You are on page 1of 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Retinoblastoma adalah tumor masa anakanak yang jarang tetapi dapat berakibat

fatal. Neoplasma berasal dari neuroretina (sel batang dan sel kerucut), atau sel glia yang
bersifat ganas. Frekuensi dari penyakit ini diperkirakan antara 1: 14.000 sampai 1:20.000 dari
kelahiran hidup, tergantung pada negara masing-masing. Diseluruh dunia diperkirakan
insiden retinoblastoma sekitar 11 kasus per 1 juta anak yang berusia kecil dari 5 tahun.1
Retinoblastoma disebabkan mutasi pada gen RB1 yang berlokasi pada lengan panjang
dari kromosom 13 lokus 14 (13q14). Kedua kopi gen RB1 ini harus bermutasi supaya dapat
terbentuk tumor. Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu
endofilik, eksofilik dan iniltrat difus.1
Gejala yang ditimbulkan retinoblastoma adalah timbulnya bercak putih di bagian
tengah mata atau retina, membuat mata seolah-olah bersinar bila terkena cahaya. Kemudian
kelopak mata menurun dan pupil melebar, penglihatan terganggu atau mata kelihatan juling.
Tapi apabila stadium berlanjut mata tampak menonjol. Jadi apabila terihat tanda-tanda berupa
mata merah, berair, bengkak, walaupun sudah diberikan obat mata dan pada kondisi gelap
terlihat seolah bersinar seperti kucing jadi anak tersebut bisa terindikasi penyakit
retinoblastoma.1
Pemeriksaan penunjang pada retinoblastoma meliputi pemeriksaan laboratorium,
pencitraan dan histopatologis, yang mana semuanya dapat memperkuat diagnosis untuk
retinoblastoma ini. Tatalaksana pada retinoblastoma ini tergantung pada masing masing
stadium retinoblastoma.1

1.2

Batasan Masalah
CSS ini dibatasi pada pembahasan anatomi, embriologi, fisiologi, histologi, definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi dari


Retinoblastoma.
1.3

Tujuan Penulisan
CSS ini disusun untuk lebih memahami mengenai anatomi, embriologi, fisiologi,

histologi, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, prognosis dan


komplikasi dari Retinoblastoma, sekaligus sebagai pemenuhan sesi pembelajaran
kepaniteraan klinik dokter muda bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP DR. M. Djamil Padang.
1.4

Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada

berbagai literatur, termasuk buku teks dan berbagai makalah ilmiah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Retina


Mata berkembang dari 4 lapis embrional primitif:2
a. Ektoderm permukaan membentuk : lensa mata, glandula lakrimalis, epitel kornea,
konjungtiva, adneksa dan epidermis palpebra
b. Krista neuralis, membentuk: keratosit kornea, endotel kornea, jalinan trabekulum,
stroma, iris dan koroid, otot siliaris, fibroblas sklera, vitreus dan selaput meningen
n.Optikus
c. Ektoderm neural: menghasilkan vesikel optik dan mangkok optik, mangkok optik
akan membentuk: retina, epitel pigment retina, muskulus dilator pupil, sfingter pupil
pada iris dan serat N. Optikus.
d. Mesoderm, membentuk: otot ekstra okuler, endotel pembuluh darah orbita dan bola
mata.

Gambar 2.1 embriologi mata3


Tahap perkembangan embriologis bola mata dibagi menjadi 3 tahap:2
a. Tahap vesikel optik

Pada janin 2,5 mm (2 minggu) terbentuk plika neuralis yang kemudian menyatu
membentuk tuba neuralis pada minggu ke 3. Pada janin 9 mm (4 minggu), tuba neuralis
membentuk vesikel optik yang berhubungan dengan otak depan melalui tangkai optik dan
penebalan ektoderm permukaan (lempeng lensa)yang berhadapan dengan ujung vesikel optik
b. tahap mangkok optik
Pada janin 5 mm, vesikel optik berinvaginasi membentuk mangkok optikk. Tepi
mangkok optik mengitari fisura optik dan bersamaan dengan itu lempeng lensa invaginasi
membentuk mangkok, kemudian menjadi bola berongga yang dikenal vesikel lensa. Pada
janin 9mm (4 minggu) , vesikel lensa melepaskan diri dari ektoderm permukaan dan terletak
bebas dekat tepian mangkuk optik.
Selanjutnya lapisan luar mangkuk optik menjadi lapisan pigmen epitelium retina pada
janin 10 mm (5 minggu). Lapisan dalam mangkuk optik membentuk 9 lapisan retina lainnya.
Pada bulan k-8, makula lebih tebal dari bagian lainnya dan terjadi pencekungan makula lutea.
Makula berkembang lambat sampai lahir, namun berkembang dengan cepat sampai usia 4
tahun. Perubahan yang perlu diperhatikan yaitu pigmentasi makular, annular ring, refleks
cahaya fovea dan differensiasi sel cone. Peningkatan tajam penglihatan seiring pertumbuhan
melibatkan 3 proses, yaitu: differensiasi sel cone, reduksi diameter daerah tanpa sel rod, dan
peningkatan densitas sel cone di fovea. Pendarahan di retina berlangsung secara sentrifugal.
Mulai dari diskus optik sampai ke oraserat yang di temporal saat usia gestasi 40 minggu.1

