Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.2.
Epidemiologi
2.2.1. Frekuensi
Rongga mulut merupakan 1 dari 10 lokasi tersering terkenanya kanker di
dunia. Tiga per empat kasus mengenai masyarakat di negara berkembang. Kanker
rongga mulut menduduki kanker urutan pertama di Negara Sri Lanka, India,
Pakistan, dan Bangladesh. Sementara itu, di India kanker rongga mulut memiliki
insiden lebih dari 50% dari semua kanker (Scully et al., 2013).
Sedangkan di negara maju, kanker rongga mulut kurang populer, tetapi
tetap menduduki urutan ke-8, contohnya di Francis bagian utara, kanker ini
merupakan kanker paling sering terjadi pada laki-laki. Diketahui pada tahun 1980
lebih dari 32.000 kasus
Hasil observasi
peningkatan yang cukup besar pada usia muda di sebagian besar negaranegara Eropa. Ini mengindikasikan adanya efek besar ke depannya yang
akan menyebabkan peningkatan jumlah kasus kanker mulut pada laki-laki
selama beberapa dekade mendatang.
2.2.3. Ras
Prevalensi kanker lidah secara tetap ditemukan lebih tinggi (sekitar 50%)
pada orang kulit hitam dibandingkan dengan kulit putih di dalam wilayah yang
sama di negara Amerika Serikat. Prevalensi kanker mulut juga umumnya lebih
tinggi di etnis minoritas di negara-negara maju lainnya (Tomar et al., 2004).
2.2.4. Jenis Kelamin
Kanker rongga mulut pada laki-laki lebih sering daripada perempuan,
meskipun rasio tersebut nyaris sama. Di dunia, Insiden pada laki-laki sebanyak
2.7% dibanding perempuan (IARC, 2012).
2.2.5. Umur
Kanker rongga mulut sering ditemukan pada umur dewasa muda dan
orang tua (Scully et al., 2013). Kanker ini jarang sebelum usia 40 tahun (Kumar et
al., 2012).
2.3.
penyebab kanker rongga mulut ditemukan secara pasti, tetapi kedua faktor
ekstrinsik dan intrinsik mungkin berhubungan. Faktor ekstrinsik terdiri dari
kebiasaan merokok, minuman alkohol, infeksi sifilis, dan terpapar sinar matahari
(hanya kanker bibir). Faktor intrinsik terdiri dari penyakit sistemik, seperti anemia
defisiensi besi. Keturunan tidak menjadi faktor penyebab utama dari kanker
rongga mulut. Selain itu, beberapa kasus kanker rongga mulut berhubungan
dengan lesi prakanker, khususnya leukoplakia (Neville et al., 2002).
2.4.
Merokok
Kebiasaan menghisap rokok memiliki hubungan secara tidak langsung
dengan perkembangan sel kanker di rongga mulut. Risiko paling tinggi ditemukan
didaerah India dan Amerika Selatan yang memiliki kebiasaan yang disebut
reverse smoking, yaitu memasukkan sisa puntung rokok ke dalam rongga mulut,
kebiasan ini menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya kanker rongga mulut
khususnya terjadi di palatum durum sebanyak 50%.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Taiwan pada tahun 2007-2012
dengan sampel sebanyak 599 pasien, laki-laki sebanyak 577 menderita kanker
rongga mulut dan perempuan 22 orang dengan kebiasaan merokok yang lama,
menyirih, dan mengonsumsi alkohol. Risiko untuk terjadinya kanker rongga
mulut pada pasien dengan kebiasaan merokok sebanyak 85.3% sedangkan pada
grup kontrol risikonya mencapai 39.2% (Chou et al., 2014).
Menurut Petti et al. (2013) tingginya risiko terjadinya kanker rongga
mulut dengan faktor risiko kebiasaan merokok mencapai 3.6%, mengonsumsi
alkohol sebanyak 2.2%, menyirih sebanyak 7.9%, dan kombinasi ketiganya
sebanyak 40.1%, ini terjadi di Asia Tenggara.
Menurut Lin et al. (2013) dalam penelitiannya membuktikan bahwa
adanya hubungan dengan kode genetik ICAM-1 rs5498 pada masyarakat Taiwan
dengan kebiasaan merokok terhadap kejadian kanker rongga mulut.
2.4.2. Mengunyah Tembakau
Kebiasaan mengunyah tembakau dalam jangka waktu yang lama
ditemukan di budaya barat yang meningkatkan risiko kanker rongga mulut
sebanyak empat kali. Selain itu, penelitian lain dilakukan pada pekerja wanita di
sebuah perusahaan tekstil yang memiliki kebiasaan mengunyah tembakau berisiko
0,5 kali lebih besar dibanding pekerja laki-laki.
nasopharingeal carcinoma.
2.4.6. Radiasi
Radiasi ini meningkatkan risiko terjadinya kanker pada bibir, ini
ditemukan pada laki-laki berkulit putih di Amerika Serikat dengan insiden 4 per
100.000 penduduk sebelum abad ke-20. Seiring bertambahnya waktu, risiko
terhadap kanker ini berkurang karena berkurangnya paparan sinar matahari akibat
sedikitnya pekerjaan/aktivitas diluar rumah.
