Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Itqan Ghazali
G99142115/K7-2015
Hernowo Setyo
G99142116/K8-2015
Pembimbing:
Pudjiastuti , dr., Sp.A, M.Kes
Oleh:
Itqan Ghazali
G99142115/K7-2015
Hernowo Setyo
G99142116/K8-2015
BAB I
STATUS PASIEN
2
A.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. DA
Tanggal lahir
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
BB
: 8,5 kg
TB
: 76 cm
Tanggal masuk
: 28 November 2015
: 01283482
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien An.DA usia 16 bulan dibawa ke RSUD Dr. Moewardi
karena kejang. Satu jam sebelum masuk Rumah Sakit kejang terjadi 1x
dan kejang berlangsung tidak lebih dari 5 menit. Saat kejang disertai
dengan demam tinggi dan pasien tidak sadar. Pasien mengalami kejang
pada seluruh tubuh dengan kedua tangan dan kaki pasien kaku serta mata
melirik ke atas. Tidak keluar busa dari mulut dan tidak disertai lidah
tergigit. Kejang berhenti sendiri dan belum diberikan obat. Setelah
kejang pasien sadar dan menangis.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami
demam sumer-sumer dan sudah diperiksakan ke bidan setempat, telah
mendapatkan obat namun belum membaik.Menurut orangtua pasien
demam yang dialami pasien tidak disertai batuk maupun pilek. Tidak
didapatkan riawayat sakit telinga, keluar cairan dari telinga dan batuk
lama. Riwayat trauma atau terbentur disangkal. Pasien makan dan
minum seperti biasanya, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada
keluhan.
Kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
mengalami demam tinggi. Telah diberikan obat penurun panas berupa
paracetamol sirup oleh ibu pasien sebanyak 2x tetapi tidak ada respon
dan tetap demam hingga muncul kejang.
Saat di IGD pasien dalam kondisi tidak kejang, tidak ada
penurunan kesadaran dan masih didapatkan demam. Pasien menangis
dengan kuat dan masih mau minum susu. BAK terakhir 2 jam sebelum
masuk rumah sakit sekitar setegah gelas, warna kuning jernih. BAB
terakhir konsistensi lunak berwarna kecoklatan. Tidak terdapat riwayat
kejang sebelumnya baik disertai demam ataupun tidak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat dengan keluhan serupa
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat diare
: disangkal
: (+) pilek
Riwayat mondok
: (-)
6. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengaku memeriksakan kehamilannya secara rutin
setiap bulan di bidan. Ibu pasien tidak mengonsumsi jamu atau obat
selain yang diberikan oleh bidan. Riwayat trauma saat hamil (-), riwayat
pijat saat hamil (-), riwayat sakit saat hamil (-). Riwayat tekanan darah
tinggi selama kehamilan (-)
7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan saat usia kehamilan 39
minggu, dengan berat lahir 2900 kg, panjang badan 48 cm, menangis
spontan (+), kebiruan (-).
8. Status Imunisasi
Jenis
0
I
II
III
Hepatitis B
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Polio
0 bulan
2 bulan
3 bulan
4 bulan
BCG
1 bulan
DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
Campak
9 bulan
Kesan : imunisasi dasar telah lengkap sesuai jadwal Depkes
IV
Usia 6 9 bulan
Usia 12 sekarang : sejak sakit pasien menolak diberi makan nasi lauk
1
II
III
C.
An. D A (16bulan)
PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum
Sikap / keadaan umum
Derajat kesadaran
: kompos mentis
Derajat gizi
: kesan baik
2. Tanda vital
BB
: 8,5 kg
TB
: 76 cm
SiO2
: 98%
Nadi
: 120 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu
(normoweight)
(normoheight)
(gizi baik)
Status
gizi
gizi
secara
antropometri:
baik,
normoweight,
normoheight
4. Kepala
Mesosefal,
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
10. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah
bening tidak
membesar
11. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
12. Abdomen
Inspeksi
: timpani
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit kembali cepat
13. Ekstremitas
Akral dingin
edema
ADP kuat
CRT < 2 detik
14. Status Neurologis
Fungsi Kesadaran : GCS E4V5M6
Meningeal Sign
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski I, II
: (-)
Kernig
: (-)
Nervus Cranialis
N. I, II
: sulit di evaluasi
N. III
N. IX,X
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Refleks Fisiologis
R. Biceps : (+2/+2)
R. Triceps : (+2/+2)
R.Patella
: (+2/+2)
R. Achilles : (+2/+2)
D.
