You are on page 1of 37

Presentasi Kasus

Seorang Anak Laki-Laki 16 Bulan


dengan Kejang Demam Kompleks

Oleh :
Itqan Ghazali

G99142115/K7-2015

Hernowo Setyo

G99142116/K8-2015

Pembimbing:
Pudjiastuti , dr., Sp.A, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik


Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/RSUD DR
Moewardi Surakarta. Presentasi kasus dengan judul:

Seorang Anak Perempuan Usia 1 Tahun 3 Bulan


dengan Kejang Demam Kompleks

Hari/tanggal : September 2015

Oleh:
Itqan Ghazali

G99142115/K7-2015

Hernowo Setyo

G99142116/K8-2015

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

Pudjiastuti, dr., Sp.A, M.Kes

BAB I
STATUS PASIEN
2

A.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. DA

Tanggal lahir

: 28 Juli 2014 (16 bulan)

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah

BB

: 8,5 kg

TB

: 76 cm

Tanggal masuk

: 28 November 2015

Tanggal Pemeriksaan : 28 November 2015


No. RM
B.

: 01283482

ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien An.DA usia 16 bulan dibawa ke RSUD Dr. Moewardi
karena kejang. Satu jam sebelum masuk Rumah Sakit kejang terjadi 1x
dan kejang berlangsung tidak lebih dari 5 menit. Saat kejang disertai
dengan demam tinggi dan pasien tidak sadar. Pasien mengalami kejang
pada seluruh tubuh dengan kedua tangan dan kaki pasien kaku serta mata
melirik ke atas. Tidak keluar busa dari mulut dan tidak disertai lidah
tergigit. Kejang berhenti sendiri dan belum diberikan obat. Setelah
kejang pasien sadar dan menangis.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami
demam sumer-sumer dan sudah diperiksakan ke bidan setempat, telah
mendapatkan obat namun belum membaik.Menurut orangtua pasien
demam yang dialami pasien tidak disertai batuk maupun pilek. Tidak
didapatkan riawayat sakit telinga, keluar cairan dari telinga dan batuk
lama. Riwayat trauma atau terbentur disangkal. Pasien makan dan

minum seperti biasanya, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
mengalami demam tinggi. Telah diberikan obat penurun panas berupa
paracetamol sirup oleh ibu pasien sebanyak 2x tetapi tidak ada respon
dan tetap demam hingga muncul kejang.
Saat di IGD pasien dalam kondisi tidak kejang, tidak ada
penurunan kesadaran dan masih didapatkan demam. Pasien menangis
dengan kuat dan masih mau minum susu. BAK terakhir 2 jam sebelum
masuk rumah sakit sekitar setegah gelas, warna kuning jernih. BAB
terakhir konsistensi lunak berwarna kecoklatan. Tidak terdapat riwayat
kejang sebelumnya baik disertai demam ataupun tidak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan serupa

: disangkal

Riwayat kejang demam

: disangkal

Riwayat kejang tanpa demam

: disangkal

Riwayat diare

: disangkal

Riwayat infeksi THT

: (+) pilek

Riwayat mondok

: (+) penyakit pernafasan

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang demam pada keluarga

: (+) ayah dan nenek pasien

Riwayat epilepsi pada keluarga

: (-)

5. Riwayat Lingkungan Sekitar


Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, pasien tinggal satu
rumah dengan kedua orang tuanya dan kakek serta nenek pasien. Tidak
ditemukan riwayat penyakit infeksi pada keluarga ataupun orang
terdekat di lingkungan pasien.

6. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengaku memeriksakan kehamilannya secara rutin
setiap bulan di bidan. Ibu pasien tidak mengonsumsi jamu atau obat
selain yang diberikan oleh bidan. Riwayat trauma saat hamil (-), riwayat
pijat saat hamil (-), riwayat sakit saat hamil (-). Riwayat tekanan darah
tinggi selama kehamilan (-)
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan saat usia kehamilan 39
minggu, dengan berat lahir 2900 kg, panjang badan 48 cm, menangis
spontan (+), kebiruan (-).
8. Status Imunisasi
Jenis
0
I
II
III
Hepatitis B
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
BCG
1 bulan
DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Campak
9 bulan
Kesan : imunisasi dasar telah lengkap sesuai jadwal Depkes

IV

9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan :
BB lahir 2900 gr, PB lahir 48 cm. Umur sekarang 1 tahun 3 bulan, BB
8,5 kg, TB 76 cm.
Perkembangan :

