You are on page 1of 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI I


GEL

OLEH :
NAMA

: FITRI PUTRI RIFAI

(151501027)

ATIKA SARI SIHOMBING

(151501028)

DHEA NUR FADHILAH

(151501029)

WINA NOVA ZEANA (151501030)


ULFAH POPPY HASANAH (151501031)
RAMADHANI SIREGAR

(151501032)

RENNA MELATI

(151501033)

KELOMPOK/HARI

: 5/KAMIS

TANGGAL PERCOBAAN

: 25 FEBRUARI 2016

ASISTEN

: ANNISA

LABORATORIM TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI 1


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gel merupakan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik kecil atau molekul organic besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Jika massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan
sebagai sistem dua fase ( gel alumunium hidroksida ). Dalam system 2 fase, jika
ukuran partikel dari fase terdispersi relative besar disebut Magma (Anief, 2004).
Gel kadang disebut jelly merupakan sistem semipadat (massa lembek)
terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri atas
jaringan partikel kecil yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase
(misalnya gel alumunium hidroksida). Dalam sistem dua fase jika ukuran partikel
dari fase terdispersi relative besar, massa gel kadang dinyatakan sebagai magma
(misalnya magma bentonit), dimana massanya bersifat tiksotropik, artinya massa
akan mengental jika didiamkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Jika
massanya banyak mengandung air, gel itu disebut jelly (Syamsuni, 2007).
Gel dapat diberikan untuk penggunaan topical atau dimasukkan kedalam
lubang tubuh. Penyimpanannya didalam wadah yang tertutup dengan baik, dalam
botol mulut lebar yang terlindung dari sinar matahari dan cahaya, dan ditempat
sejuk. Pada kemasan sediaan, pada etiket harus tertera label Kocok Dahulu
(Syamsuni, 2007).
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat
mengabsorbsi larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan
berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.
Pengembangan gel kurang sempurna bila terjadi diikatan silang antar dipolimer
(Anief, 2004).
Jenis sediaan topikal, yaitu sediaan gel berbasis HPMC. Sediaan gel
mempunyai keuntungan diantaranya tidak lengket, mudah mongering dan
membentuk lapisan film sehingga mudah dicuci. HPMC dapat menghasilkan gel
yang netral jernih dan tidak nerwarna, stabil pada pH 3-11. Zat-zat pembentuk gel
digunakan sebagai pengikat dalam granulasi (Sprowls, 1970).
1.2 Prinsip Percobaan

Sediaan salep yang lebih halus, umumnya mengandung sedikit atau tanpa
lilin, digunakan sebagai basis yang mempunyai resistensi yang baik terhadap
serangan mikroba.
1.3 Tujuan Percobaan
Mengetahui basis yang digunakan dalam sediaan gel
Mengetahui bahan tambahan yang digunakan dalam sediaan gel
Mengatahui syarat pembuatan gel
Mengetahui cara evaluasi gel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gel merupakan salah satu bentuk sediaan yang cukup digemari sebagai
hand sanitizer. Pada penelitian ini digunakan carbomer sebagai basis gel karena
carbomer sering digunakan pada sediaan gel topikal. Carbomer memiliki sifat
mengiritasi yang sangat rendah pada penggunaan berulang. Carbomer cocok
untuk formulasi sediaan gel yang mengandung air dan alkohol. Bahan antiseptik
yang digunakan dalam formula sediaan gel biasanya dari golongan alkohol
(etanol, propanol, isopropanol) dengan konsentrasi 50% sampai 70% dan jenis
disinfektan yang lain seperti klorheksidin, triklosan (swetman, 2002).
Alkohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja
terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi

