You are on page 1of 30

MENUMBUHKAN NASIONALISME DALAM UPAYA

MENANGGULANGI ANCAMAN, GANGGUAN, HAMBATAN, DAN


TANTANGAN DI PERBATASAN INDONESIA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila
Disusun oleh :

MIA PUTRI ROMDONI

H1A013006

AGUSTINA RATNASARI

H1A013011

SRI MUNTIQOH

H1E013001

RAHMAT MAULANA YASIN

H1E013034

FIRDA SAADAH

H1E013045

DEWI ATIKOH

H1E013049

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


PURWOKERTO
1

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun
Karya Tulis Menumbuhkan Nasionalisme Dalam Upaya Menanggulangi
Ancaman, Gangguan, Hambatan, Dan Tantangan Di Perbatasan Indonesia
dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila. Tulisan ini
membahas gagasan penulis tentang keadaan yang ada di daerah perbatasan
Indonesia.
Penyusunan Karya Tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rindha Widyaningsih, Selaku Dosen mata kuliah Pancasila.
2. Kedua orang tua dan seluruh kerabat dekat yang selalu memberikan
semangat dan bantuan baik dalam bentuk material maupun nonmaterial.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ilmiah
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih
kurang dari sempurna, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Purwokerto, Desember 2013
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................... 2
BAB II. TELAAH PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1...........................................................................................................
Pengertian Ancaman, Gangguan, Hambatan Dan Tantangan (AGHT)
..........................................................................................................
4
2.2...........................................................................................................
Nasionalisme
Dan
Persatuan
..........................................................................................................
5
2.3...........................................................................................................
Batas
Wilayah
Negara
..........................................................................................................
5
BAB III. METODOLOGI PENULISAN ..................................................... 10
3.1. Dasar Penulisan Karya Tulis ............................................................... 10
3.2. Jenis Data ............................................................................................ 10
3.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................. 10
3.4. Waktu dan Tempat Penulisan .............................................................. 10
3.5..................................................................................................................Met
ode Penulisan ......................................................................................... 10
3.6. Sistematika Penulisan .......................................................................... 11
BAB IV. ISI ..................................................................................................... 12
4.1..................................................................................................................Kon
disi Wilayah Perbatasan Indonesia ......................................................... 12
4.2..................................................................................................................Anc
aman Bagi Daerah Perbatasan ................................................................ 16
2

4.3..................................................................................................................Upa
ya Dan Kebijaksanaan Yang Diambil ..................................................... 18
4.4..................................................................................................................Pen
didikan Untuk Ciptakan Nasionalisme Di Perbatasan............................ 19
BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 21
5.1..................................................................................................................Kes
impulan ................................................................................................... 21
5.2..................................................................................................................Sar
an ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1. Kondisi anak-anak sekolah di pedalaman dan perbatasan ........ 1
2. Gambar 2. Peta batas wilayah NKRI .......................................................... 12
3. Gambar 3. Kondisi Masyarakat Perbatasan ................................................ 16

ABSTRAK

Daerah perbatasan merupakan daerah yang memiliki kerawanan yang sangat


tinggi terutama di daerah perbatasan darat. Kerawanan itu sendiri dapat menjadi
Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan (AGHT) bagi persatuan di
perbatasan. Ancaman bagi warga perbatasanitu sendiri adalah kesenjangan sosial
ekonomi dan kurangnya perhatian dari pemerintah. Ada 2 faktor yang
menyebabkan permasalahan di perbatasan faktor eksternal yaitu pengaruh budaya
luar serta ketergantungan ekonomi, sedangkan faktor internal yaitu kurangnya
pendidikan, belum mengetahui pola hidup sehat, menggantungkan hidup dari
alam, kerukunan antar etnis penegakan hukum yang kurang memadai serta
pertahanan dan keamanan. Dari faktor-faktor tersebut dapat diambil upaya atau
solusi yaitu dengan pembangunan dan pengelolaan wilayah perbatasan oleh suatu
badan pemerrintahan khusus, aksi terpadu per wilayah dalam jangka panjang,
menengah dan pendek, pembangunan fasilitas, pendeklarasian dan penetapan
garis perbatasan yang jelas serta meningkatkan semangat kebangsaan. Dalam

upaya meningkatkan semangat kebangsaan atau nasionalisme dapat diupayakan


dengan pendidikan nonformal seperti visualisasi akan arti sebuah kebangsaan
sehingga menggugah rasa nasionalisme contohnya dengan menonton film
kebangsaan dan film-film mengenai Indonesia yang secara tidak langsung dapat
memberikan kesadaran terhadap tanah air. Selain itu, dengan menerapkan suatu
kebiasaan yang dapat membuat kesadaran akan kebangsaan sehingga dapat
melekat pada hati dan jiwa mereka. Kegiatan seperti ini dapat merubah pola pikir
(mind set) secara tidak langsung walaupun hal tersebut tidak dapat langsung
mengubah pola pikir mereka sehingga perlu adanya kekontinuan.

Kata Kunci : Perbatasan, Ancaman, Gangguan, Hambatan dan Tantangan


(AGHT), Nasionalisme, Persatuan, Pola Pikir.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG

Gambar 1. Kondisi anak-anak sekolah di pedalaman dan perbatasan.

