You are on page 1of 26

Mengelola Kastrat

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar


Pernah bergiat di Departemen Kajian Strategis BEM KM UGM 2008-2012

Bagian 1: Berkenalan dengan Kastrat


Bagi organisasi mahasiswa yang berorientasi pada pergerakan, Pengkajian Strategis (kemudian
kita sebut Kastrat) menjadi salah satu fungsi yang 'wajib' ada dan dimiliki oleh organisasi. Di
beberapa organisasi pergerakan, ia biasanya digabungkan dengan Departemen Kebijakan
Publik. Beberapa BEM di UGM memiliki Departemen yang khusus mengampu fungsi Kajian
Strategis. Di tingkat universitas, Kastrat lebih penting lagi sebagai sarana penyikapan isu yang
beredar di tingkat nasional.
Saya punya pengalaman bertahun-tahun berada di Departemen yang memiliki fungsi kajian
Strategis ini, baik di organisasi intrakampus maupun ekstrakampus. Meski memiliki sedikit
perbedaan terkait ranah gerak, pengelolaan Kastrat di dua jenis organisasi ini hampir sama.
Pekerjaannya tak jauh berbeda: mendiskusikan isu, membuat kajian publik, merumuskan sikap,
hingga merencanakan strategi dan taktik gerakan yang akan dilakukan. Peran-peran ini terbukti
sangat penting bagi gerakan mahasiswa, karena kualitas gerakan yang akan ditampilkan akan
sangat ditentukan oleh proses pengkajian di Departemen ini.
Untuk memberikan panduan bagi kawan-kawan aktivis mahasiswa yang ingin lebih banyak
berkecimpung di dunia kajian strategis, saya akan sedikit memberikan 'risalah' tentang
bagaimana mengelola kastrat gerakan berdasarkan pengalaman yang saya miliki, baik ketika
mengurusi kajian strategis di KAMMI Komisariat UGM. maupun ketika menjadi Kepala
Departemen Kajian Strategis di BEM KM UGM.
Apa itu Kastrat?
Kastrat adalah unit pengkajian gerakan bagi organisasi mahasiswa. Ia memiliki tugas utama
untuk mengolah data dan informasi yang telah dikum pulkan oleh Riset untuk kemudian disajikan
sebagai sikap dan diterjemahkan dalam bentuk aksi atau advokasi gerakan. Kekuatan Kastrat
terletak pada analisis yang tajam atas permasalahan yang dihadapi, serta ketepatan strateginya
untuk merespons permasalahan tersebut.
Mengapa Perlu Kastrat?
Kastrat bisa dibilang sebagai 'dapur' bagi gerakan mahasiswa. Bagi organisasi pergerakan,
Kastrat adalah semacam 'think tank' yang akan memandu jalannya gerakan ke depan. Kastrat
akan sangat diperlukan bagi organisasi yang memiliki arahan untuk merespons kebijakan
eksternal. Apapun bentuknya, setiap kebijakan eksternal perlu didasarkan oleh analisis kondisi
dan perencanaan strategi yang tepat. Untuk itu, Kastrat akan memainkan peran yang sangat
vital, terutama ketika kondisi sosial-politik nasional berada dalam krisis, yang mengharuskan
setiap gerakan massa untuk melakukan penyikapan dan memformat agenda perubahan sosial
secara cepat.
Sebagai contoh, kita dapat lihat dalam kasus pengesahan UU Pendidikan Tinggi beberapa waktu
yang lalu. UU ini sangat berkaitan dengan hajat hidup mahasiswa. Maka, gerakan mahasiswa
dituntut untuk memberikan respons: berada dalam posisi apa? menolak, menerima, atau
menunda penyikapan? apa argumentasi yang diberikan? dan tawaran gerakan apa yang ingin
dibuat? Sebelum mengambil sikap, tentu saja harus ada rasionalisasi mengapa sikap itu diambil

dan konsekuensi apa yang kemudian muncul dari sijap itu. Semuanya akan bergantung pada
kerja keras Kastrat dalam meramu, menganalisis, serta menyimpulkan sikap gerakan tersebut.
Jika Kastrat tak bisa menjalankan fungsinya dengan baik, gerakan mahasiswa akan kehilangan
arah. Keputusan gerakan yang diambil hanya akan bersifat pragmatis dan tidak akan
merepresentasikan mahasiswa. Bahkan, yang lebih parah, gerakan hanya akan disetir oleh
kepentingan-kepentingan politik yang tak bertanggung jawab. Untuk meminimalisir hal demikian,
Kastrat akan menjadi ujung tombak gerakan.
Fungsi Kastrat
Kastrat memiliki beberapa fungsi mendasar yang akan menjadi kunci bagi aktivitas mereka di
organisasi. Secara umum, saya memetakan ada empat fungsi utama yang harus dilakukan oleh
Kajian Strategis:
(1) Fungsi Analisis Isu
Kastrat memiliki fungsi untuk menganalisis isu kebijakan yang beredar di masyarakat. Kastrat
akan bertindak sebagai 'think tank'. Pada level ini, Kastrat harus memiliki kompetensi untuk
memilah isu media dan isu kebijakan yang lebih substantif. Setelah isu dipilah, kastrat perlu
melakukan analisis terkait kebijakan tersebut. Analisis ini akan menjadi dasar bagi penyikapan
isu gerakan.
(2) Fungsi Penyikapan Isu
Kastrat juga memiliki fungsi untuk memberikan sikap atas isu yang telah dianalisis. Setelah isu
kebijakan dianalisis, Kastrat harus memberikan sikap intelektual: apakah 'menerima', 'menolak',
atau menunda penyikapan. Sikap ini penting untuk memutuskan apa yang harus dilakukan oleh
organisasi terkait dengan isu kebijakan tersebut.
(3) Fungsi Perencanaan Strategi Gerakan
Selain analisis dan penyikapan, Kastrat juga diperlukan untuk merencanakan langkah strategis
apa yang akan dilakukan sebagai tindak lanjut dari sikap tersebut. 'Strategi' berarti rumusan
desain gerakan apa yang akan dilakukan untuk memperjuangkan kepentingan organisasi. Di
sini, Kastrat perlu merumuskan posisi organisasi, momentum-momentum, hingga langkah taktis
yang akan diambil ketika bergerak.
(4) Fungsi Pengembangan Wacana Intelektual
Terakhir, Kastrat juga punya fungsi untuk mengembangkan wacana-wacana intelektual untuk
memperkaya gerakan. Pengembangan wacana ini dapat dilakukan dengan format pengayaan
pengetahuan bagi organisasi, upgrading kapasitas intelektual, hingga pewacanaan isu gerakan
secara publik dalam bentuk diskusi dan seminar. Di sini, Kastrat akan bertindak punya peran
untuk menawarkan wacana baru sebagai alternatif dari kebijakan yang dikritik. Proses
pewacanaan tersebut dapat dilakukan melalui diskusi-diskusi publik, seminar, kertas kerja,
media, hingga penerbitan buku yang merangkum gagasan-gagasan kritis mahasiswa.
Posisi Kastrat
Berdasarkan empat fungsi tersebut, Kastrat memiliki posisi penting dalam pembuatan keputusan
gerakan. Normalnya, setiap keputusan gerakan dibuat atas dasar data yang valid, analisis yang

tajam, serta sikap dan strategi yang tepat.Keputusan gerakan yang dibuat dengan pertimbangan
kuat akan memberikan kekuatan tersendiri pada gerakan -ia tidak akan mudah diombangambingkan oleh kepentingan politik praktis yang semakin lama semakin merasuk pada gerakan
mahasiswa.
Sebagai contoh, ketika memutuskan gerakan yang akan diambil dalam isu pengesahan UU
Pendidikan Tinggi, seorang Koordinator Kebijakan Publik mesti memiliki pertimbangan data
mengenai kondisi pendidikan tinggi di Indonesia, analisis atas kondisi tersebut, sikap yang
diambil, hingga strategi pewacanaan dan gerakan yang akan dirancang. Proses tersebut
membutuhkan sebuah alur kerja yang dapat memudahkan gerakan, terutama yang dirancang
oleh BEM, untuk dapat diukur dan dievaluasi.
Perumusan kebijakan eksternal akan dimulai dari pengumpulan data/informasi di Departemen
Riset. Di sini, Riset memiliki peran penting untuk mengumpulkan serta memilah data yang akan
menjadi referensi Kastrat dalam gerakan. Sesudah Riset mengumpulkan dan memilah data,
Kastrat bertugas menganalisisnya hingga sampai pada kesimpulan analitis terhadap isu yang
akan disikapi. Kesimpulan itulah yang akan menjadi sikap gerakan, apakah 'menolak',
'menerima', atau justru 'menunda penyikapan'. Kesimpulan sikap ini yang akan dijadikan oleh
Humas untuk membuat release dan memasukkannya ke media gerakan, yang kemudian
diterjemahkan ke dalam aksi-aksi gerakan yang konkret.
Alur tersebut dapat digambarkan ke dalam bagan berikut:
INPUT: Informasi-->Analisis&Penyikapan-->Pewacanaan-->Gerakan: OUTPUT
Riset
Kastrat
Humas/Media Advokasi/Aksi/Propaganda
Tentu saja, pada praktiknya, proses yang terjadi tidak se-teknokratis bagan di atas. Kastrat bisa
melakukan penyesuaian. Jika tidak ada riset, Kastrat bisa mengambil alih fungsi tersebut. Tentu
saja, dengan peran-peran yang lebih sempit. Ini akan tergantung pada arahan kebijakan yang
diberikan oleh pimpinan organisasi.
Dengan posisi ini, Kastrat akan sangat penting perannya dalam mengolah 'bahan mentah'
berupa informasi/data. Analisis Kastrat akan memberikan interpretasi bagi pembuat keputusan
sehingga gerakan yang akan dirancang akan memiliki makna lebih bagi sasaran yang dituju.
Sasaran Kastrat
Di era globalisasi, aktor-aktor yang ada di sebuah negara tidak lagi hanya didominasi oleh
negara. Oleh sebab itu, analisis yang dibuat oleh Kastrat hendaknya juga memperhatikan b5)
eberapa sasaran yang dituju. Sasaran ini adalah 'sesuatu' yang dituju sebagai objek analisis
yang akan disikapi oleh organisasi pergerakan. Setidaknya, analisis yang dibuat oleh Kastrat
memiliki beberapa sasaran penting:
(1) Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah sepertinya menjadi sasaran utama analisis Kastrat gerakan mahasiswa.
Hampir semua organisasi yang saya temui menempatkan kebijakan pemerintah sebagai sasaran
'tembak'. Mayoritas diskusi berbicara tentang rencana-rencana pemerintah. Menganalisis