Refleks Patologis
R. Babinski
: (-/-)
R. Oppenheim
: (-/-)
R. Gordon
: (-/-)
R. Schaeffer
: (-/-)
R. Chaddock
: (-/-)
Fungsi Sensorik
RESUME
Seorang anak perempuan usia 16 bulan, dibawa keluarganya ke IGD
RSDM dengan keluhan kejang. Kejang 1 jam SMRS terjadi 1x kejang
berlangsung <5 menit. Kejang bersifat tonik, kedua tangan dan kaki kaku,
mata pasien melirik ke atas, pasien tidak sadar saat kejang, disertai demam
(+). Tidak disertai keluar busa dan lidah tergigit. Setelah kejang sadar dan
menangis.
12 jam SMRS pasien demam tinggi, diberi obat penurun panas 2x
namun demam tidak turun dan pasien kejang. Pilek(-), batuk (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat jatuh/terbentur (-),
keluar cairan dari telinga (-). Saat di IGD, kejang (-), demam (+), pasien
menangis kuat, mual muntah (-), pasien masih mau minum ASI. Pasien
belum pernah mengalami kejang demam sebelumnya, riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya (-), riwayat diare (-). Riwayat penyakit keluarga: riwayat
kejang demam pada keluarga (-), riwayat epilepsi (-).
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan pasien compos mentis,
tampak sakit sedang, gizi kesan baik. BB: 8,5 kg, TB: 76 cm, nadi: 120
x/menit, kuat, pernafasan: 30x/menit, suhu: 40 C. Pemeriksaan fisik
ditemukan kepala UUB membonjol (+), hidung terdapat sekret (+), lain-lain
dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis GCS E4V5M6, pemeriksaan
motorik dan sensorik dalam batas normal, refleks fisiologis dalam batas
normal, refleks patologis (-), meningeal sign (-). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium darah dan Gambaran Darah Tepi terdapat peningkatan leukosit
(AL=13,2rb/ul) mengarah proses infeksi.
E.
DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis:
2. Pemeriksaan Fisik:
-
10
F.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks ec. dd meningitis, encephalitis
2. Tsk. ISK
3. Gizi baik
G.
H.
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
1. Rawat bangsal neurologi anak
2. O2 nasal 2 lpm
3. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
4. Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan bila kejang
5. Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
6. IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari
I.
PLAN
1. Cek darah lengkap, elektrolit, GDS, GDT (gambaran darah tepi).
2. Pemeriksaan urin dan feses rutin
3. Lumbal Pungsi
J.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
28/11/15
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin
11,3
Hematokrit
33
Leukosit
13.2
Eritrosit
4,58
Trombosit
225
INDEX ERITROSIT
MCV
79,0
Satuan
Rujukan
g/dl
%
ribu/ul
juta/ul
ribu/ul
10,5 12,9
33 41
5.5 17,0
4,10 - 5.30
150 450
/um
80.0 - 96.0
11
MCH
26.8
MCHC
33,9
MPV
8,9
PDW
16
RDW
HITUNG JENIS
Eosinofil
0.40
Basofil
0.30
Neutrofil
71.00
Limfosit
22.80
Monosit
4,80
KIMIA KLINIK
Gula Darah
130
Sewaktu
Natrium
131
Darah
Kalsium Ion
1,31
Kalium
3,9
Darah
K.
Pg
g/dl
Fl
%
%
28.0 - 33.0
33.0 - 36.0
7,2-11,1
25-65
11.6 - 14.6
%
%
%
%
%
04
01
29 72
60 66
06
mg/dl
60 100
mmol/l
132 145
mmol/l
mmol/l
1,17-1,29
3.1 5.1
MONITORING
Keadaan umum, tanda vital, balance cairan dan diuresis tiap 8 jam.
L.
EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien.
2. Mengenai pengobatan dan kesembuhan pasien.
M.
PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad sanam
: bonam
Ad fungsionam : bonam
N. FOLLOW UP
Subjectiv
e
Objective
(-)
Triceps
(+2/+2)
Meningeal Sign : (-)
Assessment
Gordon
Oppenheim
(-/-)
(-/-)
Terapi
Plan:
1. U/F rutin
2. LP
Monitoring :
1.
2.
3.
Subjectiv
e
Objective
KUVS/4 jam
SiO2/ 4 jam
BCD/8 jam
Jantung
:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment
Terapi
1.
2.
3.
1.
2.
Monitoring :
KUVS/4 jam
SiO2/ 4 jam
BCD/8 jam
Hasil Lab
Urinalisa
(30/11/15
)
Subjectiv
e
Objective
Sekresi (Urin)
Makroskopis
1. Warna : kuning
2. Kejernihan : cloudy
Kimia Urin
1. Berat jenis : 1,015
2. PH : 7,0
3. Leukosit : (-)
4. Nitrit : (-)
5. Protein : (-)
6. Glukosa : Normal
7. Keton : (-)
8. Urobilinogen : (-)
9. Bilirubin : (-)
10. Eritrosit : (-)
Mikroskopis
Silinder
1. Leukosit 2/ LPB
Kesan :
dalam batas normal
112 2015 (DPH 3) 06.00
Demam (+) 4 hari, kejang (-), sesak (-), mual (-), muntah (-),
BAB (+), BAK (+), makan (+) sedikit, minum (+), batuk (-), pilek
(-) kadang-kadang, mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 112x/menit RR: 42x/menit T:
o
37,2 C (demam 1x sore), SiO2: 98%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
16
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi
: iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi
: batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi
: bunyi jantung I-II intensitas normal,
reguler, bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi
: pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
: suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi
: dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi
: bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment
Terapi
1.
2.
17
Plan:
1. U/F rutin (tunggu hasil)
Monitoring :
1. KUVS/4 jam
2. SiO2/ 4 jam
3. BCD/8 jam
Eritrosit
Hasil Lab
GDT (28
November
2015)
Subjectiv
e
Objective
Palpasi
: fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi
: timpani (+)
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Patella
(+2/+2)
Babinsky
(-/-)
Achilles
(+2/+2)
Chadok
(-/-)
Biceps
(+2/+2)
Oppenheim
(-/-)
Triceps
(+2/+2)
Gordon
(-/-)
Meningeal Sign : (-)
Oppenheim
(-/-)
Assestment
Terapi
Plan:
Kultur darah
LP
Monitoring :
1.
KUVS/4 jam
2.
SiO2/ 4 jam
3.
BCD/8 jam
Subjectiv
e
Objective
BAB (+), BAK (+), makan (+), minum (+), batuk (-), pilek (-),
mimisan (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos
mentis
Tanda vital
: HR: 124x/menit RR: 26x/menit T:
37,7o C (demam 1x siang hari), SiO2: 100%
Kepala : mesocephal
Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik(-/-), RC (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
Hidung
: napas cuping hidung (-/-), sekret
(-/-), epistaksis
(-/-)
Telinga: sekret (-/-)
Mulut
: mukosa basah (+), sianosis (-),
Tenggorok
: mukosa faring hiperemis (-), tonsil
T1-T1 hiperemis (-)
Leher
: kelenjar getah bening tidak
membesar
Thoraks
: simetris, retraksi (-)
Jantung
:
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
Pulmo
:
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+)
Palpasi : supel (+), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas :
Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Capillary refill time < 2 detik
Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Status Neurologis :
Fungsi kesadaran
: GCS E4V5M6
Fungsi Motorik
: (555/555/555/555)
Fungsi Sensorik
: dalam batas normal
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
20
Patella
(+2/+2)
Achilles
(+2/+2)
Biceps
(+2/+2)
Triceps
(+2/+2)
Meningeal Sign : (-)
Assest-
Babinsky
Chadok
Oppenheim
Gordon
Oppenheim
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
(-/-)
ment
IVFD D NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari
2.
Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang
3.
Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
4.
Injeksi Sibital (5 mg/kgBB/hari) ~ 25 mg/12 jam
5.
Diazepam 2,5mg/8 jam p.o jika suhu >38,5C
6.
