Professional Documents
Culture Documents
RETINOBLASTOMA
Disusun Oleh:
Fila Apriliawati
Itqan Ghazali
Hernowo Setyo U
Mira Rizki Ramadhan
Gabriella Diandra N
G99142114
G99142115
G99142116
G99142117
G99142118
Pembimbing:
dr. Sulistyani K, M.Sc., Sp. Rad
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Retinoblastoma adalah tumor intraokuler maligna primer masa anak yang
paling sering . Retinoblastoma terjadi pada kira-kira 1 dalam 18.000 bayi. Sekitar
250-300 kasus
blastoma terdapat pola transmisi herediter dan non-herediter (Chang et al, 2006).
Tumor dapat terjadi bilateral pada 25-35 % kasus. Umur rata-rata saat
diagnosis untuk tumor bilateral adalah 12 bulan. Sedangkan untuk kasus tumor
yang terjadi unilateral rata-rata terdiagnosis saat usia 21 bulan. Retinoblastoma
disebabkan oleh mutasi gen RB1 yang terletak pada lengan panjang kromosom 13
pada lokus 14 (13q14) yang mengkode protein pRB (Isidro et al. 2013) Gen
retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau antionkogen. Retinoblastoma terdiri atas dua tipe, yaitu retinoblastoma yan
terjadi karena mutasi genetik gen RB1 dan retinoblastoma sporadik.
Manifestasi klinik retinoblastoma bervariasi tergantung pada stadium saat
tumor
terdeteksi.
Tanda
permulaan
pada
kebanyakan
penderita
adalah
mengurangi resiko
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI, FISIOLOGI, DAN HISTOLOGI
1. Anatomi Retina
Retina memiliki sekitar 65 juta sel fotoreseptor pada setiap mata,
yang terdiri dari 3.2 juta sel kerucut dan 60 juta sel batang. Terdapat 5
regio : makula, parafovea, perifovea, fovea, dan foveola. Densitas
fotoreseptor semakin berkurang dari fovea menuju perifer. Macula lutea
(bintik kuning) merupakan bagian retina posterior yang mengandung
pigmen xanthophyll, berada pada bagian temporal dari diskus optikus.
Makula memiliki 2 atau lebih dari lapisan sel ganglion. Diameter makula
berukuran 5-6 mm, berada di tengah antara arkade vaskular temporalis.
Fovea sentralis merupakan bagian tengah dari makula, letaknya sedikit
inferior dari diskus optikum di retina, berdiameter 1.5 mm dan berfungsi
pada tajam penglihatan dan penglihatan warna. Lapisan fovea lebih
cekung dari daerah sekitarnya.
Bagian sentral fovea dengan ukuran 500 m tidak memiliki
vaskularisasi sehingga disebut dengan FAZ (Foveal Avascular Zone).
Sentral fovea memiliki bagian yang paling cekung (central depression),
disebut dengan foveola yang memiliki diameter 0,35 mm dan hanya
terdapat sel-sel kerucut. Cekungan yang kecil disebut dengan umbo. Di
sekeliling fovea merupakan cincin yang berukuran 0.5 mm, yang disebut
daerah parafoveal. Sementara cincin yang memiliki lebar kurang lebih
1.5 mm disebut dengan zona perifoveal.
Gambar 1 menunjukkan gambaran lapisan retina dan gambaran
skematik fovea. LSS adalah lapisan serat saraf, LSG adalah lapisan sel
ganglion, LID merupakan lapisan inti dalam, LPE adalah lapisan
pleksiformis eksterna, LIL adalah lapisan inti luar, SL adalah segmen
luar, EPR adalah epitel pigmen retina. Terlihat bahwa terdapat perbedaan
lapisan pada bagian retina perifer dan pada daerah fovea. Lapisan yang
2. Vaskularisasi Retina
Retina mendapat dua vaskularisasi. Lapisan luar retina, yaitu
epitel pigmen retina hingga lapisan pleksiform luar mendapat
vaskularisasi dari koriokapiler yang terdapat di koroid secara difusi.