kebijakan bisa dilakukan secara esensialis atau diskursif. Di sini, ada yang perlu diperhatikan:
sasaran kastrat adalah kebijakan pemerintah, bukan aktornya. Sehingga, analisis Kastrat bisa 'to
the point' pada permasalahan dan lebih solutif.
(2) Rancangan Undang-Undang atau Peraturan Sejenis
Selain kebijakan publik dari pemerintah (eksekutif), perlu juga dianalisis proses pembuatan
keputusan legislatif yang bernama Undang-Undang. UU biasanya diajukan oleh eksekutif untuk
dibahas dan disahkan legislatif. Proses pembuatan UU terkadang tidak sesuai dengan aspirasi
masyarakat, atau kualitasnya buruk. Hal ini bisa terjadi karena proses pembuatan UU adalah
proses yang sarat kepentingan politik. Organisasi pergerakan mahasiswa bisa mengawal proses
tersebut, terutama pada RUU yang bersentuhan dengan kehidupan mahasiswa. Kastrat menjadi
pemain utama untuk menganalisis draft RUU tersebut agar dapat disikapi.
(3) Perubahan Konstelasi Sosial-Politik
Selain kebijakan dan RUU, Kastrat juga mesti peka terhadap momentum-momentum dan
perubahan konstelasi sosial-politik baik yang terjadi pada level lokal, nasional, maupun global. Ini
penting agar organisasi mahasiswa dapat memosisikan diri dan merebut momentum perubahan
tersebut untuk mengartikulasikan kepentingan mahasiswa. Analisis tersebut dapat dilakukan
melalui pemetaan relasi aktor-aktor yang terjadi pada masing-masing tingkat serta bagaimana
posisi organisasi mahasiswa pada relasi yang terus berubah tersebut.
(4) Perlawanan Rakyat/Entitas Gerakan Lain
Tentu saja, mahasiswa bukan 'aktor tunggal' dalam relasinya di masyarakat. Ada banyak
organisasi gerakan sosial lain yang juga mengartikulasikan gerakannya dan melakukan berbagai
agenda perlawanan terhadap struktur sosial-politik yang menindas. Organisasi-organisasi
tersebut pada gilirannya akan bertemu dengan kepentingan gerakan mahasiswa. Oleh sebab itu,
agar tidak ada benturan, Kastrat perlu menganalisis bagaimana gerakan-gerakan perlawanan
tersebut berjalan dan strategi apa yang mereka pakai. Jika perlu, dan kondisinya
memungkinkan, mahasiswa bisa mendukung perlawanan tersebut atau menjalin aliansi taktis
dengan gerakan mereka, apabila ada kesamaan persepsi atas realitas yang dihadapi.
(5) Perkembangan Kapitalisme
Lokus analisis yang kerap diabaikan oleh organisasi pergerakan mahasiswa adalah
perkembangan kapitalisme kontemporer. Banyak gerakan (terutama yang haluannya bukan ke
'kiri') yang melihat kapitalisme sebatas pengusaha-pengusaha yang berhubungan dengan
pekerja. Di satu sisi itu benar, tetapi sangat menyederhanakan persoalan. Operasi kapitalisme
global sekarang sudah mencapai pedesaan. Perkembangan teknologi yang pesat memudahkan
kapitalisme bertransformasi dalam lokalitas Indonesia. Semestinya, gerakan mahasiswa
mengambil peran untuk menganalisis perkembangan tersebut. Di titik itulah Kastrat berperan,
tidak hanya melihat Kapitalisme dalam kaitannya dengan peran negara, tetapi juga pada
ekspansi dan hegemoninya di masyarakat.
Dengan sasaran tersebut, diharapkan Kastrat dapat memperluas cakupannya dan mempertajam
analisisnya untuk menghadapi realitas kekinian yang kian kompleks.
Pengorganisasian Kastrat

Ada banyak cara untuk mengorganisasikan Kastrat sebagai sebuah kesatuan kerja. Secara garis
besar, saya memetakan ada dua cara untuk mengorganisasikan Kastrat agar memudahkan
pembagian kerja di antara staf. Dua cara ini akan memberi konsekuensi output yang berbeda:
(1) Berdasarkan Isu
Mengorganisasikan Kastrat berdasarkan Isu berarti membagi divisi-divisi sesuai dengan isyu
yang akan dihadapi. Misalnya, jika Kastrat ingin berfokus pada Isu energi, pendidikan,
kesehatan, dan korupsi, Divisi yang dibagi oleh Kepala Departemen adalah Divisi Energi, Divisi
Pendidikan, dst. Pembagian divisi berdasarkan Isyu ini akan membuat Kastrat menjadi sangat
kuat dalam pengkajian isu-nya. Kelemahannya, pengorganisasian ini memerlukan sumber daya
yang sangat profesional dan isu itu secara mendalam di semua Divisi. Jika tidak ada yang
kompeten, divisi tidak akan berjalan optimal.
(2) Berdasarkan Fungsi
Mengorganisasikan Kastrat berdasarkan fungsi berarti membagi divisi-divisi sesuai dengan
fungsi yang akan diampu. Misalnya,jika Kastrat ingin lebih banyak menghasilkan produk
aktivitas, ia bisa membagi Divisinya menjadi Media, Jaringan, dan Diskusi. Pengkajian akan
dilakukan spesial oleh staf ahli. Konsekuensi dari bentuk pengorganisasian ini adalah Kastrat
akan banyak mewacanakan isu kepada publik dan secara eksternal banyak aktivitas.
Kelemahannya, pola ini akan menjebak Kastrat ke dalam aktivitas EO.
Pola pengorganisasian akan sangat tergantung pada arahan kerja yang diberikan oleh pimpinan.
Jika organisasi ingin lebih banyak merespons isyu, pola pertama bisa dipakai. Ia akan
memberikan keuntungan karena analisis yag diberikan bisa lebih komprehensif. Tetapi, jika
Kastrat ingin lebih banyak memberikan pewacanaan dan pencerdasan kepada publik, lebih baik
memakai model kedua. Kastrat akan lebih banyak menghasilkan sesuatu yang 'real' -terlihatbagi publik. Kedua opsi akan tergantung pada keinginan organisasi.
Mitra Kerja Kastrat
Kastrat tentu saja memerlukan mitra kerja. Selain rekan kerja di Departemen lain, ia perlu juga
membangun jaringan ke elemen-elemen yang berada di luar organisasinya. Siapa saja yang bisa
dijadikan mitra kerja oleh Kastrat?
(1) Non-Governmental Organizations (NGO)
Aktivitas masyarakat sipil di Indonesia berkembang pesat sejak 1998. Dengan kebebasan
informasi dan berekspresi, aktivitas watchdog terhadap pemerintah yang dulu disematkan
kepada mahasiwa kini mulai diambil alih oleh NGO, yang lebih fokus dan profesional dalam
menganalisis isu. Bagi Kastrat, potensi ini sebaiknya dijadikan sebagai peluang untuk melakukan
kerjasama. Organisasi mahasiswa dapat mengumpulkan informasi dan data yang lebih banyak
dari NGO, sehingga memperkaya analisis bagi Kastrat.
(2) Akademisi & Pusat Studi
Kastrat memerlukan pengetahuan yang lebih untuk menganalisis sebuah isu. Tentu saja, media
tidak dapat sepenuhnya diandalkan untuk ini. Untuk memperkuatnya, maka Kastrat memerlukan
'pisau analisis' untuk membedah sebuah isu. Pisau analisis ini dapat dipelajari bersama para
akademisi di kampus. Selrama ini, status 'akademisi' seringkali diposisikan sebagai 'menara