karena merupakan pelarut organik maka alkohol dapat melarutkan lapisan lemak
dan sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung
terhadap infeksi mikroorganisme (swetman, 2002).
Golongan fenol yang digunakan dalam sediaan antiseptik tangan adalah
triklosan. Triklosan memiliki sebagian besar sifat antibakteri (membunuh atau
memperlambat) pertumbuhan bakteri. Triklosan yang paling sering digunakan
untuk membunuh bakteri pada kulit. Kadar triklosan yang dipilih pada penelitian
ini adalah 0,5% dan 1% karena peneliti ingin mengetahui berapa persen daya
antiseptik yang dihasilkan dengan menggunakan formula gel dalam basis
carbomer yang mengandung triklosan pada kadar 0,5% dan 1% serta pengujian
daya antiseptik dilakukan dengan menggunakan ibu jari. Untuk menguji sediaan
dilakukan tes pada pH, bobot jenis, viskositas dan sifat alir (swetman, 2002).
suatu bentuk formulasi sediaan yang dapat mempermudah masyarakat
mendapatkan khasiat antijerawat dari umbi Bakung, yaitu dalam bentuk gel.Gel
dipilih karena tidak mengandung minyak sehingga tidak akan memperburuk
jerawat, bening, mudah mengering membentuk lapisan film yang mudah dicuci,
juga bentuk sediaan gel cocok untuk terapi topikal pada jerawat terutama
penderita dengan tipe kulit berminyak (Voigt, 1994).
Gel adalah suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi
yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang
besar dan saling diresapi cairan. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan
keseluruh cairan sampai tidak terlihat ada batas diantaranya, cairan ini disebut gel
satu fase. Jika massa gel terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang
berbeda, maka gel ini dikelompokkan sebagai sistem dua fase dan sering pula
disebut magma atau susu. Gel dianggap sebagai dispersi koloid karena masingmasing mengandung partikel-partikel dengan ukuran koloid (Voigt, 1994).
Gel secara luas digunakan pada berbagai produk obat-obatan, kosmetik
dan makanan,juga pada beberapa proses industri. Dalam bidang pengobatan, gel
dapat digunakan sebagai bahan dasar (pembawa) dalam pembuatan sediaan
topikal. Keuntungan dari gel dibandingkan dengan bentuk sediaan topikal lainnya
yaitu memungkinkan pemakaian yang merata dan melekat dengan baik, mudah
digunakan, mudah meresap, dan mudah dibersihkan oleh air. Penyimpanan gel
harus dalam wadah yang tertutup baik terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk
(Voigt, 1994).
4

Dalam sediaan farmasi, gel digunakan untuk sediaan oral sebagai gel
murni, atau sebagai cangkang kapsul yang dibuat dari gelatin, untuk obat topical
yang langsung dipakai pada kulit, membran mukosa atau mata, ataupun untuk
sediaan dengan kerja yang lama yang disuntikkan secara intramuskular. Zat
pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung
dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Dalam
kosmetik, gel digunakan dalam berbagai ragam dan aneka produk seperti:
shampo, sediaan pewangi, pasta gigi dan sediaan untuk perawatan kulit dan
rambut (swetman, 2002).
Karakteristik gel harus digunakan dengan tujuan penggunaan sediaan. Zat
pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi: inert, aman, tidak bereaksi
dengan komponen farmasi lain. Inkompatibilitas yang potensial dapat terjadi
dengan mencampur obat yang bersifat kation, pengawet, surfaktan dengan
senyawa pembentuk gel anionic (swetman, 2002).
Senyawa polieter menunjukkan antaraksi dengan fenol dan asam
karboksilat. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan
membentuk sifat seperti: padatan yang cukup baik, selama penyimpanan mudah
dipecah bila diberikan daya pada sistem. Tujuan utama penggunaan obat pada
terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapeutik pada tempat-tempat
spesifik di jaringan epidermis. Daerah yang terkena umumnya epidermis dan
dermis, sedangkan obat-obat topikal tertentu seperti emoliens, antimikroba, dan
deodorant terutama bekerja pada permukaan kulit saja. Apabila suatu sistem obat
digunakan secara topikal, maka obat akan keluar dari pembawanya dan berdifusi
ke permukaan jaringan kulit, ada 3 jalan masuk yang utama melalui daerah
kantung rambut, melalui kelenjar keringat, dan stratum korneum yang terletak
diantara kelenjar keringat dan kantung rambut (swetman, 2002).
Faktor-faktor dalam penetrasi kulit yaitu pada dasarnya sama dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi saluran cerna dengan laju difusi yang
sangat tergantung pada sifat fisika-kimia obat, dan hanya sedikit tergantung pada
zat pembawa, pH, dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit,
yakni apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, daerah kulit yang
diobati, ketebalan fase pembatas kulit, perbedaan spesies dan kelembapan yang
dikandung oleh kulit (swetman, 2002).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus
cahaya yang mengandung zat-zat aktif dalam keadaan terlarut. Gel dibuat dengan
peleburan atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat
mengembang dari gel. Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuat gel
meliputi gom alam agar, pektin, tragacanth, serta bahan-bahan sintesis dan
semisintesis seperti metilselulosa, karboksimetilselulosa dan karbopol yang
merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi.
Carbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya
suatu zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk
membentuk suatu sediaan semipadat. Gel juga dapat dibentuk oleh selulosa seperti
hidroksipropilselulosa dan hidroksipropilmetilselulosa (Lachman, 1994).
Viskositas menyatakan besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir.
Makin tinggi viskositas maka makin besar tahanannya sehingga cairan akan
semakin sulit mengalir. Tujuan dari penetapan viskositas adalah untuk mngetahui
konsistensi gel. Gel dibuat dengan peleburan atau diperlukan suatu prosedur
khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel. Alat yang digunakan untuk
menetapkan viskositas disebut viakotester RION (swetman, 2002).
Dalam membuat sediaan masalah stabilitas sediaan merupakan masalah
yang harus diatasi pertama kali dan kemudian formulasinya sebagai sediaan
minuman kesehatan yang dapat diterima dengan balk oleh konsumen. Kebenaran
khasiat minuman tersebut semata-mata bergantung pada proses produksinva.
Meski sudah banyak orang melakukan studi ini, tetapi kebanyakan masih
dirahasiakan dalam bentuk paten dan tidak dipublikasikan secara terbuka
(Sprowls, 1970).
Gel adalah campuran koloidal antara dua zat berbeda fase: padat dan cair.
Penampilan gel seperti zat padat yang lunak dan kenyal (seperti jelly), namun
pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku seperti fluida (mengalir).
Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat cair, namun mereka
juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin, agar-agar, dan
gel rambut. Biasanya gel memiliki sifat tiksotropi (Ing.: thyxotropy) : menjadi
cairan ketika digoyang, tetapi kembali memadat ketika dibiarkan tenang.
Beberapa gel juga menunjukkan gejala histeresis. Dengan mengganti cairan
dengan gas dimungkinkan pula untuk membentuk aerosel ('gel udara'), yang
merupakan bahan dengan sifat-sifat yang khusus, seperti massa jenis rendah, luas
6