Motorik kasar dalam batas normal

Motorik halus dalam batas normal

Bahasa dalam batas normal

Personal sosial dalam batas normal

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

10. Riwayat Nutrisi


Usia 0 6 bulan

: diberi ASI saja kurang lebih 8x perhari

Usia 6 9 bulan

: diberi ASI kurang lebih 8x perhari dan bubur susu


3 kali perhari

Usia 9 -12 bulan

: diberi makan nasi tim 3 kali perhari dan ASI


kurang lebih 8x perhari

Usia 12 sekarang : sejak sakit pasien menolak diberi makan nasi lauk
1

/3 porsi dewasa 3 kali perhari seperti biasanya,

pasien hanya minum ASI 120 cc x 8 perhari


ditambah susu formula 2 kali sehari.
11. Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak perempuan pertama dari pasangan Tn. A
dan Ny.B. Tn.A bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan
kurang lebih Rp. 1.200.000 Rp. 1.800.000 per bulan. Sedangkan ibu
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ayah Ibu pasien merupakan
suku jawa. Ayah, Ibu, dan pasien beragama Islam.
12. Pohon Keluarga
I

II

III
C.

An. D A (16bulan)

PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum
Sikap / keadaan umum

: tampak sakit sedang

Derajat kesadaran

: kompos mentis

Derajat gizi

: kesan baik

2. Tanda vital
BB

: 8,5 kg

TB

: 76 cm

SiO2

: 98%

Nadi

: 120 x/menit

Pernafasan : 30 x/menit
Suhu

: 40.0 C (per axilla)

3. Perhitungan Status Gizi


a) Secara klinis
Gizi kesan baik
b) Secara Antropometris
BB : 8,5 kg ,Umur : 16 bulan , TB : 76 cm
BB/U : 8,5/9.8 x 100% = 86%

(normoweight)

TB/U : 76/78 x 100% = 97,4 %

(normoheight)

BB/TB : 8,5/9,2 x 100% = 97,8 %

(gizi baik)

Status

gizi

gizi

secara

antropometri:

baik,

normoweight,

normoheight
4. Kepala
Mesosefal,

lingkar kepala (LK): 46 cm (-2 SD < LK < +2 SD)

(Nellhaus), ubun-ubun membonjol (+)


5. Mata
Bulu mata rontok (-), konjunctiva pucat (-/-), mata cekung (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2 mm/ 2mm), air mata
(+/+)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
7. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
8. Telinga
Sekret (-/-), tragus pain (-/-)

9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
10. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah

bening tidak

membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo :

Inspeksi

: pengembangan dinding dada kanan = kiri

Palpasi

: fremitus teraba sde

Perkusi

: sonor/sonor

Auskultasi

: suara dasar: vesikuler (+/+), suara


tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing
(-/-)

Cor :

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I II intensitas normal,


regular, bising (-)

12. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada

Auskultasi : bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit kembali cepat

13. Ekstremitas
Akral dingin

edema

ADP kuat
CRT < 2 detik
14. Status Neurologis
Fungsi Kesadaran : GCS E4V5M6

Meningeal Sign

Kaku kuduk

: (-)

Brudzinski I, II

: (-)

Kernig

: (-)

Nervus Cranialis

N. I, II

: sulit di evaluasi

N. III

: refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)

N.III, IV, VI: pergerakan bola mata dalam batas normal


N. V

: refleks kornea (+/+)

N. VII, XII : dalam batas normal


N VIII

: dalam batas normal

N. IX,X

: gag refleks (+/+)

Fungsi Motorik

: (555/555/555/555)

Refleks Fisiologis

R. Biceps : (+2/+2)
R. Triceps : (+2/+2)
R.Patella

: (+2/+2)

R. Achilles : (+2/+2)

D.

Refleks Patologis

R. Babinski

: (-/-)

R. Oppenheim

: (-/-)

R. Gordon

: (-/-)

R. Schaeffer

: (-/-)

R. Chaddock

: (-/-)

Fungsi Sensorik

: dalam batas normal

RESUME
Seorang anak perempuan usia 16 bulan, dibawa keluarganya ke IGD
RSDM dengan keluhan kejang. Kejang 1 jam SMRS terjadi 1x kejang
berlangsung <5 menit. Kejang bersifat tonik, kedua tangan dan kaki kaku,
mata pasien melirik ke atas, pasien tidak sadar saat kejang, disertai demam