Daerah perbatasan umumnya merupakan daerah yang jauh dari pusat


pemerintahan dengan aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
yang spesifik. Kesenjangan sosial politik serta ekonomi sering muncul sebagai
akibat perbedaan perlakuan pemerintah pusat. Dengan demikian perlakuan khusus
dan campur tangan pemerintah pun perlu dilakukan. Permasalahan dan kerawanan
yang terjadi akan lebih kompleks dibandingkan daerah lainnya. Demikian pula
cara pemecahannya karena kerawanan daerah perbatasan cenderung mempunyai
tingkat kerawanan yang lebih tinggi dari pada perbatasan laut. Hal ini disebabkan
masyarakat cenderung mempunyai adat istiadat dan sosial budaya yang tidak jauh
berbeda, justru yang akan terjadi adalah kesenjangan politik dan ekonomi.
Kesenjangan yang tidak diantisipasi sejak dini akan berpengaruh terhadap pola
strategi pembangunan nasional (Ishak, 2003).
Kerawanan yang terjadi di daerah perbatasan dapat menimbulkan dampak
terhadap rasa persatuan dan nasionalisme terhadap bangsa Indonesia, dimana
kehidupan masyarakat lebih akrab dengan kehidupan luar bangsanya sendiri. Hal
tersebut dapat terlihat dari perekonomian masyarakat daerah perbatasan yang
sering menjual hasil produksi mereka kepada Negara tetangga sehingga alat tukar
yang meraka gunakan pun lebih sering menggunakan uang selain rupiah.
1.2.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) bagi
persatuan di daerah perbatasan baik yang sifatnya internal maupun eksternal ?
2. Bagaimanakah upaya untuk menanggulangi AGHT tersebut?
3. Apakah upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa Nasionalisme
di daerah perbatasan ?

1.3.

TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai dalam karya tulis ini adalah agar masyarakat di

daerah perbatasan Indonesia di Kalimantan mendapat perhatian lebih dan


menciptakan rasa nasionalisme dan persatuan di dalam diri masyarakat
perbatasan. Adapun tujuan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui AGHT bagi persatuan di daerah perbatasan baik yang bersifat
internal maupaun eksternal.
2. Mengetahui upaya dalam menanggulangi AGHT tersebut.
3. Meningkatkan rasa nasionalisme dan persatuan dalam diri warga perbatasan.

1.4.

MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai

berikut:
1. Bagi masyarakat di daerah perbatasan.
Memberikan informasi serta dukungan untuk dapat lebih memiliki rasa
nasionalisme dan persatuan.
2. Bagi pemerintah pusat atau pemerintah daerah di daerah perbatasan.
Memberikan informasi dan referensi bagi pemerintah setempat dalam
pengambilan kebijakan untuk lebih mensejahterakan dan menanamkan rasa
nasionalisme dan persatuan bagi warga perbatasan.
3. Manfaat bagi Penulis

Mengetahui kondisi realita yang terjadi di daerah perbatasan serta upaya apa
saja yang perlu dilakukan untuk warga perbatasan.

BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1.

PENGERTIAN ANCAMAN, GANGGUAN, HAMBATAN


DAN TANTANGAN (AGHT)
Pengertian dari ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan antara lain

sebagai berikut :
1. Ancaman adalah suatu hal atau upaya yang bertujuan mengubah dan
merombak kebijaksanaan yang dilaksanakan konsepsional.
2. Gangguan adalah suatu hal atau usaha yang berasal dari luar yang
bertujuan melemahkan atau menghalangi secara tidak konsepsional.
3. Hambatan adalah suatu hal yang bersifat melemahkan atau menghalangi
secara tidak konsepsional yang berasal dari dalam atau diri sendiri.
Ancaman, hambatan dan gangguan ini bersifat negatif dengan kualitas
berat ke ringan.
4. Tantangan adalah suatu hal atau upaya yang bersifat atau bertujuan
menggugah kemampuan. Jadi tantangan ini dapat bermakna negatif atau
positif. (Prayitno, 2013).
Ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) berkaitan dengan
ketahanan nasional (Tannas). Adapun pengertian Ketahanan Nasional (Tannas)
sebagai berikut:
Ketahanan berasal dari bahasa jawa tahan yang berarti kuat, tangguh, ulet.
Kata tersebut juga berarti dapat menguasai diri, tidak mudah menyerah.
Ketahanan berarti kekuatan, ketangguhan, dan keuletan dalam kerangka
kesadaran. Kata Nasional berasal dari bahasa inggris nation yang berarti bangsa
yang telah bernegara.
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamik suatu bangsa yang meliputi
seluruh aspek kehidupan nasional yang terintegrasi dan

berisi keuletan dan

ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional


dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan
baik yang datang dari luar maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak
langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan
bernegara serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya (Lemhannas, 1998)
2.2.

