Professional Documents
Culture Documents
SALEP ANTIBIOTIK
OLEH :
NAMA
NIM
(151501027)
(151501028)
(151501029)
(151501030)
(151501031)
RAMADHANI SIREGAR
(151501032)
RENNA MELATI
(151501033)
KELOMPOK/HARI
: 5/KAMIS
TANGGAL PERCOBAAN
: 25 FEBRUARI 2016
ASISTEN
: ROSITA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar
yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep
mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang tidak
mengandung obat disebut juga dasar salep dan digunakan sebagai pembawa
dalam penyiapan salep yang mengandung obat (Ansel, 2008).
Salep (unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar (Depkes R.I., 1995).
Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang
cocok (Depkes R.I., 1995).
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi dari salep tergantung
pada pemikiran yang cermat atas sejumlah faktor-faktor termasuk : laju pelepasan
yang diiginkan bahan obat dasar salep, keinginan peningkatan oleh dasar salep
absopsi perkuatan dari obat, kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar
salep, jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep,pengaruh obat
bila ada terhadap kekentalan atau hal lainnya dari dasar salep.dalam membuat
salep antibiotok diperlukan bahan obat yang mengandung anti bakteri (Depkes
R.I., 1995).
Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakkan
Streptomyces venezuelae. Agen ini disintesis dan pada tahun 1949, kemudian
menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi
secara komersial.Kristal kloramfenicol merupakan senyawa yang netral dan stabil.
Agen ini larut alkohol, namun sulit larut dalam air. Chloramphenicol succinate,
yang
digunakan
untuk
pemberian
non-parenteral,
sangat
larut
air.
Prinsip
Pembuatan sediaan salep antibiotik menggunakan bahan dasar salep
Tujuan
Untuk mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik
Untuk mengetahui bahan dasar salep antibiotik
Mengetahui persyaratan salep antibiotik
Mengatahui mengevaluasi salep antibiotik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar
yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep
mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang tidak
mengandung obat disebut juga dasar salep basis ointment) dan digunakan
sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat (Ansel, 2008).
Preparat
setengah
padat
harus
dilindungi
melalui
kemasan
dan
penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air
(lembap) dan panas, serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat
dengan wadah (Ansel, 2008).
Peraturan Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin
1
keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10% (Syamsuni, 2006).
Dasar salep: kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat
bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar
salep sebagai berikut: (Syamsuni, 2006).
a Dasar salep senyawa hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning
(vaselin flavum), malam putih (cera album), malam kuning (vaselin
b
campurannya.
Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
Penandaan: pada etiket harus tertera obat luar (Syamsuni, 2006).
Salep Kuning
Tiap 100 g Yellow Ointment, USP, mengandung 5 g lilin kuning dan 95 g
petrolatum. Lilin kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang
tawon (Apis mellifera). Sinonim dari salep kuning adalah salep sederhana (simple
ointment) (Ansel, 2008).
d Salep putih
White Ointment, USP, mengandung 5% lilin putih (lilin lebah murni yang
diputihkan dan 95% petrolatum putih (Ansel, 2008).
e
Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran dari hidrokarbon cair yang dihasilkan
dari minyak bumi. Berguna dalam menggerus bahan yang tidak larut pada
preparat salep dengan bahan dasar lemak. Sinonim zat ini adalah petrolatum cair
(liquid petrolatum) (Ansel, 2008)
2 Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dapat menjadi dua tipe: (1) yang memungkinkan
pencampuran larutan berair, hasil dari permukaan emulsi air dan minyak
(misalnya petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida; dan (2) yang sudah menjadi
emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit
penambahan jumlah larutan berair (misalnya lanolin dan Cold Cream). Dasar
salepini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan
seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti dasar salep berlemak, dasar
salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air (Ansel,
2008).
a Petrolatum hidrofilik
Petrolatum hidrofilik dari kolesterol, alkohol stearat, lilin putih, dan
petrolatum putih. Dasar salep ini memiliki kemampuan mengabsorpsi air dengan
membentuk emulsi air dalam minyak. (Ansel, 2008).
b Lanolin anhidrida
Lanolin anhidrida dapat mengandung tidak elbih dari 0,25% air. Lanolin
anhidrida tidak larut dalam air tetapi bercampur tanpa terpisah dengan air dua kali
beratnya. Pencampuran dengan air menghasilkan emulsi air dalam minyak.
(Ansel, 2008).
c
Lanolin
Lanolin adalah setengah padat, bahan seperti lemak diperoleh dari bulu
domba (Ovis aries) merupakan emulsi air dalam minyak yang mengandung air
antara 25 dan 30. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan
pengadukan. Sinonim dari zat ini adalah hydrous wool fat (Ansel, 2008).
d
Cold cream
Cold cream (krim pendingin) merupakan emulsi air dalam minyak,
setengah padat, putih, dibuat dengan lilin setil ester, lilin putih, minyak mineral,
natrium borat, dan air murni. Natrium borat dicampur dengan asam lemak bebas
yang ada dalam lilin-lilin membentuk sabun natrium yang bekerja sebagai zat
pengemulsi. Krim pendingin sigunakan sebagai emolien dan dasar salep (Ansel,
2008).