(+). Tidak disertai keluar busa dan lidah tergigit. Setelah kejang sadar dan
menangis.
12 jam SMRS pasien demam tinggi, diberi obat penurun panas 2x
namun demam tidak turun dan pasien kejang. Pilek(-), batuk (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat jatuh/terbentur (-),
keluar cairan dari telinga (-). Saat di IGD, kejang (-), demam (+), pasien
menangis kuat, mual muntah (-), pasien masih mau minum ASI. Pasien
belum pernah mengalami kejang demam sebelumnya, riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya (-), riwayat diare (-). Riwayat penyakit keluarga: riwayat
kejang demam pada keluarga (-), riwayat epilepsi (-).
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan pasien compos mentis,
tampak sakit sedang, gizi kesan baik. BB: 8,5 kg, TB: 76 cm, nadi: 120
x/menit, kuat, pernafasan: 30x/menit, suhu: 40 C. Pemeriksaan fisik
ditemukan kepala UUB membonjol (+), hidung terdapat sekret (+), lain-lain
dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis GCS E4V5M6, pemeriksaan
motorik dan sensorik dalam batas normal, refleks fisiologis dalam batas
normal, refleks patologis (-), meningeal sign (-). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium darah dan Gambaran Darah Tepi terdapat peningkatan leukosit
(AL=13,2rb/ul) mengarah proses infeksi.
E.

DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis:

Kejang 1x berlangsung < 5 menit, kejang tonik seluruh tubuh, pasien


sadar di antara 2 kejang dan setelah kejang, demam (+).

Demam sejak kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit

2. Pemeriksaan Fisik:
-

Suhu: 40,0o C per axilla

Sekret hidung (-)

Kesadaran normal, status neurologis dalam batas normal, ubun-ubun


menonjol (-)

10

F.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks ec. dd meningitis, encephalitis
2. Tsk. ISK
3. Gizi baik

G.

H.

DIAGNOSIS KERJA

Kejang demam kompleks

Gizi baik, normoweight, normoheight (antropometri)

PENATALAKSANAAN
1. Rawat bangsal neurologi anak
2. O2 nasal 2 lpm
3. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
4. Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan bila kejang
5. Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
6. IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari

I.

PLAN
1. Cek darah lengkap, elektrolit, GDS, GDT (gambaran darah tepi).
2. Pemeriksaan urin dan feses rutin
3. Lumbal Pungsi

J.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
28/11/15
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
11,3
Hematokrit
33
Leukosit
13.2
Eritrosit
4,58
Trombosit
225
INDEX ERITROSIT
MCV
79,0

Satuan

Rujukan

g/dl
%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul

10,5 12,9
33 41
5.5 17,0
4,10 - 5.30
150 450

/um

80.0 - 96.0

11

MCH
26.8
MCHC
33,9
MPV
8,9
PDW
16
RDW
HITUNG JENIS
Eosinofil
0.40
Basofil
0.30
Neutrofil
71.00
Limfosit
22.80
Monosit
4,80
KIMIA KLINIK
Gula Darah
130
Sewaktu
Natrium
131
Darah
Kalsium Ion
1,31
Kalium
3,9
Darah
K.

Pg
g/dl
Fl
%
%

28.0 - 33.0
33.0 - 36.0
7,2-11,1
25-65
11.6 - 14.6

%
%
%
%
%

04
01
29 72
60 66
06

mg/dl

60 100

mmol/l

132 145

mmol/l
mmol/l

1,17-1,29
3.1 5.1

MONITORING
Keadaan umum, tanda vital, balance cairan dan diuresis tiap 8 jam.

L.

EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien.
2. Mengenai pengobatan dan kesembuhan pasien.
M.

PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad sanam

: bonam

Ad fungsionam : bonam
N. FOLLOW UP
Subjectiv

29 11 2015 (DPH 1) 06.00


Demam (+) 2 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB
(-), BAK (+), makan (+), minum (+), batuk (-), pilek (-) mimisan
12

e
Objective

(-)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos


mentis
Tanda vital
: HR: 146x/menit RR: 40x/menit T:
o
38,8 C, SiO2: 98%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis (-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi
: iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi
: pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
13

Triceps
(+2/+2)
Meningeal Sign : (-)
Assessment

Gordon
Oppenheim

(-/-)
(-/-)

1. Kejang Demam Kompleks ec dd meningitis, encephalitis


2. Tsk ISK
3. Gizi baik, normoweight, normoheight
1. O2 2 lpm
2. IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari
3. Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan bila
kejang
4. Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
5. Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
6. Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C

Terapi

Plan:
1. U/F rutin
2. LP
Monitoring :
1.
2.
3.