NASIONALISME DAN PERSATUAN

Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Pengertian


bangsa adalah sejumlah orang yang dipersatukan karena persamaan cita-cita dan
kerinduan untuk bernegara sendiri. Menurut Ernest Renan, yang dimaksud
nation atau bangsa adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara. Menurut Otto
Bauar, bangsa adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena
perasaan senasib. Menurut Hans Kohn, nasionalisme secara fundamental timbul
dari adanya national counciousness (kesadaran nasional). Dengan kata lain,
nasionalisme adalah formalisasi (bentuk) dari kesadaran nasional berbangsa dan
bernegara sendiri. Kesadaran nasional inilah yang membentuk nation dalam arti
politik, yaitu Negara nasional (Abdulkarim, 2007).
Persatuan ialah gabungan (ikatan, kumpulan dan sebagainya) dari
beberapa bagian yang sudah bersatu, sedangkan Kesatuan ialah ke-Esaan, sifat
tunggal atau keseutuhan (WJS. Poerwadarminta, 1987).
Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia diwujudkan dalam semboyan
pada lambang Negara Republik Indonesia yaitu BHINNEKA TUNGGAL IKA
yang keberadaannya berdasarkan pada PP No. 66 Tahun 1951, mengandung arti
beraneka tetapi satu (Pringgodigdo, 1977). Semboyan tersebut menurut Supomo,
menggambarkan gagasan dasar yaitu menghubungkan daerah-daerah dan sukusuku bangsa di seluruh Nusantara menjadi Kesatuan Raya (ST Munadjat D, 1928).
2.3.

BATAS WILAYAH NEGARA


Wilayah merupakan unsur mutlak suatu Negara. Jika warga Negara

merupakan dasar personal suatu Negara, maka wilayah merupakan landasan


material atau landasan fisik Negara. Suatu bangsa nomaden tidak mungkin
mempunyai Negara, walaupun mereka memiliki warga dan penguasa sendiri.
Luas wilayah Negara ditentukan oleh perbatasannya. Didalam batas-batas
itu Negara menjalankan yurisdiksi territorial atas orang dan benda yang berada
dalam wilayah itu, kecuali beberapa golongan orang dan benda yang dibebaskan
dari yurisdiksi itu. Contohnya adalah perwakilan diplomatik Negara asing dengan
harta benda mereka. Wilayah Negara secara umum dapat dibedakan atas wilayah
daratan, wilayah lautan, wilayah udara dan wilayah ekstrateritorial.

a. Wilayah daratan
Wilayah daratan tidak sepenuhnya dapat dimiliki sendiri oleh suatu
Negara. Suatu wilayah daratan dengan Negara lain jika Negara-negara
tersebut berada dalam suatu benua atau pulau yang sama. Perbatasan
wilayah suatu Negara umumnya disepakati melalui suatu perjanjian
antarnegara (perjanjian internasional). Perjanjian tersebut dapat
berbentuk bilateral atau multilateral.
Batas wilayah suatu Negara dengan Negara lain di darat dapat
berwujud:
1. Batas alamiah, yaitu batas suatu Negara dengan Negara lain
yang

terjadi

secara

alamiah,

misalnya

dalam

bentuk

pegunungan, sungai dan hutan.


2. Batas buatan, yaitu batas suatu Negara dengan Negara lain
yang sengaja dibuat oleh manusia dalam bentuk pagar tembok,
kawat berduri, dan pos penjagaan.
3. Batas secara geografis, yaitu batas wilayah suatu Negara
dengan Negara lain yang dapat ditentukan berdasarkan letak
geografis yang melalui garis lintang dan garis bujur. Misalnya
letak Negara Indonesia secara geografis berada pada 6oLU11oLS, 95oBT-141oBT.
b. Wilayah Lautan
Tidak semua Negara memiliki wilayah laut, apalagi jika Negara
tersebut berda ditengah-tengah benua. Negara yang demikian disebut
Negara land-locked (Negara yang tidak memiliki laut).
Sebagaimana wilayah daratan, wilayah laut pun memiliki batasbatas. Pada mulanya ada dua konsep dasar mengenai wilayah laut,
yaitu sebagai berikut:
1. Res nullius, yaitu konsepsi yang menyatakan bahwa laut dapat
diambil dan dikembangkan oleh setiap Negara. Konsep ini
dikembangkan oleh John Sheldon (1584-1654) dari inggris dalam
bukunya Mare Clausum The Right and Dominion of the Sea.
2. Res communis, yaitu konsepsi yang beranggapan bahwa laut adalah
milik masyarakat dunia, sehingga tidak dapat diambil atau dimiliki