permukaan yang sangat besar, dan isolator panas yang sangat baik (Sprowls,
1970).
Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari
suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul
organik yang besar dan saling diresapi cairan. Gel, kadang-kadang disebut jeli,
merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu
cairan Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama
dalam suatu cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul
makro yang terdispersi dan cairan. Produk gel mempunyai karakteristik aesthetic
positive dan itu sekarang lebih cocok dan lebih popular pada produk kosmetik
perawatan (swetman, 2002).
Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus
cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai
kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase
terdispersi. Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai
tidak terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel
terdiri dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini
dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989).
Polimer-polimer yang biasa digunakan untuk membuatgel-gel farmasetik
meliputi gom alam tragakan, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahanbahan sintetis dan semisintetis seperti metil selulosa, hidroksietilselulosa,
karboksimetilselulosa, dan karbopol yang merupakan polimer vinil sintetis dengan
gugus karboksil yang terionisasi. Gel dibuat dengan proses peleburan, atau
diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan dengan sifat mengembang dari gel
(Lachman, 1994).
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik
1. Dasar gel hidrofobik, Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikelpartikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit
sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan
hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan
prosedur yang khusus (Ansel, 1989).
2. Dasar gel hidrofilik, Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri darimolekulmolekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan

molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut.
Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik
kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem
koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas
yang lebih besar .Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan
pengembang, air, humektandan bahan pengawet (Voigt, 1994).
Keuntungan sediaan gel adalah kemampuan penyebarannya baik pada
kulit , efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit, tidak ada
penghambatan fungsi rambut secara fisiologis, kemudahan pencuciannya dengan
air yang baik, pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994).
Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan
bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping
penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis
ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan
dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan
terhadap penguapanyaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena
itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,
meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan
(Voigt, 1994).
HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan
sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid
pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau
aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sediment. HPMC melarut sangat
lambat dan sulit, metode yang disarankan sebagai Sediakan air panas, tambahkan
air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah HPMC, sebab
HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata pada permukaan
air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan campuran dan
tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minya sebagai
peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar
larut (Rowe, 2005).
Berdasarkan sifat pelarut yaitu, Hidrogel (pelarut air).Hidrogel pada
umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang saling sambung silang
melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik, ikatan hidrogen atau
8

interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas yang tinggi sebab


hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan cairan biologi dan
jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan adhesi sel;
hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan jaringan
dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga
meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya.
Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan
yang rendah setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin Organogel
(pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan
BM rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock
cooled), dan disperse logam stearat dalam minyak. Xerogel.Gel yang telah padat
dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui sebagai xerogel. Xerogel sering
dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa sisa kerangka gel yang
tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan
penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel. Contoh :
gelatin kering, tragakanribbons dan acacia tears, dansellulosa kering dan
polystyrene (Rowe, 2005).
Berdasarkan bentuk struktur gel yaitu Kumparan acak, Heliks, Batang,
Bangunan kartu dan Berdasarkan jenis fase terdispersi Gel fase tunggal, terdiri
dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairan
sedemikian hingga tidak terlihatadanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
(misalkarbomer) atau dari gom alam (missal tragakan). Molekul organic larut
dalam fasa kontinu.Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari
jaringanpartikel kecil yang terpisah. Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari
fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-kadang dinyatakan sebagai magma.
Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan terdispersi pada fasa
kontinu (Rowe, 2005).
Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral,
dalam bentuk sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari
gelatin dan untuk bentuk sediaan obat long acting yang diinjeksikan secara
intramuskular.Gelling agent biasa digunakansebagai bahan pengikat pada

granulasi tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan cairan oral, dan basis suppositoria (Rowe, 2005).
Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik,
termasuk pada shampo, parfum, pasta gigi, dan kulit dan sediaan perawatan
rambut.Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril)
atau dimasukkan ke dalam lubang tubuhatau mata .Keuntungan sediaan gel adalah
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan
yang jernih dan elegan; pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film
tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang tidak menyumbat pori sehingga
pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air; pelepasan obatnya
baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik. Dan Kekurangan sediaan gel
adalah Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel
tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah
dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan surfaktan yang tinggi dapat
menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal. Penggunaan emolien golongan ester
harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila
terkena pemaparan cahaya matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan
meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah sehingga tidak semua area
tertutupi atau kontak dengan zat aktif (Voigt, 1994).
komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan sehingga terjadi
pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel dan terjadi
interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna bila
terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan
kelarutan komponen gel berkurang. Sineresis adalah Suatu proses yang terjadi
akibat adanya kontraksi di dalam massa gel.Cairan yang terjerat akan keluar dan
berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel terjadi tekanan yang
elastis, sehingga terbentuk ma ssa gel yang tegar. Mekanisme terjadinya kontraksi
berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis pada saat
terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan
jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju

10

permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidr ogle maupun organogel. (Voigt,
1994).
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui
penurunan temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan
hingga suhu tertentu. Polimer separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang
dingin membentuk larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut
membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang
disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation (Sprowls, 1970).
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel
hidrofilik dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut
yang ada dan koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik
dengan konsentrasi elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan
mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser. Gel
Na- alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion
kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut (Anief, 2004).
Elastisitas dan rigiditas Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin
agar dan nitroselulosa, selama transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi
peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk
struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran
viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen
pembentuk gel. Rheologi yaitu Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi
padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan
menunjukkan jalan aliran non Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran. yang pertama Penampilan gel : transparan
atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah
pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga
dimensi. yang kedua Inkompatibilitas dapat terjadi dengan mencampur obat yang
bersifat kationik pada kombinasi zat aktif, pengawet atau surfaktan dengan
pembentuk gel yang bersifat anionik (terjadi inaktivasi atau pengendapan zat
kationik

tersebut).

yang

ketiga

Gelling

agents

yang

dipilih

harus

bersifat inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam formulasi.
yang keempat Penggunaan polisakarida memerlukan penambahan pengawet sebab

