Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK
Malaria adalah masalah kesehatan utama dunia. Kematian terbesar akibat malaria terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak. Masalahnya
antara lain karena gejala-gejala malaria pada anak berbeda dan sering tidak spesifik, juga tidak tersedia laboratorium di daerah. Selain itu,
pola resistensi obat anti-malaria pun terus berubah dan berbeda di setiap daerah. Klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin tidak lagi digunakan
karena tingginya resistensi di banyak negara. Peningkatan kemampuan tenaga medis dalam mendeteksi dan memahami penatalaksanaan
malaria terbaru menjadi penting untuk mencegah terjadinya malaria berat.
Kata kunci: Malaria, anak, diagnosis
ABSTRACT
Malaria is a major worldwide problem. Most of malaria death are in infancy and childhood. Problems encountered are that symptoms of
malaria in children are different and often non-specific, and the unavailability of laboratory diagnosis. The pattern of anti-malarial drug
resistance are also continues to change and vary by region; chloroquine and sulfadoxine-pyrimetamine are no longer used because of high
resistance in many countries. Increased ability of medical personnel to detect cases and to understand the latest management of malaria are
important to prevent severe malaria. Armand Setiady Liwan. Diagnosis and Management of Uncomplicated Malaria in Children.
Keywords: Malaria, children, diagnosis
PENDAHULUAN
Malaria adalah salah satu penyakit infeksi
parasit terpenting di dunia; penyakit ini
menjadi masalah terutama bagi negaranegara yang sedang berkembang. WHO
memperkirakan jumlah kasus malaria setiap
tahun antara 300-500 juta dengan lebih dari
1 juta kematian. Sebagian besar kematian
akibat malaria terjadi pada masa bayi dan
kanak-kanak (lebih dari 3000 kematian per
hari). Di Indonesia, malaria masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Angka
kesakitan cukup tinggi terutama di luar Jawa
dan Bali. Malaria bermanifestasi sebagai penyakit akut ataupun kronik, ditandai dengan
demam paroksismal, menggigil, kelelahan,
berkeringat, anemia, dan splenomegali.
Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda
dan tidak spesifik dibandingkan dewasa.
Belum ditemukannya definisi klinis keluhan
atau gejala klinis di daerah endemis tertentu
dapat menyebabkan over diagnosis dan over
treatment malaria pada anak.1,2
Alamat korespondensi
EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan salah satu masalah
kesehatan utama dunia dan terjadi di lebih
dari 100 negara. Daerah transmisi utama
terdapat di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Plasmodium falciparum adalah spesies predominan di Afrika, Haiti, dan New Guinea.
email: r_bluexell@yahoo.com
425
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1. Karakteristik Plasmodium yang menginfeksi manusia1,4
Karakteristik
Lama fase intrahepatik (hari)
Jumlah merozoit yang dilepaskan tiap
hepatosit yang terinfeksi
Lama fase eritrosit (jam)
Sel darah merah yang diserang
Kemampuan relaps
Masa inkubasi
P. falciparum
P. vivax
P. ovale
5,5
15
30.000
10.000
15.000
15.000
48
48
50
72
Retikulosit
(2%)
Retikulosit
(2%)
Sel matang
(<1%)
Tidak
Ya
Ya
Tidak
9-14(12)
12-17(15)
16-18(17)
18-40(28)
426
P. malariae
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2. Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa4
Manifestasi pada Anak
1.
Koma**
2.
Distres pernafasan
2.
3.
3.
4.
Anemia berat*
4.
5.
5.
6.
Asidosis metabolik
6.
7.
7.
Asidosis metabolik
8.
8.
9.
9.
Hipovolumia, hipotensi
10. Hiperparasitemia
11. Ikterus
12. Hemoglobinuria
13. Hemoglobinuria
(acute respiratory distress syndrome). Gejalagejala seperti black water fever dan algid
malaria (kolaps pembuluh darah, syok,
dan hipotermi) jarang terjadi pada anakanak.1,6,7,8
Malaria anak sering menunjukkan gejala
beragam sesuai kelompok umur. Hasil
penelitian di kabupaten Sikka-NTT, gejala
klinis yang membedakan malaria pada anak
dengan penyakit lain adalah splenomegali,
menggigil, dehidrasi ringan, riwayat kejang,
dan pucat; dengan nilai spesifisitas 77,0%.
Sedangkan gejala klinis terbaik pada pasien
anak umur >5 tahun adalah splenomegali,
menggigil, nyeri perut, dan dehidrasi ringan,
dengan nilai spesifisitas 79,5%.6 Riwayat
kejang terutama didapatkan pada bayi kurang
dari satu tahun, diare pada balita, dan nyeri
perut pada anak lebih besar. Infeksi malaria
pada anak usia sekolah mempengaruhi
prestasi belajar; malaria akut tidak berat
mempengaruhi kemampuan kognitif anak di
sekolah secara signifikan.5,7
Gambar 3. A. Apusan darah tebal; B-H. Apusan darah tipis; B. Signet ring P. falciparum tropozoit; C. Gametosit berbentuk
pisang khas pada P. falciparum; D. Ameboid tropozoit khas P. vivax; E. Skizon P.vivax; F. Gametosit sferis P. vivax; G. Tropozoit P.
ovale; dan H. Tropozoit pita P. malariae.1
427
TINJAUAN PUSTAKA
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat
malaria satu bulan terakhir dan juga riwayat
transfusi darah penting ditelusuri.1,4,8
Hasil pemeriksaan laboratorium yang menyertai antara lain anemia, trombositopenia,
leukosit normal/leukopenia, dan peningkatan
LED. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan
apusan darah tebal dan apusan darah tipis.
Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field Stain, sedangkan
apusan darah tipis dengan pewarnaan Wright
atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah tebal
bertujuan melihat jumlah eritrosit dalam
darah, sementara pemeriksaan apusan darah
tipis bertujuan melihat perubahan bentuk
eritrosit, jenis Plasmodium, dan persentase
eritrosit yang terinfeksi. Hasil apusan darah
negatif tunggal tidak meniadakan diagnosis
malaria, karena sebagian besar pasien bergejala akan menunjukkan hasil positif dalam
48 jam. Pemeriksaan darah serial setiap 6
jam selama tiga hari berurutan dapat dilakukan.
Pemeriksaan apusan darah tipis tidak
mungkin dapat membedakan morfologi
spesies P. malariae dan P. knowlesi, sehingga
diperlukan pemeriksaan lebih canggih seperti
polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan
praktis terutama di daerah endemis dapat dilakukan dengan rapid diagnostic test (RDT)
berbentuk dipstick, dianjurkan menggunakan tes diagnostik cepat yang memiliki
kemampuan minimal sensitivitas 95% dan
spesifisitas 95%. Malaria tanpa komplikasi
harus dibedakan dengan penyakit infeksi lain,
seperti demam tifoid, demam dengue, infeksi
saluran pernafasan akut, leptospirosis ringan
dan infeksi virus akut lainnya.1,8,9,11
PENATALAKSANAAN
Tenaga kesehatan perlu memperhatikan
informasi terbaru tentang malaria karena pola
resistensi obat anti-malaria terus berubah.
Penatalaksanaan malaria tidak berat (tanpa
komplikasi) adalah secara rawat jalan dengan
obat anti-malaria yang direkomendasikan
WHO. Klorokuin dan sulfodoksin-pirimetamin
tidak lagi digunakan karena tingginya
resistensi P. falciparum terhadap obat ini di
banyak negara. Penatalaksanaan malaria tidak
berat meliputi pengobatan simptomatik dan
pengobatan anti-malaria bertujuan untuk
eradikasi parasit dalam tubuh dan mencegah terjadinya komplikasi.1,4,11
428
Pengobatan Simptomatik
Pemberian antipiretik pada anak demam
untuk mencegah hipertermia dengan dosis
paracetamol 15 mg/kgBB/dosis setiap 4-6
jam. Apabila terjadi hipertermia (suhu
rektal >40C), berikan paracetamol dosis
inisial 20 mg/kgBB/dosis dilanjutkan dengan
dosis rumatan 15 mg/kgBB/dosis. Pada anak
kejang, sebaiknya berikan diazepam intravena
perlahan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis
atau diazepam rektal 5 mg (berat badan <10
kg) atau 10 mg (berat badan >10 kg), dan
segera rujuk ke rumah sakit, karena kejang
merupakan salah satu gejala malaria berat
yang membutuhkan penanganan lanjutan.
Suplementasi zat besi dengan atau tanpa
zinc secara bermakna meningkatkan kadar
hemoglobin pada penderita malaria
tropikana di daerah endemis. Namun,
pemberian zat besi pada malaria dengan
anemia ringan tidak dianjurkan, kecuali bila
disebabkan oleh defisiensi besi.11,17
Pengobatan Anti-malaria
Lini pertama:
1. Dehidroartemisin + piperakuin (fixed
dose combination)
Dosis dehidroartemisin 2-4 mg/kgBB dan
piperakuin 16-32 mg/kgBB/dosis tunggal,
diberikan selama 3 hari. Saat ini, rutin
digunakan di Papua dan Papua Barat.
Penggunaan
dehidroartemisin-piperakuin
pada anak lebih ditoleransi karena adverse
event yang lebih rendah dari artesunatamodiakuin.12
2. Artesunat + amodiakuin (tablet 50 mg
artesunat dan 153 mg amodiakuin)
Dosis artesunat 4 mg/kgBB/dosis tunggal
selama 3 hari, dan amodiakuin 10 mg- basa/
kgBB/dosis tunggal juga selama 3 hari.4,11,13,14
Lini kedua:
1. Kina (tablet 200 mg kina fosfat/sulfat)
Dosis kina 10 mg/kgBB/dosis, diberikan 3 kali
sehari selama 7 hari. Kina harus dikombinasikan dengan doksisiklin pada P. falciparum,
dengan dosis doksisiklin: 2 mg/kgBB/dosis
(usia >14 tahun), 1 mg/kgBB/dosis (8-14 tahun),
2 kali sehari selama 7 hari. Pada ibu hamil dan
anak kurang dari 8 tahun direkomendasikan
mengganti doksisiklin dengan klindamisin.
