You are on page 1of 8

Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.

Nasofaring
merupakan bagian dari faring yang terletak diatas pallatum molle, orofaring
yaitu bagian yang terletak diantara palatum molle dan tulang hyoid, sedangkan
laringofaring bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas
bawah kartilago krikoid.

Orofaring terbuka ke rongga mulut pada pilar anterior faring. Pallatum molle
(vellum palati) terdiri dari serat otot yang ditunjang oleh jaringan fibrosa yang
dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di median membaginya menjadi dua bagian.
Bentuk seperti kerucut yang terletak disentral disebut uvula. Dua pillar tonsilar
terdiri atas tonsil palatina anterior dan posterior. Otot glossoplatina dan
pharyngopalatina adalah otot terbesar yang menyusun pilar anterior dan pilar
posterior. Tonsil terletak diantara cekungan palatoglossal dan palatopharyngeal.

Plika triangularis (tonsilaris) merupakan lipatan mukosa yang tipis, yang


menutupi pilar anterior dan sebagian dan sebagian permukaan anterior tonsil.
Plika semilunaris (supratonsil) adalah lipatan sebelah atas dari mukosa yang
mempersatukan kedua pilar. Fossa supratonsil merupakan celah yang ukurannya
bervariasi yang terletak diatas tonsil diantara pilar anterior dan posterior. Tonsil
terdiri dari sejumlah penonjolan yang bulat atau melingkar seperti kripte yang
mengandung jaringan limfoid dan disekelilingnya terdapat jaringan ikat.
Ditengah kripta terdapat muara kelenjar mukus.

Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting cincin waldeyer dari jaringan
limfoid yang mengelilingi faring. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara
pilar anterior dan posterior faussium. Tonsil faussium terdapat satu buah pada
tiap sisi orofaring adalah jaringan limfoid yang dibungkus oleh kapsul fibrosa
yang jelas. Permukaan sebelah dalam tertutup oleh membran epitel skuamosa
berlapis yang sangat melekat. Epitel ini meluas kedalam kripta yang membuka
kepermukaan tonsil. Kripta pada tonsil berjumlah 8-20, biasa tubular dan hampir
selalu memanjang dari dalam tonsil sampai kekapsul pada permukaan
luarnya.Bagian luar tonsil terikat pada m.konstriktor faringeus superior, sehingga
tertekan setiap kali menelan. m. palatoglusus dan m. palatofaring juga menekan
tonsil. Selama masa embrio, tonsil terbentuk dari kantong pharyngeal kedua
sebegai tunas dari sel endodermal. Singkatnya setelah lahir, tonsil tumbuh
secara irregular dan sampai mencapai ukuran dan bentuk, tergantung dari
jumlah adanya jaringan limphoid.

Struktur di sekitar tonsil:

1. Anterior : pada bagian anterior tonsilla palatina terdapat arcus palatoglossus,


dapat meluas dibawahnya untuk jarak pendek.

2. Posterior : di posterior terdapat arcus palatopharyngeus.

3. Superior : di bagian superior terapat palatum molle. Disini tonsilla bergabung


dengan jaringan limfoid pada permukaan bawah palatum molle.

4. Inferior : di inferior merupakan sepertiga posterior lidah. Di sini, tonsilla


palatina menyatu dengan tonsilla lingualis.

5. Medial : di bagian medial merupakan ruang oropharynx.

6. Lateral : di sebelah lateral terdapat capsula yang dipisahkan dari m.constristor


pharyngis superior oleh jaringan areolar longgar. V. palatina externa berjalan
turun dari palatum molle dalam jaringan ikat longgar ini, untuk bergabung
dengan pleksus venosus pharyngeus. Lateral terhadap m.constrictor pharynges
superior terdapat m. styloglossus dan lengkung a.facialis. A. Carotis interna
terletak 2,5 cm di belakang dan lateral tonsilla. Tonsilla palatina mendapat
vascularisasi dari : ramus tonsillaris yang merupakan cabang dari arteri facialis;
cabang-cabang a. Lingualis; a. Palatina ascendens; a. Pharyngea ascendens.
Sedangkan innervasinya, diperoleh dari N. Glossopharyngeus dan nervus
palatinus minor. Pembuluh limfe masuk dalam nl. Cervicales profundi. Nodus
paling penting pada kelompok ini adalah nodus jugulodigastricus, yang terletak
di bawah dan belakangangulus mandibulae.

Tonsila disusun oleh jaringan limfoid yang meliputi epitel skuamosa yang berisi
beberapa kripta. Celah di atas tonsila merupakan sisa darin endodermal muara
arkus bronkial kedua, di mana fistula bronkial/ sinus internal bermuara.. Di dalam
lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfa yang mengandung
banyak kelenjar limfoid dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Tonsil
terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi epitel respiratory. Cincin waldeyer
merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari
tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B


membentuk kira-kira 50-60 % dari limfosit tonsilar. Limfosit T pada tonsil 40 %
dan 3 % lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat

germinal. Imunoglobulin G, A, M, D, komplemen-komplemen, interferon, losozim


dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk differensiasi


dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi
yaitu : menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen
spesifik.

