Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
MUHAMMAD DICKY HIDAYATULLAH
12100115107
PEMBIMBING
Mayarani, dr., Sp.M
Saraf sensoris yang mempersarafi kornea yaitu saraf siliar longus, saraf
nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid yang masuk ke dalam
stroma kornea menembus membran Bowman dan melepaskan selubung Schwannya.
Kornea terdiri dari beberapa lapis jaringan yang menutup bola mata bagian depan
yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan endotel.
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian
depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
c. Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Terdiri atas jaringan
lamela serat kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat
anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen yang bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Lamela terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi
bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yan merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Membran Descement
Merupakan suatu membran aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat
elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
e. Endotel
C. LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, transparan, dan
berbentuk biconveks. Lensa tergantung pada zonula zinii di belakang iris, zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous
humour,
disebelah
posteriornya,
vitreous.
Kapsul
lensa
adalah
membran
B. FISIOLOGI PENGLIHATAN5
Mata mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil),
dan retina yang dapat disamakan dengan film. Sistem lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi, yaitu: perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara;
perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aquosus; perbatasan antara
humor aquosus dan permukaan anterior lensa mata; dan perbatasan antara permukaan
posterior lensa dan humor vitreous. Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38;
humor aquous 1,33; lensa kristalina (rata-rata) 1,40; dan humor vitreous 1,34.
MEKANISME PENGLIHATAN
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan
menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal,
pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika
sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen
kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan
papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi.
Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells (Saladin, 2006). Jika sistem
saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga
lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada
kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah
pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya,
setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada
kemampuan refraksi mata (Saladin, 2006). Beberapa media refraksi mata yaitu
kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi
cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan
bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Sistem
lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan yang terbentuk di retina terbalik
dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak terhadap benda tetap dalam
keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina, karena otak
sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan normal.
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama,
pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humour aquous, lensa,
dan humour vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung
atau cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi
pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga
penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang
memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan
cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan
kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek
yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang
dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung)
atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula.
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus
pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya
pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan
kebutuhan,
semakin
dekat
benda
makin
kuat
mata
harus
berakomodasi
supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan jelas.
AKOMODASI
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat
sirkuler adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di
lembah-lembah di antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul
lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat
maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Ada beberapa teori mengenai
mekanisme akomodasi, antara lain:
a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa menjadi
cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan
kedua tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian
perifer lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral
dan menjadi cembung.
REFRAKSI6
OPTIK dan REFRAKSI
Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung pada kemampuan mata
memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina, untuk memahami proses ini
diperlukan penguasaan terhadap konsep optik geometrik yang mendefinisikan efek
berkas cahaya sewaktu melewati berbagai permukaan dan benda berbeda.
A. Kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang cahaya
Kecepatan, frekuensi dan panjang gelombang cahaya saling berhubungan sesuai
lambang berikut :
Di media optis yang bereda, kecepatan dan panjang gelombang cahaya berubah,
tetapi frekuensinya tetap. Warna bergantung pada frekuensi sehingga warna dari
seberkas cahaya tidak diubah sewaktu melewati media optis kecuali oleh fluoresensi
atau nontransmittance yang selektif.
cahaya sama yakni 299.729,46 kilometer per detik (186.282,40 statute mile per
second).
B. Indeks Refraksi
Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan medium optis, akan
terjadi pula pembiasan/refraksi berkas cahaya tersebut. Efek suatu bahan optis
terhadap kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias), n.
Semakin tinggi indeks, semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek
pembiasannya. Dalam hampa udara, n memiliki nilai 1,00000. Indeks refraksi absolut
suatu bahan adalah rasio kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara terhadap
kecepatan cahaya dalam bahan. Indeks refraksi relatif dihitung dengan mengacu
kepada kecepatan cahaya di udara. Indeks refraksi absolut udara bervariasi,
tergantung pada suhu, tekanan dan kelembaban udara serta frekuensi cahaya, tetapi
nilainya adalah sekitar 1,00032. Pada optik, n dianggap sebagai indeks relatif
terhadap udara, kecuali dinyatakan sebagai absolut.