Subjectiv
e
Objective

KUVS/4 jam
SiO2/ 4 jam
BCD/8 jam

3011 2015 (DPH 2) 06.00


Demam (+) 3 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+), batuk (-), pilek (-)
mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 142x/menit RR: 40x/menit T:
o
36,5 C (demam 1x siang), SiO2: 100%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
14

Jantung
:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment
Terapi

1.
2.
3.

Kejang Demam Kompleks ec. Dd meningitis, encephalitis


Tsk ISK
Gizi baik, normoweight, normoheight

1.
2.

IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari


Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang
3.
Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
4.
Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
5.
Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C
Plan:
1. U/F rutin (ulang sampel)
2. LP
15

Monitoring :
KUVS/4 jam
SiO2/ 4 jam
BCD/8 jam

Hasil Lab
Urinalisa
(30/11/15
)

Subjectiv
e
Objective

Sekresi (Urin)
Makroskopis
1. Warna : kuning
2. Kejernihan : cloudy
Kimia Urin
1. Berat jenis : 1,015
2. PH : 7,0
3. Leukosit : (-)
4. Nitrit : (-)
5. Protein : (-)
6. Glukosa : Normal
7. Keton : (-)
8. Urobilinogen : (-)
9. Bilirubin : (-)
10. Eritrosit : (-)
Mikroskopis
Silinder
1. Leukosit 2/ LPB
Kesan :
dalam batas normal
112 2015 (DPH 3) 06.00
Demam (+) 4 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
BAB (+), BAK (+), makan (+) sedikit, minum (+), batuk (-), pilek
(-) kadang-kadang, mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 112x/menit RR: 42x/menit T:
o
37,2 C (demam 1x sore), SiO2: 98%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
16

membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi
: iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi
: pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment
Terapi

1.
2.

Kejang Demam Kompleks


Gizi baik, normoweight, normoheight

IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari


2.
Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang
3.
Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
4.
Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
5.
Inj. Ceftriaxon 400mg/12jam
6.
Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C

17

Plan:
1. U/F rutin (tunggu hasil)
Monitoring :
1. KUVS/4 jam
2. SiO2/ 4 jam
3. BCD/8 jam
Eritrosit
Hasil Lab
GDT (28
November
2015)

Subjectiv
e
Objective

: Normokrom, normosit, sel target, sel cerutu,


eritroblas (-)
Leukosit : Jumlah dalam batas normal, hipergranulasi
neutrophil, limfosit atipik, sel blas (-)
Trombosit : Jumlah dalam batas normal, makrotrombosit,
clumping (-), penyebaran merata
Kesimpulan: Gambaran darah tepi megarah proses infeksi
Saran
: CRP
2-12 2015 (DPH 4) 06.00
Demam (+) 5 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
BAB (-), BAK (+), makan (+), minum (+), batuk (-), pilek (+)
kadang-kadang, mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 140x/menit RR: 36x/menit T:
37,5o C (demam 1x malam hari), SiO2: 99%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
18

Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment

Kejang Demam Kompleks


2.
Gizi baik, normoweight, normoheight
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Terapi

IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari


Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang
Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C
Injeksi Ceftriaxon 400mg/12 jam

Plan:
Kultur darah
LP
Monitoring :
1.
KUVS/4 jam
2.
SiO2/ 4 jam
3.
BCD/8 jam

Subjectiv

3-12 2015 (DPH 5) 06.00


Demam (+) 6 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
19

e
Objective

BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+), batuk (-), pilek (-),
mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 124x/menit RR: 26x/menit T:
37,7o C (demam 1x siang hari), SiO2: 100%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
20

Patella
(+2/+2)
Achilles
(+2/+2)
Biceps
(+2/+2)
Triceps
(+2/+2)
Meningeal Sign : (-)
Assest-

Babinsky
Chadok
Oppenheim
Gordon
Oppenheim

(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)

Kejang Demam Kompleks


2.
Gizi baik, normoweight, normoheight

ment
IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari
2.
Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang
3.
Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
4.
Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
5.
Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C
6.
Injeksi Ceftriaxon 400mg/12jam
Terapi

Plan:
Kultur urin
Kultur darah (belum ada hasil)
LP
Monitoring :
KUVS/4 jam
2.
SiO2/ 4 jam
3.
BCD/8 jam
BAB II
ANALISIS KASUS