2.4.7. Defisiensi Zat Besi
Defisiensi besi khususnya dalam keadaan berat dan kronis yang juga
dikenal dengan Plummer-Vinson atau Paterson-Kelly Syndrome. Diketahui dapat
meningkatkan risiko squamous cell carcinoma pada esofagus, orofaring, dan
mulut bagian posterior. Keganasan ini berkembang pada lebih dini dibanding pada
pasien tanpa anemia defisiensi besi. Seseorang yang mengalami defisiensi besi
juga memiliki ganguan sel imunitas. Selain itu, besi juga penting dalam
membantu fungsi sel epitel saluran pencernaan bagian atas, sehingga sel epitel
berkembang menjadi lebih cepat dan menjadi atropi atau mukosa menjadi imatur.
normal dalam rongga mulut dan bisa menjadi agen penyebab suatu penyakit
apabila terganggunya ekosistem dalam rongga mulut (Bakri et al., 2010).
Sebuah studi menunjukkan adanya hubungan riwayat terjadinya kanker
leher dan kepala dengan kejadian kanker rongga mulut dan adanya hubungan
dengan kebersihan mulut seseorang khususnya penyakit kandidiasis di rongga
mulut (Radoi et al., 2013).
2.4.11. Virus Onkogen
Virus onkogen memiliki peranan penting dalam berbagai macam kanker
walaupun tidak ada virus yang pasti menyebabkan kanker rongga mulut. Virus ini
bersifat imortal di dalam sel pejamu, dengan cara demikian mereka mengalami
transformasi menjadi ganas. Beberapa contoh virus yaitu retrovirus, adenovirus,
Herpes Simpleks Virus (HSV), dan Human Papilloma Virus (HPV) memiliki
hubungan terbentuknya sel kanker pada mulut. Walaupun demikian, HPV adalah
satu-satunya yang masih memiliki hubungan tidak hanya pada kanker rongga
mulut tetapi juga pada kanker di tempat lain seperti tonsil faringeal, laring,
esofagus, serviks uterin, vulva, dan penis. HPV dengan subtipe 16, 18, 31, dan 33
yang memiliki hubungan erat dengan displasia dan squamous cell carcinoma.
Kanker sel squamous rongga mulut menduduki peringkat ke-6 terganas di
dunia. Di Bangladesh dilakukan sebuah studi dan membuktikan terdapatnya
hubungan kanker rongga mulut dengan kejadian infeksi human papiloma virus
sebanyak 15-20% (Akhter et al., 2013).
Tersebarnya human papiloma virus (HPV) di rongga mulut pada pasien
yang positif mengidap penyakit infeksi HPV terdapat lokasi-lokasi yang
predominan, yaitu perbatasan vermilion bibir, sudut bibir, dan palatum durum.
Lokasi-lokasi ini cenderung untuk terjadinya lesi mulut dan berpotensi untuk
terjadinya keganasan (Mravak-Stipetic et al., 2013).
2.4.12. Imunosupresi
Imunosupresi memiliki peranan dalam terbentuknya beberapa keganasan
pada saluran pencernaan bagian atas. Pada pasien Acquired Immunodeficiency
Syndrome
(AIDS)
dan
orang-orang
yang
sedang
mendapatkan
terapi
terhadap squamous cell carcinoma rongga mulut dan keganasan di kepala dan
leher, apalagi memiliki kebiasaan menghisap tembakau dan mengonsumsi
alkohol.
Menurut Leurenco et al. (2011), pada orang-orang yang terinfeksi HIV
positif dan sebelum diberikan obat anti retrovirus membuktikan tingginya insiden
untuk terjadinya lesi di rongga mulut.
2.4.13. Onkogen dan Tumor Suppresor Genes
Onkogen dan tumor supresor gen adalah komponen-kromosom yang bisa
teraktivasi oleh berbagai agen penyebab. Apabila teraktivasi mereka akan
menstimulasi produksi material-material genetik dalam jumlah yang besar melalui
amplification atau over expression pada gen terkait. Onkogen ini mungkin akan
mengalami progresi pada berbagai macam neoplasma termasuk squamous cell
carsinoma rongga mulut.
Di lain pihak, tumor supresor gen bisa memproduksi tumor secara tidak
langsung ketika mereka dalam keadaan inaktivasi atau mutasi. Beberapa contoh
abnormalitas dari ras, myc, c-erbb, p53, pRb, dan E-cadherin sudah teridentifikasi
pada kanker rongga mulut walaupun hubungan sebab dan akibatnya belum bisa
dibuktikan.
Menurut Chu et al. (2012) dalam studinya membuktikan adanya hubungan
pada gen miRNA499 polimorfisme dengan proses terjadinya kanker mulut dan
interaksi dari gen miRNA499 dengan lingkungan dengan tingginya risiko kanker
mulut meningkatkan kejadian kanker rongga mulut pada masyarakat di Taiwan.
2.5. Klasifikasi Kanker Rongga Mulut
Menurut Regezi et al. (2008) Berdasarkan lokasinya kanker rongga mulut
dibagi atas beberapa lokasi, yaitu :
1.
2.
4.
5.
6.
2.6.
Plak
Eritroplakia (merah)
Leukoplakia (putih)
Eksofitik
Merah
Putih
Merah jambu
Ulserasi
Non-ulserasi
Krusta
Blep
Perdarahan
Maloklusi
Bengkak di leher
Susah menelan
Perubahan suara