2.2 Anatomi Retina

Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang hampir
sejauh korpus siliare dan berakhir di oraserata dengan tepi yang tidak rata. Pada dewasa
oraserata berada sekitar 6,5 mm dibelakang garis swalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada
sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina
sehingga juga bertumbuk dengan membrana bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar
tempat retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata,
retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan
subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat
terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid
meluas melewati ora serrata, dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel
permukaan dalam korpus siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke
anterior retina dan epitelium pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.4

Gambar 2.2 Anatomi Retina

Retina mempunyai ketebalan 0,23 mm pada polus posterior dan 0,1 mm pada
Oraserata yang merupakan lapisan paling tipis. Ditengah-tengah retina terdapat makula.
Ditengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus terdapat fovea. Fovea
merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Foveola adalah bagian paling
tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina yang paling
tipis. Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana bruch yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang dari arteri
sentralis retina yang memperdarahi dua per tiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh koriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel pembuluh koroid
dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan retina4.
Ada 5 jenis sel yang terdapat d retina:
1. Sel-sel reseptor, Berupa sel batang dan kerucut.
Sel kerucut (cones) paling banyak terdapat di bagian sentral yang dinamakan
sebagai daerah macula lutea. Pada sentral macula lutea, yaitu daerah fovea sentralis
yang tidak tercampuri sel-sel batang. Besar macula lutea 1-2 mm, daerah ini daya
penglihatannya paling tajam terutama di fovea sentralis. Struktur macula lutea :
a. Tidak ada sel saraf
b. Sel sel ganglion sangat banyak di pinggir
c. Lebih banyak sel kerucut daripada sel batang. Pada fovea sentralis hanya terdapat
sel kerucut.
Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi opticum yaitu tempat
dimana nervus II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak
mengandung sel batang atau sel kerucut sama sekali. Oleh karena itu, tidak dapat
melihat sama sekali dan disebut titik buta (skotoma fisiologis, blind spot). Bentuk

papil lonjong, berbatas tegas, pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian
tengahnya ada lekukan yang tampak agak pucat besarnya 1/3 diameter papil yang
disebut ekskavasasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah arteri dan vena retina sentral
yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, keatas dan ke bawah.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna, cahaya
intensitas tinggi dan penglihatan sentral/ketajaman penglihatan). Persepsi detail dan
warna pada cahaya yang cukup terang. Pada cahaya yang remang-remang sel kerucut
ini kurang berfungsi. Didalam sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang masingmasing peka terhadap sinar merah, hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar
merah, spectrum absorbsinya luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau
mempunyai frekuensi maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar
biru frekuensi absorbs maksimalnya 430 mA. Sel-sel batang lebih banyak di bagian
perifer terutama di sekitar macula. Fungsinya adalah untuk penglihatan di tempat
gelap untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah
tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan.
2.

Sel-sel bipolar
Sel bipolar adalah penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion.
Bentuknya ada yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut dengan sel
ganglion dan ada pula bercabang banyak yang menghubungkan beberapa sel batang

ke satu sel ganglion.