gading'. Agar mitos ini dapat diruntuhkan, Kastrat bisa mendiskusikan isu bersama akademisi
atau aktivis Pusat Studi, sehingga analisis atas sebuah isu bisa lebih kuat.
(3) Lembaga Riset Independen
Data menjadi sesuatu yang sangat penting bagi analisis isu dan kebijakan. Salah satu
kelemahan gerakan mahasiswa adalah data yang kurang, disebabkan akses atas informasi yang
minim. Lembaga yang bisa diajak bermitra untuk menutupi kekurangan ini adalah lembaga riset
atau think tank profesional. Dengan aktivitas riset yang mereka lakukan, gerakan mahasiswa
bisa belajar untuk mendapatkan data secara valid. Selain belajar, organisasi mahasiswa juga
dapat memberikan mereka ruang untuk memaparkan hasil penelitian di kalangan mahasiswa.
(4) Serikat Buruh, Tani, dan Gerakan Rakyat Lain
Penting bagi organisasi mahasiswa untuk melihat 'perspektif berbeda' dari sebuah
permasalahan. Jika permasalahan tersebut menimpa petani, buruh, atau entitas rakyat lain yang
kemudian membuat mereka mengorganisir diri, mahasiswa bisa belajar dari mereka. Perspektif
yang baru akan menjadi kunci bagi Kastrat untuk mematangkan analisis, di samping juga
menentukan keberpihakan dari gerakan yang akan dirancang.
Kompetensi Kastrat
Untuk berkecimpung di Kastrat, seorang pegiat Kastrat tentu memerlukan beberapa kompetensi
yang perlu ia kuasa untuk menjalankan Kastrat. Kompetensi tersebut bisa dipelajari dan diupgrade selama ia aktif melalui kaderisasi yang spesifik. Setidaknya, ada tiga kompetensi dasar
yang perlu dimiliki oleh kader Kastrat.
(1) Membaca. Seorang kader Kastrat perlu punya bacaan yang cukup. Ia mesti merutinkan
aktivitas membaca, terutama yang berkaitan dengan isu yang ia ampu. Kebiasaan membaca
akan memberinya wawasan pengetahuan yang luas. Selain itu, membaca juga akan
merangsang otaknya untuk berpikir serta memberinya perspektif yang bisa digunakan untuk
mengupas sebuah isu. Oleh sebab itu, membaca menjadi vital dan perlu dimiliki oleh seorang
kader Kastrat.
(2) Menulis. Setelah membaca, seorang kader Kastrat harus mampu menuliskan gagasannya.
Menulis penting sebagai alat Kastrat mewacanakan analisisnya. Menulis akan menjadikan
kekuatan bagi Kastrat, terutama jika ia dipadukan dengan ketajaman analisis. Menulis juga bisa
menjadi strategi pengetahuan bagi Kastrat untuk membuat wacana-wacana baru guna
menandingi wacana-wacana dominan yang berada di kampus. Dengan menulis, Kastrat akan
punya sesuatu yang ditawarkan sebagai solusi atas permasalahan.
(3) Diskusi. Setelah menuliskan gagasannya, seorang kader Kastrat harus pula piawai dalam
berdiskusi. Ia perlu punya kemampuan untuk menyampaikan gagasannya,
mempertahankannya, dan memperdebatkannya dengan orang lain secara terbuka. Diskusi juga
akan memudahkan seorang kader Kastrat menyerap dan menggali informasi dari orang
lain. Sehingga, mau tidak mau, seorang kader Kastrat mesti punya kebiasaan berdiskusi untuk
memperkuat analisisnya di Kastrat.

Tiga kemampuan itu menjadi penting untuk dimiliki seorang kader Kastrat. Tentu saja, untuk
masuk ke Kastrat, ia tidak harus memiliki tiga kemampuan itu. Tapi, ia harus mau berproses
untuk memperkuat tiga kompetensi itu selama berada di Kastrat.
Dengan demikian, berada di Kastrat berarti siap menjadi 'dapur' bagi organisasi mahasiswa
dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Seni untuk memasak itulah yang perlu dipikirkan
oleh seorang aktivis Kastrat ke depannya. [bersambung]

Bagian 2: Menganalisis Isu


Salah satu fungsi utama Kastrat adalah menganalisis isu yang beredar di masyarakat dan
memberikan sikap. Analisis dan sikap menjadi dua sisi mata uang dari aktivitas Kastrat. Sikap
harus didasarkan pada analisis yang tajam, sementara analisis juga harus berujung pada sikap
gerakan. Begitulah seterusnya.
Pembuatan analisis memiliki sedikit 'seni' yang harus diperhatikan bagi para analis. Membuat
analisis tidak sekadar menuliskan sikap dalam kertas pernyataan sikap. Diperlukan kejelian bagi
para pegiat Kastrat untuk melihat sebuah permasalahan dan membedahnya sehingga bisa
dijadikan sebuah pertimbangan bagi penentuan sikap gerakan.
Apa itu Analisis Isu?
Menganalisis isu berarti mengurai data/informasi terkait sebuah isu dengan sebuah pendekatan
yang spesifik, sehingga akar masalahnya dapat terlihat dan dapat disikapi oleh mahasiswa.
Analisis isu memerlukan metode yang tepat, pengetahuan yang logis, dan pendekatan yang
sesuai. Metode, pendekatan, dan pengetahuan itu bisa didapatkan oleh mahasiswa di bangku
kuliah.
Menganalisis isu dapat diibaratkan seperti 'memasak' di dapur. Koki tidak bisa sembarangan
mencampur bahan. Ada cara-cara yang harus dilakukan seperti menumis, memotong daging,
hingga menggoreng atau mengukus. Masing-masing cara berbeda, untuk menghasilkan
makanan yang diinginkan. Begitu juga dengan analisis. Kastrat perlu meramu informasi,
mencampurnya dengan hati-hati, menumisnya dengan pendekatan yang diinginkan, hingga
menggoreng informasi tersebut dengan metode analisis yang jitu. Semuanya memerlukan
kehati-hatian dan seni tersendiri, tak bisa sembarangan.
Mengapa Sebuah Isu Perlu Dianalisis?
Analisis Isu diperlukan untuk memastikan sikap yang dikeluarkan oleh organisasi benarbenar mewakili kepentingan mahasiswa, tidak ditunggangi oleh kepentingan politik manapun.
Kastrat tidak bisa hanya mengandalkan media massa sebagai pertimbangan gerakan.
Seringkali, pemberitaan media dipenuhi oleh tendensi-tendensi tertentu yang diolah
melalui framing oleh pemilik media. Akibatnya, pemberitaan menjadi bias kepentingan tertentu.
Tugas Kastrat-lah untuk menganalisis pemberitaan media tersebut, sehingga tidak semua berita
menjadi isu gerakan yang mesti disikapi. Ini akan tergantung pada analisis yang dibuat oleh
Kastrat.
Sebagai contoh, kita bisa melihat pemberitaan mengenai tragedi Lumpur yang terjadi di Porong,
Sidoarjo. Pemberitaan di MetroTV pasti akan menyebutnya sebagai 'Lumpur Lapindo', disertai
dengan pemberitaan yang menyudutkan PT Lapindo milik Bakrie sebagai pihak yang
bertanggung jawab. Sementara itu, pemberitaan di TV-One lebih cenderung menggunakan
istilah 'Lumpur Sidoarjo' dan melihat tanggung jawab berada pada pemerintah. Isu yang diangkat
sebagai berita sama, tapi arah pemberitaannya berbeda. Ini jelas tak terlepas dari kepentingan
politik redaksi koran yang bersangkutan.

Akan tetapi, bukan berarti Kastrat menolak pemberitaan media. Berita tetap menjadi sumber
informasi. Tetapi, berita itu sendiri perlu dilihat secara kritis, dan untuk menjadikannya sebagai
isu gerakan, Kastrat perlu menganalisisnya secara cermat.
Jenis-Jenis Analisis
Analisis Isu bisa bermacam-macam. Hal ini akan sangat tergantung pada tujuan analis Kastrat.
Secara umum, metode yang digunakan oleh seorang analis Kastrat adalah metode kualitatif. Ia
bisa berbentuk analisis isi (content analysis), analisis wacana (discourse analysis), analisis
komparatif, dan lain sebagainya. Penting bagi Kastrat untuk menentukan metode dalam
menganalisis suatu data.
Jika menggunakan analisis isi, teknik yang dilakukan adalah mengupas kata per kata dari
pemberitaan/rumusan kebijakan dan melihat konsekuensi logis dari kata per kata tersebut. Jika
menggunakan analisis wacana, yang dilihat bukan hanya isi teks dari kebijakan/pemberitaan,
tetapi juga discourse apa yang ditampilkan dari kebijakan itu. Sementara jika menggunakan
analisis komparatif, yang dilihat adalah perbandingannya dengan tempat lain.
Saya akan memberikan tiga jenis analisis yang biasanya dilakukan untuk menopang kebutuhan
gerakan.
(1) Analisis Isi/Deskriptif
Jenis analisis ini adalah analisis paling standard dan mudah bagi Kastrat. Analisis ini membahas
secara mendalam terhadap isi (esensi) suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media
massa. Dengan menggunakan analisis ini, seorang analis akan melihat informasi berdasarkan
'apa yang tertulis' dan hanya melihat implikasi-implikasi logis dari teks tersebut. Cara
membacanya sangat esensialis, dengan fokus pada sistematika dan substansi teks.
Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis isi akan melihat UU ini
pada substansi teksnya, apakah UU ini bermasalah pada pasal per pasal atau tidak, serta
bagaimana konsekuensinya.
(2) Analisis Wacana
Jenis analisis ini lebih tinggi tingkat kesulitannya. Seorang analis akan melihat teks tidak hanya
pada apa yang tertulis pada teks, tetapi pada konstruksi wacana yang membentuk teks tersebut.
Teks tidak dilihat pada apa yang berada di dalamnya, tapi pada kontestasi pemaknaan yang
membentuk teks tersebut. Oleh sebab itu, analisis wacana akan memfokuskan pada bagaimana
teks tersebut dimaknai dengan membentuk rantai pemaknaan yang hegemonik pada teks
tersebut. Sehingga, teks bukan sesuatu yang 'apa adanya' tetapi lebih sebagai sesuatu yang
'diisi' oleh satu format pemaknaan tertentu.
Sebagai contoh, ketika ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis wacana akan melihat
konstruksi wacana apa yang sebenarnya membentuk UU ini, bagaimana ia beroperasi dalam
pasal-pasal yang ada di UU itu, dan bagaimana ia menghegemoni pemaknaan UU tersebut.
(3) Analisis Komparatif
Jenis analisis ini melihat sebuah informasi tidak hanya pada konstruksi wacana atau substansi
teksnya, tetapi bagaimana teks itu ada di tempat lain dan apa konsekuensinya. Makna tidak

