You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan bakar nabati (BBN) bioetanol dan biodiesel merupakan dua kandidat
kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar
mesin Otto dan Diesel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan
dan implementasi dua macam bahan bakar tersebut, bukan hanya untuk
menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa. Namun, juga sebagai salah
satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat.
Saat ini pengembangan bahan bakar nabati untuk menggantikan bahan bakar
fosil terus dilakukan. Biofuel akan menggantikan premium, solar, maupun kerosin
atau minyak tanah. Pemerintah mentargetkan antara tahun 2009-2010 komposisi
biofuel

dan

bahan

bakar

fosil

mencapai

15

persen

berbanding

85

persen. Kebutuhan nasional untuk bahan bakar nabati sedikitnya 18 miliar liter per
tahun. Akan tetapi, keterbatasan bahan baku menjadi kendala utama karena harus
berbagi dengan berbagai industri lain.
Biodiesel adalah sebuah alternatif untuk bahan bakar diesel berbasis minyak
bumi yang terbuat dari sumber daya terbarukan seperti minyak nabati, lemak
hewan, atau alga. Ia memiliki sifat pembakaran yang sangat mirip dengan diesel
petroleum, dan dapat menggantikannya dalam menggunakan saat ini. Namun,
yang paling sering digunakan sebagai aditif untuk minyak diesel, meningkatkan
pelumasan dinyatakan rendah bahan bakar solar murni ultra rendah belerang. Ini
adalah salah satu kandidat yang mungkin untuk menggantikan bahan bakar fosil
sebagai sumber energi utama dunia transportasi, karena merupakan bahan bakar
terbarukan yang dapat menggantikan solar pada mesin saat ini dan dapat diangkut
dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Biodiesel terdiri dari asam lemak rantai panjang dengan alkohol terpasang,
sering berasal dari minyak nabati. Hal ini dihasilkan melalui reaksi minyak nabati
dengan alkohol metil atau etil alkohol dengan adanya katalis. Lemak hewani
adalah sumber potensial. Umumnya katalis digunakan adalah kalium hidroksida

(KOH)

atau

sodium

hidroksida

(NaOH).

Proses

kimia

yang

disebut

transesterifikasi yang menghasilkan biodiesel dan gliserin. Kimia, biodiesel


disebut ester metil jika alkohol yang digunakan adalah metanol. Jika etanol yang
digunakan, disebut ester etil. Mereka adalah serupa dan saat ini, ester metil lebih
murah karena biaya yang lebih rendah untuk metanol. Biodiesel dapat digunakan
dalam bentuk murni, atau dicampur dalam jumlah dengan bahan bakar solar untuk
digunakan pada mesin pengapian kompresi.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh rasio reaktan terhadap konversi minyak menjadi
metil ester.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari temperatur reaksi terhadap pembentukan
metil ester.
3. Untuk mengetahui pengaruh dari waktu reaksi terhadap pembentukan metil
ester.
4. Untuk mengetahui prinsip dan cara kerja proses pembuatan metil ester.
1.3. Permasalahan
1. Bagaimana metode pengolahan minyak kedelai menjadi bahan bakar alternatif.
2. Apa yang menjadi pertimbangan untuk menjadi bahan bakar yang dapat
digunakan.
3. Mengapa timbul pemikiran untuk membuat sebuah alternative bahan bakar.
1.4. Hipotesa
1. Metode yang digunakan dalam pengolahan minyak kedelai antara lain:
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan
alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester asam
lemak (FAME) dan air. Alkoholisis trigliserida dengan alkohol fraksi ringan
seperti methanol merupakan reaksi seimbang dan kalor reaksinya seimbang
dan kalor reaksinya kecil. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai
pendek seperti methanol atau etanol
2. Yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan bahan bakar adalah dengan
adanya perhitungan Berat Jenis (Specific Gravity) dan Viskositas

