Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Trauma mata sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa
muda, kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa
muda terutama pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera
tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera akibat olah raga, dan
kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan
trauma mata.
Walaupun mata memiliki sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau
mengedip, mata masih mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat menyebabkan
kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan
dapat mengakibatkan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma
pada mata dapat berupa trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia,
maupun trauma radiasi.
Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata.
Tramua tembus dapat mengenai jaringan mata seperti kelopak, konjungtiva, kornea,
uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Trauma kornea meliputi lebih dari
50% trauma bola mata yang serius.
Kornea merupakan struktur lapisan mata paling anterior, yang paling sering
berhubungan dengan trauma, mulai dari masuknya kuman, trauma tumpul, hingga
ruptur. Kornea memainkan peranan yang sangat penting dalam fungsi refraksi mata,
sehingga kelainan minimal yang terjadi, akan memberikan perubahan yang signifikan
dalam visual.
Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan yang
mencolok, tekanan bola mata yang rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil
yang berubah, terlihat adanya ruptur kornea, terdapat jaringan yang prolaps seperti
cairan mata, iris, lensa, badan kaca atau retina, dan konjungtiva kemotis. Dengan
mengenali trauma kornea secara dini, kemampuan dokter dalam penatalaksanaan
yang tepat dan cepat, pemahaman melakukan tindakan pencegahan dan perawatan
penderita akan menentukan bisa atau tidaknya penglihatan pasien diselamatkan.
1.2. Rumusan Masalah
Case Report Session ini membahas mengenai anatomi dan fisiologi kornea,
trauma pada kornea mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, diagnosis, penatalaksanaan,
serta komplikasinya.
.
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk serta menambah pengetahuan
penulis tentang trauma kornea.
1.4. Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada beberapa
literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.
BAB II
2
STATUS PASIEN
Identitas Pasien
Nama
: Tn. H. R
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 30 tahun
Negeri asal
: Padang
Pekerjaan
Anamnesis
Seorang laki-laki usia 30 tahun di rawat di bangsal mata RSUP DR M Djamil sejak
tanggal 26 Agustus 2014 dengan :
Keluhan Utama:
Penglihatan mata kanan kabur dan nyeri pada mata kanan sejak 1,5 jam sebelum
masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
- Pasien mengeluhkan penglihatan mata kakan kabur dan nyeri pada mata kanan
sejak 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya mata pasien terkena
tangkai sekop saat pasien sedang membungkuk.
- Mata kanan berdarah saat kejadian tidak ada, mata berair berair saat kejadian
tidak ada.
- Riwayat membersihkan mata dengan kapas yang dibasahi air hangat ada setelah
kejadian
- Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
- Riwayat gangguan penglihatan sebelumnya tidak ada
- Pasien telah dilakukan penjahitan pada kornea OD pada tanggal 26 Agustus
-
2014
Nyeri ada
Mata berair ada
Pemeriksaan Fisik
Status oftalmikus pada tanggal 26 Agustus 2014
Status oftalmikus
OD
Visus (tanpa koreksi)
2/60
Visus ( dengan koreksi) Refleks fundus
+
Supersilia/silia
Madarosis (-)
Trikiasis (-)
Palpebrasuperior
Edema(+), hematom (-)
Palpebra inferior
Margo palpebra
Aparat lakrimal
Konjungtiva tarsalis
Hiperlakrimasi (+)
Sulit dinilai
OS
5/5
+
Madarosis (-)
Trikiasis (-)
Edema (-), hematom (-)
Edema (-), hematom (-)
Massa (-),
tanda radang (-)
Hiperlakrimasi (-)
Folikel (-), papil (-),
hiperemis (-)
Folikel (-), papil (-), Folikel (-), papil (-),
hiperemis (-)
hiperemis (-)
Perdarahan (-), Injeksi Perdarahan (-), Injeksi
konjungtiva(+), injeksi konjungtiva (-), injeksi
siliar (+)
siliar (-)
Putih, intak
Putih, intak
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Sklera
Kornea
Papila
Optikus
Pembuluh darah
Bening
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Bening
Bening
keruh
Jernih
N. Sulit dinilai
Sulit dinilai
Cukup dalam
Coklat, rugae (+),
sinekia (-)
Bulat, ukuran 3 mm,
RP +/+
Retina
- Makula
Tekanan bulbus okuli
Posisi bulbus okuli
Gerak bulbus okuli
Gambar
Sulit dinilai
Warna merah
Sulit dinilai
Normal (palpasi)
Orthoforia
Bebas ke segala arah
Diagnosa Kerja
Post hecting kornea OD e.c. ruptur kornea OD hari ke I
Tatalaksana
Cefotaxim 2x1 gr
Levofloxasim 6x1 OD
SA 3x1 OD
Metilprednisolon 1x48 mg
DISKUSI
Seorang laki-laki usia 30 tahun di rawat di bangsal mata RSUP DR M Djamil tanggal