3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya panjang meliputi
lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf optic dan selanjutnya sampai
di badan genikulatum lateral untuk bersinaps di sini dengan sel sel saraf yang
melanjutkan impuls visual kekorteks ke daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.
4. Neuron Lainnya: Sel Horizontal dan Sel Amakrin

Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring aliran impuls


dari masing-masing sel saraf sebelumnya.
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem kerangka
penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan eksterna adalah bagian yang
dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai depot glikogen yang penting untuk energi
sel lainnya.
Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel pigmen yaitu
(dari dalam keluar)

Gambar 2.3 Struktur Histologi Retina3

gg

Gambar 2.4 Sembilan Lapisan Struktur Histologi Retina 5


1. Lapisan membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
2. Lapisan serat saraf dari sel ganglion, yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju ke nervus optikus.
3. Lapisan inti sel ganglion
4. Lapisan molikuler (flexiform) dalam, yang mengandung sambungan-sambungan
(sinaps) sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar.
5. Lapisan nukleus dalam, merupakan lapisan aselular yang merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
6. Lapisan flexiform luar, merupakan lapisan aselular mengandung sambungansambungan sel bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.
7. Lapisan nuklearis luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan sel
batang
8. Lapisan membrane limitan eksterna, merupakan membrane ilusi

9. Lapisan segmen luar dari sel reseptor


10. Epitel pigmen
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri retina
sentral masuk retina melalui papil syaraf optik yang akan memberikan nutrisi pada retina
dalam. Dari ekskavasasi fisiologis papilla nervus optikus keluarlah arteri dan vena retina
sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke
bawah. Arteri ini merupakan arteri terminal dan tidak ada anastomose (end artery). Kadangkadang didapat anastomose antara pembuluh darah arteri siliaris dan arteri retina sentral
yangdisebut arteri silioretina yang biasanya terletak di daerah makula.

Gambar 2.5 Perdarahan pada retina

Pada pemeriksaan funduskopi, dinding pembuluh darah tidak dapat dilihat. Yang
tampak pada pemeriksaan adalah kolom darah :
-

Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih merah,

bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex cahaya.


Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.

Retina menerima darah dari 2 sumber :

1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform luar dan
lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina mempunyai
lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Sawar darah retina
sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
2.3 Fisiologi Retina6
Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan atau
terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan perubahan kimia dari
rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel reseptor. Dengan cara tertentu
perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan keluar masuknya ion Na, K, Ca lewat
ion gate sehingga menimbulkan perubahan potensial pada membrane sel. Penjalaran
perubahan potensial dinding membran sel yang kemudian terjadi terus di sampaikan ke selsel bipolar dan ke sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi rentetan impuls saraf
yang diteruskan kearah otak secara berantai lewat beberapa neuron lainnya.

Perubahan Energi Cahaya Menjadi Energi Listrik Biologik di Retina6


Rhodopsin, derivat vitamin A, merupakan bahan dasar untuk proses perubahan cahaya
ke impuls listrik pada retina. Lapisan epitel pigmen di bawah retina sebagai gudang zat ini,
disamping memberikan nutrisi pada retina. Bila rhodopsin sudah mengabsorbsi energi
cahaya, rhodopsin segera terurai dalam waktu sepertriliun detik. Penyebabnya adalah foto
aktivasi electron pada bagian retinal dari rhodopsin yang menyebabkan perubahan segera
pada bentuk cis dari retianal menjadi bentuk all-trans. Produk yang segera terbentuk adalah
batorhodopsin, kemudian menjadi lumirhodopsin, metarhodopsin I, metarhodopsin II dan

akan jadi produk pecahan terakhir menjadi scotopsin dan all-trans retina. Metarhodopsin II
(rhodopsin teraktivasi merangsang perubahan elektrik dalam sel batang yang kemudian
menjalarkan bayangan visual ke system syaraf pusat. Peranan sel batang menyebabkan
peningkatan negatifitas dari potensial membrane yang merupakan keadaan hiperpolarisasi hal
ini disebabkan sewaktu rhodopsin yang ada di segmen luar batang terpapar cahaya dan mulai
terurai, terjadi penurunan konduktansi natrium ke dalam sel batang walaupun ion-ion natrium
terus di pompa keluar dari segmen dalam. Berkurangnya ion-ion ini dalam sel sel batang
menciptakan negatifitas di dalam membrane, dan semakin banyak jumlah energi cahaya yang
mengenai sel batang, maka semakin besar muatan elektro negatifnya, semakin besar pula
derajat hiperpolarisasinya.
Fotokimiawi kerucut hampir sama persis dengan komposisi kimiawi rhodopsin dalam
sel batang. Perbedaaannya hanya terletak pada bagian protein, opsin, yang disebut fotopsin
dalam sel keucut berbeda dengan sel batang. Pigmen peka terhadap warna dari sel kerucut
merupakan kombinasi antara retinal dan fotopsin. Pigmen warna ini dinamakan sesuai dengan
sifatnya, pigmen peka warna biru, pigmen peka warna hijau, dan pigmen peka warna merah.
Sifat absorbs dari pigmen yang terdapat di dalam ketiga macam kerucut itu menunjukkan
bahwa puncak absorbsi adalah pada panjang gelombang cahaya, berturut turut sebesar 445,
535, dan 570 nanometer. Panjang gelombang ini merupakan puncak sensitifitas cahaya untuk
setiap tipe kerucut, yang dapat mulai dipakai untuk menjelaskan bagaimana retina dapat
membedakan warna.
2.4