11

polisakarida bersifat rentan terhadap mikroba. yang kelima Viskositas sediaan gel
yang tepat, sehingga saat disimpan bersifat solid tapi sifat soliditas tersebut mudah
diubah dengan pengocokan sehingga mudah dioleskan saat penggunaan topikal.
dan keenam. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen
pembentuk gel. Pemilihan komponen dalam formula yang tidak banyak
menimbulkan perubahan viskositas saat disimpan di bawah temperature yang
tidak terkontrol. ke tujuh, Konsentrasi polimer sebagai gelling agents harus tepat
sebab saat penyimpanan dapat terjadi penurunan konsentrasi polimer yangdapat
menimbulkan syneresis (Anief, 2004).
Gel yang kadang disebut jelly merupakan system semipadat (massa
lembek) terdiri atas suspensi yang dibuat dari partikel-partikel anorganik yang
kecil atau molekul-molekul organic yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika
massa gel terdiri dari atas jaringan-jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
digolongkan sebagai system dua fase (misalnya gel alumunium hidroksuda) .
dalam system dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdisfersi relatif besar,
massa gel kadang dinyatakan sebagai magma ( misalnya magma bentonit),
dimana massanya bersifat tiksotrofik, artinya

massa akan mengental jika

didiamkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Jika massanya banyak
mengandung air, gel itu disebut jelly (syamsuni,2006).
Gel dapat diberikan untuk penggunaan topikal atau dimasukkan ke dalam
lubang tubuh. Penyimpanan nya disimpan dalam wadah yang tertutup baik, dalam
botol mulut lebar terlindung dari cahaya dan ditempat sejuk. Pada etiket juga
harus tertera kocok dahulu . Dalam FOI ada beberapa gel yaitu gel arci, Tamin
dan Gel Antisseborrhoicum (syamsuni,2006).
Gelatinae Oxydi yang isinya: Gelatin, aqua, gliserin, zincy oxyd. Cara
pembuatannya, ke dalam botol bermulut lebar dimasukkan gelatin dan air dan
didiamkan sebentar agar gelatin mengembang, kemudian dipanaskan di atas
tangas air sampai gelatin larut. Selanjutnya dalam lumping zincy oxydum digerus
dengan gliserin dan setelah rata dimasukkan kedalam botol yang berisi gelatin
tadi, aduk sampai rata dan dingin. Penambahan-penambahannya yaitu bahan padat
yang tidak atsiri ditambahkan bersama dengan gliserin dan ZnO. Bahan padat
atsiri ditambahkan bersama gliserin dan ZnO tetapi ketika mencampur dengan
gelatin pada waktu hangat atau dalam keadaan botol tertutup. Bahan cair atsiri

12

maupun tidak atsiri ditambahkan pada gelatin yang sudah selesai dan masih
hangat. Pemberian tidak boleh tengik, jika dioleskan pada sekeping kaca atau
bahan yang transparan lain, maka gel harus menunjukkan susunan struktur yang
homogen (syamsuni,2006).
Sediaan gel harus dikocok terlebih dahulusebelum digunakan untuk
menjamin homogenitas dan hal ini terter pada etiket. Gel fase tunggal terdiri dari
makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu cairansedemikian
hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul-molekul makro yang terdispersi
dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya
karbomer) atau dari gom alam (misalnya tragakan). Sediaan tragakan disebut juga
sediaan musilago. Walaupun umumnya gel-gel ini mengadung air ; etanol ;
minyak dapat digunakan sebagai fase pembawa. Sebagai contoh, minyak dapat
dikombinasi dengan resin polietelina untuk membentuk suatu dasar salep
berminyak. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal atau
dimasukan kedalam lubang tubuh (Depkes RI, 1995).
Dalam penelitian ini digunakan variasi tiga jenis bahan pembentuk gel
yaitu karbomer, Na CMC dan Na alginate untuk mengetahui bahan pembentuk gel
mana yang dapat menghasilkan sediaan gel yang paling stabil. Tujuan Penelitian
adalah membuat formula gel topical antijerawat yang mengandung ekstrak daun
N.oleander yang paling stabil secara fisik dan kimia (Djajadisastra, 2009).
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium formulasi sediaan gel sebagai
berikut :
a. Pembuatan gel berbasis karbomer: Karbomer didispersikan dalam 200 gram air
menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogen. Setelah busa hilang,
ditambahkan larutan NaOH 20% sebanyak 10 ml untuk menetralisir dan diaduk
lagi sampai terbentuk massa gel. Larutan nipagin dalam air panas, larutan
natrium askorbat, dimasukkan dalam massa gel dan terus diaduk dengan mixer
sampai homogen. Lima puluh gram ekstrak didispersikan dalam 50 gram propilen
glikol dan 50 gram air, diaduk hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam
massa gel dan diaduk dengan kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga tepat
500 gram sambil terus diaduk hingga gel homogen, kemudian diisikan ke dalam
pot-pot plastik untuk evaluasi kestabilan sedangkan selebihnya digunakan untuk
uji konsistensi, uji viskositas, uji mekanik dan cycling test (Djajadisastra, 2009).