3. Setiap tahun penggunaan atau ketersediaan minyak bumi semakin menurun


namun permintaan semakin meningkat sehingga timbul masalah kelangkaan.
Maka akan dicari solusi terbaik dengan menghasilkan alternatif bahan bakar
yaitu biodiesel.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel sebagai Energi Alternatif
Energi alternatif adalah istilah yang merujuk kepada semua energi yang
dapat digunakan yang bertujuan untuk menggantikan bahan bakar konvensional
tanpa akibat yang tidak diharapkan dari hal tersebut. Pada umumnya, istilah
energi alternatif digunakan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar
hidrokarbon yang mengakibatkan kerusakan lingkungan akibat emisi karbon
dioksida yang tinggi, yang berkontribusi besar terhadap pemanasan global

berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change. Selama beberapa


tahun, apa yang sebenarnya dimaksud sebagai energi alternatif telah berubah
akibat banyaknya pilihan energi yang bisa dipilih yang tujuan yang berbeda dalam
penggunaannya.
Istilah alternatif merujuk kepada suatu teknologi selain teknologi yang
digunakan pada bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi. Teknologi alternatif
yang digunakan untuk menghasilkan energi dengan mengatasi masalah dan tidak
menghasilkan masalah seperti penggunaan bahan bakar fosil. Oxford Dictionary
mendefinisikan energi alternatif sebagai energi yang digunakan bertujuan untuk
menghentikan penggunaan sumber daya alam atau pengrusakan lingkungan.
Sebagian besar pendukung menunjukkan bahwa limbah minyak nabati
adalah sumber terbaik untuk menghasilkan minyak biodiesel. Namun, pasokan
yang tersedia secara drastis kurang dari jumlah bahan bakar berbasis minyak bumi
yang dibakar untuk transportasi dan pemanasan rumah di dunia. Bahan bakar
transportasi diperkirakan dan rumah menggunakan minyak pemanas sekitar
230.000 juta gallon, limbah minyak nabati dan lemak hewan tidak akan cukup
untuk memenuhi permintaan. Oleh karena itu, diperkirakan produksi minyak
nabati untuk semua penggunaan adalah sekitar 33.000 juta pound (15.000.000
ton) atau 4.500 juta US galon (17.000.000 m)), dan produksi diperkirakan lemak
hewan adalah 12.000 juta pound (5.000.000 ton). Untuk sumber minyak
terbarukan, tanaman atau sumber cultivatable serupa harus dipertimbangkan.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa, tanaman memanfaatkan fotosintesis
untuk mengubah energi matahari menjadi energi kimia. Dalam hal ini energi
kimia yang menyimpan biodiesel akan dilepaskan ketika dibakar. Oleh karena itu
tanaman dapat menawarkan sumber minyak yang berkelanjutan untuk produksi
biodiesel. tanaman yang berbeda menghasilkan minyak yang dapat digunakan
pada tingkat yang berbeda. Beberapa studi telah menunjukkan produksi tahunan
sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)

Kedelai: 40 sampai 50 US gal / acre (40 sampai 50 m / km )


Mustard: 140 US gal / acre (130 m / km )
Kelapa sawit: 650 US gal / acre (610 m / km )
Alga: 10.000 hingga 20.000 US gal / ha (10.000 hingga 20.000 m / km )

5) Brassica napus: 110-145 US gal / acre (100-140 m / km )


Produksi minyak panen ganggang untuk biodiesel belum dilakukan pada
skala komersial, tetapi studi kelayakan kerja telah dilakukan untuk sampai pada
nomor di atas. Khusus dibesarkan varietas sawit dapat menghasilkan cukup
menghasilkan minyak yang tinggi, dan memiliki manfaat tambahan bahwa sisa
makanan setelah minyak telah ditekan keluar dapat bertindak sebagai pestisida
efektif dan biodegradable. Penelitian - penelitian yang sedang berlangsung dalam
tujuannya untuk menemukan tanaman yang lebih cocok dan meningkatkan
produksi minyak. Menggunakan hasil saat ini, sejumlah besar tanah harus
dimasukkan ke dalam produksi untuk menghasilkan minyak cukup untuk
sepenuhnya menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Biodiesel terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam
lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel
adalah salah satu ester metil atau etil berasal dari minyak nabati, limbah minyak
goreng atau lemak hewan melalui proses yang disebut transesterifikasi.
Di Amerika Serikat, minyak kedelai adalah minyak nabati utama yang
digunakan dalam memproduksi biodiesel, tetapi minyak dari tanaman seperti
kanola, bunga matahari, safflowers dan lain-lain dapat juga digunakan dalam
pembuatan biodiesel. Minyak ini mengandung berbagai proporsi asam lemak yang
mempengaruhi karakteristik mereka, terutama kemampuan untuk mengalir di
daerah beriklim dingin.
Biodiesel dapat digunakan dalam mesin diesel dengan sedikit modifikasi
atau tidak. Biodiesel merupakan solusi yang paling tepat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena
biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel
petrol pada mesin dan dapat diangkut serta dijual dengan menggunakan
infrastruktur sekarang ini. Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati,
sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia
dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan
langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel.

Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk


bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika
dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus.
Biodiesel adalah senyawa mono alkil ester yang diproduksi melalui reaksi
transesterifikasi antara trigliserida (minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak
jarak dll) dengan metanol menjadi metil ester dan gliserol dengan bantuan katalis
basa. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung
oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel
(solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi komposisi
biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.
Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan
petroleum diesel masing masing yaitu 128.000 BTU

dan 130.000 BTU,

sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga sama. Kandungan
kalori biodiesel hampir serupa dengan petroleum diesel. Namun, karena biodiesel
mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah
terbakar. Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu
kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan
dan penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan
senyawa bensen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar
yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum
diesel. Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida,
hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida.
Kelebihan lain dapat kita pertimbangkan dari segi lingkungannya yaitu,
biodiesel memiliki tingkat toksisitasnya yang 10 kali lebih rendah dibandingkan
dengan garam dapur dan juga memiliki tingkat biodegradabilitinya sama dengan
glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar
kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum
diesel atau bahan bakar fosil karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus
karbon. Untuk penggunaan biodiesel pada dasarnya tidak perlu modifikasi pada
mesin diesel, bahkan biodiesel mempunyai efek pembersihan terhadap tangki
bahan bakar, injektor dan selang.

Biodiesel mempunyai beberapa keunggulan diantaranya adalah mudah


digunakan, limbahnya bersifat ramah lingkungan (biodegradable), tidak beracun,
bebas dari logam berat sulfur dan senyawa aromatik serta mempunyai nilai flash
point (titik nyala) yang lebih tinggi dari petroleum diesel sehingga lebih aman jika
disimpan dan digunakan.Secara teknis biodiesel yang berasal dari minyak nabati
dikenal sebagai VOME (Vegetable Oil Metil Ester) dan merupakan sumberdaya
yang dapat diperbaharui karena umumnya dapat diekstrak dari berbagai hasil
produk pertanian seperti minyak kacang kedelai, minyak kelapa, minyak bunga
matahari maupun minyak sawit.
Biodiesel tidak mudah terbakar, dan berbeda dengan diesel minyak bumi
dengan sifatnya adalah non-ledakan, dengan titik nyala 150 C. Angka yang
cukup jauh jika biodiesel dibandingkan dengan solar yang memiliki titik nyala
sebesar 64 C. Tidak seperti solar, biodiesel adalah biodegradable dan tidak
beracun, dan secara signifikan mengurangi emisi beracun dan lainnya ketika
dibakar sebagai bahan bakar. Secara kimia, itu adalah bahan bakar terdiri dari
campuran mono-alkil ester asam lemak rantai panjang. Bentuk yang paling umum
menggunakan metanol untuk menghasilkan ester metil, meskipun etanol dapat
digunakan untuk menghasilkan biodiesel etil ester. Sebuah proses produksi
transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar untuk ester yang
diinginkan dan membuang asam lemak bebas.
Untuk saat ini, biaya untuk memproduksi biodiesel lebih mahal jika
dibandingkan dengan diesel minyak bumi, yang tampaknya menjadi faktor utama
yang menghambat penggunaan

biodiesel untuk digunakan lebih luas lagi .

Produksi di seluruh dunia minyak nabati dan lemak hewan tidak cukup untuk
menggantikan penggunaan bahan bakar fosil cair. Beberapa kelompok
lingkungan, terutama NRDC (Natural Resources Defense Council), objek dengan
jumlah besar pertanian dan di atas hasil-pemupukan, penggunaan pestisida, dan
konversi lahan yang akan dibutuhkan untuk menghasilkan minyak nabati
tambahan.
2.2. Proses pembuatan metil ester

Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam


lemak, diantaranya yaitu:
a.

Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih


rendah dibandingkan dengan asam lemak.

b.

Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil
ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah. Oleh karena itu proses
pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon
steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga untuk bahan
konstruksinya membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat.

c.

Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin.


Melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat
gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang

masih

mengandung

air lebih

dari 80%, sehingga

membutuhkan energi yang lebih banyak.


d.

Metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan
lebih stabil terhadap panas.

e.

Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida


dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang
menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%.

f.

Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat


kimianya lebih stabil dan non korosif.
Metil ester dapat dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan reaksi

transesterifikasi.
2.2.1. Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol.

Katalis-katalis yang

cocok adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat
organik atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa
terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja,2006). Untuk mendorong agar
reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah
(misalnya paling tinggi 120 C), reaktan metanol ditambahkan dalam jumlah

yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan
air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak.
Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan
metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya
dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari
asam lemak menjadi metil ester adalah :
RCOOH

Asam Lemak

CH3OH

Metanol

RCOOH3

H2O

Metil Ester

... (1)

Air

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar


asam lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam
lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa
diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi
diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang
dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu. Faktor-faktor mempengaruhi
reaksi esterifikasi, yaitu :
1.

Waktu Reaksi.
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin

besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi
sudah

tercapai

maka

dengan

bertambahnya

waktu

reaksi

tidak

akan

menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.


2. Pengadukan.

Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat


pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi
sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut ( C)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)

... (2)

k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)


Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta
kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat
larutan minyak katalis metanol merupakan larutan yang immiscible.
3.

Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi

sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada
reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta,
1978).
4.

Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi

yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka
harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
besar.
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA)
dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metil ester
asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi
adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan
kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara
komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.) Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan
kandungan FFA rendah.
2.) Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat)
untuk minyak nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan
transesterifikasi dengan katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah
secara keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari
metil ester, pemurnian metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan
pengeringan/dehidrasi), pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi

dan pemisahan metanol) dan pemurnian metanol yang tidak bereaksi secara
destilasi/rectification.
Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika minyak nabati
mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak berkadar FFA tinggi (>5%) langsung
ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis
membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup besar dapat
menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya
emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses
pendahuluan untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga
mengurangi kadar FFA dalam minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi
dengan katalis basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil ester.
2.2.2. Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau
etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol)
menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan
pada proses transeterifikasi adalah basa atau alkali, biasanya digunakan natrium
hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi
dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan
alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkoholalkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol
adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya
paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Jadi, di hampir sebagian besar
di dunia, biodiesel praktis identik dengan metil ester asam-asam lemak (Fatty
Acids Metil Ester, FAME).
... (3)

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya


katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi
adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Produksi
biodiesel dari tumbuhan yang umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang
disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi yaitu proses kimiawi yang
mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk
mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa asam atau basa.
Pada tanaman penghasil minyak, cukup banyak terkandung asam lemak.
Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses
transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester
dan gliserol, dengan penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan
katalisator. Senyawa ester, pada tingkat (grade) tertentu inilah yang menjadi
biodiesel. Dalam proses transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari tumbuhan,
biasanya digunakan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalisator reaksi kimianya.
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asamasam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk,
yaitu:
1) Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
2) Memisahkan gliserol
3) Menurunkan

temperatur

reaksi

(transesterifikasi

merupakan

reaksi

eksoterm)
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam
lemak, diantaranya yaitu:
a)

Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu dan tekanan lebih


rendah dibandingkan dengan asam lemak.

b) Peralatan yang digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil
ester dihasilkan pada suhu dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses
pembuatan metil ester menggunakan peralatan yang terbuat dari karbon
steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif sehingga membutuhkan
peralatan stainless steel yang kuat.

c)

Lebih banyak menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin


melalui reaksi transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat
gliserin, sedangkan asam lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan
gliserin yang

masih

mengandung

air lebih

dari 80%, sehingga

membutuhkan energi yang lebih banyak.


d) Metil ester lebih mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan
lebih stabil terhadap panas.
e)

Dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida


dengan kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang
menghasilkan amida dengan kemurnian hanya 65-70%.

f)

Metil ester mudah dipindahkan dibandingkan asam lemak karena sifat


kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil ester dihasilkan melalui reaksi
kimia esterifikasi dan transesterifikasi.
Transesterifikasi pada dasarnya terdiri atas 4 tahapan, yakni:

1.