Definisi1
Retinoblastoma adalah neoplasma murni dari sel retina. Diantara insiden kasus tumor

pada anak, retinoblastoma adalah tumor dengan insiden yang rendah yakni 3% dari

keganasan pada anak dibawah 15 tahun, tetapi merupakan keganasan primer intraokuler yang
paling sering pada anak.1
2.5

Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14000-20.000 kelahiran kelahiran anak [AAO]. Untuk

umur 1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per satu juta
penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak ada perbedaan insiden
berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan mata kiri. 95 % kasus didiagnosis
sebelum umur 5 tahun.1
Ada dua bentuk pola retinoblastoma. Pola herediter (germinal) dan nonheredditer (non
germinal). Yang herediter dapat timbul unilateral sekitar atau bilateral pada mata, dan
kebanyakan unilateral pada yang nonherediter, dimana anak-anak dengan retinoblastoma
bilateral lebih cendrung untuk bentuk herediter. Pada herediter retinoblastoma, tumor terjadi
pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan yang nonherediter. Untuk bisa melihat
hubungan lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini;

Gambar 2.6 hubungan herideter tehadap kejadian retinoblastoma

2.6 Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak pada lengan panjang
kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein pRB, yang berfungsi sebagai supresor
pembentukan tumor. pRB adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid
Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase S. Jadi mengakibatkan
perubahan keganasan dari sel retina primitif sebelum diferensiasi berakhir.1
Retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah suatu gen supresor
atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang herediter memiliki satu alel yang
terganggu di setiap sel tubuhnya, apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh
mengalami mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang nonherediter,
kedua alel gen Retinoblastoma normal di sel retina yang sedang tumbuh diinaktifkan oleh
mutasi spontan. 1

2.7 Patofisiologi
Awalnya retinoblastoma dianggap sel glia, sehingga disebut pseudoglia, dan saat ini
diterima bahwa tumor ini berasal dari sel neuroblastik pada lapisan inti retina. Penelitian
imunohistokimia membuktikan bahwa retinoblastoma berasal dari keganasan sel kerucut,
diperlihatkan oleh hasil positif tumor untuk neuron spesifik enulase, rod spesifik antigen Sfotoreseptor segmen luar, dan rodopsin. Tumor sel mensekresikan substansi ekstrasel yang
disebut retinoid interfotoreseptor binding protein, normalnya merupakan produk dari
fotoreseptor.
Retinoblastoma menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan, yaitu:4
1. Pertumbuhan endofilik
Pertumbuhan endofilik terjadi saat tumor menembus internal limiting membrane
kearah corpus vitreus dan memiliki gambaran massa berwarna putih sampai krem, yang
menunjukkan tidak adanya pembuluh darah superficial atau pembuluh darah tumor irregular
yang kecil. Pola pertumbuhan ini biasanya berhubungan dengan vitreous seeding, dimana
fragmen kecil dari jaringan menjadi terpisah dari tumor utama. Pada beberapa

keadaan,vitreous seeding dapat meluas menyebabkan sel tumor terlihat sebagai massa-massa
sphenoid yang mengapung pada vitreous. Dari corpus vitreous tumor dapat menginfiltrasi
serabut nervus optikus, koroid, dan sclera.

Gambar 2. Retinoblastoma endofilik tanpa "seeds"

Gambar 2. Retinoblastoma dengan "seed"