3 Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atasa dasar ini
bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep tercuci air. Dasar
salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan air atau larutan berair.
Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cairan
serosal yang keluar dari kondisi dermatologi. Bahan obat tertentu dapat diabsorbsi
lebih baik oleh kulit jika ada dasar salep tipe ini daripada dasar salep yang lainnya
(Ansel, 2008).
a Salep hidrofilik
Sebagaimana ditunjukkan oleh namanya salep hidrofilik berarti suka air.
Mengandung natrium lauril sulfat sebagai bahan pengemulsi, dengan alkohol
stearat dan petrolatum putih mewakili fase berlemak dan emulsi serta propilen
glikol dan air mewakili fase air. Metil paraben dan propil paraben digunakan
sebagai pengawet salep melawan pertumbuhan mikroba. Salep digunakan sebagai
pembawa yang dapat dibersihkan dengan air untuk bahan-bahan obat (Ansel,
2008)
4 Dasar salep larut dalam air
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung
kedua-duanya, komponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air, dasar
yang larut dalam air hanya mengandung komponen ysng larut dalam air. Tetapi,
seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang larut dalam air
dapat dicuci dengan air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai
greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Karena dasar salep ini
sangat mudah melunak dengan penambahan air, larutan air tidak efektif
dicampurkan ke dalam bahan dasar ini. Nampaknya dasar salep ini lebih baik
digunakan untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat (Ansel,
2008).
a Salep polietilen glikol
Formula resmi basis ini memerlukan kombinasi 400 g polietilen glikol
3350 (padat) dan 600 g polietilen glikol 400 (cair) untuk membuat 1000 g dasar
salep. Akan tetapi bila diperlukan salep yang lebih baik lagi, formula dapat diubah
lagi untuk memungkinkan bagian yang sama antara kedua bahan. Jika 6 sampai
25% dari larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep, penggantian 50 g
polietilen glikol 3350 dengan jumlah alkohol stearat berguna untuk membuat
produk akhir lebih padat dalam jumlah yang sama (Ansel, 2008)
Polietilen glikol adalah polimer dari etilenoksida dan air. Panjang rantai
dapat berbeda-beda untuk mendapatkan polimer yang mempunyai viskositas
bentuk fisik (cair, padat atau setengah padat) yang diinginkan (Ansel, 2008)
Penggolongan Salep
1
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air (Syamsuni, 2006).
Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian
salep
yang
mengandung
senyawa
merkuri
iodida,
beladona
(Syamsuni, 2006).
3
Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe M/A (Syamsuni, 2006).
bSalep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar
salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air; misalnya:
campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam (Syamsuni, 2006).
4
stabil, yaitu selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas
dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada
Salep yang telah dibuat digulung di atas kertas perkamen menjadi bentuk
silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat
diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder (Ansel, 2008).
Dengan tutup dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari salep
dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang
Bagian bawah yang disisakan lipatan 2 x 1/8 inci dan dibuat dari ujung
bawah tube yang dipipihkan, ditekan/jepit penyegel tepat diatas lipatan
untuk menjamin bahwa sudah betul-betul tertutup. Penjepitan dapat
digunakan dengan tang, tangan atau dengan mesin lipat (crimper) yang
dijalankan dengan tangan atau kaki (Ansel, 2008).
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut magic bullet, yang dirancang untuk menangani
infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika pertama,
Salvarsan, yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh
Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penicillin pada tahun
1928. Tujuh tahun kemudian,Gerhard Domagk menemukan sulfa, yang membuka
jalan penemuan obat anti TB, isoniazid. Pada 1943, anti TB pertama
,streptomycin, ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman
pula orang pertama yang memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu
antibiotika ramai digunakan klinisi untuk 126 Antibioka, menangani berbagai
penyakit infeksi (Utami, 2012).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi
mikroba pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara
sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan
organisme lain (Utami, 2012).
Tidak mengherankan apabila bakteri dapat dengan mudah beradaptasi
dengan paparan antibiotika, mengingat keberadaan dan perkembanganya telah
dimulai sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu. Resistensi pasti diawali
adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya ada satu atau dua bakteri yang
mampu bertahan hidup, mereka punya peluang untuk menciptakan satu galur baru
yang resisten. Sayangnya, satu galur baru yang resisten ini bisa menyebar dari
satu orang ke orang lain, memperbesar potensinya dalam proporsi epidemik.
Penyebaran ini dipermudah oleh lemahnya control infeksi dan penggunaan
antibiotika yang luas (Utami, 2012).
antibiotik
terhadap
mikroba
menimbulkan
beberapa
konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal
berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged
illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan semakin
lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay). Ketika respon terhadap
pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk
beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih
besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan
transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar
daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya
meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas (Utami, 2012).
