You are on page 1of 22

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI NON STERIL 1

SALEP ANTIBIOTIK

OLEH :
NAMA

NIM

FITRI PUTRI RIFAI

(151501027)

ATIKA SARI SIHOMBING

(151501028)

DHEA NUR FADHILAH

(151501029)

WINA NOVA ZEANA

(151501030)

ULFAH POPPY HASANAH

(151501031)

RAMADHANI SIREGAR

(151501032)

RENNA MELATI

(151501033)

KELOMPOK/HARI

: 5/KAMIS

TANGGAL PERCOBAAN

: 25 FEBRUARI 2016

ASISTEN

: ROSITA

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI NON STERIL 1


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar

yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep
mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang tidak
mengandung obat disebut juga dasar salep dan digunakan sebagai pembawa
dalam penyiapan salep yang mengandung obat (Ansel, 2008).
Salep (unguenta) adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar (Depkes R.I., 1995).
Bahan obat harus larut atau terdispersi homogen ke dalam dasar salep yang
cocok (Depkes R.I., 1995).
Pemilihan dasar salep untuk dipakai dalam formulasi dari salep tergantung
pada pemikiran yang cermat atas sejumlah faktor-faktor termasuk : laju pelepasan
yang diiginkan bahan obat dasar salep, keinginan peningkatan oleh dasar salep
absopsi perkuatan dari obat, kelayakan melindungi lembab dari kulit oleh dasar
salep, jangka lama dan pendeknya obat stabil dalam dasar salep,pengaruh obat
bila ada terhadap kekentalan atau hal lainnya dari dasar salep.dalam membuat
salep antibiotok diperlukan bahan obat yang mengandung anti bakteri (Depkes
R.I., 1995).
Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakkan
Streptomyces venezuelae. Agen ini disintesis dan pada tahun 1949, kemudian
menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi
secara komersial.Kristal kloramfenicol merupakan senyawa yang netral dan stabil.
Agen ini larut alkohol, namun sulit larut dalam air. Chloramphenicol succinate,
yang

digunakan

untuk

pemberian

non-parenteral,

sangat

larut

air.

Chloramphenicol succinate mengalami hidrolisis secara in vivo melepaskan


klorampenikol bebas (Katzung, 2004).

Prinsip
Pembuatan sediaan salep antibiotik menggunakan bahan dasar salep

hidrokarbon yaitu vaseline album sebagai pembawa bahan obat kloramfenikol.


3

Tujuan
Untuk mengetahui bentuk sediaan salep antibiotik
Untuk mengetahui bahan dasar salep antibiotik
Mengetahui persyaratan salep antibiotik
Mengatahui mengevaluasi salep antibiotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Salep (unguents) adalah preparat setengah padat untuk pemakaian luar
yang dimaksudkan untuk pemakaian pada mata dibuat khusus dan disebut salep
mata. Salep dapat mengandung obat atau tidak mengandung obat, yang tidak
mengandung obat disebut juga dasar salep basis ointment) dan digunakan
sebagai pembawa dalam penyiapan salep yang mengandung obat (Ansel, 2008).
Preparat

setengah

padat

harus

dilindungi

melalui

kemasan

dan

penyimpanan yang sesuai dari pengaruh pengrusakan oleh udara, cahaya, uap air
(lembap) dan panas, serta kemungkinan terjadinya interaksi kimia antara preparat
dengan wadah (Ansel, 2008).
Peraturan Pembuatan Salep Menurut F. Van Duin
1

Peraturan salep pertama


Zat-zat yang dapat larut dalam campuran lemak, dilarutkan ke
dalamnya, jika perlu dengan pemanasan (Syamsuni, 2006).

Peraturan salep kedua


Bahan-bahan yang larut dalam air, jika tidak ada peraturan lain,
dilarutkan lebih dahulu dalam air, asalkan jumlah air yang dipergunakan
dapat diserap seluruhnya oleh basis salep dan jumlah air yang dipakai,
dikurangi dari basis salepnya (Syamsuni, 2006).

