Professional Documents
Culture Documents
SEROSIS HEPATIS
DI SUSUN OLEH :
1. MONICA MAHARANI
2. MUHAMMAD RAFII
KELAS :
(PO.62.20.1.10.023)
(PO.62.20.1.10.024)
SEROSIS HEPATIS
PENDAHULUAN
Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Di seluruh dunia sirosis
menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat
penyakit ini.
Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi
berbagai penyakit yang ditimbullkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum,
hepatorenalsindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellularcarsinoma.
Gejala klinis dari Sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan gejala
yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di Negara maju, maka kasus Sirosis hati yang dating
berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini, dan lebih kurang 30% lainnya
ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi.
1. PENGERTIAN
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti
kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Pengertian
sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur
hati yang normal akibat nodul regenerative yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap
sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh
system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat
(fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut
(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi struktur normal dan
regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati menjadi rusak dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan
fungsinya.
2. ETIOLOGI/PENYEBAB
Ada banyak penyebab sirosis. Penyebab paling umum adalah kebiasaan meminum
alkohol dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu
banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan
peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan sirosis. Sekitar 1 dari 5
penderita hepatitis C kronis mengembangkan sirosis. Tetapi hal ini biasanya terjadi setelah
sekitar 20 tahun atau lebih dari infeksi awal.
Penyebab umum sirosis lainnya meliputi:
Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah dan kemacetan di hati.
Beberapa penyakit warisan langka yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati,
seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi di hati
dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang menyebabkan penumpukan
abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).
3. MANIFESTASI KLINIK
3
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal yang tersebut
dibawah ini :
1)
2)
3)
4)
< 2,0
> 3,5
> 70
2-<3
2,8 - < 3,5
40 - < 70
> 3,0
< 2,8
< 40
(Quick %)
Asites
Min. sedang
Banyak (+++)
Hepatic
Tidak ada
(+) (++)
Stadium 1 & 2
Stdium 3 & 4
Ensephalopathy
GEJALA
Sirosis di tahap awal tidak menimbulkan gejala apapun. Oleh karena itu, pasien sirosis ringan dan
moderat mungkin menderita untuk waktu yang lama tanpa menyadari penyakitnya. Pada tahap ini tes
fungsi hati dapat mendeteksi perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti:
Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur
komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh.
Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah.
Kurang mampu mengolah limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga
menumpuk di dalam tubuh.
Kurang mampu memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa
menumpuk di dalam tubuh.
Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian besar gejalanya adalah
akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas hati. Gejala
yang dapat timbul pada fase ini adalah:
Kelelahan.
Kelemahan.
Cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (ascites).
Gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di
dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan
kepribadian dan perilaku, kebingungan, pelupa dan sulit berkonsentrasi.
Selain itu, jaringan parut membatasi aliran darah melalui vena portal sehingga terjadi tekanan
balik (dikenal sebagai hipertensi portal). Vena portal adalah vena yang membawa darah berisi nutrisi dari
usus dan limpa ke hati. Normalnya, darah dari usus dan limpa dipompa ke hati melalui vena portal.
Namun, sirosis menghalangi aliran normal darah melalui hati sehingga darah terpaksa mencari pembuluh
baru di sekitar hati.
Pembuluh-pembuluh darah baru yang disebut varises ini terutama muncul di tenggorokan
(esofagus) dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah. Jika perdarahan usus terjadi,
kemungkinan mengalami muntah darah, atau mengeluarkan darah melalui kotoran (feses). Kondisi ini
adalah kedaruratan medis yang harus segera ditangani.