2. Pertumbuhan eksofilik
Pertumbuhan eksofilik terjadi pada celah subretinal. Pola pertumbuhan ini biasanya
berhubungan dengan akumulasi cairan subretinal dan terjadi sobekan pada retina. Sel tumor

dapat menginfiltrasi melalui membrane Bruch ke koroid dan kemudian menginvasi nervus
siliaris. Pertumbuhan tumor juga dapat keluar dari rongga orbita.
3. Pertumbuhan infiltrasi difus
Jenis pertumbuhan ini merupakan jenis pertumbuhan yang jarang dimana hanya 1,5%
dari seluruh pola pertumbuhan retinoblastoma. Pertumbuhan ini dikarakteristikkan dengan
infiltrasi datar pada retina oleh sel tumor tanpa massa tumor yang tampak jelas.
Jika letak tumor di macula, dapat terlihat gejala awal strabismus. Massa tumor
yangsemakin membesar akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda-tanda peradangan
vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke segmen
anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda peradangan berupa hipopion atau
hifema.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastasis dengan invasi tumor melalui;
nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus paranasal, dan metastasis jauh
kesumsum tulang melalui pembuluh darah. Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat,
dapat menonjol ke badan kaca. Dipermukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan.
Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar limfe preaurikuler dan
submandibula serta secara hematogen ke sumsum tulang dan visera, terutama hati.
2.8 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah leukokoria(white
pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat, atau cats-eye
appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti
Heterochromia, Hyfema, Vitreous Hemoragik, Sellulitis, Glaukoma, Proptosis dan Hypopion.
Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada pemeriksaan rutin. Keluhan
visus jarang karena kebanyakan pasien anak umur prasekolah.7
Tanda Retinoblastoma :
Pasien umur < 5 tahun
1 Leukokoria (54%-62%),
* Proptosis
2 Strabismus (18%-22%)
* Katarak
3 Hypopion
* Glaukoma
4 Hyphema
* Nystagmus
5 Heterochromia
* Tearing
6 Spontaneous globe perforation
* Anisocoria

1
2
3

Pasien umur > 5 tahun


Leukokoria (35%)
Penurunan visus (35%)
Strabismus (15%)

* Inflamasi (2%-10%)
* Floater (4%)
* Pain (4%)

2.9 Klasifikasi dan Stadium


Klasifikasi Retinoblastoma yang digunakan berdasarkan Reese-Ellsworth.
Tabel 2.1 Klasifikasi Retinoblastoma berdasarkan Reese-Ellsworth.1

BerdasarkanABC International Classification System:1


a. Group A
Tumor yang kecil ( 3mm) terbatas pada retina; > 3 mm dari fovea; > 1,5 mm dari
diskus optikus.
b. Group B
Tumor ( >3mm) terbatas pada retina pada beberapa lokasi, dengan cairan subretinal
yang bersih 6mm dari pinggir tumor.
c. Group C
Lokasi di vitreous dan/atau di subretinal seeding (<6 mm dari tepi tumor). Jika >1
bagian subretinal/vitreus seeding, total luas tumor harus < 6mm.
d. Group D
Difus pada vitreus dan/atau penyebaran di subretinal ( 6 mm dari tepi tumor) jika
lebih dari 1 bagian pada subretinal/vitreous, total luas tumor harus 6mm. cairan
subretinal > 6 mm dari tepi tumor.
e. Group E
No visual potential atau tidak bisa dilakukan perbaikan.
Stadium Retinoblastoma :7

1. Stadium tenang :
Pupil melebar. Di pupil tampak reflek kuning yang disebut amourotic cats eye. Hal
inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian berobat. Pada fundoskopi,
tampak bercak yang bewarna kuning mengkilap, dapat menonjol kedalam badan kaca.
Dipermukaannya ada neovaskularisasi dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasi
retina.
2. Stadium glaucoma :
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler meninggi,
glaucoma sekunder yang disertai dengan rasa sakit yang sangat. Media refrakta menjadi
keruh, sehingga pada fundoskopi sukar menentukan besarnya tumor
3. Stadium ekstra okuler :
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar, menyebabkan eksoftalmus,
kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita, disertai nekrose
diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi kebelakang sepanjang N.II dan masuk keruang
tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah bening, juga dapat masuk ke pembuluh darah,
untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
2.10 Diagnosis
2.10.1 Anamnesis 8,9
Saat pertama kali pemeriksaan harus didapatkan riwayat keluarga yang
lengkap.
1. Secara spesifik, tanyakan kepada orang tua mengenai kejadian retinoblastoma di
keluarga tersebut
2. Tanyakan juga mengenai riwayat tumor pada mata, operasi enukleasi sebelumnya,
atau keganasan pada anak-anak dari anggota keluarga lainnya.