Peraturan salep ketiga


Bahan-bahan yang sukar atau hanya sebagian dapat larut dalam lemak
dan air harus diserbukkan lebih dahulu, kemudian diayak dengan
pengayak No.60 (Syamsuni, 2006).

Peraturan salep keempat


Salep-salep yang dibuat dengan jalan mencairkan, campurannya harus
digerus sampai dingin bahan-bahan yang ikut dilebur, penimbangan
harusdilebihkan 10-20 % untuk mencegah kekurangan bobotnya
(Syamsuni, 2006).

Persyaratan Salep adalah


1
2

Pemerian: tidak boleh berbau tengik (Syamsuni, 2006).


Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat

keras atau obat narkotik, kadar bahan obat adalah 10% (Syamsuni, 2006).
Dasar salep: kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat
bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar
salep sebagai berikut: (Syamsuni, 2006).
a Dasar salep senyawa hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning
(vaselin flavum), malam putih (cera album), malam kuning (vaselin
b

flavum), atau campurannya (Syamsuni, 2006).


Dasar salep serap: lemak bulu domba (adeps lanae), campuran 3
bagian kolesterol, 3 bagian stearil-alkohol, 8 bagian malam putih dan
86 bagian vaselin putih, campuran 30 bagian malam kuning dan 70

bagian minyak wijen (Syamsuni, 2006).


Dasar serap yang dapat dicuci dengan air atau dasar salep emulsi,

misalnya emulsi minyak dalam air (M/A) (Syamsuni, 2006).


Dasar salep yang dapat larut dalam air, misalnya PEG atau

campurannya.
Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
Penandaan: pada etiket harus tertera obat luar (Syamsuni, 2006).

Uraian bahan dasar salep, yaitu:


1 Dasar salep hidrokarbon
Dasar salep hidrokarbon (dasar bersifat lemak) bebas air, preparat yang
berair mungkin dapat dicampurkan hanya dalam jumlah sedikit saja, bila lebih
minyak sukar bercampur. Dasar hidrokarbon dipakai terutama untuk efek emolien.
Dasar salep tersebut bertahan pada kulit untuk waktu yang lama dan tidak
memungkinkan larinya lembap ke udara dan sukar dicuci. Kerjanya sebagai bahan
penutup saja. Tidak mengering atau tidak ada perubahan dengan berjalannya
waktu (Ansel, 2008).
a Petrolatum

Petrolatum, USP adalah campuran dari hidrokarbon setengah padat


diperoleh dari minyak bumi. Petrolatum suatu masa yang kelihatannya bagus,
bermacam-macam warnanya dari kekuning-kuningan sampai kuning gading yang
muda. Melebur pada temperatur 38o Cdan 60o C. Dapat digunakan secara tunggal
atau dalam campuran dengan zat lain sebagai dasar salep. Sinonimnya adala
petrolatum kuning, petrolatum jelly. Nama dalam perdagangannya adalah vaseline
(chesebrough) (Ansel, 2008).
b Parafin
Parafin campuran hidrokarbon padat yang dimurnikan diperoleh dari
minyak bumi. Tidak berwarna atau putih, kurang lebih massa yang tembus cahaya
yang dapat digunakan untuk membuat keras atau kaku dasar salep setengah padat
yang berlemak (Ansel, 2008).
c

Salep Kuning
Tiap 100 g Yellow Ointment, USP, mengandung 5 g lilin kuning dan 95 g

petrolatum. Lilin kuning adalah lilin yang dimurnikan yang dihasilkan dari sarang
tawon (Apis mellifera). Sinonim dari salep kuning adalah salep sederhana (simple
ointment) (Ansel, 2008).
d Salep putih
White Ointment, USP, mengandung 5% lilin putih (lilin lebah murni yang
diputihkan dan 95% petrolatum putih (Ansel, 2008).
e