Lapisan bagian dalam retina mulai dari lapisan inti dalam hingga
membrana limitans interna sementara itu mendapat vaskularisasi dari
arteri retina sentral yang merupakan percabangan dari arteri oftalmika
sebagai cabang pertama dari arteri karotis interna. Pembuluh darah arteri
dan vena berjalan menembus membrana limitans interna hingga lapisan
serat saraf. Berubah setelah itu menjadi arteriol dan venula hingga
membentuk dua jaringan mikrovaskular, yaitu kapiler superfisial di
lapisan sel ganglion dan lapisan serat saraf, dan kapiler yang lebih padat
serta lebih dalam di lapisan inti dalam. Arteri terlihat berwarna merah
terang, sementara vena berwarna merah gelap. Arteri lebih kecil daripada
vena dengan perbandingan kirakira 3:4.
3. Lapisan Retina
Retina memiliki sepuluh lapisan. Lapisan tersebut antara lain
(dari bagian dalam vitreus, ke arah posterior): membrana limitans
interna, lapisan serat saraf, lapisan sel ganglion, lapisan pleksiform
interna, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform eksterna, lapisan inti luar,
membrana limitans eksterna, lapisan fotoreseptor, epitel pigmen retina.
Membrana limitans interna retina terbentuk oleh bagian akhir dari sel
Mller dan berhubungan dengan bagian membran/lamina basalis,
membentuk batas terdalam dari retina. Membrana limitans interna
merupakan permukaan dalam retina yang membatasi vitreus humor,
dengan demikian fungsinya ialah membentuk sawar di antara neuroretina
dan cairan vitreus. Sel Mller, sel astrosit, dan sel mikroglial merupakan
sel neuroglial yang berfungsi untuk menyediakan struktur dan sokongan
serta berperan dalam reaksi jaringan saraf bila mengalami kerusakan atau
infeksi.8
Sel Mller adalah sel neuroglial besar yang memanjang pada
sebagian besar retina. Sel ini berperan dalam menyediakan struktur.
amakrin dan ganglion. Sementara itu, sel bipolar menerima umpan balik
dari sel amakrin. Sel amakrin berperan penting dalam modulasi informasi
yang mencapai sel ganglion. Prosesusnya membentuk sinaps kompleks
dengan akson dan sel bipolar. Neuron interpleksiform ditemukan di
antara lapisan sel amakrin, dan merupakan presinaps dari sel bipolar
batang atau sel bipolar kerucut pada lapisan pleksiform eksterna.
Prosesusnya
meluas
ke
kedua
lapisan
sinaptik,
dan
4. Fisiologi Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata
harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks,
dan sebagai suatu transducens yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di
lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan, serta saraf retina melalui saraf
optikus dan akhirnya ke konteks penglihatan.Macula bertanggung jawab
untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan
sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Macula terutama digunakan untuk
ketajaman sentral dan warna (fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
besar terdiridari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan
perifer dan malam (skotopik).
B. PATOFISIOLOGI
Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu:
1. Pertumbuhan endofitik
Pertumbuhan endofitik terjadi saat tumor menembus internal
limiting membrane dan memiliki gambaran massa berwarna putih
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda Retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah
leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang
bercahaya, berkilat, atau cats-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular.
Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti Heterochromia, Hyphema,
Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan Hypopion. Tanda
tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin.
Leukokoria (54%-62%)
Strabismus (18%-22%)
Hypopion
Hyphema
Heterochromia
Proptosis
Katarak
Glaukoma
Nystagmus
Tearing
Anisocoria
Leukokoria (35%)
Strabismus (15%)
Inflamasi (2%-10%)
Floater (4%)
Pain (4%)
D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Pada pasien dengan kecurigaan retinoblastoma, maka perlu dilakukan
anamnesis lanjuan. Perlu ditanyakan onset dan durasi kelainan mata,
terutama leukoria atau strabismus. Kesehatan pasien secara keseluruhan juga
perlu ditanyakan. Pertanyaan tentang penglihatan yang perlu ditanyakan
adalah apakah pasien mengalami gangguan penglihatan, seperti penglihatan
kurang focus, perbedaan gerakan mata kanan dan kiri, atau kesulitan meraih
benda, dan ada atau tidaknya nistagmus. Pertanyaan lain adalah ada tidaknya
riwayat trauma, terutama pada mata, serta riwayat penyakit keluarga dengan
retinoblastoma.