Injeksi Ceftriaxon 400mg/12jam
Terapi
Plan:
Kultur urin
Kultur darah (belum ada hasil)
LP
Monitoring :
KUVS/4 jam
2.
SiO2/ 4 jam
3.
BCD/8 jam
BAB II
ANALISIS KASUS
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi:
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung
21
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a. Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan
kejang anak tidak sadar.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar
Pada pasien ini anak perempuan usia 16 bulan dengan berat badan 8,5 kg,
dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali 1 jam SMRS yang
berdurasi kurang dari 5 menit. Saat kejang pasien tidak sadar dan demam tinggi
(+), namun setelah kejang pasien menangis. Pasien mengalami demam sejak 12
jam sebelumnya dan sudah diberi obat penurun panas sebanyak 2 kali namun
demam tidak turun dan pasien kejang. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata
mendelik ke atas. Pasien baru pertama kali ini mengalami kejang. Pada keluarga
tidak didapatkan riwayat kejang demam maupun epilepsi.
Pasien ini didiagnosis kejang demam karena pasien mengalami kejang
disertai demam tinggi dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar kejang
yang dialami pasien disertai demam tanpa riwayat gangguan neurologis dan
kejang berulang tanpa disertai demam. Demam terjadi 12 jam SMRS, tidak
terlalu tinggi, tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 2 hari SMRS ibu
pasien menyatakan pasien tidak batuk maupun pilek. Kemungkinan pasien telah
terjangkit infeksi saluran napas, saluran kemih atau peradangan pada otak maupun
mening yang dapat disebabkan oleh infeksi yang memicu terjadinya demam
22
23
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
Definsi (1)(5)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih.
Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang
mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari
substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun.
Insiden
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita
mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila
25
dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang
anak laki-laki.(1)
Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.(1)(9)
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas
terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak
segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi
saluran kemih. Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga
dapat menyebabkan kejang demam.
Patofisiologi (2)(4)
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na +) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
26
Berlangsung singkat
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
27
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang
Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
28
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
Sulit bernapas
Busa di mulut
Diagnosis (4)(9)(10)
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
Anamnesis
- Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- Sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
29
30
Pemeriksaan
tanda
rangsang
meningeal
(menyingkirkan
diagnosis
meningoensefalitis)
Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap penyebab demam
- Elektrolit, glukosa darah diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
-
/ Ensefalopati.
Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan
-
pada KDK
CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan
tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk
menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel
Diagnosa Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No
Kriteri Banding
Kejang
Epilepsi
Meningitis
31
1.
Demam
2.
Kelainan Otak
3.
Kejang berulang
4. Penurunan kesadaran
Ket (-): tidak ada
Demam
Pencetusnya
Tidak berkaitan
Ensefalitis
Salah satu
demam
(-)
(+)
(+)
dengan demam
(+)
(+)
(-)
gejalanya demam
(+)
(+)
(+)
Penatalaksanaan (3)(4)(10)
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
Pengobatan penunjang
Pengobatan akut
Dosis IV (infus)
< 1 tahun
(0.2mg/kg)
12 mg
(0.5mg/kg)
2.55 mg
32
15 tahun
3 mg
510 tahun
5 mg
> 10 years
510 mg
Jika kejang masih berlanjut :
7.5 mg
10 mg
1015 mg
-Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
-Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
-Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
-Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah
aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar
oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan
pemberian oksigen. Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor
sekiranya terdapat kelainan metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti
kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara
ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi,
manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres
es dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa
mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses
penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat
juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
33
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi
tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi
semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi
(hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.\
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah
diazepam yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang
mudah, sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat
dilakukan oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis
tergantung dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5
mg dan berat badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6
mg/KgBB. Kemasan terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang
tidak berhenti dengan dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit
dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam
sampai keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan
cara mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih
lanjut. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan
adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau
ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak
34
dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg,
maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang
demam sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan
siklus tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau
kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka
panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahanlahan dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks
biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi
tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk
35
pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu
untuk menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis.
Apabila menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif
perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya
gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
Prognosis (8)(9)
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6
bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang
demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan
mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya
didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang
fokal. Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.
Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental
36
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
10. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html
37