hanya dibentuk di dalam teks, tetapi harus dikontestasikan dengan teks/data/informasi lain.
Dengan demikian, sebuah informasi harus dilihat dengan cara membandingkannya dengan
informasi di tempat lain. Analisis ini memerlukan data dan informasi yang lebih valid dan lebih
kompleks, karena harus menggunakan dua jenis data yang berada pada tingkat yang sama.
Sebagai contoh, ketilka ingin menganalisis UU Pendidikan Tinggi, analisis komparatif akan
melihat bagaimana UU ini di negara lain, bagaimana substansi pasa-pasalnya dan bagaimana
konstruksi wacana keduanya. Kesimpulan analisis ini lebih berbobot karena informasinya yang
sangat kompleks, tetapi akan sangat melelahkan bagi seorang analis Kastrat.
Masih adakah jenis analisis yang lain? Tentu saja ada dan masih dimungkinkan untuk
berkembang. Seorang analis Kastrat bisa menemukan di tempat lain. Tetapi, jangan terjebak
pada pencarian metodologis: carilah jenis analisis yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Komponen Analisis
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan 'bahan' alias komponen-komponen tertentu. Apa saja
komponen yang diperlukan oleh seorang analis Kastrat ketika ingin menganalisis sebuah
isu/permasalahanan?
(1) Informasi dan Data
Untuk menganalisis sebuah isu, diperlukan informasi yang cukup. Analisis harus didasarkan
pada informasi yang benar. Ketidakbenaran informasi akan menyebabkan analis sampai pada
kesimpulan yang salah. Oleh sebab itu, seorang analis harus memastikan informasi yang
didapatkan benar-benar valid. Selain itu, analis juga perlu mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya, agar hasil analisis benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Data adalah informasi yang disistematisasikan. Untuk memudahkan seorang analis, informasi
yang sudah dikumpulkan perlu dipilah dan dibuat menjadi data yang sistematis. Gunanya adalah
ketika ingin dianalisis, seorang analis akan mudah mengidentifikasi mana data yang penting dan
mana yang tidak begitu penting.
(2) Pendekatan/Perspektif
Selain mengumpulkan data dan informasi, analis Kastrat juga perlu mengidentifikasi pendekatan
apa yang akan digunakan untuk menganalisis masalah. Pendekatan adalah sudut pandang yang
digunakan untuk menginterpretasikan data. Jika mengacu pada kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendekatan adalah "usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk mengadakan hubungan
dengan orang yang diteliti, metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian".
Pendekatan bisa diposisikan juga sebagai perspektif, posisi kita untuk membaca sebuah
permasalahan.
Pada intinya, pendekatan adalah posisi teoretik seorang analis ketika ia berhadapan dengan
sebuah data yang telah disajikan. Penting untuk dicatat, pendekatan itu bisa dipilih dan tidak
bersifat tunggal. Semua pendekatan bisa digunakan untuk melakukan analisis, baik digunakan
secara konsisten maupun dikombinasikan dengan pendekatan yang lain. Kombinasi dan
konsistensi pendekatan itu akan ditentukan oleh teori apa yang digunakan oleh seorang analis.

(3) Teori
Untuk memastikan pendekatan yang digunakan oleh analis itu relevan dengan problem yang
dihadapi, pendekatan perlu diperkuat oleh teori. Menurut KBBI, teori adalah "pendapat yg
didasarkan pd penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi". Setelah
informasi itu didekati dengan cara pandang tertentu, cara pandang tersebut perlu diperkuat
dengan teori-teori yang relevan. Teori tersebut akan merujuk pada data yang ada. Untuk
berteori, seorang analis perlu memiliki pengetahuan yang cukup. Untuk mendapatkan teori-teori
tersebut, seorang analis dapat membaca buku-buku yang relevan dengan isu yang dihadapi atau
menggunakan aktivitas perkuliahan untuk membantu. Jadi, tidak ada alasan bagi aktivis untuk
meninggalkan ruang kuliah.
(4) Metode Analisis
Setelah memilah dan memilih teori yang akan digunakan, seorang analis Kastrat juga perlu
menentukan metode apa yang akan ia gunakan untuk menganalisis data/informasi yang
tersedia. Metode adalah cara/teknik yang digunakan untuk menganalisis sebuah permasalahan.
Menurut KBBI, Metode adalah "cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
suatu maksud". Ia adalah cara yang ditempuh oleh seorang analis untuk sampai npada
kesimpulan dan sikap gerakan dari analisis yang ia lakukan.
Pilihan-pilihan metode apapun sah, asal dilakukan secara konsekuen oleh seorang analis
Kastrat. Konsistensi atas metode akan memperkuat sikap/posisi intelektual seorang analis
Kastrat. Dengan pemahaman dan prosedur metodologis yang sah, Kastrat akan dapat
mempertanggungjawabkan sikap yang ia hasilkan secara terbuka dan juga ilmiah.
Prosedur Dasar Analisis
Sebuah analisis memiliki prosedur-prosedur dasar yang perlu diperhatikan. Prosedur ini tidaklah
baku, tetapi bisa menjadi panduan dasar bagi analis Kastrat untuk melakukan analisis secara
lebih mendalam. Setidaknya, saya memetakan ada empat prosedur mendasar bagi sebuah
analisis Kastrat.
(1) Memilah Informasi dan Data
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, informasi adalah sesuatu yang diterima oleh seorang
analis dari sumber-sumber tertentu, sementara data adalah informasi yang disistematisasikan.
Perlunya mengumpulkan informasi dan mensistematisasi data adalah untuk memberikan dasar
argumen yang kuat. Informasi bukan dasar untuk bergerak, tetapi ia dasar untuk memberikan
argumentasi bagi gerakan. Tanpa data, gerakan hanya akan terjebak asumsi dan mudah
dipatahkan oleh lawan bicara. Ini perlu diperhatikan oleh seorang analis Kastrat.
Informasi tak bisa hanya diambil begitu saja (taken for granted), melainkan ia juga perlu dikritisi.
Oleh sebab itu, penting bagi seorang analis untuk memilah informasi dan data yang ada, mana
yang fakta dan mana yang opini. Seorang analis Kastrat perlu lebih jeli dalam melihat hal ini.
Fakta adalah informasi yang kebenarannya telah terbukti adanya. Ia bisa berupa informasi angka
atau kalimat yang menyatakan kebenaran. Sementara itu, opini adalah sesuatu yang berasal
dari pikiran seseorang dalam membaca sebuah informasi. Asumsi adalah sesuatu yang masih
berada dalam dugaan pembuatnya. Dalam pemberitaan, opini dan asumsi seringkali masuk

dalam informasi yang diterima. oleh sebab itu, penting untuk dipilah terlebih dulu informasi yang
ada tersebut.
Bagaimana cara membedakan opini dan asumsi dengan fakta? Kita lihat nilai kebenarannya.
Jika ia sudah terbukti benar, tanpa ada syak wasangka, maka ia adalah fakta. Fakta
dibahasakan secara tegas dan bisa dibuktikan kebenarannya. Jika ada data yang nilai
kebenarannya tidak jelas, analis bisa pisahkan datanya. Ia perlu dibuktikan terlebih dulu hingga
benar. Sementara opini berasal dari praduga seseorang. Ia berbeda dengan fakta dalam
penyampaiannya. Opini dibahasakan dengan ambigu dan menggunakan kata-kata sifat.
Mari kita urai salah satu pemberitaan berikut:
"Dalam UU PT, kata Nuh, pemerintah membuat beberapa aturan yang wajib dipenuhi untuk
perguruan tinggi asing yang ingin masuk ke Indonesia. Hal paling utama diperhatikan khususnya
adalah status akreditasinya. Pasalnya, hanya perguruan tinggi asing dengan mutu baik diizinkan
masuk ke Indonesia." (Kompas, 12/7/12)
Pada pemberitaan itu, apa fakta dan opininya? Fakta yang bisa diidentifikasikan: (1) M Nuh
memberikan pernyataan tentang UU Pendidikan Tinggi; dan (2) Di UU Pendidikan Tinggi, ada
aturan tentang Perguruan Tinggi asing. Dua hal ini jadi fakta karena terbukti kebenaranya.
Sementara opininya antara lain: (1) Status akreditasi diperhatikan dalam UU Pendidikan Tinggi;
(2) Hanya perguruan tinggi dengan mutu baik diizinkan masuk ke Indonesia. Dua hal itu masuk
sebagai opini karena ambiguitas, dimana statement pertama menyiratkan kata 'diperhatikan'
yang sangat subjektif, serta kaliman kedua menyatakan 'baik' yang adalah kata sifat.
Contoh-contoh serupa dapat kita lihat di berbagai pemberitaan lain. Pada intinya, berita dan
informasi harus dipilah, dipisahkan opini dan faktanya, agar benar-benar bisa jadi pertimbangan.
Opini yang ada dalam pemberitaan perlu dipisahkan dulu agar tidak mengganggu frame berpikir
analis. Dengan pemilahan, analis bisa memberikan analisis secara lebih matang.
(2) Menentukan Perspektif
Kumpulan data saja tidak bisa menjadi dasar argumen. Ia harus diinterpretasikan (ditafsirkan)
agar akar masalah yang ada pada data tersebut muncul. Oleh sebab itu, ia harus dilihat dari cara
pandang tertentu. Inilah yang di bagian sebelumnya kita sebut sebagai perspektif. Cara pandang
ini akan menentukan posisi analis, ia akan melihat data seperti apa dan dari posisi mana.
Bagaimaa kita menentukan perspektif? Di sini, seorang analis mesti mengetahui dan memahami
tradisi berpikir apa saja yang bisa dijadikan pijakan. Perspektif bisa dipelajari dan dibaca dalam
beberapa literatur.. Secara garis besar, pendekatan analisis dapat dibagi ke dalam dua bentuk
pendekatan: struktural dan agensi. Pendekatan struktural melihat persoalan pada kesatuan
'struktur' yang membentuk masyarakat, sehingga persoalan-persoalan yang ada akan dilihat
pada jalinan-jalinan pada kesatuan struktur tertentu. Biasanya, pendekatan struktural banyak
dipakai oleh kaum Marxis, Post-Marxis, realis, dan sejenisnya. Sementara itu, pendekatan
agensi biasanya melihat persoalan pada kemampuan agen/aktor tertentu dalam sebuah
persoalan, sehingga persoalan yang ada akan dilihat pada aktor siapa yang bermain di sana.
Pendekatan liberal dan neoliberal biasanya menggunakan tipe pendekatan ini.