Add 2. Patofisiologi tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri atau
kuman streptococcus beta hemolitikus grup A, streptococcus viridans dan
pyogenes dan dapat disebabkan oleh virus. Faktor predisposisi adanya
rangsangan kronik (misalnya karena merokok atau makanan), pengaruh cuaca,
pengobatan radang akut yang tidak adekuat tidak higienis, mulut yang tidak
bersih.

Patofisiologinya pada tonsilitis akut : penularannya terjadi melalui droplet


dimana kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel ini terkikis,
maka jaringan limfoid superkistal bereaksi, di mana terjadi pembendungan
radang dengan infiltasi leikosit PMN.

Patofisiloginya pada tonsilitis kronik : terjadi karena proses radang berulang,


maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan
mengerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi
oleh detritus, proses ini meluas hingga meluas menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Jadi, tonsil
meradang dan membengkak, terdapat bercak abu-abu/kekuningan pada
permukaan dan berkumpul membentuk membran.

ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan : T0 : bila sudah dioperasi

T1 : ukuran yang normal ada

T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah

T3 : pembesaran mencapai garis tengah

T4 : pembesaran melewati garis tengah

Add 3. Klasifikasi tonsilitis (etiologi, gejala, diagnosis, penatalaksanaan)

1. Tonsilitis akut : etiologinya yaitu streptococcus beta hemolitikus grup A,


srteptococcus viridans dan piogenes dan pneumococcus. Tonsilitis ini seringkali
terjadi mendadak pada anak-anak dengan peningkatan suhu 1 sampai 4 derajat
celcius.

Patofisiologinya berupa penularan terjadi melalui droplet. Manifestasi kliniknya


yaitu : suhu tubuh naik hingga 40 derajat celcius, nyeri tenggorok, nyeri sewaktu
menelan, napas yang berbau, suara menjadi serak, demam dengan suhu tubuh
yang meningkat, lesu/lemas, nyeri dipersendian, tidak nafsu makan, nyeri
ditelinga, tonsil membengkak, kripti tidak melebar, hiperemis dan detritus, serta
kelenjar submandibula bengkak dan nyeri tekan.

Diagnosis : Tes laboratorium (untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam
tubuh pasien merupakan streptococcus hemolitikus grup A, karena bakteri ini
juga disertai dengan demam reumatik. Pemeriksaan penunjang (kultur dan uji
resistensi), terapi (dengan menggunakan antibiotik spektrum luas dan
sulfonamide, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Penatalaksanaan ; untuk perwatan sendiri, jika penyebabnya virus sebaiknya


biarkan virus itu hilang dengan sendirinya. Selama 1 atau 2 minggu sebaiknya
penderita banyak istirahat, minum yang hangat dan mengkonsumsi cairan
menyejukkan. Antibiotik digunakan jika penyebabnya bakteri, misalnya dengan
mengkonsumsi antibiotik oral yang dikonsumsi setidaknya selama 10 hari.
Tindakan operasi biasanya pada anak-anak. Tonsilectomy biasanya pada orang
yang mengalami tonsilitis 5 kali atau lebih dalam 2 tahun, pada orang dewasa
jika mengalami tonsilitis selama 7 kali atau lebih dalam setahun, amandel yang
membengkak dan menyebabkan sulit bernapas, adanya abses juga merupakan
indikasi operasi.

2. Tonsilitis membranosa

* Tonsilitis difteri : etiologinya adalah Corynebacterium diptheriae.

Patofisiologinya : bakteri masuk melalui mukosa, lalu melekat serta berkembang


biak pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi
toksin yang merembes ke limfe. Lalu selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh
melalui pembuluh darah dan limfe.

Manifestasi klinik/ gejala klinik : biasanya pada anak-anak usia 2-5 tahun, suhu
tubuh yang naik, nyeri tenggorok, nyeri kepala, nadi lambat, tidak nafsu makan,
badan lemah dan lesu, tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor melekat
meluas menyatu membentuk membran semu, membran melekat erat pada
dasar dan bila diangkat akan timbul perdarahan. Jika menutupi laring akan
menimbulkan sesak dan stridor infasil. Bila menghebat akan terjadi sesak napas.
Bila infeksi terbendung kelenjar limfe leher akan membengkak menyerupai leher
sapi. Gejala eksotoksin akan menimbulkan kerusakan pada jantung berupa
miokarditis sampai decompensasi cordis.

Diagnosis : Diagnosisnya harus berdasarkan pemeriksaan klinis karena


penundaan pengobaan akan membahayakan jiwa pasien. Pemeriksaan preparat
langsung diidentifikasi secara fluorescent antibody, teknik yang memerlukan
seorang ahli. Diagnosis pasti dengan isolasi C. diptheriae dengan pembiakan
pada media Loffler, dilanjutkan tes toksinogenesitas secara invitro dan invivo.
PCR juga bisa dilakukan.