26 Agustus 2014 hari rawatan pertama dengan diagnosis post hecting kornea OD e.c.
ruptur kornea hari 1. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik
pada mata.
Dari anamnesa didapatkan mata sebelah kanan kabur dan nyeri sejak 1,5 jam
sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya mata pasien terkena tangkai sekop saat pasien
sedang membungkuk. Pasien telah dilakukan penjahitan kornea tanggal 26 Agustus 2014.
Pada pemeriksaan saat itu didapatkan visus OD 2/60 dan visus OS 5/5.
Pada OD, refleks fundus (+), palpebra superior dan inferior edem, margo palpebra
tidak edem, injeksi konjungtiva (+), injeksi siliar (+), sklera putih dan intak, pada kornea
tampak bekas jahitan di arah jam 11 mulai dari limbus ke arah pupil, coa agak dangkal,
iris bewarna coklat rugae (+), pupil bulat, diameter 3mm, refleks cahaya +/+, lensa sulit
dinilai, korpus vitreus sulit dinilai, dan funduskopi sulit dinilai.
Pada OS, refleks fundus (+), palpebra superior dan inferior tidak edem, margo
palpebra tidak edem, injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar (-), sklera putih dan intak,
kornea bening, coa cukup dalam, iris bewarna coklat rugae (+), pupil bulat, diameter
3mm, refleks cahaya +/+, lensa bening, korpus vitreus bening. Funduskopi, media jernih,
papil bulat, batas tegas, c/d 0,3-0,4, pembuluh darah a:v= 2:3, padda retina perdarahan
(-), eksudat (-), makula refleks fovea (+).
Berdasarkan literatur, tanda dan gejala awal dari ruptur kornea adalah udem palpebra
sampai terkadang pasien tidak bisa membuka matanya, nyeri dan pandangan kabur. Pada
pemeriksaan akan ditemukan penurunan visus, adanya ruptur pada daerah kornea, dapat
disertai prolaps iris, dan dapat di sertai hifema atau tidak.
Sesuai dengan literatur, pada pasien ini dapat di tegakan diagnosa post hecting
kornea e.c ruptur kornea hari 1. Karena pada pasien ini berdasarkan anamnesa di
dapatkan adanya trauma pada mata kanan, adanya nyeri dan penglihatan kabur. Pada
pemeriksaan didapatkan adanya penurunan visus, udem palpebra, bekas jahitan pada
kornea karena ruptur kornea, tanpa adanya prolaps iris dan tanpa adanya hifema.
Pada pasien ini di anjurkan pemberian Cefotaxim 2x1 gr, Levofloxasim 6x1 OD, SA
3x1 OD, Metilprednisolon 1x48 mg. Cefotaxim diberikan sebagai antibiotik sistemik.
Levofloxasim diberikan diberikan antibiotik topikal. SA diberikan sebagai midriatikum.