Menentukan perspektif harus dilakukan dengan melihat relevansi perspektif itu terhadap
kasusnya. Biasanya, hampir semua perspektif bisa digunakan untuk menganalisis isu, tetapi ada
juga perspektif yang tidak begitu pas untuk membaca kasus tersebut. Penting untuk dilihat,
seorang analis tidak boleh berpretensi untuk menunggalkan satu perspektif sebagai satusatunya perspektif yang benar. Semua analisis akan mengarah pada bentuk kebenaran dengan
wajah yang berbeda. Persoalannya, tinggal konsistensi seorang analis untuk menggunakan
perspektif itu.
Sebagai contoh, untuk membaca informasi tentang Lumpur Lapindo, seorang analis perlu
memakai pendekatan tertentu: apakah ia akan melihat lumpur itu sebagai kegagalan negara
dalam menyelesaikan masalah internalnya (yang berarti pendekatannya adalahrealist) ataukah
justru ia akan melihat lumpur itu sebagai problem kapitalisme (yang berarti pendekatannya
adalah Marxis). Pendekatan nantinya akan menentukan metode apa yang akan diambil untuk
menganalisis kasus tersebut.
Mungkinkah perspektif yang digunakan bersifat kombinasi? Sangat mungkin. Tetapi, perlu
dicatat, kombinasi itu harus dilakukan secara selektif dan konsekuen. Ini mungkin memerlukan
kejelian dan keahlian yang lebih khusus dari seorang analis. Yang jelas, konsistensi dan
relevansi menjadi hal yang sangat penting bagi penentuan perspektif yang digunakan.
(3) Membedah Data
Setelah menentukan perspektif, seorang analis kemudian akan membedah data yang sudah ada
dengan menggunakan teori-teori yang berasal dari perspektif yang dipilih. Proses ini adalah yang
paling penting dalam keseluruhan proses analisis. Dengan membedah data, analis akan
'menafsirkan' data yang sudah dikumpulkan untuk kemudian disimpulkan menjadi sebuah sikap
gerakan.
Dalam pemilihan teori, perlu memperhatikan (1) konsistensi sudut pandang/pendekatan yang
dipakai dan (2) relevansi dengan data yang ada. Teori harus berada dalam satu sudut pandang
yang konsisten. Jika sudut pandang yang digunakan itu bersifat kombinasi, maka teori juga bisa
mengambil kombinasi pada sudut pandang tersebut. Konsistensi diperlukan agar penjelasan
yang dihasilkan dari analisis bersifat logis dan masuk akal, juga bisa dipertanggungjawabkan.
Selain konsistensi, relevansi juga penting, agar teori yang digunakan benar-benar bisa
menjabarkan data dan informasi yang ada dalam sebuah kerangka penafsiran yang utuh.
Bagaimana kita menggunakan teori untuk menafsirkan data? Semisal, kita mendapatkan
beberapa data berikut:
1. UU Pendidikan Tinggi hak mengelola dana, mengangkat dosen sendiri, atau mendirikan
badan usaha dan mengelola dana abadi;
2. UU Pendidikan Tinggi memberikan dasar otonomi kampus;
3. UU Pendidikan Tinggi memfasilitasi pendirian badan usaha ataupun kerjasama industri dari
kampus.
Jika kita menggunakan perspektif Marxis sebagai pendekatan utama untuk membedah data
tersebut, kita akan memperoleh beberapa analisis berikut: Pertama, kampus diposisikan sebagai

entitas yang bersifat otonom dalam hal keuangan. Otonomi kampus ini menyebabkan subsidi
negara ke kampus dikurangi. Secara teoretis, jika melihat kerangka framework bank dunia
(1994), pencabutan subsidi negara menyebabkan pasar bisa ekspansi sampai ke dalam
kamps. Kedua, Kampus menjadi instrumen untuk melakukan 'akumulasi kapital' dengan
pendirian badan usaha dan otonomi yang memungkinkan kampus bisa menjadi
komersial. Ketiga, mengadcu pada dua analisis di atas, politik pendidikan tinggi Indonesia
diarahkan pada semangat untuk meneguhkan hegemoni pasar dan menjadi bagian dari
akumulasi kapital, menjadikan pendidikan sebagai komoditas.
Contoh teori itu adalah pada perspektif Marxis. Jika organisasi pergerakan punya perspektif yang
lain, bisa digunakan. Untuk menggunakan teori secara tepat, seorang analis Kastrat harus
membaca literatur yang terkait dengan perspektif tersebut. Bacalah dari sumber utama dan
kontekstualisasikan dengan kasus yang akan dibedah. Terpenting, perspektif itu digunakan
secara konsekuen dan memang benar-benar bisa dijadikan alat untuk membedah data secara
komprehensif. Hal ini akan memerlukan kejelian dan keterampilan pegiat Kastrat.
(4) Generalisasi dan Kesimpulan
Setelah dibedah, teori akan digeneralisasi dan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini mesti
dilakukan dengan prosedur penarikan yang logis. Oleh sebab itu, pentin bagi seorang analis
Kastrat untuk membekali diri dengan ilmu logika sederhana. Penarikan kesimpulan yang logis
adalah ditarik dari pembedahan data yang sudah ada. Jangan sampai, ada inkonsistensi antara
analisis yang sudah dilakukan dengan kesimpulan yang ditarik.
Sebagai contoh, kita bisa menarik kesimpulan dari analisis yang sudah dibedah sebelumnya:
tentang UU Pendidikan Tinggi. Jika menggunakan perspektif Marxis, maka kesimpulannya
adalah UU Pendidikan Tinggi adalah bagian tak terpisahkan dari sistem sosial kapitalisme. Ia
akan punya konsekuensi berupa komersialisasi dan liberalisasi penddikan yang merupakan
turunan dari kapitalisme tersebut. Penarikan kesimpulan ini sifatnya sederhana: lihatlah analisis
yang sudah dibedah sebelumnya dan lihat konsekuensi apa saja yang muncul dari analisis itu.
Kesimpulan akan menuntun kita pada sikap gerakan yang akan diambil dari analisis tersebut.
Bagaimana Menentukan Sikap Gerakan?
Setelah kesimpulan dari analisis ditarik, tibalah giliran seorang analis Kastrat untuk menentukan
sikap gerakannya. Sikap ini adalah 'garis finish' dari analisis isu yang dibuat oleh Kastrat.
Berbeda dengan proses sebelumnya yang bisa mengambil jalan memutar, sikap harus tegas.
Katakanlah A adalah A dan B adalah B. Tetapi, tentu saja, dengan mempertimbangkan hasil
analisis sebelumnya.
Secara garis besar, ada tiga sikap yang bisa diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa
terkait dengan isu yang dibahas.
(1) Menerima. Jika hasil analisis sesuai dengan kebijakan, maka keputusan untuk 'menerima'
tak perlu malu untuk diambil. Katakanlah dengan tegas, menerima. Akan tetapi, jangan
menerima secara utuh. Berikanlah catatan kritis terkait dengan apa yang harus dilakukan jika
menerima. Jangan sampai, organisasi pergerakan hanya menerima tapi tak mengerti mengapa
ia menerima dan apa konsekunesinya.