Minyak mineral
Minyak mineral adalah campuran dari hidrokarbon cair yang dihasilkan

dari minyak bumi. Berguna dalam menggerus bahan yang tidak larut pada
preparat salep dengan bahan dasar lemak. Sinonim zat ini adalah petrolatum cair
(liquid petrolatum) (Ansel, 2008)
2 Dasar salep absorpsi
Dasar salep absorpsi dapat menjadi dua tipe: (1) yang memungkinkan
pencampuran larutan berair, hasil dari permukaan emulsi air dan minyak
(misalnya petrolatum hidrofilik dan lanolin anhidrida; dan (2) yang sudah menjadi
emulsi air minyak (dasar emulsi), memungkinkan bercampurnya sedikit

penambahan jumlah larutan berair (misalnya lanolin dan Cold Cream). Dasar
salepini berguna sebagai emolien walaupun tidak menyediakan derajat penutupan
seperti yang dihasilkan dasar salep berlemak. Seperti dasar salep berlemak, dasar
salep absorpsi tidak mudah dihilangkan dari kulit oleh pencucian air (Ansel,
2008).
a Petrolatum hidrofilik
Petrolatum hidrofilik dari kolesterol, alkohol stearat, lilin putih, dan
petrolatum putih. Dasar salep ini memiliki kemampuan mengabsorpsi air dengan
membentuk emulsi air dalam minyak. (Ansel, 2008).
b Lanolin anhidrida
Lanolin anhidrida dapat mengandung tidak elbih dari 0,25% air. Lanolin
anhidrida tidak larut dalam air tetapi bercampur tanpa terpisah dengan air dua kali
beratnya. Pencampuran dengan air menghasilkan emulsi air dalam minyak.
(Ansel, 2008).
c

Lanolin
Lanolin adalah setengah padat, bahan seperti lemak diperoleh dari bulu

domba (Ovis aries) merupakan emulsi air dalam minyak yang mengandung air
antara 25 dan 30. Penambahan air dapat dicampurkan ke dalam lanolin dengan
pengadukan. Sinonim dari zat ini adalah hydrous wool fat (Ansel, 2008).
d

Cold cream
Cold cream (krim pendingin) merupakan emulsi air dalam minyak,

setengah padat, putih, dibuat dengan lilin setil ester, lilin putih, minyak mineral,
natrium borat, dan air murni. Natrium borat dicampur dengan asam lemak bebas
yang ada dalam lilin-lilin membentuk sabun natrium yang bekerja sebagai zat
pengemulsi. Krim pendingin sigunakan sebagai emolien dan dasar salep (Ansel,
2008).
3 Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air
Dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air merupakan emulsi minyak
dalam air yang dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan air. Atasa dasar ini
bahan tersebut sering dikatakan sebagai bahan dasar salep tercuci air. Dasar

salep ini nampaknya seperti krim dapat diencerkan dengan air atau larutan berair.
Dari sudut pandang terapi mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cairan
serosal yang keluar dari kondisi dermatologi. Bahan obat tertentu dapat diabsorbsi
lebih baik oleh kulit jika ada dasar salep tipe ini daripada dasar salep yang lainnya
(Ansel, 2008).
a Salep hidrofilik
Sebagaimana ditunjukkan oleh namanya salep hidrofilik berarti suka air.
Mengandung natrium lauril sulfat sebagai bahan pengemulsi, dengan alkohol
stearat dan petrolatum putih mewakili fase berlemak dan emulsi serta propilen
glikol dan air mewakili fase air. Metil paraben dan propil paraben digunakan
sebagai pengawet salep melawan pertumbuhan mikroba. Salep digunakan sebagai
pembawa yang dapat dibersihkan dengan air untuk bahan-bahan obat (Ansel,
2008)
4 Dasar salep larut dalam air
Tidak seperti dasar salep yang tidak larut dalam air, yang mengandung
kedua-duanya, komponen yang larut maupun yang tidak larut dalam air, dasar
yang larut dalam air hanya mengandung komponen ysng larut dalam air. Tetapi,
seperti dasar salep yang dapat dibersihkan dengan air basis yang larut dalam air
dapat dicuci dengan air. Basis yang larut dalam air biasanya disebut sebagai
greaseless karena tidak mengandung bahan berlemak. Karena dasar salep ini
sangat mudah melunak dengan penambahan air, larutan air tidak efektif
dicampurkan ke dalam bahan dasar ini. Nampaknya dasar salep ini lebih baik
digunakan untuk dicampurkan dengan bahan tidak berair atau bahan padat (Ansel,
2008).
a Salep polietilen glikol
Formula resmi basis ini memerlukan kombinasi 400 g polietilen glikol
3350 (padat) dan 600 g polietilen glikol 400 (cair) untuk membuat 1000 g dasar
salep. Akan tetapi bila diperlukan salep yang lebih baik lagi, formula dapat diubah
lagi untuk memungkinkan bagian yang sama antara kedua bahan. Jika 6 sampai
25% dari larutan berair dicampurkan ke dalam dasar salep, penggantian 50 g