C. Koefisien Termal Indeks Refraksi
Indeks refraksi berubah sesuai suhu mediumnya, nilainya lebih tinggi bila
mediumnya lebih dingin. Labilitas n terhadap suhu berbeda-beda untuk bahan yang
berlainan. Perubahan dalam n per derajad celcius untuk bahan-bahan berikut (semua
dikalikan 107) adalah sebagai berikut : kaca 1; fluorit 10; plastik 140; air; aqueous
humour dan vitreous 185. Hal ini membuat plastik kurang memuaskan sebagai
perangkat optis yang tepat.
D. Dispersi Cahaya
Dalam hampa udara, kecepatan semua frekuensi cahaya adalah sama, oleh karena
itu, indeks refraksi juga sama untuk semua warna (1,0000). Pada semua bahan, n
berbeda untuk tiap warna atau frekuensi, lebih besar pada ujung biru dan lebih kecil
pada ujung merah spektrum.
E. Transmittance Cahaya
Pada frekuensi yang berbeda, bahan optis memiliki transmittance atau
transparansi yang berlainan. Sebagian bahan yang transparan, misal kaca, hampir
opak bagi cahaya ultraviolet. Kaca merah hampir opak bagi frekuensi hijau. Medium
optis harus dipilih sesuai dengan panjang gelombang cahaya spesifik yang akan
dikenakan kepadanya.
F. Hukum refleksi dan refraksi
Hukum refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan) diformulasikan pada tahun
1621 oleh ahli astronomi dan matematika Willebord Snell. Hukum ini bersama
dengan prinsip Fermat, membentuk dasar optik geometri terapan :
1.
Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua terletak pada
bidang yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak lurus) terhadap
2.
3.
permukaan.
Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memiliki tanda yang berlawanan :
I = -I.
Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut datang
berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran yang sama
4.
pada berkas cahaya biasan. Berkas cahaya yang dibiaskan dinyatakan oleh :
n sin I = n sin I (huktum Snell).
Berkas cahaya yang berjalan dari satu titik ke titik lainnya mengikuti lintasan
yang memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (prinsip Fermat). Panjang
lintasan optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan sebenarnya.
G. Sudut kritis dan refleksi total
Bila berkas cahaya datang terletak pada medium yang kurang padat maka
akan dibiaskan menuju normal ke dalam medium yang lebih padat. Sebaliknya
bila berkas cahaya datang terletak di medium yang lebih padat, maka akan
10
dibiaskan menjauhi normal. Pada situasi ini bila sudut datang makin diperbesar,
sudut kritis akan dicapai sewaktu cahaya dipantulkan secara tiba-tiba, total dan
sempurna (refleksi internal total) dan sinus berkas cahaya datang di medium yang
lebih padat mencapai nilai
visus
merupakan
pemeriksaan
untuk
melihat
ketajaman
11
E chart yaitu kartu yang bertuliskan huruf E, tetapi arah kakinya berbeda-beda.
c.
Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah
cincin yang berbeda-beda.
Gambar
contoh Snellen Chart
Cara memeriksa :
Kartu diletakkan pada jarak 6 meter dari pasien. Bila berjarak 6 m, berarti
visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20.
Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan
pasien diminta membaca kartu.
Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 6/6, maka tidak
perlu membaca pada baris berikutnya, karena visus normal
12
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus
normal, cek pada 1 baris tersebut
Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris
tersebut dengan false 1.
Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut
dengan false 2.
Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti
visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di
atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat
untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)
Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya, berarti merupakan kelainan
refraksi
Bila visus sudah mencapai 6/6 setelah dikoreksi, maka lakukan Duke elder
test
yaitu test yang bertujuan untuk menghindari over koreksi atau kelebihan
ukuran
- di tambah +0.25 secara bersamaan , jika ditambah tambah buram berarti
ukuran sudah cukup
Cara pemeriksaan yang sama berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.
-
Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan
penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan
13
Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi.
Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi benar.
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti
visusnya 1/~ dengan proyeksi salah.
Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0 (no light perception)
D. KELAINAN REFRAKSI
Emetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu
keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak terhingga difokuskan
tepat pada retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat
didefinisikan sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak
terhingga difokuskan didepan atau dibelakang retina, pada satu atau dua meridian.
Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan presbiopia, miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme.
1.
Presbiopia8
14
Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata
untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga
elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya
kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang
sempurna.
Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana
insiden tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor resiko
presbiopi antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak terkoreksi,
pekerjaan yang membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat, trauma atau
penyakit mata (kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit sistemik (diabetes
melitus, kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia gravis), obat-obatan (alkohol,
diuretik, hidrochlorothiazide, antidepresan), atau kurang nutrisi.
Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat dari
perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau peningkatan
ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan kekuatan m.siliaris
seiring dengan peningkatan usia.
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi
lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan
demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Klasifikasi
a.
Presbiopi Insipien
Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala membaca
cetak kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati pasien memerlukan
kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan
15
Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan
ketika diperiksa.
c.
Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses
Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan
Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
Penatalaksanaan
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus
otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau
adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
Usia (tahun)
40
45
50
16
55
60
+2.50 D
+3.00 D
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada
titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa
kacamata baca sering disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music
yang membutuhkan jarak dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia
membutuhkan kacamata dengan kekuatan lensa yang lebih kecil.
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain
yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan
dengan presbiopia. Ini termasuk:
a.
adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil koreksinya
Kontak Monovision. Penggunakan lensa kontak monovision pada setiap mata
atau, bila tidak ada koreksi jarak jauh yang diperlukan, lensa hanya digunakan
17
pada satu mata. Untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk
melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya adalah
mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil foto.
2.
Hipermetropia11
Definisi
Hipermetropia (hiperopia) atau long-sightedness adalah suatu keadaan mata
dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa
akomodasi. Oleh karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran yang buram.
Gambar Hipermetropia
Etiologi
18
3.
4.
5.
Klasifikasi
Terdapat tiga bentuk klasifikasi hipermetropia secara klinis :
1.
Hipermetropia simpel
Merupakan bentuk yang paling sering. Hal ini disebabkan oleh variasi biologis
normal dari pertumbuhan bola mata. Hal ini termasuk hipermetropia aksial dan
refraktif.
2.
Hipermetropia patologis
Disebabkan oleh kongenital ataupun didapat, diluar dari variasi biologis normal
pertumbuhan bola mata, akibat dari maldevelopment, trauma dan penyakit. Hal ini
termasuk:
-
19
3.
Hipermetropia fungsional
Hal ini merupakan akibat dari paralisisnya kemampuan akomodasi seperti pada
paralisa n.3 dan oftalmoplegia internal
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya :
1.
2.
3.
Hipermetropia Laten
a.
b.
c.
2.
Hipermetropia Manifes
a.
b.
c.
hipermetropia
fakultatif..Akan
tetapi,
pasien
dengan
20
Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil
dapat mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan gejala
2.
3.
4.
Gejala obyektif:
1.
2.
Juling atau esotropia akibat akomodasi terus menerus yang diikuti konvergensi
3.
Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otototot
akomodasi di corpus ciliare.
4.
5.
Pemeriksaan fundus didapatkan papil yang kecil dan terlihat lebih banyak
21
pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama tidak munculnya
gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
2.
3.
4.
secara bertahap tingkatkan koreksi lensa sferis dengan interval 6 bulan sampai
pasien menjadi hipermetropia manifes
Strabismus dapat terjadi pada anak (biasanya usia 2-3 tahun) karena akomodasi
22
Ambliopia dapat terjadi pada beberapa kasus. Hal ini dapat terjadi anisometropik
(unilateral hipermetropia), strabismik (pada anak dengan akomodasi berlebihan),
atau ametropik (pada anak dengan hipermetropia berat tidak terkoreksi)
4.
3.
MIOPIA13
Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani muopia yang berarti menutup mata.
Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada
kondisi mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media
penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik
(pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Kelainan ini
menyebabkan penglihatan buram untuk jarak jauh, popular dengan istilah
nearsightness.
