisan fosfolipid membran sel dan berperan melindungi asam lemak tidak
jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi oleh radikal bebas.
Membran sel utama terdiri atas asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah
dioksidasi oleh radikal bebas. Proses peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan
kerusakan struktur dan fungsi membran sel. Reaksi ini dipercepat oleh besi dan
tembaga, serta dapat dicegah bila radikal bebas diikat oleh antioksidan.9
Peran biologik utama vitamin E adalah memutuskan rantai proses
peroksidasi lipid dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH
pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk ikatan radikal vitamin E yang
stabil dan tidak merusak.
Asam folat
Pada pasien thalasemia yang tidak mendapat transfusi secara adekuat
28
Kandungan besi
5-14 mg/dl/100 g
Daging sapi
2,2 mg/100 g
2-10 mg/100 g
5,3 mg/100 g
Kerang
13,2 mg/100 g
Telur ayam
2,4 mg/butir
Telur bebek
3,7 mg/butir
2,9 mg/100 g
4-8 mg/100 g
1,9 mg/100 g
21,7 mg/100 g
> 3 mg/100 g
29
Jumlah pemberian
besi sedang
Daging ayam, daging babi
2 potong/hari
Tahu
1 potong
Ikan pusu
Bawang, gandum
Jumlah sedang
Federation
(www.thalassaemia.org.cy),
(www.cooleysanemia.com),
dan
The
Cooleys
Northern
Anemia
California
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Thalasemia merupakan suatu kelompok kelainan sintesis hemoglobin
yang heterogen. Thalassemia memberikan gambaran klinis anemia yang
bervariasi dari ringan sampai berat.
2. Transfusi darah masih merupakan tatalaksana suportif utama pada
thalasemia agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal.
3. Kasus thalasemia pada masa pertumbuhannya memerlukan masukan
protein dan kalori yang tinggi, kalori terutama berasal dari karbohidrat,
sedangkan lemak cukup diberikan dalam jumlah normal. Pemberian kalori
untuk thalasemia dianjurkan 20% lebih tinggi daripada angka kecukupan
gizi harian (AKG)
4. Transfusi darah terus menerus mengakibatkan penimbunan besi dalam
tubuh dan terjadinya hemosiderosis. Untuk mengurangi penimbunan besi
yang terlalu cepat dapat dipergunakan desferoksamin, di samping itu juga
dengan pemberian nutrisi rendah besi.
5. Seng dosis tinggi menghambat absorpsi besi sehingga suplementasi seng
pada thalasemia sebaiknya dengan dosis tinggi yaitu 45 mg/hari.
6. Transfusi berulang juga menyebabkan menurunnya densitas tulang
sehingga diperlukan suplementasi kalsium kurang lebih 1 gram per hari.
Pada remaja kebutuhan akan meningkat menjadi 1,5 sampai 2 gram per
hari
7. Pemberian vitamin C dosis rendah yaitu 100-250 mg/hari atau 3 mg/kg
berat badan/hari diberikan setelah infus desferoksamin di mulai.
8. Pada pasien thalasemia kadar vitamin D juga rendah sebagai akibat
DAFTAR PUSTAKA
1. Luszy A, Hubungan antara Kadar Seng Plasma dengan Ferritin dan Status
Gizi Psien Thamia Mayor, Tesis, Jakarta, 2005
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia, Standard Pelayanan Medis Kesehatan Anak,
edisi I, Jakarta, 2004, h. 82-4
3. Tierney Lawrence, McPhee JS, Papadakis A, Diagnosis & Terapi Kedokteran
Penyakit Dalam, Buku 2, Jakarta,Salemba Medika, 2003 : h.69-72
4. Behrman, Richard E, Robert M Kliegman, Ann M. Arvin (editor), Nelson,
Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 2, Wahab AS (penyunting), Jakarta,
EGC, 2000: h. 1692,1703-12
5. Hoffbrand, Pettit JE, Moss PAH, Kapita Selekta Hematologi( Essential
Haematology), Edisi 4, Jakarta ,EGC, 2002 : h.66-75
6. Harvard
medical
school,
How
Do
People
Thalassemia?,http://sickle.bwh.harvard.edu/thal_inheritance.html.
Get
6
April
1998.
7. Ilyas,Muhammad, Winansih Gubali. 21/02/09. Thalassemia, Cooley Anemia.
http://med.unhas.ac.id/datajurnal/thn06no3/LK-3-Ilyas%20(thalassemia).pdf
8. Meadow,Roy, Simon N, Lecture Notes Pediatrika, Edisi ketujuh, Jakarta,
Erlangga, 2002, h.219
9. Luszy Arijanty, Sri S Nasar. Masalah Nutrisi pada Thalasemia. Sari Pediatri,
Vol. 5 No. 1, Juni 2003: 21 26
10. Ellen B. Fung, Ph.D., R.D. Nutritional deficiencies in patients with
thalassemia. Annals of The New York Academy of Sciences. 2010