polietilen glikol 3350 dengan jumlah alkohol stearat berguna untuk membuat
produk akhir lebih padat dalam jumlah yang sama (Ansel, 2008)
Polietilen glikol adalah polimer dari etilenoksida dan air. Panjang rantai
dapat berbeda-beda untuk mendapatkan polimer yang mempunyai viskositas
bentuk fisik (cair, padat atau setengah padat) yang diinginkan (Ansel, 2008)
Penggolongan Salep
1

Menurut konsistensinya salep dapat dibagi:


a Unguenta: salep yang mempunyai konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
b

tenaga (Syamsuni, 2006).


Cream (krim): salep yang banyak mengandung air, mudah diserap

kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air (Syamsuni, 2006).
Pasta: salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian

kulit yang diolesi (Syamsuni, 2006).


Cerata: salep berlemak yang mengandung persentase lilin (wax) yang

tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).


Gelones/spumae/jelly: salep yang lebih halus, umumnya cair dan
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis,
biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak
dengan titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum dengan

air mendidih) (Syamsuni, 2006).


Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi:
a Salep epidermis (epidermic oinment; salep penutup) guna melindungi
kulit dan menghasilkan efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-kadang
ditambahkan antiseptik, astringensia untuk meredakan rangsangan
atau anestesi lokal. Dasar salep yang baik adalah dasar salep senyawa
b

hidrokarbon (Syamsuni, 2006).


Salep endodermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam
kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagian, digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah

minyak lemak (Syamsuni, 2006).


Salep diadermis: salep yang bahan obatnya menembus ke dalam
tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya

salep

yang

mengandung

senyawa

merkuri

iodida,

beladona

(Syamsuni, 2006).
3

Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi atas:


a

Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air,
biasanya dasar salep tipe M/A (Syamsuni, 2006).

bSalep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar
salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air; misalnya:
campuran lemak-lemak, minyak lemak, malam (Syamsuni, 2006).
4

Menurut Formularium Nasional (Fornas)


a Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)
b Dasar salep 2 (dasar salep serap).
c Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasar
d

salep emulsi M/A)


Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air) (Syamsuni
2006).

Kualitas dasar salep yang adalah:


a

stabil, yaitu selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas
dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada

dalam kamar (Anief, 2007).


lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan produk menjadi lunak
dan homogen , sebab salep digunakan untuk kulit yang teriiritasi,

inflamasi dan ekskorasi (Anief, 2007).


mudah dipakai, yaitu umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling

mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit (Anief, 2007).


dasar salep yang cocok, yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepasa

obatnya pada daerah yang diobati (Anief, 2007).


terdistribusi secara merarata, obat harus tersistribusimerata melaui dasar
salep pdat atau cair pada pengobatan (Anief, 2007).

Antibiotik (Latin, anti:lawan, bios:hidup) adalah zat-zat kimia yang


dihasilkan mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama fungi dan bakteri

tanah, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhannya


banyak bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia
relatif kecil (Stringer, 2001).
Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakkan
Streptomyces venezuelae. Agen ini disintesis dan pada tahun 1949, kemudian
menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dan diproduksi
secara komersial. Kepentingan ini mulai memudar seiring denga tersedianya
antibiotik yang lebih aman dan efektif. Kini, kloramfenikol jarang digunakan,
kecuali di negara-negara berkembang. Kristal kloramfenicol merupakan senyawa
yang netral dan stabil. Agen ini larut alkohol, namun sulit larut dalam air.
Chloramphenicol succinate, yang digunakan untuk pemberian non-parenteral,
sangat larut air. Chloramphenicol succinate mengalami hidrolisis secara in vivo
melepaskan klorampenikol bebas (Katzung, 2004).
Kloramfenikol digunakan secara topikal untuk pengobatan infeksi mata
karena spektrum antibakterinya yang luas dan kemampuannya mempenetrasi
jaringan okuler dan cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk infeksi-infeksi
chlamydia (Katzung, 2004).
Pada skala kecil, pengisian dari tube salep oleh ahli farmasi di apotek, tube
dapat diisi dengan cara sebagai berikut:
1