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini
memang menyiratkan salah satu ciri ciri penderita myopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan
cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang
tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina
23
Axial
myopia.
anteriorposterior
2.
Merupakan
akibat
dari
peningkatan
panjang
diameter
eduanya.
3.
4.
Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan
sklerosis
5.
nukleus.
Klasifikasi
a. Berdasarkan Manifestasi Klinis
Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada daya
optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan miopi simple
merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya atau
memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk
miopi ini adalah yang paling umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri atau
kurang dari 4-5 D. Ketika derajad miopi pada kedua mata tidak sama, hal ini
disebut anisomiopia. Jika salah satu mata emetrop sementara yang lainnya
miopi, ini disebut simple miopi anisometropia. Anisometropia menjadi
signifikan bila perbedaannya mencapai 1 D atau lebih.
24
25
1. Miopia kongenital
Myopia kongenital biasanya ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis
pada usia 2-3 tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang
bilateral. Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas titik jauh.
Myopia kongenital kadang berkaitan dengan anomali kongenital lainnya seperti
katarak, microthalmos, aniridia, megalokornea, dan pemisahan retina kongenital.
Koreksi dini miopia kongenital disarankan.
2. Miopia simplek
Miopia simplek adalah jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai
26
27
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf
optik
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan
terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya
biasanya tidak melebihi 6-8 D.
Diagnosis
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi
3.
Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya, adalah kelainan
progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan menghasilkan miopia yang
berat pada dewasa muda dan biasanya berkaitan dengan perubahan degeneratif pada
mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari miopia patologis
secara memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini berhubungan dengan genetik dan
proses pertumbuhan secara general.
Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii) lebih sering pada ras
tertentu seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi, dan jarang pada Negroid, Nubian,
dan Sudan. Telah disimpulkan bahwa pertumbuhan retina terkait dengan
herediter sangat berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera karena
distensibilitasnya mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid mengalami
degenerasi karena peregangan, yang akhirnya menyebabkan degenerasi retina.
Peran proses pertumbuhan secara general
Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak dapat di lupakan dalam
progres miopia. Pemanjangan segmen posterior dari bola mata dimulai hanya
saat periode pertumbuhan aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi nutrisi,
28
2.
Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di depan mata yang
disebabkan degenerasi vitreus.
3.
Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat
berat dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:
1.
posterior.
2.
3.
COA dalam
4.
5.
Pemeriksaan funduskopi:
Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam
badan kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap
belum jelas hubungannya dengan keadaan miopia.
Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan
29
retina. Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid.
Gejala Klinis
Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada jarak
pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita telah
diperiksa.
Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita
miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan
penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari
miopianya dapat disembuhkan.
Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.
Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa
usaha akomodasi
Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan objektif,
setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan organik. Cara
subyektif ini penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di periksa.Pemeriksaan
dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang diperlukan untuk memperbaiki
tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan terbaik.
Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan sebuah set lensa
coba.
Tehnik pemeriksaan :
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5
meter), jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup
dengan occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan
sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
30
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan
hingga dapat terbaca huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah atau
kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu yaitu
retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara mengamati
gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh retina. Pada
saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan akomodasi),
pasien harus menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan
mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata.Jarak
pemeriksaan biasanya meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen
berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak
searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai
tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini dikatakan point of
reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai
refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen dioptri untuk jarak
tersebut, misalnya untuk jarak meter dikurangi 2 dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien.
Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif,
cukup dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif
saja pada umumnya bisa dilakukan.
Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
Cara optik
31
1.
konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung
akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi
atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir
dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan
mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.
2.
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa
ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara
lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea,
penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan
kornea sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari
susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting.
Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Insisi Radikal
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4
mm sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari
permukaan kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini
sangat bagus untuk miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK,
terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara.
Bisa terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun
jarang terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
32
2.
dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6
dioptri.
Kelemahan PRK:
- Penyembuhan postoperatif yang lambat
- Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
- Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
- PRK lebih mahal dibanding RK
3.
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK
-
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma
33
Kekurangan LASIK
-
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus
saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
4.
baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL dengan kekuatan yang
sesuai direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12 D.