13

b. Pembuatan gel berbasis Na CMC: Na CMC didispersikan dalam 200 gram air
menggunakan mixer kecepatan endah sampai homogen dan terbentuk massa gel.
Larutan nipagin dalam air panas, larutan natrium askorbat, dimasukkan dalam
massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. Lima puluh gram
ekstrak didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk
hingga homogeny kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan
kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus
diaduk hingga gel homogen, kemudian diisikan ke dalam pot-pot plastik untuk
evaluasi kestabilan sedangkan selebihnya digunakan untuk uji konsistensi, uji
viskositas, uji mekanik dan cycling test (Djajadisastra, 2009).
c. Pembuatan gel berbasis Na alginat: Na alginate didispersikan dalam 200 gram
air menggunakan mixer kecepatan rendah sampai homogeny dan terbentuk massa
gel. Larutan nipagin dalam air panas, larutan natrium askorbat, dimasukkan dalam
massa gel dan terus diaduk dengan mixer sampai homogen. Lima puluh gram
ekstrak didispersikan dalam 50 gram propilen glikol dan 50 gram air, diaduk
hingga homogen kemudian dicampurkan ke dalam massa gel dan diaduk dengan
kecepatan rendah. Sisa air ditambahkan hingga tepat 500 gram sambil terus
diaduk hingga gel homogen, kemudian diisikan ke dalam pot-pot plastik untuk
evaluasi kestabilan sedangkan selebihnya digunakan untuk uji konsistensi, uji
viskositas, uji mekanik dan cycling test. Gel karbomer, Gel Na CMC dan Gel Na
alginat yang disimpan pada suhu rendah, suhu kamar, dan suhu tinggi tetap stabil
sampai akhir pengamatan. Uji cycling dan uji mekanik untuk ketiga formula
menunjukkan kestabilan yang baik. Hasil uji cycling yang dilakukan pada 4o dan
40oC sebanyak 6 siklus menunjukkan tidak terjadi perubahan fisik. Hasil uji
mekanik dengan centrifugal test kecepatan 3800 rpm selama 5 jam juga
menunjukkan tidak terjadi perubahan fisik. Secara keseluruhan hasil pembuatan
formula gel anti jerawat serta uji kestabilannya sudah baik, namun karena ekstrak
yang dihasilkan sulit dihilangkan klorofilnya, maka tampilan gel tetap berwarna
hijau. Di sisi lain kenyataan ini baik juga karena warna hijau alami ini menjadi
daya tarik tersendiri yang mencerminkan bahwa sediaan gel ini benar-benar
dimanfaatkan dari bahan alam, namun tentu saja warna hijau klorofil ini harus
dipertahankan stabil sepanjang waktu simpan (Djajadisastra, 2009).

14

BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Formula
R/
HPMC
Propilen glikol
Metil Paraben
Minyak Sereh
Aquadest
ad
m.f jelli

2,5 %
15
0,1 %
1%
100

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
- Mortir dan alu
- Gelas arloji
- Gelas ukur
- Timbangan
- Anak timbangan gram dan milligram
- Kertas perkamen
- Batang pengaduk
- Beaker gelas
- Spatula
- Sudip
- Tube
- Penara
- Kertas saring
- Oven
3.2.2 Bahan
- HPMC
- Propilen glikol
- Metil paraben
- Minyak sereh
- Aquadest
3.3 Perhitungan
- HPMC
- Propilen glikol
- Metil Paraben
- Minyak sereh
- Aquadest
- Air panas HPMC

= 2,5 x 1 g
= 15 x 1 g
= 0,1 x 1 g
= 3 tetes
= 100 ml
= 2,5 x 20
15

= 2,5 g
= 15 gram
= 0,1 gram
= 50 ml

- Air metal paraben

= 100 (50+15)