oleh setiap Negara. Konsep ini dikembangkan oleh Hugo de Groot


dari belanda (1608) dalam bukunya Mare Liberium (Laut Bebas).
Saat ini, laut yang masuk ke dalam wilayah Negara tertentu disebut
perairan wilayah atau laut teritorial. Laut di luar wilayah itu
merupakan laut bebas atau perairan internasional (mare liberum). Pada
mulanya PBB menetapkan wilayah laut Indonesia sejauh 3 mil (1 mil
= 1852 meter) dari pantai pada waktu air surut.
Pada 10 Desember 1982, PBB (UNCLOS) menyelenggarakan
konferensi Hukum Laut Internasional III di Jamaika. Hasil konferensi
ini ditandatangani oleh 119 peserta. Sejumlah 117 peserta mewakili
Negara dan 2 peserta mewakili organisasi internasional. Konferensi ini
menetapkan bahwa wilayah laut terdiri atas hal-hal sebagai berikut:
1. Laut Teritorial, yaitu wilayah yang menjadi hak kedaulatan penuh
suatu Negara di laut. Lebarnya 12 mil diukur dari pulau terluar
kepulauan suatu Negara pada saat air surut.
2. Zona bersebelahan, yaitu wilayah laut yang lebarnya 12 mil dari
laut teritorial suatu Negara. Jadi, apabila Negara sudah memiliki
laut territorial sejauh 12 mil, maka lautnya menjadi 24 mil diukur
dari pantai.
3. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yaitu wilayah laut suatu Negara
yang lebarnya 200 mil ke laut bebas. Di zona ini, Negara pantai
berhak menggali dan mengolah segala kekayaan alam untuk
kegiatan ekonomi eksklusif Negara tersebut. Di dalam zona
tersebut, Negara pantai berhak menangkap nelayan asing yang
ditemukan sedang menangkap ikan.
4. Landas kontinen, yaitu daratan di bawah permukaan laut di luar
laut teritorial dengan kedalaman 200 meter atau lebih.
5. Landas benua, yaitu wilayah suatu Negara yang lebarnya lebih dari
200 mil laut. Ditempat ini, Negara boleh mengelola kekayaan
dengan kewajiban membagi keuntungan dengan masyarakat
internasional.
c. Wilayah udara
8

Wilayah udara suatu Negara dapat diklaim berdasarkan perjanjian


internasional.

Perjanjian

internasional

yang

pernah

disepakati

mengenai wilayah udara suatu Negara adalah konvensi paris tahun


1919 dan konvensi Chicago tahun 1994. Di Indonesia, ketentuan
wilayah udara suatu Negara diatur dalam UU No. 20 Tahun 1982. UU
tersebut menyatakan bahwa batas wilayah kedaulatan dirgantara yang
termasuk orbit geostasioner adalah setinggi 35.761 km.
Konvensi paris (1919) menyatakan bahwa Negara-negara merdeka dan
berdaulat berhak mengadakan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah
udaranya, misalnya untuk kepentingan radio, satelit, dan penerbangan.
Ada dua teori tentang konsepsi wilaya udara yang dikenal saat ini,
yaitu sebagai berikut :
1. Teori udara bebas (Air Freedom Theory). Penganut ini terbagi
dalam dua liran, yaitu:
a. Aliran kebebasan ruang udara tanpa batas. Aliran ini
berpendapat bahwa ruang udara itu bebas dan dapat digunakan
oleh siapapun. Tidak ada Negara yang mempunyai hak dan
kedaulatan di ruang udara.
b. Aliran kebebasan ruang udara terbatas. Yang berpendapat
bahwa:
Setiap Negara berhak mengambil tindakan tertentu

untuk memelihara keamanan dan keselamatannya, dan


Negara kolong (Negara bawah, subjacent state) hanya
mempunyai hak terhadap wilayah zona territorial.

2. Teori Negara berdaulat di udara (The Air Sovereignty)


Teori keamanan. Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara
mempunyai kedaulatan atas wilayah uadaranya sampai batas

yang diperlukan untuk menjaga keamanan Negara itu.


Teori pengawasan cooper, yang menyatakan bahwa kedaulatan
Negara ditentukan oleh kemampuan Negara yang bersangkutan
untuk mengawasi ruang udara yang ada diatas wilayah secara
fisik dan ilmiah.

Teori udara Schater, yang menyatakan bahwa wilayah udara


harus sampai suatu ketinggia, dimana udara masih cukup
mampu mengangkat (mengapungkan) balon dan pesawat udara

d. Wilayah Ekstrateritorial
Wilayah ekstrateritorial adalah wilayah suatu Negara yang berada
di uar wilayah Negara itu. Dengan kata lain wilayah tersebut berada di
wilayah Negara lain atau di luar wilayah territorial suatu Negara.
Contohnya adalah kantor kedutaan besar suatu Negara di Negara lain
atau kapal asing yang berlayar di laut bebas dengan bendera suatu
Negara.
Seorang duta besar memiliki hak ekstrateritorial selain hak
kekebalan diplomatic (hak imunitas yang bersifat pribadi) yaitu hak
kedaulatan atas bangunan, gedung, dan halaman kedutaan besar
sampai sebatas pagar. Tak seorang pun boleh memasuki halaman
kedutaan besar tanpa izin dari Negara atau kedutaan besar yang
bersangkutan (Listyarti dan Setiadi, 2008)
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1.

DASAR PENULISAN

Penulisan karya tulis ini didasarkan pada:


1. Kurangnya perhatian instansi/pemerintah terhadap kondisi perbatasan
Indonesia.
2. Kurangnya rasa nasionalisme dan persatuan di daerah perbatasan.
3. Kurangnya fasilitas transportasi dan komunikasi yang mendukung bagi
daerah perbatasan.
4. Terdapat ancaman bagi warga Negara di perbatasan.
3.2.

JENIS DATA
Data yang digunakan dalam penulisan karya tulis ini adalah data yang

bersumber dari buku teks, website pemerintah, dan data pendukung lainnya.
3.3.

METODE PENGUMPULAN DATA

10

Data karya tulis ini dikumpulkan melalui ngumpulan studi pustaka dari
buku teks, website pemerintah, dan informasi pendukung lainnya.
3.4.