Metilprednisolon diberikan sebagai anti inflamasi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi Cornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
7
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan
melingkar pada sambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5
mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda:
lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman,
stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut
limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43
dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai
prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1
Secara histologi lapisan kornea dari anterior ke posterior adalah lapisan epitel,
lapisan Bowman, stroma, membrana Decement, dan lapisan endotel. 2
Lapisan epitel:
Lapisan ini memiliki 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng, lanjutan epitel
konjungtiva. Lapisan epitel mengisi 10% kornea. Permukaan anterior kornea adalah
kelanjutan dari permukaan ektoderm dan ditutupi oleh epitel squamosa dengan lapisan
kolumnar basal melekat ke lamina basalis oleh hemidesmosom. Sel bassalis mempunyai
ketebalan 12 m dan densitas mendekati 6000 sel/111m2. Rekurensi kornea erosi karena
traumatik abrasi kornea dapat mengakibatkan malformasi pada hemidesmosom setelah
abrasi epithelial.4
Diatas sel basal terdapat 2-3 lapis sel poligonal (wing cells). Permukaan sel epitel
8
superfisial kornea sangat tipis (30 m) dan saling melekat satu sama lain oleh zonula.
Zonula ini terdiri atas epitel yang merupaka semipermeabel membran. Microplika dan
mikrovili membuat permukaan apikal sel wing sangat iregular, sehingga cairan air mata
membuat permukaan optik menjadi halus. Walaupun sel epitel paling bawah melekat satu
sama lain dengan desmosom, sel ini juga berpindah terus-menerus sampai ke lapisan
airmata. Sel-sel ini juga berpindah secara sentripetal dari sumber stem selnya di limbus.
Gangguan difusi di stem sel limbus ( contoh: trauma kimia, trachoma ) dapat
menyebabkan defek yang kronik pada permukaan epitelial.5
Lapisan Bowman:
Merupakan lapisan jernih selular yang terdiri atas kolagen yang tersusun tidak teratur
dan berasal dari bagian depan stroma. Tebalnya 8-14 m. Lapisan ini sangat tahan
terhadap trauma tapi tidak akan terbentuk kembali setelah trauma. Sebagai gantinya akan
digantikan oleh jaringan parut.3,4
3.
Stroma:
Menyusun 90% ketebalan kornea. Tersusun dari kolagen yang memproduksi
Membrana Decemet:
Membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan
oleh sel endotel. Bersifat elastis dan berkembang terus seumur hidup serta memiliki
ketebalan 40 m. Membrana descemet dan endotel kornea merupakan permukaan
10
posterior dari kornea yang berhubungan dengan coa. Membrana descemet relatif cukup
kuat terhadap trauma. Ia akan tetap menjaga bentuk coa walaupun stroma kornea telah
rusak total. Ini karena ia bersifat sebagai membrana basalis, dimana jaringan hilang akan
beregenerasi oleh sel fungsional endotelial.3
Lapisan endotel:
Berasal dari mesothelium berlapis satu dan berbentuk heksagonal tebalnya 20-40
memindahkan air dari stroma. Ini membutuhkan jumlah sel endotel dengan densitas
tinggi yang cukup, jumlah ini dipengaruhi oleh usia, normalnya mencapai 2500 cells/
mm2. Jika densitas sel kurang dari 300 cells/mm2, maka endotelium tidak mampu
memompa air keluar dari kornea, sehingga terjadilah udem kornea. Seperti endotel, epitel
berfungsi sebagai barier dan pengatur pertukaran antara cornea, tear fil, dan aquos humor
melalui diffusi.3
Kornea merupaka struktur vital dari mata yang sangat sensitif. Kornea di persarafi
oleh nervus trigeminus yang merupakan cabang dari nervus ophtalmika. Sedikit sensasi
taktil dapat membuat mata menutup secara refleks. Pada trauma kornea (erosi, benda
asing, keratokonjungtivitis uv) mengekspos ujung-ujung sensori saraf dan menyebabkan
nyeri yang berkepanjangan dengan epifora dan blepharospame. Ini merupakan tria dari
trauma kornea.
3.2 Definisi
Ruptur kornea adalah robeknya kornea secara paksa oleh karena berbagai faktor
seperti trauma tembus yang disebabkan oleh benda tajam atau benturan dengan benda
tumpul. Ruptur kornea dapat melibatkan stroma, baik sebagian atau keseluruhan lapisan.