= 35 ml

3.4 Prosedur Kerja


-

Di timbang masing-masing bahan yang ada


Di dalam lumpang dimasukkan air panas, lalu ditaburkan HMPC
Ditunggu selama 15 menit sampai HPMC mengembang
Digerus
Ditambahkan propilen glikol
Ditambahkan metal paraben yang sudah dilarutkan ke dalam aquadest
Ditambahkan minyak sereh
Digerus sampai homogeny dan dimasukkan ke dalam pot
3.5 Prosedur Evaluasi
3.5.1 Uji Homogenitas
Alat : Objek glass
Cara : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lainnya yang
cocok harus menunjukkan susunan yang homogen
3.5.2 Uji viskositas
Alat : Viskometer Brookfield type RVF 100
Cara : Sediaan gel dimasukkan ke dalam beaker glass, celupkan spindle no 5 ke
dalam salep yang bersuhu 370C sampai garis tanda. Hidupkan alat dengan
menekan saklar kea rah on, biarkan piringan skala penunjuk berputar sampai
stabil (6 x putaran), tekan pemutar handle piringan skala agar kedudukan
penunjuk skala dapat dibaca dengan jelas, lalu tekan skala kea rah of. Catat skala
yang ditunjukkan dan besarnya viskositas yang dihitung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

Uji homogenitas
Sediaan gel sudah menunjukkan susunan yang homogen
Uji viskositas
No spindle
= 6
Skala
= 64
Faktor
= 7100
Perhitungan viskositas :
( ) = Skala x Faktor
= 64 x 7100 = 454400 cPs
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dilakukan pembuatan sediaan gel dengan basis HPMC.
Hasil dari evaluasi sediaan gel pada uji homogebitas dengan menggunakan objek
16

glass yang jika dioleskan menunjukkan susunan yang homogeny, saat pengujian
tidak terlihat partikel-partikel kasar. Sedangkan pada uji viskositas pada sediaan
gel dilakukan menggunakan alat viscometer Brookfield type RVF 100 dengan no
spindle 6 dan didapat skala 64 dengan faktor 7100. Maka besar viskositas untuk
sediaan gel poada percobaan ini adalah 454400 cPs.
Gel merupakan sistem semipadat (massa lembek) terdiri atas suspensi
yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organic yang besar,
terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika massa gel terdiri atas jaringan partikel kecil
yang terpisah, gel digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya gel alumunium
hidroksida). Dalam sistem dua fase jika ukuran partikel dari fase terdispersi
relative besar, massa gel kadang dinyatakan sebagai magma (misalnya magma
bentonit), dimana massanya bersifat tiksotropik, artinya massa akan mengental
jika didiamkan dan akan mencair kembali jika dikocok. Jika massanya banyak
mengandung air, gel itu disebut jelly (Syamsuni, 2007).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Basis yang digunakan pada pembuatan sediaan gel adalah HPMC
Bahan-bahan tambahan untuk sediaan gel adalah minyak sereh
Syarat gel yang baik adalah sediaan yang transparent atau berbentuk
suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah
pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai

struktur tiga dimensi.


Sediaan gel harus menunjukkan susunan yang homogen dan viskositas
suatu sediaan gel harus

5.2 Saran
Basis yang digunakan dalam pembuatan sediaan gel yaitu HPMC

dapat diganti dengan menggunakan Natrium Alginat


Propilen glikol dapat digantikan dengan glycerin
Sebaiknya dalam pengembangan basis sediaan gel harus memenuhi
waktu yang ditentukan agar didapat hasil sediaan yang baik.

17

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2004), Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Halaman 52-79.
Ansel C. Howard. (1989). Introduction to Pharmaceutical dosage forms.
Philadelphia : Lea and Febiger. Pages 502-506.
Depkes R.I. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 7-8.
Djajadisastra, J. (2009). Formulasi Gel Topikal Dari Ekstrak Nerii Folium Dalam
Sediaan Anti Jerawat. Depok : Universitas Indonesia. Halaman 3-7.
Lachman, L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri edisi ketiga . Jakarta :
UI Press. Halaman 496-499.
Rowe, R. C. (2005). Handbook Of Pharmaceutical Excipients Sixth
Edition. London : Pharmaceutical Press. Page 234-247.
Sprowls, J. B. (1970). Prescription Pharmacy. Philadelphia : Lippincot Company.
Pages 55-61.
Sweetman, S. C. (2002). Martindale The Complete Drug Reference Thirtthird Edition. London : Pharmaceutical Press. Page 143-153.
Syamsuni, H.A. (2007). Ilmu Resep. Jakarta : EGC. Halaman 63-78.
Voigt, R.(1994). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Industri. UI Press : Jakarta.
Halaman 355-373.
Medan, 8 April 2014
Praktikan

Asisten,
(Annisa)

( Partner V )

Lampiran

18

19

You might also like