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi:
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung
21

singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a. Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar
Pada pasien ini anak perempuan usia 16 bulan dengan berat badan 8,5 kg,
dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali 1 jam SMRS yang
berdurasi kurang dari 5 menit. Saat kejang pasien tidak sadar dan demam tinggi
(+), namun setelah kejang pasien menangis. Pasien mengalami demam sejak 12
jam sebelumnya dan sudah diberi obat penurun panas sebanyak 2 kali namun
demam tidak turun dan pasien kejang. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata
mendelik ke atas. Pasien baru pertama kali ini mengalami kejang. Pada keluarga
tidak didapatkan riwayat kejang demam maupun epilepsi.
Pasien ini didiagnosis kejang demam karena pasien mengalami kejang
disertai demam tinggi dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar kejang
yang dialami pasien disertai demam tanpa riwayat gangguan neurologis dan
kejang berulang tanpa disertai demam. Demam terjadi 12 jam SMRS, tidak
terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 2 hari SMRS ibu
pasien menyatakan pasien tidak batuk maupun pilek. Kemungkinan pasien telah
terjangkit infeksi saluran napas, saluran kemih atau peradangan pada otak maupun
mening yang dapat disebabkan oleh infeksi yang memicu terjadinya demam

22

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis


banding tersebut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kepala mesosefal, UUB membonjol,
pemeriksaan mata refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 2 mm/2mm.
Pada hidung ditemukan adanya sekret. Tidak ditemukan sekret yang keluar dari
telinga. Pemeriksaan thoraks, cor, pulmo, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal. Status neurologis pasien GCS E4V5M6, pemeriksaan nervus cranialis
dalam batas normal, pemeriksaan motorik dan sensorik dalam batas normal.
Refleks fisiologis pasien dalam batas normal dan tidak ditemukan adanya refleks
patologis. Pemeriksaan refleks meningeal didapatkan hasil negatif. Dari
pemeriksaan fisik tersebut menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan
meningen sehingga diagnosis banding kejang karena infeksi SSP dapat
disingkirkan. Pada meningitis, terdapat kelainan pada otak yang dapat ditandai
dengan refleks patologis dan refleks meningeal yang positif, EEG abnormal,
kejang berulang, tekanan intrakranial yang meningkat, dan terdapat penurunan
kesadaran.
Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan Gambaran Darah Tepi pada
28 November 2015, didapatkan hasil kesan normal pada lab darah lengkap
maupun gambaran darah tepi. Untuk menemukan fokus infeksi atau faktor yang
menjadi penyebab demam dan kejang direncanakan untuk dilakukan Lumbal
pungsi untuk pemeriksaan LCS namun pemeriksaan ini belum dilakukan dan
pasien mengalami perbaikan klinis sehingga pemeriksaan dibatalkan.
Pada kasus kejang demam, indikasi untuk rawat inap adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Kejang demam kompleks


Hiperpireksia
Usia di bawah 6 tahun
Kejang demam pertama kali

Pasien ini dimondokkan di bangsal neurologi anak karena memenuhi indikasi


rawat inap yaitu pasien berusia 1 tahun 3 bulan, baru pertama kali mengalami
kejang demam, dan termasuk dalam kejang demam kompleks.

23

Setelah kejang diatasi, pengobatan disusul dengan terapi rumatan yang


dibagi menjadi profilaksis intermitten dan profilaksis jangka panjang. Saat di
IGD, pasien sudah tidak kejang namun masih demam. Sehingga, diberikan
profilaksis intermitten pada saat demam berupa Paracetamol 10 mg/kgBB/kali
diberikan 3 kali sehari. Selain itu diberikan pula diazepam 0,3 mg/kgBB ~ 2,5 mg
iv bolus pelan bila kejang. Profilaksis jangka panjang diberikan injeksi sibital 5
mg/kgBB/hari ~ 25 mg/12 jam. Pemberian profilaksis ini sesuai pertimbangan
bahwa pasien mengalami kejang berulang 2 kali dalam 24 jam. Pengobatan
diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.
Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan lumbal pungsi
untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pasien berusia 1
tahun 4 bulan (16 bulan), dimana pada usia 12-18 bulan lumbal pungsi sebagai
pemeriksaan penunjang dianjurkan. Pada bayi kurang dari 12 bulan, pemeriksaan
ini sangat dianjurkan. Sedangkan pada bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin
dilakukan.
Pemeriksaan urinalisa dilakukan pada pasien ini untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab
demam kedua tersering setelah infeksi saluran nafas akut pada anak kurang dari 2
tahun. Pada anak kurang dari 10 tahun, ISK ditemukan lebih banyak pada anak
perempuan dibanding laki-laki. Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering
tidak khas hingga asimtomatik. Pada