Kebanyak ruptur kornea melibatkan semua lapisan kornea dan dapat melibatkan daerah
wajah, periorbital dan intraocular.1
3.3 Epidemiologi
Trauma kornea merupakan 51 % dari semua trauma pada mata. Sedangkan angka
kejadian ruptur kornea adalah 18 % diantaranya. Namun dari semua kejadian ruptur,
angka kejadian ruptur kornea sekitar 29%. Berdasarkan umur dengan rasio tertinggi
berkisar pada usia 20-39 tahun (38%) dengan rata-rata usia 32 tahun. Berdasarkan jenis
kelamin, kejadian terbanyak pada laki-laki yaitu 82%. Didapatkan bahwa 33% penyebab
trauma kornea ataupun kornea-sklera adalah disebabkan benda tumpul, 13% benda tajam,
dan 12% oleh karena cedera jatuh.5
3.4 Etiologi
Trauma tembus: benda tajam, benturan benda tumpul
Jatuh, terutama pada orang tua
Operasi mata sebelumnya
12
3.5 Patogenesis
Ruptur bola mata dapat terjadi akibat cedera tembus tajam atau gaya kontusif
tumpul. Trauma tumpul menyebabkan peningkatan tekanan dalam orbita dan intraokular
disertai deformasi bola mata. Terjadi dekompresi cepat saat dinding mata robek atau isi
orbita keluar ke sinus disekitarnya. Limbus supernasal adalah bagian bola mata yang
paling sering mengalami ruptura.
3.6 Gejala Klinis
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk kedalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus seperti:
Tajam penglihatan yang menurun
Tekanan bola mata rendah
Bilik mata dangkal
Bentuk dan letak pupil yang berubah
Terlihat adanya ruptur pada kornea atau sklera
Terdapat jaringan yang prolaps seperti iris, lensa, badan kaca atau retina.
3.7 Periksaan Fisik dan Penunjang
1.
Pemeriksaan Fisik
Trauma pada mata dapat bersamaan dengan cedera lain selain mata, sehingga
Slit Lamp6
13
Pewarnaan6
Teknik pewarnaan seperti fluoresein dan rose bengal membantu dalam
mendiagnosa seperti hal berikut.
14
a. Teknik rose bengal sangat cepat diserap oleh sel yang rusak atau abnormal,
menimbulkan warna kemerahan.
15
dengan pemberian obat. Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi dapat
diberikan melalui intravitreal, intracameral dan sistemik. Steroid topikal digunakan untuk
mengurangi inflamasi postoperatif. Pemakaian siklopegik dapat mengurangi spasme otot
siliaris.
3.9 Tatalaksana
Setelah diagnosa ruptur kornea dipastikan, pemeriksaan-pemeriksan lain harus
dihentikan. Ini bertujan untuk menghindari adanya tekanan pada bola mata dan resiko
terjadinya ekstrusi kandungan intraokular..Setelah didiagnosa, tindakan yang dilakukan
adalah :
1. Tutup mata yang mengalami ruptur kornea dengan perban.
2.
post
operasi
diberikan
terapi
kortikosteroid
topikal
untuk
Table 3.1 Efek luka dan penjahitan luka pada kornea serta penjahitan luka umum
Variable
mment
CommentCo
17
Wound
Suture
Optimal
Scar
Timing
of suturing
Suturing
Suture
1One alternative to permanent suturing is to temporarily cover the corneal wound with
conjunctiva; this can reduce the ECH risk, and prevent infection and iatrogenic damage
by
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Taylor A, Riordan E.P. Trauma. Dalam : Oftalmologi Umum. Edisi
14. Widya Medika. 2000.
2. Ilyas, Sidarta.Ilmu Penyakit Mata.edisi 3.FKUI.2010
3. Lang, G.Ophtalmology a Pocket Textbook Atlas.Edisi 2.University Eye Hospital
Germany.2006
4. American
Academy
of
Opthalmology.Fundamental
and
Principles
of
Ophtalmology.2011
5. Bittar,E.Edward.The Biology of The Eye.edited by Jorge Fichbarg. Dalam
Advance in Organ Biology, Series Editor, volume 10.2006
6. Ferenc K, Dante JP. Dalam : Ocular Trauma; Principles and Practice. Thieme:
New York. 2002.
7. Shah.P,dkk.ed.The Will Eyes Manual:Office and Emergency Room diagnosis and
Treatment of eye Disease.Edisi 5.Lippincott williams & wilkins.2008
20
21