Pencampuran katalis alkali (umumnya sodium hidroksida atau potassium


hidroksida) dengan alkohol (umumnya methanol). Konsentrasi alkalin yang
digunakan bervariasi antara 0.5 - 1 wt% terhadap massa minyak. Sedangkan
alkohol diset pada rasio molar antara alkohol terhadap minyak sebesar 9:1.

2.

Pencampuran alkohol+alkalin dengan minyak di dalam wadah yang dijaga


pada temperatur tertentu (sekitar 40 - 60oC) dan dilengkapi dengan
pengaduk (baik magnetik ataupun motor elektrik) dengan kecepatan konstan
(umumnya pada 600 rpm - putaran per-menit). Keberadaan pengaduk sangat
penting untuk memastikan terjadinya reaksi methanolisis secara menyeluruh
di dalam campuran. Reaksi methanolisis ini dilakukan sekitar 1 - 2 jam.

3.

Setelah reaksi methanolisis berhenti, campuran didiamkan dan perbedaan


densitas senyawa di dalam campuran akan mengakibatkan separasi antara
metil ester dan gliserol. Metil ester dipisahkan dari gliserol dengan teknik
separasi gravitasi.

4.

Metil ester yang notabene biodiesel tersebut kemudian dibersihkan


menggunakan air distilat untuk memisahkan zat-zat pengotor seperti
methanol, sisa katalis alkalin, gliserol, dan sabun-sabun (soaps). Lebih

tingginya densitas air dibandingkan dengan metil ester menyebabkan prinsip


separasi gravitasi berlaku: air berposisi di bagian bawah sedangkan metil
ester di bagian atas.
Transesterifikasi tanpa katalis yaitu proses transesterifikasi pada minyak
kedelai (soybean oil) menggunakan methanol superkritik dan co-solvent CO2.
Tidak adanya katalis ,memberikan keuntungan tidak diperlukannya proses
purifikasi metil ester terhadap katalis yang biasanya terikut pada produk proses
transesterifikasi konvensional menggunakan katalis asam/basa. Perbaikan pada
proses transesterifikasi menggunakan methanol superkritik dengan menambahkan
co-solvent CO2 yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dan temperatur operasi
proses transesterifikasi. Hal ini berkorelasi langsung pada lebih rendahnya energi
yang

diperlukan

dalam

proses

transesterifikasi

menggunakan

methanol

superkritik. Namun, temperatur yang terlibat dalam proses yang dilakukan masih
cukup tinggi, yakni sekitar 280oC.
2.2.3. Alkoholisis
Alkoholisis trigliserida dengan alkohol fraksi ringan seperti methanol
merupakan reaksi seimbang dan kalor reaksinya seimbang dan kalor reaksinya
kecil. Untuk menggeser reaksi ke kanan biasanya menggunakan alkohol
berlebihan. Dalam penelitian ini, methanol diberikan berlebihan dibanding
gliserida maka reaksi yang terjadi bisa dianggap reaksi searah.(Hui, 1996).
Trigliserida terdapat dalam minyak, setelah dialkoholisis akan diperoleh gliserol
dan ester. Untuk mempercepat reaksi dapat digunakan katalisator berupa asam,
basa, atau penukar ion. (Swern,1964)
Mekanisme reaksinya sebagai berikut :
RCOOCH2

CH2OH

RCOOCH + 3 CH3O

3 RCOOCH2 + CHOH... (4)

RCOOCH2
trigliserida

CH2OH
metanol

metil ester

gliserol

dimana R adalah gugus alkil. Proses alkoholisis dapat dijalankan secara batch
maupun sinambung, dimana pada proses batch menggunakan labu leher tiga atau
autoclave. Selain itu dalam autoclave proses dapat berjalan pada suhu tinggi
dalam fase cair, sehingga akan bisa berlangsung lebih cepat. Proses sinambung
dilaksanakan dalam reaktor kolom tegak dengan alat pencampur yang berupa
pengaduk atau gas inert. Proses ini lebih sulit dikarenakan perlu bahan baku yang
lebih banyak dan waktu yang lebih panjang.
Untuk meningkatkan produk terdapat beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi antara lain :
1.