(2) Menolak. Ini sikap mayoritas gerakan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah. Jika
ternyata analisis dan hasil kajian menyatakan tidak sependapat dengan kebijakan pemerintah,
maka tolaklah kebijakan itu. Tetapi, tentu saja, tidak menolak secara buta. Berikanlah
argumentasi penolakan dan langkah gerak apa yang akan dilakukan untuk mengawal penolakan
itu. Atau, bisa juga memberikan alternatif kebijakan yang perlu dilakukan. Pada intinya, jangan
beri cek kosong dan jangan pula menolak asal beda. Tolaklah secara kritis.
(3) Menunda Penyikapan. Sikap ini agak jarang diambil oleh mahasiswa, dan kadang bisa
tertukar dengan 'bingung menyatakan sikap'. Menunda penyikapan bukan berarti tidak bersikap.
Menunda berarti memutuskan untuk tidak menyikapi sebuah isu dan menunggu sampai ada
kejelasan. Hal semacam ini bisa terjadi karena informasi yang tidak tuntas, perdebatan yang
belum selesai di internal organisasi, atau bisa juga karena pokok persoalannya bukan di sana.
Dalam isu-isu yang punya potensi politis dan konflik tinggi, sikap ini bisa diambil, untuk
mematangkan kajian. Karena, bersikap dengan pertimbangan yang lemah hanya akan menyeret
gerakan mahasiswa ke dalam politik elit yang liar. Tetapi, tentu saja, bersiaplah dengan tekanantekanan politik yang akan muncul.
Dengan penyikapan, Kastrat akan menjadi lebih powerful. Gerakan akan lebih punya nyawa dan
akan lebih tegas dalam bersikap. Jadikanlah analisis sebagai senjata utama gerakan. Jadi, tidak
ada istilah 'bingung dalam bersikap', bukan? Bergeraklah atas dasar pengetahuan,
kawan! [bersambung]

Bagian 3: Merancang Gerakan


Proses yang perlu dilakukan oleh mahasiswa sebelum ambil turun ke jalan adalah merancang
strategi gerakan apa yang perlu dilakukan untuk mengawal sebuah isu. Gerakan mahasiswa
bukanlah gerakan anomie yang tiba-tiba turun dan tiba-tiba pula senyap. Ada proses
perencanaan strategi gerakan yang perlu dilakukan. Banyak gerakan -termasuk saya sendiri
dulu- abai dalam hal ini dan terjebak pada pengorganisasian-pengorganisasian yang lebih
bersifat teknis.
Kastrat memiliki peran yang sangat besar untuk melakukan perencanaan strategis gerakan
tersebut. Di bagian sebelumnya, kita telah membahas secara detail bagaimana Kastrat
melakukan analisis dan penyikapan sebuah isu. Setelah menganalisis dan menyikapi isu, tugas
organisasi pergerakan adalah mengawal isu tersebut. Bagian ini memang bukan
hanya domain Kastrat, tetapi bisa juga berkolaborasi dengan Departemen lain. Tetapi, Kastrat
punya peran besar untuk merancang strategi dan taktik gerakan apa yang perlu dipakai untuk
mengawal isu tersebut.
Apa itu Strategi dan Taktik?
Menurut Dahlan Ranuwiharjo, Ketua Umum PB HMI dan pemimpin mahasiswa Indonesia di
tahun 1950an, strategi adalah menggunakan peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu
tertentu guna mencapai rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaimana menentukan
sikap atau menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat
tertentu.
Dalam konteks pergerakan mahasiswa, strategi dapat dipandang sebagai sebuah cara umum
untuk memperjuangkan kepentingan mahasiswa secara jangka-panjang. Sementara itu, taktik
adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk melaksanakan strategi tersebut guna mencapai
tujuan utama yang dicita-citakan. Taktik mengacu pada strategi yang dirumuskan. Seluruh
aktivitas organisasi secara eksternal bergantung pada bagaimana strategi itu dijalankan.
Posisi Kastrat penting untuk merancang dan merumuskan strategi tersebut. Kastrat memang
tidak bertanggung jawab langsung pada pelaksanaan strategi dan taktik itu di lapangan. Tetapi
sebagai think tank, Kastrat punya tanggung jawab yang sangat signifikan untuk memastikan
strategi dan taktik berjalan demi terpenuhinya tujuan perjuangan.
Mengapa Strategi dan Taktik Penting?
Mengapa Kastrat perlu merumuskan strategi dan taktik perjuangan organisasi? Aktivitas
pergerakan mahasiswa bukanlah aktivitas pencitraan. Sehingga, seakan-akan demonstrasi
hanya untuk memenuhi 'hasrat' turun ke jalan mahasiswa tanpa perencanaan strategis yang
matang. Sikap seperti ini perlu diluruskan oleh gerakan mahasiswa. Jika organisasi mahasiswa
telah mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi pergerakan, aktivitas yang mereka lakukan
perlu dirancang secara terorganisir dengan karakter intelektual yang menonjol.
Adalah Vladimir Lenin yang mengingatkan kita pada pentingnya sebuah gerakan yang
terorganisir, tidak sekadar turun ke jalan. Tahun 1905, Lenin menulis risalahnya yang hingga kini
menjadi acuan bagi gerakan-gerakan kiri: 'What is To Be Done?"Lenin memulai dengan sebuah

argumenn: pengorganisasian gerakan akan sangat bergantung pada kesadaran massa. Menurut
Lenin, gerakan massa bukanlah gerakan yang asal hadir dan asal melakukan kegiatan tanpa
tahu apa yang harus ia lakukan dan apa yang (tidak) harus dilakukan. Ia kemudian menawarkan
sebuah tesisnya yang cukup terkenal: 'Tanpa teori revolusioner, takkan ada praktik revolusioner'.
Teori dan praktik memiliki kesalingterkaitan satu sama lain bagi sebuah gerakan massa.
Gerakan mesti punya 'teori' yang cukup kuat untuk melakukan perlawanan, yang mana 'teori' itu
harus senantiasa dibenturkan dengan realitas, didialektikakan oleh para pegiatnya, dijadikan
acuan bagi strategi dan taktik gerakan, sehingga tujuan gerakan bisa tercapai. Ini pula yang
disebut oleh Ernest Mandel, seorang sosiolog Marxis Belgia, sebagai 'kesatuan teori dan praksis'
ketika berbicara tentang gerakan mahasiswa.
Dengan perlunya kesatuan teori dan praksis, maka gerakan mahasiswa perlu merumuskan
metode-metode praktisnya sesuai acuan teoretis yang sudah ada. Acuan teoretis bagi gerakan
mahasiswa adalah analisis yang diberikan oleh Kastrat. Acuan analisis yang diberikan oleh
Kastrat itu harus memiliki implikasi pada agenda perubahan yang diberikan oleh gerakan. Oleh
sebab itu, dari analisis, Kastrat perlu bergerak ke arah 'strategi' dan 'taktik' untuk kemudian dapat
diterjemahkan melalui bentuk-bentuk gerakan yang lebih konkret.
Fungsi Strategi dan Taktik
Secara umum, tugas strategi dan taktik adalah adalah menciptakan, memelihara, dan
menambah syarat-syarat yang akan membawa kepada tujuan. Strategi bertugas mengantarkan
gerakan sampai pada tujuan pergerakan yang telah ditetapkan. Strategi akan membantu
organisasi untuk mengorganisir semua kekuatan dan semua potensi sumber daya yang
dimilikinya, untuk dapat digunakan secara cerdas dalam menentukan dan
mengidentifikasikkan posisi gerakan, posisi lawan, cara untuk menghancurkan posisi lawan,
hingga agenda-agenda taktis apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan demikian Strategi dan Taktik memiliki beberapa fungsi penting:
(1) Mengidentifikasikan Kawan dan Lawan
Dalam bergerak, kawan dan lawan harus diidentifikasikan secara jelas. Posisi 'kawan' akan
memudahkan organisasi dalam membangun aliansi dan jejaring strategis yang bisa menjadi
mitra dalam pergerakan, sementara lawan akan memudahkan organisasi dalam menentukan
apa yang mesti dilawan oleh organisasi. Stratak akan mengidentifikasikan mereka secara lebih
jelas. Ini penting agar aksi-aksi mahasiswa tidak hanya memenuhi hasrat turun ke jalan, tetapi
juga dilandasi pemetaan posisi dan aktor yang jelas.
(2) Memberikan Acuan Waktu dan Cara Bertindak
Gerakan perlu memiliki timing dalam bergerak. Kapan organisasi harus bergerak dan kapan ia
harus berada dalam posisi diam. Dengan stratak, acuan waktu dapat didefinisikan dengan jelas.
Acuan waktu itu juga akan menentukan cara apa yang ditempuh oleh organisasi. Tugas Kastratlah untuk mendefinisikan hal-hal tersebut.
(3) Menentukan Target dan Capaian Gerakan