2.10.2 Pemeriksaan fisik


Temuan klinis seluruh stadium retinoblastoma bervariasi, yaitu:
1. Leukokoria
Leukokoria (refleks pupil putih atau refleks mata kucing) merupakan
gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus, terjadi karena proses
kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor. Leukokoria terjadi karena ada
kandungan masa putih menutupi refleks merah pupil.8

Gambar2.7 Leukokoria
2. Strabismus (esotropia 11% dan exotropia 9%)
Strabismus bisa berupa ekstropia maupun esotropia. Terjadi akibat
gangguan fiksasi akibat pertumbuhan tumor di daerah macula. Strabismus muncul
sebagai temuan kedua yang sering didapatkan. Jadi pemeriksaan fundoskopi
melalui pupil yang berdilatasi dengan baik harus dilakukan pada seluruh kasus
strabismus pada anak-anak.8
3. Retinoblastoma dapat menyebabkan perubahan sekunder di mata termasuk
glaucoma, sobekan retina dan inflamasi sekunder karena nekrosis tumor
Pseudouveitis, dengan mata merah dan nyeri yang berhubungan dengan
hipopion dan hipema merupakan gambaran klinis yang jarang muncul. Pada
pseudouveitis ini sel-sel tumor menginvasi retina secara difus tanpa
membentuk massa tumor yang nyata.8

Gambar 2.8 Pseudohipopion

Inflamasi orbital menyerupai selulitis orbital dapat terjadi pada mata dengan
tumor yang nekrosis.8

Gambar 2.9 nekrosis orbita

a. Pemeriksaan oftalmoskop8.9
Pada pemeriksaan oftalmoskop tampak gambaran keabu-abuan difundus, dengan
pembuluh darah baru dan hemoragik dipermukaannya, yang menyebar ke dalan atau
kebelakang bagian saraf retina yang menyebabkan pemisahan retina atau mungkin tumbuh
sebagai massa di vitreus.

Gambar 2.10 Gambaran funduskopi pada retinoblastoma

b. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga dari orang
tua untuk analisa DNA : RB gene, serum carcinoembrionik antigen (CEA),
serum alpha fetoprotein.
Ada metode direk dan indirek untuk analisa gen retinoblastoma. Metode direk
bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang mempercepat pertumbuhan
tumor. Jadi, pemeriksaan ini menentukan apakah mutasi terjadi pada sel benih
pasien. Metode indirek dapat digunakan pada kasus dimana mutasi awal tidak

dapat terlokalisasi atau tidak jelas apakah mutasi tersebut ada.8


Assay level Enzyme Humor Aqueous
Dapat digunakan untuk memperoleh informasi yang berguna pada pasien
dengan kecurigaan retinoblastoma. Laktat Dehidrogenase (LDH) adalah enzim
glikolitik yang menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Enzim ini
terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam sel yang aktif secara metabolis.
Secara normal, konsentrasinya di dalam serum dan aqeous humor rendah.
Pada pasien dengan retinoblastoma menunjukkan peningkatan aktivitas LDH.8

b) Pemeriksaan pencitraan1

CT-Scan Kranial dan Orbital, merupakan metode yang sensitif untuk


didiagnosis dan deteksi kalsifikasi intraokuler dan menunjukkan perluasan
tumor intraokuler bahkan pada keadaan tidak adanya kalsifikasi.

Gambar 2.11 CT scan of a retinoblastoma demonstrates calcification within the right

eye (arrow)3
USG berguna dalam membedakan retinoblastoma dari keadaan non

neoplastik. USG berguna juga untuk mendeteksi kalsifikasi.


MRI dapat berguna untuk memperkirakan derajat diferensiasi retinoblastoma
namun tidak spesifik CT-Scan karena kurangnya sensitivitas mendeteksi
kalsium. MRI juga berguna dalam mengidentifikasi retinoblastoma yang

berhubungan dengan perdarahan atau ablasio retina eksudatif.


X-Ray. Pada daerah dimana USG dan CT-Scan tidak tersedia, pemeriksaan Xray dapat merupakan modalitas untuk mengidentifikasi kalsium intraocular

pada pasien dengan media opaq. 3,4


c) Gambaran Histopatologi
Penemuan histology klasik pada retinoblastoma adalah Flexner-Wintersteiner
Rosettes, merupakan sel dengan susunan kuboid mengelilingi suatu lumen
dengan nucleus di daerah basal, inti besar warna gelap dan sedikit sitoplasma.
8,10