Sampai sekarang, faktanya sangat sulit membayangkan adanya prosedur
yang efektif untuk menangani resistensi ini. Klinisi akan sangat kesulitan
menentukan keputusan regimen terapi pada pasien-pasien dengan resiko infeksi
tinggi, misalnya pada pasien yang akan menjalani prosedur bedah, transpalntasi,
pasien dengan kemoterapi karena kanker, pasien-pasien kritis yang berusia sangat
muda atau sangat tua, pasien HIV dalam masa pengobatan, tanpa keberadaaan
antibiotika yang ampuh mengatasi masalah resistensi (Utami, 2012).
Berdasarkan ditemukannya kuman atau tidak, maka terapi antibiotika
dapat dibagi dua, yakni terapi empiris dan terapi definitive. Terapi empiris adalah
terapi yang diberikan berdasar diagnose klinis dengan pendekatan ilmiah dari
klinisi. Sedangkan terapi definitive dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis yang sudah pasti jenis kuman dan spectrum kepekaan
antibiotikanya (Utami, 2012).
Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat
terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang
mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam menggunakan
dasar salep yang mengandung air (Depkes R.I., 1995).
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang
tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan bagian
dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat dalam air terserap, baru
ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep, digerus dan diaduk hingga homogeny
dan tercampur merata semua bahan salepnya (Anief, 2004).
Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain ialah Adeps Lanae,
Unguentum simplex, Hydrophilic ointment. Dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain Lanoline (25% air), Unguentum Leniens (25%),
Unguentum Cetylicum hydrosum(40%) (Anief, 2004).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1
Formulasi
R/ Chloramfenikol
200 mg
Propilen glikol
Adeps lanae
Vaselin Album
10
##
Pro
: Liana
- Propilen glikol
- Adeps lanae
- Vaselin album
3.3
Perhitungan
Pada praktikum resep diminta menjadi satu sediaan (tube), maka
Chloramfenikol
200 mg 1 = 200 mg
Propilen glikol
1g1
=1g
Adeps lanae 1 g 1 = 1 g
Vaselin album
10 g (200 mg + 1 g + 1 g)
= 10 g 2,2 g
= 7,8 g
3.4
Prosedur
salep tersebut.
Dimasukkan dalam oven selama lebih kurang 20 menit pada suhu
80o C .
Dikeluarkan salep dari dalam oven.
Diamati yang terjadi kebocoran yang ada di kertas saring.
Dibuka bungkusan kertas saring.
3.5
Evaluasi
Untuk evaluasi salep, hal yang dilakukan adalah :
1
Ambil 10 tube .
Letakkan tube di atas loyang posisi horizontal.
Masukkan ke dalam oven
Tidak boleh terjadi kebocoran (kertas minyak harus tetap kering).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tube yang diuji belum memenuhi syarat .Namun dari percobaan ini dihasilkan 1
tube dengan hasil evaluasi :
4.2 Pembahasan
Pembuatan salep mata dengan bahan tambahan yang ditambahkan kedalam
dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari
partikel kasar dan harus memnuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji
salep mata. Wadah untuk salep mata harus berada dalam keadaan steril pada
waktu pengisian dan penutupan serta hars tertutup rapat. Dasar salep yang dipilih
tidak mengiritasi mata. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi
dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setelah
pembuatan salep mata ini diisikan kedalam tube yang terbuat dari plastic atau
timah dimana sebelumnya telah dibuat steril dan isinya kurang lebih dari 3,5 gram
dan dikocokkan dengan ujungnya berliku sempit yang memungkinkan lompatan
sejumlah kecil salep, hal ini untuk menempatkan salep pada garis, tepi kelopak
mata(Ansel, 2005)
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan yaitu uji homogenitas, salep yang
baik itu adalah salep yang homogen. Bahan obat yang terdapat di dalam salep
tersebut harus dalam susunan yang homogen dan tidak boleh dalam ukuran
partikel yang besar(Ansel, 2005)
Hasil uji
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.2
Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya bahan aktif diganti dengan bahan
obat yang lain seperti golongan antibiotik lain, eritomisin, clindamisin dan
basitrasil;
Sebaiknya pada percobaan selajutnya dasar salep digantikan dengan dasar
salep yang lainnya, vaselin flava, paraffin liquid, dan minyak mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 110-111.
Ansel, C.H. (2008).Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI
Press. Halaman 576-604.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi III .DEPKES RI. Halaman 1617.
Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VII. Jakarta:
Salemba Medika. Halaman 37-40.
Syamsuni, A.H. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteranan EGC. Halaman
152-164.
Stinger, J.L. (2001). Basic Concepst Pharmacology. Singapore: McGraw-Hill
Intenational Editions. Halaman 153-158.
Utami, R.E. (2012). Antibiotika, Resentensi, dan Rasionalitas Terapi. Malang:
Fakultas Sanis dan Teknologi UIN. Saintis Volume 1.
LAMPIRAN
-