Salep yang telah dibuat digulung di atas kertas perkamen menjadi bentuk
silinder, diameter silinder sedikit lebih kecil dari tube supaya dapat

diisikan dengan panjang kertas yang lebih dari silinder (Ansel, 2008).
Dengan tutup dari tube dilepas supaya udara keluar, silinder dari salep
dengan kertas dimasukkan ke dalam bagian ujung bawah tube yang

terbuka (Ansel, 2008).


Potongan kertas yang meliputi salep dipegang oleh satu tangan sedang
lainnya menekan dengan spatula yang berat ke arah tutup tube sampai tube
tadi penuh dan sambil menarik perlahan-lahan kertas salep tadi dilepaskan,
ratakan permukaan salep dengan spatula, kurang lebih inci dari ujung
bawah (Ansel, 2008).

Bagian bawah yang disisakan lipatan 2 x 1/8 inci dan dibuat dari ujung
bawah tube yang dipipihkan, ditekan/jepit penyegel tepat diatas lipatan
untuk menjamin bahwa sudah betul-betul tertutup. Penjepitan dapat
digunakan dengan tang, tangan atau dengan mesin lipat (crimper) yang
dijalankan dengan tangan atau kaki (Ansel, 2008).
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali

menemukan apa yang disebut magic bullet, yang dirancang untuk menangani
infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan antibiotika pertama,
Salvarsan, yang digunakan untuk melawan syphilis. Ehrlich kemudian diikuti oleh
Alexander Fleming yang secara tidak sengaja menemukan penicillin pada tahun
1928. Tujuh tahun kemudian,Gerhard Domagk menemukan sulfa, yang membuka
jalan penemuan obat anti TB, isoniazid. Pada 1943, anti TB pertama
,streptomycin, ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman
pula orang pertama yang memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu
antibiotika ramai digunakan klinisi untuk 126 Antibioka, menangani berbagai
penyakit infeksi (Utami, 2012).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi
mikroba pada manusia. Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan
oleh mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara
sintetik yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan
organisme lain (Utami, 2012).
Tidak mengherankan apabila bakteri dapat dengan mudah beradaptasi
dengan paparan antibiotika, mengingat keberadaan dan perkembanganya telah
dimulai sejak kurang lebih 3,8 milyar tahun yang lalu. Resistensi pasti diawali
adanya paparan antibiotika, dan meskipun hanya ada satu atau dua bakteri yang
mampu bertahan hidup, mereka punya peluang untuk menciptakan satu galur baru
yang resisten. Sayangnya, satu galur baru yang resisten ini bisa menyebar dari
satu orang ke orang lain, memperbesar potensinya dalam proporsi epidemik.
Penyebaran ini dipermudah oleh lemahnya control infeksi dan penggunaan
antibiotika yang luas (Utami, 2012).

Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri


dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang
seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance
didefinisikan sebagai resistensi terhadap daua atau lebih obat maupun klasifikasi
obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan
obat lain yang belum pernah dipaparkan (Utami, 2012).
Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang
menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan
lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang
mampu bertahan hidup dan berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya.
Kepekaan bakteri terhadap kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang
dapat menghentikan perkembangan bakteri (Utami, 2012).
Resistensi