Gambar 2.12 Histologi retino blastoma dengan pseudrosette

Gambar 2.13 Histologi Retinoblastoma dengan adanya daerah nekrosis

2.9. Diagnosis Banding


Retino blastoma dapat di diagnosa banding dengan beberapa penyakit lainnya yang
bermanifestasi berupa leukokoria. 10
1. Penyakit Coats
Sering terjadi unilateral, sering terjadi pada usia dekade pertama dan sering
pada laki-laki. Ditemukan lesi telangiektasis retina unilateral dengan eksudat kuning
intra retina tanpa adanya massa. Pada USG tidak ditemukan tumor dan terdapat
kumpulan kolesterol di cairan subretinal. Pada fluoresens ditemukan teleangiektasis
klasik.
2. Persistent Fetal Vasculature (PFV)
Sering terjadi unilateral. 2/3 kasus disertai mikroftalmus, hipoplastik iris,
retrolentikuler fibrovaskular.
Pada USG, tidak ditemukan tumor, terlihat hyaloids persisten dan mungkin
ditemukan kalsifikasi.
3. Ocular Toxocariasis
Ocular toxocariasis terjadi pada anak dengan riwayat infeksi GIT atau
memiliki riwayat terpapar dengan anak anjing. Dapat ditemukan granuloma perifer
dengan adanya uveitis. Terdapat perlengketan eksudat di retina, penarikan vitreoretina
dan dapat disertai katarak.
USG : ditemukan vitritis, granuloma, tidak ditemukan kalsium, retinal
traction, dan retinal detachment
4.

Astrocytoma
Terlihat gambaran kecil, halus, putih, berkilau di daerah serat saraf retina.
Dapat single atau multipel, unilateral atau bilateral, dapat melebar dan berkalsifikasi
serta berupa gambaran mulberry appearance.

Gambar 2.13 Gambaran retina pada Astrositoma

2.10. Tatalaksana
Medical Treatment
1. External Beam Radiation Therapy (EBRT )
EBRT masih di indikasikan pada beberapa keadaan seperti

Signifikan vitreous seeding

Pada anak-anak yang perjalanan penyakitnya progresif walaupun sedang menjalani


terapi kemoreduksi
EBRT menghambat pertumbuhan tulang dimana terjadi hipoplasia.EBRT juga
meningkatkan resiko kanker sekunder.4
2. Plaq Isotop Radioaktif
Biasanya digunakan radioaktif cobalt 60, iodine 125, iridium 192 dan ruthneum
106. Keuntungannya adalah secara langsung diarahkan ke tumor sehingga
meminimalisir radiasi ke jaringan normal. Namum kerugiannya adalah dosis yang
tinggi ke sclera.8

3. Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi digunakan untuk terapi
retinoblastoma intraokuler group C dan D atau stadium 3. Penggunaan kemoterapi
neoadjuvan mempunyai keuntungan membatasi penggunaan EBRT, mengurangi
kemungkinan komplikasi EBRT. Kemoterapi juga digunakan sebelum EBRT, untuk
meningkatkan kontrol lokal dan hasil visual pada anak dengan tumor grup 5,
menggunakan karboplatin, etoposide, vinkristin.
Terapi medis untuk pengawasan tumor dan mempertahankannya sebisa mungkin.
Jika kanker tidak memberikan respon terhadap pengobatan, maka perlu diangkat.
Obat anti kanker
Digunakan untuk mengatasi metastasis tetapi juga digunakan sebagai terapi
adjuvant untuk pasien dengan resiko tinggi retinoblastoma.
Vinkristin
Karboplatin
Etoposide
Imunosupresan
Penambahan

siklosporin

dalam

kombinasi

dengan

regimen

kemoterapi

karboplantin, etoposide dan vinkristin dilaporkan menunjukkan peningkatan efektivitas


kemoterapi.

Siklosporin
Surgical Treatment
Terapi pembedahan tumor merupakan standar terapi untuk kasus tahap
lanjut.3,4terapi pembedahan pada retino blastoma berupa:
1. Enukleasi

Enukleasi dilakukan saat tidak ada kesempatan untuk mempertahankan


penglihatan pada mata. Pasien yang umumnya memerlukan enukleasi adalah orangorang dengan robekan retina total dan atau segmen posterior penuh dengan tumor
dimana pasien tidak dapat mempertahankan fungsi penglihatan.1,3
2. Fotokoagulasi
Dapat digunakan sebagai terapi primer untuk tumor berukuran kecil yang
berlokasi di posterior. Fotokoagulasi dapat juga digunakan untuk tumor rekuren
setelah EBRT. Caranya dengan merusak pembuluh darah tumor.3
3. Exenterasi orbita
Digunakan pada retinoblastoma yang telah menginvasi hingga ke orbita
atau rekurensi retinoblastoma.
2.11 Komplikasi

Dapat muncul tumor non okuler sekunder seperti osteosarkoma, sarkoma jaringan
lunak yang lain, melanoma maligna, berbagai jenis karsinoma, leukemia dan limfoma,
dan berbagai jenis tumor otak.