Adanya penurunan berat badan atau selera makan dapat menjadi salah
satu gejala yang perlu diwaspadai. Pemeriksaan keadaan gizi, didapati pada
pasien retinoblastoma pada umumnya masih baik Pasien dengan tumor padat
mempunyai insidens tinggi untuk terjadinya malnutrisi, namun pada anak
dengan leukemia limfoblastik akut risiko rendah, tumor padat tanpa
metastase, dan pasien yang telah mengalami remisi secara umum, pasien
dapat mempertahankan berat badan. Beberapa kasus dapat menjadi obesitas
selama mengikuti pengobatan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasian yang diduga retinoblastoma harus mendapatkan pemerksaan fisik
dan penunjang lengkap oleh onkologis dan juga dokter mata. Pemeriksaan
mata pada pasien yang tidak kooperatif, dapat dilakukan dengan pengaruh
anestesi (examination under anesthesia) (Ilyas & Yulianti, 2011). Beberapa
hasil pemeriksaan yang dapat ditemui adalah:
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visus)
Tajam penglihatan pada kasus retinoblastoma umumnya
sangat
menurun
Pemeriksaan
keparahan
dan
ini
dan
tergantung tingkat
dilakukan
tata
laksana
untuk
yang
keparahannya.
menentukan
tepat.
Penulis
tingkat
belum
tampak
memutih.
Gambaran
lainnya
dapat
berupa
adanya
massa
irregular,
lebih
bersifat
echogenik
menggunakan
USG,
pengukuran
tersebut
digunakan
untuk
II
Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil
III
Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10
diameter papil
-
Prognosis meragukan
IV
-
V
-
Prognosis buruk
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan
utama
dari
penatalaksanaan
Retinoblastoma
adalah
Retinoblastoma
melibatkan
tim
dari
berbagai
tata
laksana
Retinoblastoma
tergantung
dengan
tingkat
risiko
tinggi,
orbital
Retinoblastoma,
dan
metastasis
beam
radiation
therapy
(EBRT),
laser
photocoagulation,
F. PROGNOSIS
Prognosis dan survival rate untuk anak yang menderita retinoblastoma
tegantung dari beberapa faktor diantaranya jenis tumor, stadium tumor saat
ditemukan, terapi yang dipilih dan respon masing-masing individu terhadap
terapi. Anak dengan retinoblastoma yang penyebarannya hanya terbatas pada
intraocular retinoblastoma memiliki prognosis yang lebih baik daripada
retinoblastoma yang sudah menyebar ekstraocular. Sedangkan menurut stadium,
penderita retinoblastoma dengan stadium awal, misalkan pada grade I memiliki
kemungkinan penglihatannya kembali jauh lebih besar (American Cancer
Society. 2011). Penelitian lain menyebutkan anak anak dengan retinoblastoma
intraocular yang mendapat perawatan medis modern mempunyai prognosis yang
baik untuk bertahan hidup mencapai 95%. Kebanyakan faktor risiko penting yang
sering dikaitkan dengan kematian afalah tumor yang sudah meluas ekstraokular,
secara langsung melalui sclera atau yang lebih sering dengan invasi ke nervus
optikus (Chang et al, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
America Academy of Ophthalmology. 2008. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus in Basic and Clinical Science Course. Section 6. pg. 390-99
2.
American academy of opthalmology. 2009. Ophthalmic Pathology and
Intraocular tumors, section 4. pg.285-302
Ilyas S, Yulianti SR. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Ed. 4. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Isidro
MA,
Roy
H.
2012.
Retinoblastoma.
JD.
2006.
Chapter
75:
Retinoblastoma.
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/pages/v6/v6c07
5.html (19 Februari 2016)
Rodriguez-Galindo C, Wilson MW. 2010. Clinical Features, Diagnosis, and
Pathologu. In: Retinoblastoma. London: Springer
Roth DB, Scott IU, Murray TG et al (2001) Echography of retinoblastoma:
histopathologic correlation and serial evaluation after globe-conserving
radiotherapy or chemotherapy. J Pediatr Ophthalmol Strabismus 38:136
143
Saba HI. 1998. Anemia in cancer patient: Introduction and overview. Cancer
Control
Journal
Maret/April
1998
Suplement.
http://www.moffittapps//ccj/v5ns/article 1.html.
Schueler AO, Hosten N, Bechrakis NE, et al. 2003, High resolution magnetic
resonance imaging of retinoblastoma. Br J Ophthalmol 87:330335
Soni H C, Patel S B, Goswami K G, Gohil Y. 2006. Pictorial essay: USG of
retinoblastoma. Indian J Radiol Imaging;16:657-68