WAKTU DAN TEMPAT PENULISAN


Penulisan karya tulis ini dilakukan pada tanggal 6 Desember 12

Desember 2013 bertempat di Fakultas Sains dan Teknik, Jurusan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).
3.5.

METODE PENULISAN
Metode Penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah metode

deskriptif analisis, yaitu:


1. Mengidentifikasi permasalahan berdasarkan data dan fakta yang ada.
2. Mencari alternatif berdasarkan pustaka dan data pendukung.
3. Mencari akternatif pemecahan masalah, yaitu upaya menggulangi
Ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) bagi persatuan
serta menumbuhkan rasa nasionalisme di perbatasan.
3.6.

SISTEMATIKA PENULISAN
Guna memahami lebih jelas karya tulis ini, dilakukan dengan cara

mengelompokkan materi menjadi beberapa sub bab dengan sistematika penulisan


sebagai berikut:
BAB I

: PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang informasi umum yaitu latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan.

BAB II

: TELAAH PUSTAKA

Bab ini berisikan teori yang diambil dari beberapa kutipan buku, yang berupa
pengertian dan definisi serta lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan.

11

BAB III : METODELOGI PENULISAN


Bab ini berisikan dasar penulisan karya tulis, jenis data, metode
pengumpulan data, waktu dan tempat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan karya ilmiah.

BAB IV : ISI
Bab ini berisikan pembahasan mengenai topik permasalahan yaitu berisi
kondisi di perbatasan, ancaman, faktor-faktor penyebab serta upaya/kebijakan
yang harus diambil untuk menyelesaikan permasalahan di perbatasan.

BAB V

: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran.

BAB IV
ISI

4.1.

KONDISI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA

12

Gambar 2. Peta batas wilayah NKRI

Wilayah perbatasan Indonesia terdiri dari :


1. Wilayah Perbatasan Darat
a. Wilayah Perbatasan Kalimantan - Malaysia
Pulau Kalimantan memiliki wilayah perbatasan di 8 (delapan) daerah
kabupaten, di Provinsi Kalimantan Barat 5 (lima) kabupaten (Kab.
Sanggau, Kapuas Hulu, Sambas, Sintang, Bengkayang) sepanjang 966 km
dan di Provinsi Kalimantan Timur 3 (tiga) kabupaten (Kab. Nunukan,
Kutai Barat, dan Malinau) sepanjang 1.038 km. Hanya Entikong (Kab.
Sanggau, Kalbar) dan Kab. Nunukan (Kaltim) yang kondisi Custom,
Immigration, Quarantine, and Security (CIQS) sudah cukup baik. Kab.
Bengkayang CIQS-nya masih darurat dan kondisi jalannya sangat buruk.
Sedangkan wilayah lain belum mempunyai pintu perbatasan resmi.
Potensi sumber daya alam wilayah perbatasan di Kalimantan cukup besar
dan bernilai ekonomi tinggi seperti hutan produksi, hutan lindung, taman
nasional, dan danau alam yang dapat dikembangkan sebagai daerah

13

ekowisata, serta sumber daya laut di sepanjang perbatasan maritim.


Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum serta rendahnya tingkat
kesejahteraan masyarakat berdampak terhadap munculnya illegal logging
oleh oknum pengusaha Malaysia yang bekerja sama dengan penduduk
Indonesia.
b. Wilayah Perbatasan NTT - Timor Leste
Perbatasan antara Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Timor Leste
terletak di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Belu, Kupang, dan Timor Tengah
Utara (TTU). Garis perbatasan di NTT tersebar di 9 (sembilan) kecamatan.
Pintu perbatasan terdapat di beberapa kecamatan, namunyang sering
digunakan sebagai akses lintas batas adalah di Kecamatan Tasifeto Timur,
Kabupaten Belu. Sarana dan prasarana perhubungan darat maupun laut ke
pintu perbatasan Timor Leste cukup baik sehingga akses kedua pihak
relatif mudah dan cepat.
Potensi sumber daya alam di wilayah perbatasan NTT tidak terlalu besar.
Kondisi masyarakat umumnya miskin dengan tingkat kesejahteraan rendah
dan bertempat tinggal di wilayah tertinggal dan terisolir. Mata pencarian
utama adalah pertanian lahan kering. Saat ini kondisi masyarakat
Indonesia di wilayah perbatasan lebih baik dari warga Timor Leste.
c. Wilayah Perbatasan Papua - Papua New Guinea (PNG)
Perbatasan Papua - PNG terletak di Jayapura, Kab. Keerom, Kab. Peg.
Bintang, Kab. Boven Digoel dan Kab. Merauke. Panjang perbatasan itu
adalah 760 km dengan 52 (lima puluh dua) pilar batas. Fasilitas CIQS-nya
belum lengkap tersedia. Secara fisik kondisi wilayah perbatasan ini
bergunung-gunung dan sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa
atau kendaraan roda empat. Kondisi masyarakat di sepanjang wilayah
perbatasan

Papua

sebagian

besar

masih miskin

dengan

tingkat

kesejahteraan rendah, tertinggal dan kurang mendapat perhatian dari


pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan secara umum tidak jauh
berbeda dengan masyarakat di Papua New Guinea.