4. PATOFISIOLOGI
Hubungan hati terhadap darah adalah unik. Tidak seperti kebanyakan organ-organ tubuh,
hanya sejumlah kecil darah disediakan pada hati oleh arteri-arteri. Kebanyakan dari penyediaan
darah hati datang dari vena-vena usus ketika darah kembali ke jantung. Vena utama yang
mengembalikan darah dari usus disebut vena portal (portal vein). Ketika vena portal
melewati hati, ia terpecah kedalam vena-vena yang meningkat bertambah kecil. Vena-vena
yang paling kecil (disebut sinusoid-sinusoid karena struktur mereka yang unik) ada dalam
kontak yang dekat dengan sel-sel hati. Faktanya, sel-sel hati berbaris sepanjang sinusoidsinusoid. Hubungan yang dekat ini antara sel-sel hati dan darah dari vena portal mengizinkan
sel-sel hati untuk mengeluarkan dan menambah unsur-unsur pada darah. Sekali darah telah
melewati sinusoid-sinusoid, ia dikumpulkan dalam vena-vena yang meningkat bertambah besar
6
yang ahirnya membentuk suatu vena tunggal, vena hepatik (hepatic veins) yang
mengembalikan darah ke jantung.
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang
selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsurunsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan
ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari
darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah
melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui
hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi
yang disebut hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi
dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke
jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati
tidak mampu untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari darah yang
membypassnya. Merupakan kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi,
kehilangan kontak normal antara darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang
membypass hati yang menjurus pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita Sirosis Hepatis,
yaitu :
Tekanan koloid plasma yang biasa bergantung pada albumin di dalam serum. Pada
keadaan normal albumin dibentuk oleh hati. Bilamana hati terganggu fungsinya, maka
pembentukan albumin juga terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid
osmotic juga berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr % sudah dapat
merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
Tekanan vena porta. Bila terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esophagus, maka
kadar plasma protein dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotic menurun pula,
kemudian terjadilah asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka
asitesnya akan menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada. Hipertensi portal
mengakibatkan penurunan volume intravaskuler sehingga perfusi ginjal pun menurun.
Hal ini meningkatkan aktifitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat.
Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium . dengan
peningkatan aldosteron maka terjadi terjadi retensi natrium yang pada akhirnya
menyebabkan retensi cairan.
5. KOMPLIKASI
7
untuk membypass hati adalah vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus)
dan bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan yang
diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung bagian atas
mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan
portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat perdarahan dari
varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau lambung.
Perdarahan dari varices-varices biasanya adalah parah/berat dan, tanpa perawatan segera,
dapat menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices termasuk muntah darah (muntahan
dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau "coffee grounds" dalam
penampilannya, yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan
tinja/feces yang hitam dan bersifat ter disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika ia
melewati usus (melena), dan kepeningan orthostatic (orthostatic dizziness) atau membuat pingsan
(disebabkan oleh suatu kemerosotan dalam tekanan darah terutama ketika berdiri dari suatu posisi
berbaring).
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja didalam
usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum
diketahui, pasien-pasien yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4) Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan penyerapan
digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein
untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka lepaskan
kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,
contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun
ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan didetoksifikasi (dihliangkan racunnya).
Seperti didiskusikan sebelumnya, ketika sirosis hadir, sel-sel hati tidak dapat berfungsi secara
normal karena mereka rusak atau karena mereka telah kehilangan hubungan normalnya dengan darah.
Sebagai tambahan, beberapa dari darah dalam vena portal membypass hati melalui vena-vena lain.
Akibat dari kelainan-kelainan ini adalah bahwa unsur-unsur beracun tidak dapat dikeluarkan oleh selsel hati, dan, sebagai gantinya, unsur-unsur beracun berakumulasi dalam darah.
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada
malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari
hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah, ketidakmampuan untuk
konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkattingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan
koma dan kematian.
Unsur-unsur beracun juga membuat otak-otak dari pasien-pasien dengan sirosis sangat peka
pada obat-obat yang disaring dan di-detoksifikasi secara normal oleh hati. Dosis-dosis dari banyak
obat-obat yang secara normal di-detoksifikasi oleh hati harus dikurangi untuk mencegah suatu
penambahan racun pada sirosis, terutama obat-obat penenang (sedatives) dan obat-obat yang
digunakan untuk memajukan tidur. Secara alternatif, obat-obat mungkin digunakan yang tidak perlu
di-detoksifikasi
atau
dihilangkan
dari
tubuh
oleh
hati,
contohnya,
obat-obat
yang
5) Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal syndrome.
Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu
adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakan fisik pada ginjal-ginjal.
Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam cara darah
mengalir melalui ginjal-ginjalnya. Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang
progresif dari ginjal-ginjal untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlahjumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
10
Jika fungsi hati membaik atau sebuah hati yang sehat dicangkok kedalam seorang pasien
dengan hepatorenal syndrome, ginjal-ginjal biasanya mulai bekerja secara normal. Ini menyarankan
bahwa fungsi yang berkurang dari ginjal-ginjal adalah akibat dari akumulasi unsur-unsur beracun
dalam darah ketika hati gagal. Ada dua tipe dari hepatorenal syndrome. Satu tipe terjadi secara
berangsur-angsur melalui waktu berbulan-bulan. Yang lainnya terjadi secara cepat melalui waktu dari
satu atau dua minggu.
6) Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru
berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah mengalir
melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan dengan alveoli
(kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar
alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.
7) Hypersplenism
Limpa
(spleen)
secara
normal
bertindak
sebagai
suatu
saringan
(filter)
untuk
11
mungkin
Pemeriksaan Laboratorium :
Urine
12
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada
penderita dengan asites, maka ekskresi natrium berkurang, dan pada penderita yang berat
ekskresinya kurang dari 3 meq (0,1).
Tinja
Mungkin terdapat kenaikan sterkobilinogen. Pada penderita ikterus ekskresi pigmen
empedu rendah.
Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam
bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folat dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal, maka akan
terjadi hipokromik anemia. Juga dijumpai leukopeni bersama trombositopeni. Waktu protombin
memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan dengan vitamin
K. gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan terjadi kenaikan plasma sel pada
kenaikan kadar globulin dalam darah.
Tes faal hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi bagi penderita
yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak jelas menurunnya kadar serum
albumin <3,0% sebanyak 85,92%, terdapat peninggian serum transaminase >40 U/l sebanyak
60,1%. Menurunnya kadar tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani,
yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.
13
7) PENATALAKSANAAN MEDIK
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C
kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
a) Kombinasi IFN dengan ribavirin
b) Terapi induksi IFN
c) Terapi dosis IFN tiap hari
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasi RIB.
Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas
serta harapan hidup penderita juga akan membaik.
17
18
karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet Hati III
Garam Rendah I.
1. Pengkajian
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Riwayat Psikologi
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima,
ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan
kepribadian, karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi
perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi.
Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga
terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan
terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya
hidup, perubahan peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial
(Lewis, Heitkemper, & Dirksen, 2000).
Pemeriksaan Fisik
2.
3.
2.
Diagnosa Keperawatan
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
1.
2
3
3. Intervensi Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan : Status nutrisi baik
Intervensi :
Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan
membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan
pembatasan oral. Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia
yang dibentuk oleh perubahan urea (Black, & Hawk, 2005).
Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.
Rasional:
Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat
badan sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah.
Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat
dan Enzim pencernaan.
Rasional:
Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga
terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan
Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
- Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
22
Intervensi :
Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional :
Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.
- Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.
Tujuan : Integritas kulit baik
Intervensi :
23
Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.
Rasional :
Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi
serta kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.
Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang
lainnya.
Rasional :
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive
outcome. St.Louis : Elvier Saunders
2. Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition.
Philadelpia : Lippincott William & Wilkins
3. Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
4. McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:
Mosby
5.
8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
9. Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 mei
2009Dari : http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
10.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
11. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
12. Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
13. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
14. Alexander, Fawcett, Runciman. (2000). Nursing Practice Hospital and Home the Adult,
Second edition, Toronto. Churchill Livingstone
25