Waktu reaksi, makin panjang waktu reaksi, maka kesempatan zat zat
bereakasi

makin

banyak,

sehingga

konversi semakin

besar. Jika

keseimbangan reaksi telah tercapai bertambahnya waktu reaksi tidak akan


memperbesar hasil.
2.

Konsentrasi, kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan


(Groggin, 1958). Makin tinggi konsentrasi reaktan, makin banyak
kesempatan molekul untuk saling bertumbukan sehingga semaki tinggi pula
kecepatan reaksinya.

3.

Katalisator, katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi dengan cara


menurunkan energi aktivasi reaksi, namun tidak mempengaruhi letak
keseimbangan.

4.

Suhu, semakin tinggi suhu, kecepatan reaksi makin meningkat. Pada


proses alkoholisis pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi dipengaruhi
oleh katalisator yang dipakai.

5.

Pengadukan, agar reaksi berjalan denagn baik diperlukan pencampuran


sebaik-baiknya dengan cara pengadukan. Pencampuran yang baik dapat
menurunkan tahanan perpindahan massa. Untuk reaksi heterogen dengan
berkurangnya tahanan perpindahan massa makin banyak molekul molekul
reaktan yang dapat mencapai fase reaksi, sehingga meningkatkan
kemungkinan terjadinya reaksi.

6.

Perbandingan pereaksi. Reaksi alkoholisis pada umumnya memerlukan


alkohol yang berlebihan agar reaksi berjalan sempurna.

2.3. Karakteristik Bahan Bakar Minyak


Karakteristik bahan bakar minyak yang akan dipakai pada suatu penggunaan
tertentu untuk mesin atau peralatan lainnya perlu diketahui terlebih dahulu, agar
hasil pembakaran dapat tercapai secara optimal. Secara umum, karakteristik bahan
baker minyak khususnya minyak solar yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut:
1.

Berat Jenis (Specific Gravity)


Berat jenis adalah suatu angka yang menyatakan perbandingan berat bahan

bakar minyak pada temperatur tertentu terhadap air pada volume dan temperatur
yang sama. Bahan bakar minyak umumnya mempunyai specific gravity antara
0,74 0,96, dengan kata lain bahan baker minyak lebih ringan dari pada air.
2.
Viskositas
Viskositas adalah suatu angka yang menyatakan besarnya hambatan dari
suatu bahan cair untuk mengalir, atau ukuran besarnya tahanan geser dari bahan
cair. Makin tinggi viskositas minyak, akan makin kental dan makin sulit mengalir,
begitu juga sebaliknya. Viskositas bahan bakar minyak sangat penting artinya,
terutama bagi mesin mesin diesel maupun ketel uap, karena viskositas minyak
sangat bekaitan dengan supplay konsumsi bahan bakar kedalam ruang bakar dan
juga sangat berpengaruh terhadap kesempurnaan proses pengkabutan bahan bakar
malalui injektor.
3.

Titik Tuang
Titik tuang adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan

bakar minyak sehingga minyak tersebut masih dapat mengalir karena gaya
gravitasi. Titik tuang ini diperlukan sehubungan dengan adanya persyaratan
praktis dari prosedur penimbunan dan pemakaian dari bahan bakar minyak. Hal
ini dikarenakan bahan baker minyak seringkali sulit untuk dipompa apabila
suhunya telah dibawah titik tuangnya.
4.