antibiotik

terhadap

mikroba

menimbulkan

beberapa

konsekuensi yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang gagal
berespon terhadap pengobatan mengakibatkan perpanjangan penyakit (prolonged
illness), meningkatnya resiko kematian (greater risk of death) dan semakin
lamanya masa rawat inap di rumah sakit (length of stay). Ketika respon terhadap
pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien menjadi infeksius untuk
beberapa waktu yang lama (carrier). Hal ini memberikan peluang yang lebih
besar bagi galur resisten untuk menyebar kepada orang lain. Kemudahan
transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar
daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya
meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas (Utami, 2012).
Sampai sekarang, faktanya sangat sulit membayangkan adanya prosedur
yang efektif untuk menangani resistensi ini. Klinisi akan sangat kesulitan
menentukan keputusan regimen terapi pada pasien-pasien dengan resiko infeksi
tinggi, misalnya pada pasien yang akan menjalani prosedur bedah, transpalntasi,
pasien dengan kemoterapi karena kanker, pasien-pasien kritis yang berusia sangat
muda atau sangat tua, pasien HIV dalam masa pengobatan, tanpa keberadaaan
antibiotika yang ampuh mengatasi masalah resistensi (Utami, 2012).
Berdasarkan ditemukannya kuman atau tidak, maka terapi antibiotika
dapat dibagi dua, yakni terapi empiris dan terapi definitive. Terapi empiris adalah

terapi yang diberikan berdasar diagnose klinis dengan pendekatan ilmiah dari
klinisi. Sedangkan terapi definitive dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologis yang sudah pasti jenis kuman dan spectrum kepekaan
antibiotikanya (Utami, 2012).
Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal
untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat yang cepat
terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar salep yang
mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam menggunakan
dasar salep yang mengandung air (Depkes R.I., 1995).
Bila masa salep mengandung air dan obatnya dapat larut dalam air yang
tersedia maka obatnya dilarutkan dulu dalam air dan dicampur dengan bagian
dasar salep yang dapat menyerap air, setelah seluruh obat dalam air terserap, baru
ditambahkan bagian-bagian lain dasar salep, digerus dan diaduk hingga homogeny
dan tercampur merata semua bahan salepnya (Anief, 2004).
Dasar salep yang dapat menyerap air antara lain ialah Adeps Lanae,
Unguentum simplex, Hydrophilic ointment. Dan dasar salep yang sudah
mengandung air antara lain Lanoline (25% air), Unguentum Leniens (25%),
Unguentum Cetylicum hydrosum(40%) (Anief, 2004).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1

Formulasi
R/ Chloramfenikol

200 mg

Propilen glikol

Adeps lanae

Vaselin Album

10

##
Pro

: Liana

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
- Mortir dan Stamfer
- Sudip
- Perkamen
- Spatula
- Pipet tetes
- Cawan Penguap
- Penara
- Serbet
- Kertas Saring
- Tube 10 g
- Pinset
- Label
- Timbangan gram
- Timbangan miligram
- Oven
- Loyang oven
- Tisue
- Gelas objek
3.2.2. Bahan
- Chloramfenikol

- Propilen glikol
- Adeps lanae
- Vaselin album
3.3

Perhitungan
Pada praktikum resep diminta menjadi satu sediaan (tube), maka

perhitungan tiap-tiap bahan menjadi:

Chloramfenikol
200 mg 1 = 200 mg
Propilen glikol
1g1
=1g
Adeps lanae 1 g 1 = 1 g
Vaselin album
10 g (200 mg + 1 g + 1 g)
= 10 g 2,2 g
= 7,8 g

3.4

Prosedur

Ditimbang Chloramfenikol sebanyak 200 mg di kertas perkamen.


Ditimbang Adeps lanae sebanyak 1 g di kertas perkamen.
Ditimbang Vaselin album sebanyak 7,8 g di atas kertas perkamen.
Disetarakan cawan penguap, ditimbang propilenglikol sebanyak 1 g di
dalam cawan penguap.
Dimasukkan ke dalam lumpang Chloramfenikol, gerus harus.
Ditambahkan Propilen glikol gerus hingga homogen.
Dimasukkan sebagian Vaselin album gerus hingga homogen.
Dimasukkan Adeps lanae gerus hingga homogen.
Ditambahkan sisa Vaselin album gerus hingga homogen.
Ditutup lipatan belakang tube dengan ketat.
Dibungkus tube dengan kertas saring untuk menguji kebocoran dari

salep tersebut.
Dimasukkan dalam oven selama lebih kurang 20 menit pada suhu

80o C .
Dikeluarkan salep dari dalam oven.
Diamati yang terjadi kebocoran yang ada di kertas saring.
Dibuka bungkusan kertas saring.