14

Wilayah perbatasan Papua memiliki sumber daya alam yang sangat besar
berupa hutan konversi dan hutan lindung dan taman nasional. Selain itu
juga terdapat sumber daya air yang cukup besar dari sungai-sungai, serta
kandunganmineral dan logam seperti tembaga dan emas.
2. Wilayah Perbatasan Laut
Dalam pengelolaan 12 pulau terluarmasih terdapat beberapa permasalahan, yaitu:
Pulau-pulau yang kecil, berbukit dan terisolir, serta terbatas sumber
dayanya;
Jumlah penduduk sedikit (pertumbuhan negatif) dan biaya hidup tinggi
karena sangat tergantung dengan wilayah lain;
Sarana dan prasarana terbatas karena fasum terpusat dan tidak merata,
sehingga ada keterbatasan informasi, komunikasi dan listrik;
Wawasan kebangsaan melemah akibat dominannya pengaruh negara
tetangga;
Masih ada konflik garis batas yang dikhawatirkan dapat memicu
permasalahan politik antar negara dan mengancam kedaulatan NKRI;
Batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) sebagian besar belum ditetapkan
sehingga menyulitkan proses penegakan hukum oleh aparat dan
berpotensi untuk menjadi sumber pertentangan antar negara;
Sebagian besar Batas Laut Teritorial dan Batas Landas Kontinen telah
disepakati, sebagian lainnya belum sehingga perlu segera disepakati untuk
menghindari

kekhawatiran

timbulnya

konflik

akibat

pelanggaran

kedaulatan;
Pulau-pulau terluar yang tidak berpenghuni sangat rawan terhadap abrasi
dan rusak akibat ulah manusia yangakan berdampak serius terhadap
keutuhan NKRI; dan
Banyaknya kriminalitas di laut juga dapat berdampak pada kedaulatan
NKRI.
3. Wilayah Perbatasan Udara

15

Kondisi wilayah perbatasan udara saat ini digambarkan sebagai berikut:


Sebagian wilayah perbatasan udara nasional masih dikontrol Air Traffic
Controller (ATC) Singapura sehingga merugikan sistem pertahanan udara
nasional dan perekonomian negara karena akan mempermudah penggunaan
ruang udara oleh penerbangan asing yang melalui Flight Information Region
tanpa izin pemerintah Indonesia; Radar sipil belum semua terintegrasi dengan
radar militer sehingga tidak dapat digunakan dalam sistem pertahanan udara
terutama di wilayah perbatasan; Pangkalan Udara di perbatasan tidak
semuanya ditempatkan Detasemen atau Lanud sebagai deterrent power dalam
pengendalian wilayah perbatasan udara; Ratifikasi hukum udara internasional
tentang penggunaan ruang udara di atas ALKI (Alur Laut Kepulauan
Indonesia) terhadap penerbangan masih rancu; dan belum ada kesepahaman
tentang pemanfaatan ruang udara dan antariksa antara negara maju dan
negara berkembang termasuk Indonesia (Pusat Kajian Strategis, 2009).

4.2.

ANCAMAN BAGI DAERAH PERBATASAN

16

Gambar 3. Kondisi Masyarakat Perbatasan


Pemerintah RI telah meratifikasi United Nations Convention on the Law of
the Sea (UNCLOS) 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan
United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan
Bangsa- Bangsa Tentang Hukum Laut).
Dari 17.504 pulau di Indonesia, terdapat 92 (sembilan puluh dua) pulaupulau kecil yang dijadikan sebagai titik dasar dan referensi untuk menarik garis
pangkal kepulauan yang berbatasan langsung dengan 10 (sepuluh) negara
tetangga di wilayah laut yang tersebar pada 10 (sepuluh) provinsi. Dan dari data
Strategi Nasional (Stranas) Pembangunan Daerah Tertinggal terdapat 26 (dua
puluh enam) kabupaten yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.
Pengelolaan wilayah perbatasan, termasuk pulau-pulau kecil terluar
selama ini belum terintegrasi dengan baik, dimana tiap Departemen cenderung
berjalan berdasarkan kepentingan masing-masing dan mengabaikan keterpaduan.
Ancaman bagi warga di perbatasan :
1. Kesenjangan sosial ekonomi antara wilayah perbatasan Indonesia dengan
wilayah perbatasan negara lain seperti Malaysia berpotensi menimbulkan
hal-hal seperti blank post area, illegal logging dan illegal entry.
17

2. Kurangnya perhatian Pemerintah Indonesia dalam mengelola kawasan


perbatasan sering menimbulkan kerugian dalam penyelesaian sengketa.
3. Kerusakan lingkungan baik oleh alam maupun sebagai akibat ulah
manusia berdampak terhadap berubahnya batas negara di laut yang
berpotensi mengurangi luas wilayah. (Pusat Kajian Strategis, 2009).
Menurut Balitbang kementerian pertahanan Indonesia (2011) terdapat 2
faktor dalam permasalahan di perbatasan, yaitu faktor eksternal dan internal,
antara lain :
1. Faktor Eksternal, yaitu:
a. Masyarakat daerah perbatasan cenderung lebih cepat terpengaruh oleh
budaya asing dikarenakan intensitas hubungan lebih besar.
b. Kehidupan ekonomi masyarakat daerah perbatasan masih sangat tergantung
dengan Negara tetangga.
2. Faktor internal, yaitu :
a. Secara umum tingkat pendidikan masyarakat daerah perbatasan relatif
rendah (rata-rata tamat SD atau SMP), dengan tingkat kesehatan yang
relatif masih rendah.
b. Masyarakat daerah perbatasan lebih menggantungkan hidupnya dari alam,
kebanyakan dari mereka merupakan petani ladang berpindah.
c. Kerukunan antar etnis di daerah perbatasan belum seperti yang
diharapkan. Hal ini tergambar dari adanya beberapa kerusuhan antar etnis
yang terjadi di beberapa daerah sekitar perbatasan.