Gerakan perlu pula menentukan target apa yang akan dicapai oleh gerakan. Target didefinisikan
dengan jelas dan terang, tidak abstrak. Target akan ditentukan melalui strategi dan taktik
gerakan. Penentuan target yang tepat akan memberikan acuan apa saja yang harus dilakukan
gerakan, juga penghalang apa yang kira-kira ada dalam pergerakan tersebut. Ini juga menjadi
tugas Kastrat untuk mendefinisikannya.
(4) Memberikan Tolak Ukur Evaluasi Gerak
Karena gerakan punya target yang didefinisikan dengan jelas, maka acuan evaluasinya juga
harus jelas. Ini perlu agar secara rutin organisasi dapat mengevaluasi capaian pergerakannya
sehingga gerakan tidak berhenti di tengah jalan karena 'kehabisan bensin' tetapi juga perlu caracara yang dipikirkan di awal untuk mengantisipasi fenomena semacam ini.
Sebagai contoh, organisasi bertujuan untuk mencabut UU Pendidikan Tinggi. Maka, strategi
untuk mencabut UU tersebut perlu dirumuskan, beserta langkah-langkah taktis apa yang akan
dilakukan untuk mencabut UU itu. Organisasi perlu merumuskan cara apa yang akan ditempuh,
waktu apa saja yang digunakan untuk menghidupkan isu tersebut. Selain itu, targetan taktis dan
acuan evaluasinya juga perlu disiapkan, semisal pengajuandraft gugatan ke Mahkamah
Konstitusi. dan lain sebagainya.
Perlu dicatat, Strategi dan Taktik perlu dirumuskan secara fleksibel, memperhatikan keadaan
mental dan sumber daya gerakan. Jika sumber daya organisasi tidak memungkinkan, seperti
kondisi staf yang tidak prima atau kondisi eksternal yang kurang mendukung, organisasi tidak
perlu memaksakan isu. Berkonsentrasilah pada penguatan organisasi sembari menyiapkan
gerakan yang lebih besar.
Merancang Strategi
Bagaimana merancang strategi bagi gerakan? Ada banyak pilihan yang sebenarnya bisa diambil
atau dibuat oleh Kastrat secara kreatif. Sebab, strategi akan menyesuaikan medan yang
dihadapi oleh gerakan. Tetapi, secara garis besar, ada beberapa hal yang mungkin bermanfaat
sebagai panduan.
(1) Memetakan Kondisi Lapangan
Langkah pertama yang perlu dilakukan Kastrat adalah memetakan kondisi lapangan. Berarti,
kader-kader Kastrat mesti mengetahui semua informasi tentang isu yang dihadapi dan sudah
dianalisis secara mendetail. Informasi lapangan bisa didasarkan atas analisis dan data yang
dimiliki oleh riset. Pemetaan kondisi lapangan penting agar Kastrat tahu 'medan' seperti apa
yang akan dihadapi oleh gerakan.
Apa saja yang mesti dipetakan oleh Kastrat? Ada beberapa hal penting. Pertama, aktor. Semua
pihak yang terlibat dalam sebuah isu harus dipetakan dan dilihat perannya, sekecil
apapun. Kedua, lokasi. Kastrat harus tahu di wilayah apa isu itu beredar dan seberapa besar
dampaknya. Ketiga, situasi. Ini berarti Kastrat harus memetakan bagaimana situasi gerakan
yang ada di luar terkait penyikapan isu tersebut dan bagaimana dampaknya bagi organisasi.
Sebagai contoh, jika Kastrat ingin menyikapi UU Pendidikan Tinggi, maka Kastrat harus
memetakan beberapa hal berikut: Pertama, siapa saja yang terlibat? Kita mungkin akan

menemukan: Bank Dunia, Dirjen Dikti, Mahkamah Konstitusi, Universitas, DPR, BEM, Gerakan
mahasiswa ekstrakampus, dan lembaga masyarakat sipil. Kedua, ia berada di wilayah apa? Ia
bisa berada di wilayah nasional dan kampus, di mana di wilayah nasional ia beroperasi di area
hukum, dan di wilayah kampus area operasionalnya adalah pada tata kelola perguruan
tinggi. Ketiga, ia berada pada situasi politik yang seperti apa? UU Pendidikan Tinggi, jika kita
petakan, berada pada tarikan isu banjir jakarta, kenaikan harga BBM, kenaikan TDL, dan isu lain
yang lebih menarik perhatian mahasiswa karena bisa menghasilkan gerakan yang lebih massif.
Dengan pemetaan yang komprehensif, kita bisa mengetahui dan menempatkan posisi apa yang
ingin diambil oleh organisasi pergerakan mahasiswa dalam menyikapi isu tersebut. Ini perlu jadi
bahan perhatian Kastrat.
(2) Mengetahui Kekuatan Organisasi
Setelah memetakan kondisi lapangan, hendaknya dipetakan juga bagaimana kekuatan
organisasi atau kekuatan jaringan untuk menyikapi isu yang ada. Jangan bergerak tanpa
kekuatan. Ini penting karena kekuatan organisasi menjadi parameter gerakan apa yang akan
dibuat oleh organisasi.
Salah satu tugas stratak adalah untuk mempertahankan dan menambah kekuatan serta posisi
sendiri. Dalam salah satu hukum stratak, pihak yang kekuatannya kecil tidak boleh menyerang
yang punya kekuatan besar. Oleh sebab itu, perlu didefinisikan kekuatan organisasi untuk
memastikan kekuatan organisasi bisa memadai untuk melemahkan dan menghancurkan
kekuatan serta posisi lawan.
Bagaimana kita memetakan kekuatan organisasi? Yang bisa dilihat adalah sumber daya apa
saja yang dimiliki organisasi dan potensi sumber daya apa yang bisa diperoleh dengan
menggunakan sumber daya yang sudah ada. Sumber daya itu bisa sumber daya finansial
(karena gerakan perlu 'bensin' agar tidak mogok di tengah jalan), sumber daya manusia, atau
sumber daya jaringan yang bisa menutupi kedua sumber daya tersebut. Sumber daya ini akan
jadi 'mesin' yang menggerakkan gerakan dan roda organisasi ke depan.
Bagi Kastrat, penting untuk tidak terpaku pada sumber daya yang konvensional tersebut. Kastrat
bisa melipatgandakan sumber daya yang lain: pengetahuan dan informasi. Keahlian dalam
menganalisis dan mengumpulkan informasi akan menjadi sumber daya baru dan bisa juga
menjadi alat untuk merumuskan strategi gerakan. Sebab, pertarungan di era kapitalisme global
akan lebih banyak ditentukan oleh siapa yang menguasai informasi dan bagaimana informasi itu
digunakan untuk memukul posisi lawan. Maka dari itu, pengetahuan menjadi sangat penting.
Sebagai contoh, untuk mengawal kasus UU Pendidikan Tinggi, organisasi perlu memikirkan
sumber daya apa saja yang tersedia: seberapa banyak informasi dan data tentang UU ini
dikumpulkan, adakah ahli hukum yang bisa mempreteli UU ini, berapa dana yang tersedia, dan
potensi jaringan apa yang dimiliki untuk mengawal isu ini. Kekuatan ini bisa saja dilipatgandakan
jika ada potensi sumber daya lain yang bisa diambil. Jika kekuatan bisa dipetakan, kekuatan bisa
diakumulasi untuk menjadi basis kekuatan baru gerakan.

Dengan memetakan kekuatan, organisasi bisa 'mengukur diri' untuk selanjutnya memikirkan
daya ubah apa yang kira-kira bisa diambil oleh organisasi untuk mempengaruhi konstelasi sosial
politik yang ada. Di sinilah Kastrat memainkan peran yang sangat penting bagi gerakan
mahasiswa.
(3) Menempatkan Posisi
Setelah pemetaan kondisi dilakukan dan kondisi objektif politik sudah dapat didefinisikan, juga
kekuatan organisasi sudah diketahui, Kastrat perlu menempatkan posisi organisasi pada peta
tersebut. Penempatan posisi tersebut sangat erat kaitannya dengan sikap apa yang diambil oleh
organisasi. Sikap tersebut akan membelah peta: mana yang akan menjadi kawan -atau mitra
organisasi- dan mana yang akan menjadi lawan.
Pemetaan kawan dan lawan ini penting karena dalam peta percaturan politik nasional, organisasi
mahasiswa tidak bergerak sendiri. Ada banyak organisasi lain yang juga punya kecenderungan
sikap yang sama pada isu tersebut. Persoalannya, apakah organisasi tersebut tergabung dalam
aliansi besar? Jika belum ada, bisa direkomendasikan pembangunan aliansi taktis di mana
organisasi akan terlibat di sana. Atau, jika sudah ada, organisasi bisa bergabung, sesuai dengan
visi misi dan kepentingan.
Sebagai contoh, kita bisa lihat penempatan posisi ini dari isu yang dibahas. Jika Kastrat ingin
menyikapi UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa menempatkan posisi gerakan. Apa sikap yang
diambil oleh Kastrat? Jika sikapnya adalah menolak, maka Kastrat bisa membangun aliansi
dengan organisasi yang menolak, masyarakat sipil, atau lembaga bantuan hukum (sebagai mitra
untuk mengambil posisi di MK). Dan 'lawan'-nya juga bisa didefinisikan secara tegas: Bank
Dunia, Kementerian Pendidikan Tinggi, fraksi-fraksi di DPR, atau organisasi mahasiswa yang
sehaluan dengan mereka.
Sehingga, dengan posisi ini, organisasi bisa membangun gerakan. Tinggal bagaimana desain
besar gerakan yang akan dibangun setelah menempatkan posisi ini.
(4) Membuat Desain Gerakan
Setelah memetakan posisi dan kondisi lapangan, Kastrat perlu membuat desain gerakan yang
berkesinambungan. Oleh sebab itu, berbekal data lapangan dan posisi, aktivitas-aktivitas
gerakan perlu diset dalam jangka waktu tertentu yang memudahkan organisasi untuk bisa memblow-up isu secara konsisten. Di sini, tugas Kastrat penting untuk merumuskan secara garis
besar apa yang harus dilakukan oleh organisasi.
Desain gerakan pada dasarnya dibuat secara jangka panjang atau menengah. Desain gerakan
ini akan menjadi 'payung' dan dasar untuk merencanakan agenda yang lebih taktis. Dengan
demikian, desain ini perlu dirumuskan dalam jangka waktu tertentu dan targetan-targetan yang
bisa dicapai.
Semisal, dalam konteks pengawalan isu UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa merumuskan desain
gerakan selama beberapa bulan. Misalnya, dalam jangka waktu 2 bulan, organisasi punya target
untuk memasyarakatkan penolakan terhadap UU Pendidikan Tinggi di tingkatan daerah. Oleh
sebab itu organisasi bisa membuat beberapa format agenda, dari aksi-aksi kecil, diskusi publik,

