You are on page 1of 8

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini, pengetahuan masyarakat Indonesia tentang kesehatan
masih kurang meskipun banyak dilakukan penyuluhan atau edukasi
tentang kesehatan, terutama yang berhubungan dengan penyakit kronis
yang mengancam jiwa manusia.Ada banyak penyakit kronis yang populer
seperti HIV/AIDS, jantung, dan lain-lain. Walaupun begitu, ada juga
penyakit kronis yang kurang populer yaitu lupus.
Arti kata lupusdalam bahasa Latin adalah anjing hutan. Istilah
lupus mulai dikenal sekitar satu abad yang lalu.Awalnya penyakit itu
hanya menyerang satu organ tubuhdandikira hanya menderita kelainan
kulit berupa ruam kemerahan di sekitar hidung dan pipi, juga di lengan
dan kaki, namun di kemudian hari organ-organ lain pun akan mendapat
gilirannya, seperti rasanya panas. Selain itu si penderita terus-menerus
merasa lelah walaupun sudah beristirahat lama, rambut rontok, persendian
sakit bahkan membengkak lalu muncul sariawan. Menurut Dr. Rahmat
Gunadi dari falkultas Kedokteran Universitas Pajajaran, Bandung.
Penyakit lupus adalah penyakit dimana terjadi aktivitas yang berlebih dari
sistem imunitas tubuh sehingga menghancurkan bagian-bagian tubuh
sendiri. Dengan demikian, lupus merupakan penyakit kronis yang

menyerang berbagai jaringan/sistem organ tubuh, misalnya jaringan kulit,


otot, tulang, ginjal, sistem saraf, sistem kardiovaskuler, paru, lapisan pada
paru, hati, sistem pencernaan, mata, otak, pembuluh darah dan sel-sel
darah.
sistemic lupus erythematosus (SLE) merupakan suatu penyakit
yang mengakibatkan kerentanan pada individu atau kelompok karena
dapat mengganggu semua organ dalam tubuh sehingga memerlukan
dukungan perawatan tidak hanya di rumah sakit tetapi juga dikeluarga,
kelompok khusus maupun masyarakat. (Komalig, 2008) menyebutkan
bahwa SLE adalah sistem kekebalan (imun) yang menyerang tubuh sendiri
(autoimun).
Penyakit ini menyebabkan sistem imun tubuh tidak mampu
membedakan antigen dari sel 1dan jaringan tubuh sendiri, sehingga
autoimmune tubuh tidak hanya menyerang kuman yang merusak tubuh,
tetapi juga merusak organ tubuhnya sendiri dan dapat mengenai berbagai
organ tubuh (Wallace, 2005). Penyebab lupus belum dapat diketahui
secara pasti dan teknik penyembuhannya belum ditemukan sampai
sekarang. Menurut Phillips (2001), terdapat 3 faktor yang diduga dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit ini, yaitu faktor genetik, lingkungan
dan hormonal. Pada faktor genetik, kemungkinan menurunnya lupus relatif
kecil, sekitar 10%. Diperkirakan pencetus lupus berasal dari lingkungan,
seperti infeksi, stres, makanan, sinar matahari, antibiotik, dan penggunaan
obat-obatan tertentu. Sedangkan, faktor hormonal yaitu estrogen,