3.5

Dibersihkan minyak-minyak yang melekat pada tube.


Diberi label dan etiket.

Evaluasi
Untuk evaluasi salep, hal yang dilakukan adalah :
1

Uji kebocoran (salep dalam tube)

Alat : Oven dan kertas penyerap


Caranya:

Ambil 10 tube .
Letakkan tube di atas loyang posisi horizontal.
Masukkan ke dalam oven
Tidak boleh terjadi kebocoran (kertas minyak harus tetap kering).

Uji homogenitas (F.Ind III, 1979)

Alat: Objek glass / kertas perkamen


Cara: Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogen. (homogen/tidak ada
penumpukan bahan obat).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tube yang diuji belum memenuhi syarat .Namun dari percobaan ini dihasilkan 1
tube dengan hasil evaluasi :

Uji kebocoran tube :


Pada pengujian kebocoran pada tube tidak terjadi kebocoran.
Uji homogenitas :
Pada pengujian homogenitas salep sudah homogen

4.2 Pembahasan
Pembuatan salep mata dengan bahan tambahan yang ditambahkan kedalam
dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus. Salep mata harus bebas dari
partikel kasar dan harus memnuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji
salep mata. Wadah untuk salep mata harus berada dalam keadaan steril pada
waktu pengisian dan penutupan serta hars tertutup rapat. Dasar salep yang dipilih
tidak mengiritasi mata. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi
dalam 4 kelompok, yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap,
dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setelah

pembuatan salep mata ini diisikan kedalam tube yang terbuat dari plastic atau
timah dimana sebelumnya telah dibuat steril dan isinya kurang lebih dari 3,5 gram
dan dikocokkan dengan ujungnya berliku sempit yang memungkinkan lompatan
sejumlah kecil salep, hal ini untuk menempatkan salep pada garis, tepi kelopak
mata(Ansel, 2005)
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan yaitu uji homogenitas, salep yang
baik itu adalah salep yang homogen. Bahan obat yang terdapat di dalam salep
tersebut harus dalam susunan yang homogen dan tidak boleh dalam ukuran
partikel yang besar(Ansel, 2005)
Hasil uji

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Bentuk sediaan dari salep antibiotik merupakan semi solid yang

dimasukkan kedalam wadah berupa tube.


Penggunaan vaselin album merupakan bahan dasar dari bahan obat

kloramfenicol dalam salep antibiotik.


Persyaratan salep yaitu tidak boleh berbau tengik, kecuali dinyatakan lain
dan untuk salep yang mengandung obat keras atau obat narkotik, kadar

bahan obat adalah 10%.


Evaluasi sediaan salep antibiotik telah memenuhi dalam uji homogenitas
dan tidak terjadi kebocoran dalam uji kebocoran.

5.2

Saran
Sebaiknya pada percobaan selanjutnya bahan aktif diganti dengan bahan
obat yang lain seperti golongan antibiotik lain, eritomisin, clindamisin dan
basitrasil;
Sebaiknya pada percobaan selajutnya dasar salep digantikan dengan dasar
salep yang lainnya, vaselin flava, paraffin liquid, dan minyak mineral.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press. Halaman 110-111.
Ansel, C.H. (2008).Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI
Press. Halaman 576-604.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi III .DEPKES RI. Halaman 1617.
Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VII. Jakarta:
Salemba Medika. Halaman 37-40.
Syamsuni, A.H. (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteranan EGC. Halaman
152-164.
Stinger, J.L. (2001). Basic Concepst Pharmacology. Singapore: McGraw-Hill
Intenational Editions. Halaman 153-158.
Utami, R.E. (2012). Antibiotika, Resentensi, dan Rasionalitas Terapi. Malang:
Fakultas Sanis dan Teknologi UIN. Saintis Volume 1.

LAMPIRAN
-

Penggerusan setelah semua bahan ditambakan

Uji homogenitas salep

Uji kebocoran salep

Sedian salep dalam tube

You might also like