Professional Documents
Culture Documents
AIR
ANALISIS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA
AIR DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEK DAN SISTEMATISASI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN.
1. Tinjauan Landasan Sosiologis
Aspek sosiologis adalah ketentuan yang terdapat pada peraturan perundang-undangan
sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hokum masyarakat. Ketentuan tersebut penting
agar peraturan yang dibuat ditaati oleh masyarakat. Hukum yang dibentuk harus sesuai dengan
hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat. (Rosjidi Ranggawidjaja, 1998:44)
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 terdapat 6 (enam) pertimbangan yang dapat
dikategorikan dalam landasan sosiologis, filosofis maupun yuridis. Pertimbangan yang masuk ke
dalam landasan sosiologis antara lain:
kemakmuran masyarakat sebagai cita-cita dan tujuan negara. oleh sebab itu para
pembentuk undang-undang menaruh perhatian tersendiri untuk memberi
pengaturan khusus mengenai sumber daya air. Dengan memberi pertimbangan
seperti yang tercantum di atas, diharapkan segenap pelaku yang terlibat dapat
menaati peraturan tersebut. Sehingga landasan sosiologis yang dicantumkan ini
akan menjadi suatu dinamic recht dan bukan moment opname. Dengan demikian
Undang-undang yang bersangkutan akan berlaku efektif dan mengatur serta
membatasi perilaku manusia dalam memperlakukan sumber daya air yang
tersedia.
Bahwa sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan
dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat
perlu
Demi
diberi
peran
kelangsungan
demokratisasi,
dalam
hidup
desentralisasi
seluruh
pengelolaan
sumber
daya
air;
makhluk
hidup
dengan
semangat
dan keterbukaan
dalam
tatanan
kehidupan
berwenang.
Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan
dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan
tingkat
lebih
bawah.
Republik
Indonesia
Tahun
1945;
Bahwa dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menyatakan Presiden RI memiliki
kewenangan untuk membuat undang-undang. Maka dalam Undang-undang nomor
7 Tahun 2004 yang disahkan dengan tanda tangan dari Presiden Republik
Indonesia, maka sebagai landasan yuridis peraturan yang bersangkutan menjadi
memiliki
legalitas
untuk
dibenarkan
dan
diaplikasikan.
Begitu pula mengenai Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf d
ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menjadi dasar dibentuknya UndangUndang nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
3. Tinjauan landasan Filosofis
Yang dimaksud landasan filosofis adalah filsafat atau pandangan hidup sesuatu bangsa
tiada lain berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya
berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik. Adapun jenis filsafat hidup bangsa, harus
menjadi rujukan dalam membentuk hukum yang akan dipergunakan dalam kehidupan bangsa
tersebut. Oleh karena itu kaidah hukum yang dibentuk (yang termuat dalam peraturan
perundang-undangan) harus mencerminkan filsafat hidup bangsa itu. Sekurang-kurangnya tidak
bertentangan
dengan
nilai-nilai
moral
bangsa.
Hukum
harus
berakar
dari
moral.
bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala
bidang.
Sesuai dengan penjelasan yang terdapat dalam undang-undang ini, Sumber daya air
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Sejalan dengan Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undangundang ini menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil. Atas penguasaan sumber daya air
oleh negara dimaksud, negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan melakukan pengaturan hak atas air.
Penguasaan negara atas sumber daya air tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayat masyarakat
hukum adat setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Perhatian kita sama mengenai manfaat yang diberikan mengenai sumber daya
air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Nilai sosial yang menjadi dasar filsafat
negara demi suatu kelangsungan hidup makhluk hidup. Dengan demikian landasan
filosofis ini telah sesuai jika untuk pertimbangan undang-undang ini apabila diterapkan
secara konsisten. Akan tetapi ketentuan pertimbangan pada landasan sosiologis dimana
masyarakat diberi wewenang untuk berperan serta akan kontradiksi dengan landasan
filosofis tersebut di atas serta menyinggung landasan yuridis terutama pada Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945.
ANALISIS MENGENAI SISTEMATIKA DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN
2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR
Menurut analisis sekilas yang penulis lakukan, undang-undang ini tidak dapat dikatakan produk
hukum yang baik. Saya dapat berkonklusi jika pembuat undang-undang ini tidak memandang
sinergi antar ketentuan pasal dalam batang tubuh maupun dalam konsiderannya. Sehingga
mengakibatkan muatan materi yang terkandung pun sulit untuk diinterpretasikan atau bahkan
diaplikatifkan, pertimbangan saya berkonklusi demikian antara lain:
Terdapat pada konsideran menimbang yang menyatakan pada intinya diperlukan sinergi
masyarakat untuk berperan serta, namun melihat pada konsideran yuridis akan bertolak
belakang dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) uud 1945. Berdasarkan Stufen theory dari
Hans Kelsen peraturan yang tertinggi (grundnorm) menjadi dasar pembentukan dari
peraturan yang terklasifikasikan di bawahnya. Bahkan berdasar pada ilmu tata negara
yang ada di Indonesia aturan yang ada di bawah UUD 1945 ternyata bertentangan maka