merupakan faktor yang paling banyak diperkirakan sebagai pencetus lupus


melihat dari banyaknya jumlah penderita lupus perempuan. Namun,
hingga kini belum diketahui dengan pasti jenis hormon yang menjadi
penyebab besarnya kejadian penyakit ini pada perempuan. Selain itu,
penyakit ini merupakan penyakit yang sulit didiagnosis karena penyakit ini
tidak berkembang sekaligus, tetapi secara perlahan-lahan menyerang organ
vital, gejalanya timbul dan hilang silih berganti dalam waktu lama,
sehingga akhirnya bisa diidentifikasi sebagai penyakit SLE (Wallace,
2005).
Prevalensi klien SLE merupakan fenomena gunung es artinya
jumlah yang tercatat belum menunjukkan jumlah yang terjadi sebenarnya.
Jumlah SLE diseluruhpadatahun 2013 yang telah terdeteksi sebagai
menyandang penyakit lupus diseluruh dunia sekitar 5 juta orang dan lebih
dari 100.000 kasus baru, terjadi setiap tahunnya. Amerika sebagai negara
maju tercatat jumlah klien SLE tahun 1990 sebanyak 1.400.000 dan
sampai 2 juta orang (syaran, 2009).Penyakit ini masih dianggap langka
yang menurut data di Amerika 100.000 orang, dan diinggris 2,8 per 100.00
penduduk. Yayasan Lupus Amerika (The Lupus Foundtion of Amerika)
memperkirakan

sekitar

1.500.000

penduduk

Amerika

menderita

lupus.Salah satu negara diAsia yang memiliki penduduk terpadat yaitu


Cina dengan perbandingan jumlah SLE sebanyak 70 orang dari 100.000
penduduk (Malaviya 1989; dalam Jiang, 1989).

Sementaradi Indonesia sampai saat ini yang terdeteksi menderita


lupus baru 50.000 orang. Namun harap diketahui bahwa lupus adalah
penyakit autoimun (bukan infeksi) yang mematikan. Setiap tahun
penderitanya makin meningkat sekitar 3,8 per 100.000 orang. Dan obatnya
belum ditemukan atau belum ada. Penyebabnya pun masih diperdebatkan,
kemungkinan gaya hidup yang tidak sehat dan pola makan yang tidakbaik,
dan mungkin juga genetik atau hormonal.
Banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui mengenai
penyakit ini, bahkan tidak sedikit orang yang mengaku bahwa mereka baru
mendengar nama penyakit ini. Faktanya, penderita Lupus atau yang sering
disebut odapus (orang dengan lupus), meningkat tiap tahunnya.
Berdasarkan data dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI), jumlah penderita
lupus di Indonesia meningkat dari tahun 2004 sampai tahun 2007
sebanyak 6950 orang. Sampai akhir tahun 2007, jumlah penderita lupus
yang tercatat sebanyak 8018 orang. Peningkatan angka penderita lupus
disebabkan oleh kurangnya tenaga medis yang mampu menangani masalah
lupus, serta tidak adanya pemahaman pada perkembangan penyakit ini
(Savitri, 2005). Sedangkan pada bulan April tahun 2013 menurut YLI
penderita lupus di Indonesia meningkat menjadi 13.300 jiwa dari tahun
2012 sebanyak 12.700 jiwa(Republika online, 2013). Oleh karena itu,
penderita lupus sering kali mengabaikan gejala dari penyakit ini dan pada
akhirnya terlambat terdiagnosis. Keadaan ini amat disayangkan karena
penyebab utamanya adalah kurangnya sosialisasi baik secara langsung

maupun melalui berbagai media. Penyakit lupus yang memiliki nama


ilmiah Systemic Lupus Erythematosus (SLE), merupakan penyakit kronis
yang termasuk kedalam kategori penyakit autoimmune yaitu penyakit
dengan kekebalan tubuh berlebihan (Phillips, 2001).
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki klien SLE 200 ribu
- 500 ribu pada tahun 2006. Hal ini dihitung berdasarkan perbandingan
antara kejadian SLE dengan jumlah penduduk, yaitu 1:1.000 (Syaran,
2009). Rumah Sakit Mangunkusumo (RSCM) mencatat kasus SLE
sebanyak 8.693 orang pada tahun 2006 (Evy, 2009) sedangkan yang
tercatat di Yayasan Lupus Indonesia (YLI) tahun 2006 sebanyak 789 orang
(Syaran, 2009). Kota besar lainnya seperti Surabaya telah mendiagnosis
SLE sebanyak 215 orang tahun 2006 dengan mencacat pasien baru
sejumlah sebanyak 20 hinga 30 orang tiap bulan (Nasiroh, 2007). Di RS
Cipto Mangunkusumo sampai sekarang ditemukan sekitar 50.000
penderita lupus.Selanjutnya, data yang ada di Indonesia menunjukkan
bahwa 1-5 orang diantara 100.000 penduduk adalah pasien lupus.Yayasan
Lupus