5.
koreksi miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus diimplantasi di COA atau
di COP di anterior dari lensa asli.
6.
Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas permeabel
saat malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia hingga -5D dan
dapat digunakan untuk pasien usia kurang dari 18 tahun.
Komplikasi
a.
Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada
miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b.
2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan
34
dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
vitreus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
beresiko
untuk
terlepasnya
retina
dan
menyebabkan
kerusakan
retina.
Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi
akibat memanjangnya bola mata.
c.
Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler
pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang
berkurang.Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan
kurangnya lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik
juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan
oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
d.
Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
e.
Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina
maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah
penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan
mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar
diretina sangat menggangu pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut
cenderung berkembang secara perlahan dan selama itu pasien tidak pernah
menggunakan indera penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada
fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio
retina.
4
ASTIGMATISME
35
Definisi14
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak
dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989).
Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang
berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat
merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea
makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat
yang ringan.
Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak
lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006), ketidakteraturan
lengkung kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering
pada kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik
menunujukkan. Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar
dari sumbu horizontal (sekitar 0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan
diterima sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai
kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak
pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7 tahun.
Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari
2 garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni
sebagai berikut:
a.
Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina
Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan
retina.
c.
Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina
36
e.
Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua,
Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang
konstan pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu
sama pada setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa
silindris. Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anakanak, dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai
pada/ mendekati meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada
orang dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya
bias/ kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah
koreksi silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut
yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.
b.
Astigmatisma Ireguler
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari
titik ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada
37
Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur
dan equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang
lain. Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua
jenis meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya
lagi terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak
lurus/ 90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada
yang horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke
kornea.Tipe astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anakanak.Sementara itu, apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini
disebut dengan astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa.
Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya
astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari sampai dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya
38
berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris
tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk
umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip
dengan bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai
gabungan lensa sferis dan lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas
cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini
disebut dengan istilah conoid of Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada
meridian-meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan
melewati setiap garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada
titik-titik yang berbeda sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk
bagian luar dari dua garis fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini
memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of
least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni
posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang
sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Ratarata kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa,
dan dapat dihitung dengan rumus:16
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b.
Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan
39
Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b)
c)
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
d)
pada
penderita
myopia.
Hal
ini
dilakukan
untuk
tajam
40
pasien terdapat kekeruhan media penglihatan atau pun retina yang menggangu
penglihatan
2.
Uji refraksi
Bila
setelah
pemeriksaan
tersebut
diatas
tetap
tidak
tercapai
tajam
Objektif
Autorefraktometer
Yaitu
menentukan
myopia
atau
besarnya
kelainan
refraksi
dengan
Keratometri
mempunyai keterbatasan.
3.
Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien
diminta melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat.Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu
180. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
juring kisi - kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen
41
dan perlahan- lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
4.
Keratoskop
Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, ring tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej
tersebut tidak terbentuk sempurna.
5.
Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan
horizontal.
Penatalaksanaan
1.
Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan
sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau
bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
A. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule
dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.
B. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule
dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri
yang ditemukan ditambahkan dengan nilainya dan ditambah dengan
0,5 D.
2.
Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.
3.
Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
42
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive
Keratectomy
membentuk kurvatur
(PRK),
laser
dipergunakan
unutk
digunakan
untuk
43
11. David AH. Optometric clinical practice guideline care of patient with
Hypermetropia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-27
12. Waring GO, Rodrigues MM, Laibson PR. Anterior chamber cleavage
syndrome. A stepladder classification. Surv Ophthalmol 1975; 20:3-27
Thompson HS, Newsome DA, Lowenfield IE. The fixed dilated pupil. Sudden
iridoplegia or mydriatic drops? A simple diagnostic test. Arch Ophthalmol
1971; 86:21-7.12
13. Amos JF. Optometric clinical practice guideline care of patient with Myopia.
America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-39.
14. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81
15. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 82
16. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam:
Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 190. Available at:
www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: March 26th 2015.
44