konsolidasi, hingga aksi besar yang melibatkan semua jejaring dan aliansi gerakan yang sudah
ada.
Penting untuk diingat, fleksibilitas perlu jadi bahan perhatian. Artinya, desain gerakan ini
tidak saklek melainkan perlu juga memperhatikan beberapa alternatif. Jadi, selalu ada plan A,
plan B, plan C dan lain-lain dengan tingkat capaian yang tak jauh berbeda. Agar Kastrat tak
kecewa jika hasilnya tak sesuai rencana.
(5) Merencanakan Agenda Taktis
Setelah desain besar gerakan dibuat dengan target-target tertentu, barulah Kastrat
merencanakan agenda-agenda taktis. perencanaan agenda taktis ini dilakukan dengan
mempertimbangkan desain besar yang sudah ada dan sumber daya organisasi.
Merencanakan agenda taktis berarti membuat list tentang apa saja agenda yang bisa
diprogramkan terkait pengawalan isu tersebut. Hendaknya agenda-agenda tersebut
dilaksanakan secara konsisten, tanpa terdistraksi oleh isu-isu lain (kecuali yang memang samasama penting). Sehingga, dengan agenda taktis, gerakan bisa lebih konkret dan kreatif. Agenda
taktis juga akan berpengaruh terhadap 'suhu' gerakan di tingkat yang ingin dipengaruhi.
Agenda-agenda taktis sangat berbeda dengan program kerja rutin. Agenda taktis berarti
membuat agenda programatik yang berada di bawah satu desain besar untuk mem-blow-up isu
gerakan. Artinya, agenda taktis adalah implikasi dari penyikapan yang dilakukan. Sehingga,
targetnya bukan hanya terkait target kuantitatif (semisal, berapa peserta diskusi atau seberapa
banyak poster tersebar) tetapi juga bagaimana agenda tersebut mempengaruhi kondisi sosialpolitik yang ada.
Sebagai contoh, untuk mengawal isu UU Pendidikan Tinggi, Kastrat bisa merencanakan aksiaksi massa, baik dari satu organisasi ataupun yang bersifat aliansi. Dengan adanya aksi,
diharapkan media bisa meliput dan isu ini jadi perbincangan di media. Selain aksi, Kastrat juga
bisa menggelar diskusi untuk mewacanakan isu UU Pendidikan Tinggi ke publik. Bisa juga
melakukan kajian terbuka yang isinya mengkritisi UU Pendidikan Tinggi. Agenda taktis lain, bisa
juga dengan mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi sebagai langkah politik
mencabut UU tersebut.
Sehingga, dengan perencanaan yang matang, kita bisa mengukur seberapa besar pengaruh
gerakan yang kita rancang bagi mahasiswa, rakyat, dan negara. Inilah peran besar Kastrat.
Mewacanakan Gerakan
Selain berkutat di perencanaan Kastrat juga perlu ambil bagian di pewacanaan gerakan.
Pewacanaan gerakan ini penting sebagai ajang untuk menyampaikan sikap gerakan kepada
publik, juga untuk menambah wacana baru yang bisa dikaji untuk memperkaya gagasan yang
sudah ada. Apa saja hal yang bisa dikontribusikan oleh Kastrat sebagai bagian dari pewacanaan
gerakan?
(1) Diskusi Publik. Diskusi bisa dilakukan untuk menyampaikan sikap gerakan dan mengujinya
kepada publik. Dalam konteks gerakan, diskusi perlu menghadirkan perwakilan dari organisasi

dan penanggap. Diskusi perlu jadi semacam 'panggung' bagi gerakan untuk tampil, tanpa
melupakan proses dialog. Penanggap tidak harus 'tenar', yang penting ia bisa memberikan
respons secara proporsional bagi gerakan. Jangan sampai diskusi terjebak pada formalitas.
Jadikanlah ia sebagai panggung wacana bagi gerakan.
(2) Jejaring. Kastrat juga bisa menggunakan jejaring organisasi untuk mewacanakan gerakan.
Hal ini bisa dilakukan melalui temu tokoh atau kunjungan ke lembaga yang bersangkutan.
Tujuan kunjungan ini adalah menggali dan mempertajam perspektif yang kita gunakan untuk
menganalisis isu. Kita juga bisa membandingkan cara pandang mereka dan cara pandang
organisasi ketika melihat isu yang diangkat. Kunjungan juga berguna sebagai wahana
memperluas jaringan. Sebelum bertemu dengan tokoh atau berkunjung, siapkan materi dan list
pertanyaan.
(3) Media Propaganda. Media penting untuk menyampaikan gagasan secara tertulis dan
menyebarluaskannya ke kalangan yang lebih luas. Jika diskusi hanya bisa dilakukan kepada
hadirin, media bisa menjangkau mereka yang tidak datang diskusi atau mereka yang belum tahu
tentang isu yang diangkat. Oleh sebab itu,menjadi penting. Bentuknya bisa berupa selebaran,
pamflet, poster, komik atau buletin yang bisa dibaca. Gunakan bahasa propaganda. Dengan
adanya media sosial, propaganda juga bisa menggunakan media maya. Kemampuan desain
diperlukan di sini.
(4) Pernyataan Sikap. Kastrat juga bisa berperan ketika aksi dengna membuat kertas
pernyataan sikap. Pernyataan sikap berbeda dengan press release. Pernyataan sikap
memaparkan dengan gamblang sikap gerakan kita dan rasionalisasi yang melatarbelakangi
sikap itu. Ia dibacakan oleh Koordinator Aksi di akhir demonstrasi dan tidak untuk dibagikan ke
wartawan. Yang dibagikan adalabh press release yang ditulis oleh Tim Humas sesuai dengan
kaidah jurnalistik dan kehumasan.
Apa yang Dilakukan Sesudah Bergerak?
Terakhir, setelah bergerak, apa yang dilakukan? Evaluasi menjadi sesuatu yang penting. Setelah
menyusun agenda pergerakan dan menjalankannya, organisasi perlu rehat sejenak untuk
mengevaluasi pencapaian selama ini. Evaluasi perlu dilakukan dengan melihat pencapaian atas
strategi yang dijalankan, apakah berhasil atau tidak.
Secara garis besar, ada beberapa hal yang bisa jadi acuan:
a. Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
b. Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
c. Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bisa berhasil dengan syarat taktik yang
lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
d. Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka strategi
gagal.
Pada intinya, strategi dan taktik hanya instrumen dari pencapaian tujuan dan cita-cita gerakan.
Jangan jadikan alat sebagai tujuan. Dan jangan salah dalam merumuskan tujuan. Jadilah,
meminjam istilah Dahlan Ranuwiharjo, jadilah seorang 'pejuang paripurna' yang selesai dengan
iman dan ilmu sebelum amal....

Bagian 4: Menggerakkan Departemen


Bagi seorang mahasiswa yang aktif bergiat di Kastrat sejak awal, pasti akan merasakan
'tanggung jawab' untuk mengelola Kastrat pada saatnya tiba, baik sebagai Deputi atau justru
Kepala Departemen Kastrat. Untuk mengemban amanah sebagai Kepala Departemen, seorang
kader Kastrat tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi membaca, menulis, dan berdiskusi.
Ia juga harus mampu memimpin agar Departemen yang ia kemudikan tidak hilang arah. Maka
dari itu, menjadi penting untuk mempelajari bagaimana mengorganisasikan Kastrat secara lebih
profesional.
Pengorganisasian Kastrat memerlukan 'seni' yang perlu dipelajari. Ia tidak hanya mengemudikan
Departemen dengan menggelar event-event tertentu (sehingga kadang disalahpahami bahwa
Kastrat adalah EO), tetapi juga mesti mumpuni menggabungkan kompetensi yang dimiliki untuk
membangun gerakan serta mengkader intelektual gerakan di organisasinya. Hal semacam ini
yang sulit sekali dilakukan -termasuk oleh saya sendiri.
Tetapi, sebagai panduan, ada beberapa hal yang mungkin berguna untuk dipelajari bagi para
calon pemimpin Kastrat di masa depan.
Bagaimana Sebaiknya Memimpin Kastrat?

Membagi Tugas Departemen


Mengkaji Isu
(1) Diskusi Internal
(2) Kunjungan Tokoh/Lembaga
(3) Membuat Analisis
(4) Penyikapan Kebijakan
Menggelar Diskusi Publik
(1) Merencanakan Diskusi
(2) Membuat Terms of Reference
(3) Mempersiapkan Setting
(4) Notulensi dan Hasil Diskusi
Membuat Media Propaganda
(1) Merencanakan Konten Media
(2) Membuat Tulisan
(3) Menerbitkan Media

Membangun Jejaring
(1) Mengenal Tokoh
(2) Mendokumentasikan Kontak
(3) Membuat Lapis Jejaring

Kaderisasi Kastrat
(1) Upgrading/Pelatihan
(2) Penugasan-Penugasan
(3) Pengkaryaan
(4) Memberikan Pengalaman
Kastrat dan Departemen Lain
(1) Kastrat dan Riset
(2) Kastrat dan PSDM/Kaderisasi
(3) Kastrat dan Humas
(4) Kastrat dan Aksi/Advokasi
(5) Kastrat dan Sosmas
(6) Kastrat dan Media
Mengambil Keputusan Strategis
'Bekal' bagi Pejuang Kastrat

You might also like