Titik nyala
Titik nyala adalah suatu angka yang menyatakan suhu terendah dari bahan

bakar minyak dimana akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan
minyak tersebut didekatkan pada nyala api. Titik nyala diperlukan sehubungan

dengan pertimbangan pertimbangan mengenai keamanan dari penimbunan


minyak dan pengangkutan bahan baker minyak terhadap bahaya kebakaran.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan
kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar. Penggunaan
methanol murni sebagai bahan bakar, mempunyai kesulitan dalam penyimpanan,
pengisian bahan bakar, dan modifikasi mesin bis. Gas alam atau CNG mempunyai
kesulitan juga dalam penyimpanan karena berbentuk gas yang mudah terbakar,
dan bisa meledak sehingga memerlukan tenaga terdidik dalam menanganinya.
Sedang biodiesel mempunyai kelebihan kurang mudah menyala dibanding
solar, lebih mudah dalam penyimpanannya, dan dapat dicampur dengan solar.
Penggunaan minyak goreng langsung mempunyai kelebihan lebih murah namun
mempunyai kekurangan kekentalan, dan mengganggu ketersediaan untuk
konsumsi masyarakat. Penggunaan biodiesel yang maksimal hanya dapat
diperoleh jika mempergunakan 100% biodiesel tanpa mencampur dengan minyak
solar. Kelebihan biodiesel dibanding minyak diesel atau solar adalah :
1) Cetane number lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna.
2) Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin.
3) Merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi
yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah), sesuai dengan
isu-isu global.
4) Biodegradable (dapat terurai dengan cepat)
5) Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat
diperbarui
6) Bahan bakunya tersedia di daerah
7) Biodiesel dapat dipergunakan keperluan lain seperti : pelindung kayu
termasuk interior rumah yang terbuat dari kayu. Sebagai pelumas dan
pelindung korosi pada peralatan rumah tangga, pertanian yang terbuat dari
logam. Biodiesel dapat pula dicampur dengan bensin untuk mesin 2 langkah

sebagai bahan bakar dan pelumasan. Biodiesel tidak dapat menggantikan


minyak tanah untuk keperluan kompor dan lampu minyak karena sifat tidak
bisa merambat keatas. Untuk keperluan lampu petromax dengan terang yang
sama, biodiesel dapat dipergunakan hingga 8 jam dan kurang memerlukan
pemompaan. Biodiesel juga dipergunakan untuk membersihkan noda
crayon pada baju dengan lebih baik dibanding deterjen.

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
Alat yang digunakan :
1) Heating mantle
2) Magnetic stirrer
3) Labu leher tiga
4) Termometer
5) Condenser
6) Pipet hisap

7) Pompa
8) Ember
3.2. Bahan
Bahan yang digunakan ;
1) Minyak Jelantah
2) Minyak Goreng
3) Metanol
4) NaOH
3.3. Prosedur Pembuatan Metil Ester :
3.3.1. Reaksi Esterifikasi
1. Cairkan bahan baku terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat hingga
2.

mencapai ukuran 100 ml.


Setelah minyak berbentuk liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher tiga
yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan condenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70C. Reaksi ini berlangsung

3.

secara batch.
Campurkan methanol dan katalis dalam jumlah tertentu kedalam minyak

4.

yang telah dipanaskan tersebut.


Reaksikan campuran tersebut selama 1 jam.

5.

Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.

3.3.2. Reaksi Trans Esterifikasi


Setelah minyak didinginkan dan dihilangkan alkoholnya, kemudian
dilanjutkan dengan reaksi transesterifikasi yaitu
1. Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan kembali
2.

pada suhu 70C.


Setelah mencapai temperature 70C, minyak tersebut ditambahkan dengan

3.

campuran methanol dan katalis KOH dalam jumlah tertentu.


Reaksikan campuran minyak, alcohol dan KOH tersebut selama 1 jam,

4.

reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.


Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta dihilangkan
alkoholnya.

5.

Diamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metal
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut

6.

dipisahkan dengan corong pemisah.


Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara mencampurkan

7.

air yang telah dipanaskan pada suhu 50 C.


Diamkan sampai terbentuk dua lapisan, kemudian dua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali hingga

8.

hasil cucian terakhir terlihat bersih.


Terakhir lakukan pemanasan pada metal ester (biodiesel) sampai suhu 100

9.

C untuk menghilangkan kadar alcohol yang masih ada pada biodiesel.


Lakukan percobaan yang sama untuk variasi minyak & methanol (1:1, 1:1,5,
1:2), perbandingan katalis H2SO4 (1%, 2%, dan 3%) serta perbandingan

katalis KOH (1%, 2%, dan 3%)


10. Metil Ester (biodiesel) dapat dianalisa.

You might also like