perawatan hari ke-3 hasil urinalisa

menunjukkan adanya leukosituria, hematuria dan bakteriuria. Hasil ini


menyokong adanya infeksi saluran kemih, tetapi perlu dilakukan kultur urin untuk
menegakkan diagnosis. Sebelum ada hasil kultur urin dan uji kepekaan, antibiotik
dapat diberikan secara empirik selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Oleh
karena itu, pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida
yaitu ampicillin 25mg/kgBB/6 jam. Pengobatan infeksi saluran kemih ini
diberikan untuk menghilangkan penyebab demam yang dapat memicu timbulnya
kejang yang berulang.

24

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
Definsi (1)(5)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih.
Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang
mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari
substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Insiden
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita
mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila

25

dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang
anak laki-laki.(1)
Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.(1)(9)
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.
Patofisiologi (2)(4)
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran

26

listrik dari sekitarnya


3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh
dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas
muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam
menjadi dua(8)
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

Berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit

Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial

27

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang


antara lain:

Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

Riwayat kejang demam dalam keluarga

Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal

Riwayat demam yang sering

Kejang pertama adalah kejang demam kompleks


Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak

disertai demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi


sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.
Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang
rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan
gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia
mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena
sinar lampu yang tajam.
Manifestasi Klinis (1)(2)(5)
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lainlain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung

28

selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

Anak hilang kesadaran

Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak

Sulit bernapas

Busa di mulut

Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan

Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

Diagnosis (4)(9)(10)
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.

Anamnesis
- Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- Sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)

29

Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap

atau naik turun)


Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai

demam atau epilepsi)


Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Trauma kepala
Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
-

berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya


-

kelainan struktur otak.


Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan

terjadinya perdarahan intraventikular.


Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang
dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan

penyuntikan obat anestesi pada ibu.


Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial

yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.


Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena

yang berkelok kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.


Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan

cairan subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.


Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis

dan bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.


Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya

demam (ISPA, OMA, GE)


Pemeriksaan refleks patologis

30

Pemeriksaan

tanda

rangsang

meningeal

(menyingkirkan

diagnosis

meningoensefalitis)
Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap penyebab demam
- Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
-

keseimbangan elektrolit atau gula darah.


Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal gangguan metabolisme
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS meningkat Ensefalitis akut

/ Ensefalopati.
Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan
-

dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.


EEG tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan

pada KDK
CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan
tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk
menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel

Diagnosa Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No

Kriteri Banding

Kejang

Epilepsi

Meningitis

31

1.

Demam

2.
Kelainan Otak
3.
Kejang berulang
4. Penurunan kesadaran
Ket (-): tidak ada

Demam
Pencetusnya

Tidak berkaitan

Ensefalitis
Salah satu

demam
(-)
(+)
(+)

dengan demam
(+)
(+)
(-)

gejalanya demam
(+)
(+)
(+)

Penatalaksanaan (3)(4)(10)
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :

Mengatasi kejang secepat mungkin

Pengobatan penunjang

Memberikan pengobatan rumat

Mencari dan mengobati penyebab

Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas

Pengobatan akut

1. Mengatasi kejang secepat mungkin


Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang,
kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan
dapat diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah
sakit adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB
atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg,
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan
dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :
Usia

Dosis IV (infus)

Dosis per rektal

< 1 tahun

(0.2mg/kg)
12 mg

(0.5mg/kg)
2.55 mg

32

15 tahun
3 mg
510 tahun
5 mg
> 10 years
510 mg
Jika kejang masih berlanjut :

7.5 mg
10 mg
1015 mg

-Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
-Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
-Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
-Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah
aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar
oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor
sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara
ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi,
manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres
es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa
mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses
penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat
juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
33

pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi
tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi
semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi
(hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.\
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang
mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis
tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5
mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6
mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang
tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan
cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan
adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau
ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak

34

dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg,
maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan
siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau
kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka
panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahanlahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk

35

pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu
untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif
perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya
gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
Prognosis (8)(9)
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6
bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang
demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan
mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya
didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang
fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.
Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental

36

Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
10. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html

37

You might also like