Komplikasi vaskular : kerusakan pembuluh darah retina dan perdarahan.

Terjadi hipoplasia pada tulang dan struktur jaringan lunak setelah terapi radiasi.

2.12 Prognosis
Prognosis

retinoblastoma

baik

jika

dilakukan

terapi

yang

tepat.

Angka

kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi dilakukan
sebelum tumor melewati lamina kribosa. Angka ketahanan hidup jadi 60% jika tumor meluas
melewati lamina kribosa. Selain itu faktor lain juga mempengaruhi prognosis penderita
retinoblastoma seperti hasil patalogis dan penyebaran ke tempat lain. Semakin dini penemuan

dan terapi tumor, semakin besar mencegah perluasan tumor ke nervus opticus dan jaringan
orbita.1,3

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1

Kesimpulan
Mata sebagai salah satu organ tubuh tidak luput dari pengaruh kongenital, inflamasi,

tumor, trauma dan degeneratif. Pengaruh tersebut dapat berupa kelainan patalogi anatomi
ringan sampai ke tingkat yang lebih parah. Penyakit kongenital dapat bersifat fatal pada
pasien.
Salah satu manifestasi penyakit kongenital adalah retinoblastoma. Penyakit ini berupa
kelainan pada sel glia di retina. Kelainan kongenital ini sering terjadi pada anak-anak yang
diturunkan secara genetik atau terjadinya mutasi gen. Biasanya kelainan ini lambat dideteksi
oleh orang tua pasien, karena anak-anak sukar untuk mengeluh kelainan yang terjadi
padanya.
Retinoblastoma dapat menunjukkan berbagai macam pola pertumbuhan seperti:

Pertumbuhan endofilik
Pertumbuhan eksofitik
Pertumbuhan infiltrasi difus
Retinoblastoma terdiri daripada tiga stadium yaitu:

Stadium tenang
Stadium glaukoma
Stadium esktra okuler
Tatalaksana retinoblastoma untuk pengawasan tumor dan pertahankannya sebisa

mungkin. Jika retinoblastoma tidak memberikan respon terhadap pengobatan mungkin perlu
diangkat. Beberapa tindakan yang dilakukan adalah Golongan I dan II dengan pengobatan
lokal (radiasi, cryotherapy, fotokoagulasi laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi
.Jika tumor besar (golongan IV dan V) mata harus dienukleasi segera. Mata tidak terkena
dilakukan radiasi sinar X dan kemoterapi.

Prognosis

retinoblastoma

baik

jika

dilakukan

terapi

yang

tepat.

Angka

kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi dilakukan
sebelum tumor melewati lamina kribosa. Angka ketahanan hidup jadi 60% jika tumor meluas
melewati lamina kribosa.

3.2

Saran
Retinoblastoma merupakan penyakit kongenital pada mata yang sering terjadi pada

anak-anak. Pemeriksaan mata pada bayi yang baru lahir penting untuk mengetahui kelainan
pada bayi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi. Oleh karena itu sangat penting
untuk menangani kelainan ini secara tepat untuk mendapat prognosis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. American

Academy

of

Ophthalmology.2011.Pediatric

Ophthalmology

and

Strabismus. Sec.6.San Fransisco.


2. Jon Langmans & Langmans. 2006.Medical Embryology. EGC. Jakarta.
3. Sernagor, Evelyne, dkk. 2006. Retinal Development.Cambridge Unniversity Press.
4. Vaughan Daniel G.2007.Oftalmologi umum Ed17. Widya medika. Jakarta.
5. American Academy of Opthalmology. Fundamental and Principles of Ophtalmology.
2011
6. Guyton, A.C dan Hall,J.E. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC.
Jakarta.
7. www.retinoblastoma.com di akses tanggal 1 September 2014.
8. Manchelle

Aventura

Isidro.

Retinoblastoma.

Diakses

dari

http://

www.emedicine.medscape.com/ di akses tanggal 1 September 2014.


9. Kenneth, W, Wright. 2006. Handbook of Pediatric Retinal Disorders. Los Angeles.
10. American Academy of Ophthalmology. 2011. Ophthalmologic Pathology and

intraocular tumors section 4. American academy of ophthalmology. San Francisco,


2008.

You might also like