18

d. Penegakan hukum di daerah perbatasan kurang memadai antara lain


disebabkan kurangnya pos-pos pengawasan di sepanjang perbatasan,
frekwensi pelanggaran hukum masih tinggi.
e. Pertahanan dan Keamanan. Kondisi kekuatan TNI dan Polri di daerah
perbatasan saat ini masih kurang memadai, mengingat panjangnya garis
perbatasan dan luasnya teritorial kita dengan beberapa negara baik di darat
maupun laut yang harus diamankan. Belum lagi keterbatasan sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh TNI dan Polri, seperti kendaraan operasional,
pos-pos pengamanan perbatasan untuk mendukung tugas pengamanan
daerah perbatasan. Keterbatasan sarana jalan raya sepanjang daerah
perbatasan dan kondisi medan semakin mempersulit tugas TNI dan Polri
untuk melaksanakan patroli perbatasan.
4.3.

UPAYA DAN KEBIJAKSANAAN YANG DIAMBIL


Menurut Pusat kajian dan Strategis (2009), dari berbagai kondisi dan

masukan yang ada, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:


Wilayah perbatasan harus dikelola secara terpadu dalam satu badan yang
memiliki

otoritas

khusus

yang

ditetapkan

dengan

Peraturan

Pemerintah/Undang-undang;
Pembangunan wilayah perbatasan harus direncanakan secara terintegrasi
antar berbagai bidang secara komprehensif dalam suatu master plan
masing-masing wilayah perbatasan;
Khusus wilayah perbatasan darat, diutamakan pembangunan infrastruktur
sarana jalan horizontal dan diikuti pembangunan sarana dan prasarana
lainya, yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena
lancarnya perputaran roda ekonomi masyarakat;
Mewujudkan wilayah perbatasan menjadi sabuk pengaman yang memiliki
daya tangkal tinggi terhadap setiap bentuk ancaman di bidang pertahanan

19

dengan memadukan pertahanan nir-militer dan satuan TNI sebagai


komponen utama pertahanan di wilayah perbatasan; dan
Meningkatkan semangat kebangsaan masyarakat wilayah perbatasan dan
pulau-pulau kecil terluar karena mereka merasakan hidup lebih baik,
merasakan kehadiran pemerintah lebih dekat dan merasa bangga sebagai
bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan kondisi wilayah perbatasan yang baik, aman, dan
sejahtera, maka kebijakan yang harus diambil disarankan sebagai berikut:
Menetapkan pembangunan dan pengelolaan wilayah perbatasan darat, laut
dan udara secara terpadu dalam satu badan di tingkat pusat dan unsur
pelaksana/unit di tingkat daerah (Pos Lintas Batas) yang dikoordinasikan
oleh seorang Menko yang ditetapkan dengan Perpres/UU;
Sebagai penjabaran dari kebijakan terpadu tersebut perlu disusun rencana
aksi terpadu per wilayah dalam jangka panjang, jangka menengah dan
jangka pendek untuk mensinergikan berbagai kegiatan dari instansiinstansi di tingkat pusat maupun di tingkat daerah;
Memprioritaskan pembangunan fasilitas di 12 (dua belas) pulau-pulau
kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan
fasilitas jalan horizontal, diikuti pembangunan sarana dan prasarana
lainnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk
kelancaran serta mendorong perputaran roda ekonomi;
Mempercepat pendeklarasian dan penetapan garis perbatasan antar negara
dengan tanda-tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum
internasional serta membangun satuan TNI yang cukup untuk dipadukan
dengan kekuatan nir-militer setempat dalam rangka menjaga wilayah
perbatasan dari segala bentuk ancaman; dan
Meningkatkan semangat kebangsaan masyarakat wilayah perbatasan
dengan meningkatkan taraf kehidupan ke tingkat yang lebih baik dan

20

meningkatkan kehadiran pemerintah agar mereka merasa lebih dekat dan


merasa bangga sebagai bangsa Indonesia (Pusat Kajian Strategis, 2009).

4.4.