Pemeriksaan dengan tes laboratorium (preparat kuman), tes Schick (tes


kerentanan terhadap difteri).

Penatalaksanaan : Anti difteri serum dosisnya 20.000-100.000 unit, antitoksin


(serum antidiptheria/ADS), antimikrobial (penisilin prokain 50.000-100.000
KI/BB/hari selama 7-10 hari, bila alergi beri eritromisin 40 mg/kg BB/ hari,
kortikosteroid khusus pada pasien tonsilitis dengan obstruksi saluran napas.

* Tonsilitis Septik : penyebabnya adalah S. hemolitikus yang terdapat dala susu


sapi. * Angina Plaut Vincent : etiologinya adalah berkurangnya higienis mulut,
def. vit C serta kuman Spirilium dan basil fusiform.

Gejalanya yaitu ; suhu 39 derajat celcius, nyeri kepala, badan lemah, gangguan
pencernaan, hipersalivasi, nyeri di mulut, gigi dan gusi berdarah.

Diagnosis : pemeriksaan mulut, terdapat mukosa dan faring yang hiperemis,


membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan procc.
alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submandibula membesar.

Penatalaksanaannya : memperbaiki higienis gigi dan mulut, antibiotik spektrum


luas selama 1 minggu, pemberian vit. C dan B kompleks.

3. Tonsilitis kronik

etiologinya : sama dengan tonsilitis akut (streptococcus beta hemolitikus grup A,


srteptococcus viridans dan piogenes dan pneumococcus), namun terkadang
bakteri berubah menjadi bakteri golongan gram negatif. Faktor predisposisinya
adalah mulut yang tidak higienis, pengobatan radang akut yang tidak adekuat.

Manifestasi klinik/gejala klinik : adanya keluhan di tenggorokan seperti ada


penghalang, tenggorokan terasa kering, pernapasan berbau. Saat pemeriksaan
ditemukan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus melebar dan
terisi detritus.

Diagnosis : dilakukan terapi mulut (terapi lokal) ditujukan pada higienis mulut
dengan berkumur/obat hirup. Dilakukan juga kultur dan uji resistensi kuman dari
sediaan hapus tonsil. Pada pemeriksaan fisik menggunakan instrumen lampu
untuk melihat kondisi tenggorokan termasuk kondisi tonsil, meraba leher untuk
memeriksan kelenjar getah bening apakah ada pembengkakakn atau tidak, usap
tenggorokan, pemeriksaan jumlah sel darah lengkap.

Penatalaksanaan : menjaga higienis mulut, menggunakan obat kumur, obat


hisap dan dilakukan tonsilektomi.

Indikasi tonsilektomi : adanya sumbatan (hiperplasia tonsil dengan sumbatan


jalan napas, gangguan menelan dan berbicara, sleep apnea, cor pulmonale),
infeksi (infeksi telinga tengan berulang, rhinitis dan sinusitis yang kronis,

peritonsiler abses dan abses kelenjar limfe berulang, tonsilits kronis dengan
gejala nyeri tenggorok yang menetap dan napas berbau), indikasi lainnya yaitu
tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih, tonsilits terjadi sebanyak 5 kali atau
lebih dalam kurun waktu 2 tahun, tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih
dalam kurun waktu 3 tahun, tonsilitis tidak memberikan respon terhadap
pemberian antibiotik.

Menurut The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery


Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi :

1. Serangan tonsilitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah mendapatkan


terapi yang adekuat.

2. Tonsil hipertropi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan


gangguan pertumbuhan orofasial.

3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.

4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilar/peritonsilitis, abses peritonsil


yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.

5. Napau berbau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri S. Beta Hemolitikus grup A.

7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

8. Otitis media efusi/ otitis media supuratif.

Add. 4 Komplikasi dan pencegahan tonsilitis

* Komplikasi tonsilitis : abses peritonsil,OMA (Otitis Media Akut), Mastoiditis akut,


Laringitis, Sinusitis, Rhinitis, Miokarditis, Artritis.

* Pencegahan : diusahakan untuk banyak minum air terutama seperti sari buah
misalnya pada waktu demam, jangan minum es/es krim dan makanan serta
minuman yang dingin, jangan banyak makan gorengan dan makanan awetan/
yang berpengawet misalnya yang diasinkan atau manisan, berkumur dengan air
garam hangat setiap hari, menaruh kompres hangat pada leher setiap hari,
diberikan terapi antibiotik apabila ada infeksi bakteri dan untuk mencegah
komplikasi. Cuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikroorganisme yang dapat menimbulkan tonsilitis, menghindari kontak dengan
penderita infeksi radang tenggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah
penderita infeksi tenggorokan, hindari banyak bicara dan istirahat yang cukup.

You might also like