Kombinasi kina dan klindamisin aman, efektif,
dan memiliki adverse event lebih sedikit. Dosis
klindamisin: 20 mg basa/kgBB/hari dibagi 3
dosis selama 7 hari.4,15
TINJAUAN PUSTAKA
2 hari sebelum berpergian dan dikonsumsi
setiap hari, sesuai waktu berpergian yang
singkat. Untuk waktu berpergian yang lama,
dapat diberikan mefloquine 4,6 mg basa/
kgBB/minggu, dimulai dari 2 minggu sebelum
keberangkatan. Namun, mefloquine kurang
disukai karena tidak ada sediaan untuk anak
dan rasanya pahit.1,4,9
PROGNOSIS
Sebagian besar anak dengan malaria tanpa
komplikasi akan menunjukkan perbaikan
dalam 48 jam setelah mulai pengobatan
dan bebas demam setelah 96 jam. Apabila
DAFTAR PUSTAKA
1.
John CC, Krause PJ. Malaria (Plasmodium). In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor FN, Behrman RE, eds. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2011.p.
2.
Parwati SB, Simplica MA, Ismoedijanto. Faktor determinan klinis pada malaria anak. Sari Pediatri. 2001;3(2):106-14.
3.
Nelwan RHH. Malaria plasmodium knowlesi. 204th ed. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2013.p.327-9.
4.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia gebrak malaria. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.
5.
Masyitah, Rahmawati L, Sofyani S, Lubis M, Lubis IZ. Short-term impact of acute uncomplicated malaria on the cognitive performance of school children living in endemic area. Paediatrica
6.
Infectious Diseases Society of America. Diagnosis and treatment of malaria in children. Clin Infect Dis. 2003;37 (10):1340-8.
7.
Siahaan L. Malaria pada anak usia sekolah di kabupaten Nias Selatan. 188th ed. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2011. p. 513-5.
1139-43.
Indonesiana 2009;49(2):82-6.
8.
Malaria. Pedoman pelayanan medis ilmu kesehatan anak. Denpasar: SMF IKA FK UNUD/RSUP Sanglah; 2011. p. 219-23.
9.
Laksono RD. Profilaksis malaria di perbatasan Indonesia-Timor Leste. 188th ed. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran; 2011.p.503-7.
10. Alessandro UD, Ubben D, Hamed K, Ceesay SJ, Okebe J, Taal M, et al. Malaria in infants aged less than six months is it an area of unmet medical need? Malar J. 2012; 11:400. doi:
10.1186/1475-2875-11-400.
11. WHO. Hospital care of children. 2nd ed. Geneva, Switzerland: World Health Organization; 2013. p. 156-66.
12. Pasaribu PA, Chokejindachai W, Sirivichayakul C, Tanomsing N, Chavez I, Tjitra E, et al. A Randomized comparison of dihydroartemisinin-piperaquine and artesunate-amodiaquine
combined eith primaquine for radical treatment of vivax malaria in Sumatera, Indonesia. J Infect Dis. 2013;208:1906-13. doi: 10.1093/infdis/jit407. [Epub 2013 Aug 6].
13. WWARN DP Study Group. The effect of dosing regimens on the antimalarial efficacy of dihydroartemisinin-pipeaquine: A pooled analysis of individual patient data. Plos Med.
2013;10:1-6.
14. Hasugian AR, Purba HLE, Kenangalem E, Wuwung RM, Ebsworth EP, Maristela R, et al. Dihydroartemisinin-piperaquine versus artesunate-amodiaquine: Superior efficacy and posttreatment
prophylaxis against multidrug-resistent plasmodium falciparum and plasmodium vivax malaria. PMC. 2008;44:1067-74.
15. Daulay PAD, Trisnawati Y, Lubis S, Lubis M, Pasaribu S. Comparison of quinine-doxycycline and quinine-clindamycin for falciparum malaria in children. Paediatrica Indonesiana
2011;51(4):187-91.
16. Roshental PJ, Goldsmith GS. Antiprotozoal drugs. In: Katzung BG, ed. Basic and clinical pharmacology. 10th ed. San Fransisco: McGraw Hill; 2006.p. 920-31.
17. Dasraf D, Lubis BM, Lubis B, Rosdiana N, Lubis M, Pasaribu S. Effect of iron and zinc supplementation in the treatment of malaria in children. Paediatrica Indonesiana 2007;47(6):256-60.
18. Sutanto I, Tjahjono B, Basri H, Taylor WR, Putri FA, Meilia RA, et al. Randomized, open-label trial of primaquine against vivax malaria relaps in Indonesia. AAC. 2013;57:1128-35.
19. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. Guidelines for the treatment of malaria. Geneva: WHO; 2010.
429