PENDIDIKAN UNTUK CIPTAKAN NASIONALISME DI


PERBATASAN
Kurangnya pendidikan di perbatasan mengakibatkan masyarakat kurang

paham akan jati dirinya sendiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Oleh karena
itu, kita sebagai warga Negara Indonesia khususnya perlu menyadari akan realitas
yang ada di Indonesia terutama kurangnya rasa nasionalisme di wilayah
perbatasan. Sehingga salah satu upaya/solusi yang dapat kita berikan adalah
dengan memberikan pendidikan non formal, yaitu dengan mengubah pola pikir
(mind set) dari warga yang tinggal di wilayah perbatasan.
Pendidikan nonformal yang ingin diberikan adalah dengan cara
pendidikan yang ringan seperti visualisasi akan arti sebuah kebangsaan sehingga
menggugah rasa nasionalisme mereka. Contohnya adalah dengan menonton film
kebangsaan atau film-film mengenai Indonesia yang bisa memberikan mereka
kesadaran bahwa kita adalah warga Negara Republik Indonesia yang satu tanah
air, satu bahasa, dan satu kebangsaan. Selain visualisasi, kita juga ingin
menerapkan suatu kebiasaan yang akan membuat kesadaran akan kebangsaan
yang telah tergugah ini menjadi melekat pada hati dan jiwa mereka. Karena
seperti kata pepatah, ala bisa karena biasa, atau seperi kata seorang ahli
pendidikan yang mengatakan bahwa dari sebuah kebiasaan itu akan mengubah
pola pikir mereka, yang selanjutnya secara tidak langsung akan mempengaruhi
sudut pandang mereka dalam memandang negeri tercinta kita ini, dan saat mereka
bisa melihat negeri ini dengan sudut pandang baru, hal tersebut pasti akan
merubah sikap mereka terhadap negeri ini. Sehingga hasil yang didapatkan bukan
hanya membuat mereka tau akan arti kebangsaan, tetapi juga membuat mereka
mengerti, sadar, dan melakukannya. Karena seperti yang kita ketahui jika wilayah
perbatasan adalah wilayah yang genting, dimana di wilayah tersebutlah terdapat
batas yang jika tidak benar benar dijaga akan menjadi kabur bahkan tertarik ke
dalam wilayah lain seperti hanya masalah mengenai ambalat dan daerah daerah
21

perbatasan lain. Karena kita tidak ingin hal yang terjadi pada wilayah ambalat
terjadi pada daerah daerah perbatasan Negara kita yang lain.
Kegiatan tersebut dirasa akan lebih mudah untuk dipahami oleh
masyarakat sehingga secara tidak langsung dapat merubah pola pikir mereka
walau tidak dapat merubah pola pikir mereka secara langsung atau menyeluruh
sehingga perlu adanya kekontinuan dari kegiatan tersebut.

BAB V
PENUTUP
5.1.
KESIMPULAN
Daerah perbatasan Indonesia rawan akan ancaman, gangguan, hambatan,
dan tantangan (AGHT), salah satu ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangannya adalah kesenjangan sosial ekonomi, Kurangnya perhatian
Pemerintah Indonesia, klaim Malaysia, kerusakan alam baik oleh alam
maupun oleh ulah manusia.
Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah tersebut antara
lain Wilayah perbatasan harus dikelola secara terpadu, pembangunan
wilayah perbatasan harus direncanakan secara terintegrasi dalam berbagai
bidang, khusus wilayah perbatasan darat, diutamakan pembangunan
infrastruktur, meningkatkan semangat kebangsaan masyarakat wilayah
perbatasan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan rasa
nasionalisme di daerah perbatasan yaitu dengan pendidikan nonformal
yaitu dengan cara visualisasi akan arti sebuah kebangsaan sehingga
menggugah rasa nasionalisme mereka. Contohnya adalah dengan
menonton film kebangsaan atau film-film mengenai Indonesia.
5.2.

SARAN

22

Pemerintah harus lebih memperhatikan keadaan

warga Negara

Indonesia khususnya yang ada di daerah perbatasan,kita sebagai rakyat


Indonesia perlu menyadari akan realitas yang ada di Indonesia terutama
kurangnya rasa nasionalisme di wilayah perbatasan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim, Aim. 2007. Membangun Warga Negara yang Demokratis. PT.
Grafindo Media Pratama. Bandung.
Balitbang Kementerrian Pertahanan RI. 2011.
Permasalahan

Di

Daerah

Bagaimana Mengatasi
Perbatasan.

[online].

http://www.balitbang.kemhan.go.id/?q=content/bagaimana-mengatasipermasalahan-di-daerah-perbatasan. diakses pada 7 Desember 2013


pukul 5.20 WIB.
Ishak, Awang Faroek. 2003. membangun wilayah perbatasan Kalimantan dalam
rangka memelihara dan mempertahankan integritas nasional. Penerbit
Indomedia. Jakarta.
Lemhannas. 1998. Sistem Manajemen Nasional (Sismennas). Kelompok kerja
Sismennas Lemhannas. Jakarta.
Listyarti, Retno dan Setiadi. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Mochlisin. 2007. Kewarganegaraan. Penerbit Interplus. Jakarta.
Prayitno, Kuat Puji. Dkk. 2013. Pendidikan kewarganegaraan. Universitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Pringgodigdo, A.G. 1977. Ensiklopedi Umum. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Pusat kajian strategis. 2009. Kajian Kebijakan Strategis Pengelolaan Terpadu
Wilayah

Perbatasan.

[online].

http://www.pu.go.id/isustrategis/view/28 . diakses pada 6 Desember


2013 pukul 18.30 WIB.
WJS. Poerwadarminta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta.

23

You might also like