Indonesia

yang

bertempatan

mencatatkasus

SLEsepanjang

sebanyak

150

2013

di

RumahSakitKramat

sampaidenganawaltahun

orang,

aktifmenjalanipengobatansampaiawaltahun

sedangkan

128
2014
yang
2014

sebanyak67pasienrawatjalan.Padapenelitian yang dilakukanolehSutarno


(2012)menyatakanbahwaadaduafaktor yang mempengaruhipasien SLE
dalammelakukanpengobatan,

yaitufaktoreksternaldanfaktor

internal.Faktoreksternalberupadukungankeluarga,
dukunganpetugaskesehatan,
sedangkanfaktor

social

internal

ekonomi,

dandukungan

berupapengetahuan,

social,
persepsi,

sertaaktivitas.Faktorfaktortersebutsangatmempengaruhimotivasipasiendalammelakukanpengob
atantanpaadanyapaksaandandatangdaridirisendiri.
Jadi dengan adanya datapengobatanteraturdariYayasan Lupus
Indonesia ditemukan83 pasienataudenganprevalensi55 % pasien SLE
tidakaktifmenjalanipengobatan, maka saya bermaksud untuk meneliti
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi pasien SLE
dalam menjalani pengobatan di Yayasan Lupus Indonesia tahun 2014.

B. Rumusan Masalah
Mengingatdari 150pasien lupus yang berobat di Yayasan Lupus
Indonesiayang bertempat di Rs. Kramat 128 Jakarta Pusathanya67pasien
yang

melakukanperawatanrawatjalandenganteratur,

makapenelititertarikuntukmenggalimotivasipenderita

lupus

dalammenjalanipengobatan, makapenelitibermaksuduntukmeneliti faktorfaktor yang berhubungandenganmotivasipasiendalammenjalanipengobatan


SLE di Yayasan Lupus Indonesia tahun 2014.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi


pasien dalam menjalani pengobatan SLE di Yayasan Lupus Indonesia
Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya Hubungan antara aktivitas dengan motivasi pasien
lupus dalam menjalani pengobatan SLE Tahun 2014.
b. Diketahuinya Hubungan antara pengetahuan dengan motivasi
pasien lupus dalam menjalani pengobatan SLE Tahun 2014.
c. Diketahuinya Hubungan antara status ekonomi dengan motivasi
pasien lupus dalam menjalani pengobatan SLE Tahun 2014.
d. Diketahuinya Hubungan antaradukunganKeluarga dengan motivasi
pasien lupus dalam menjalani pengobatan SLE Tahun 2014.
e. DiketahuinyaHubunganantaradukunganpetugaskesehatandenganm
otivasipasien lupus dalammenjalanipengobatan SLE Tahun 2014.
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Sebagai salah satu sumber informasi keperawatan medikal bedah
dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan
motivasi pasien dalam menjalani pengobatan SLE.
2. Manfaat Praktis
a. Membantu penyandang SLE dalam menjalani pengobatan dan
Memberikan informasi kepada para pembaca mengenai penyakit
SLE, terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
motivasi pasien dalam menjalani pengobatan.
b. Sebagai salah satu bahan pertimbangan atau acuan dalam
pemberian dan peningkatan mutu pelayanan medik di Rumah Sakit

terutama dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan


dengan motivasi pasien dalam menjalani pengobatan.
c. Di bidang pendidikankesehatan, penelitian ini diharapkan dapat
melengkapi literatur mengenai permasalahan yang dihadapi oleh
para penyandang SLE mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan motivasi pasien dalam menjalani pengobatan yang
dilakukan oleh penyandang SLE.

You might also like