You are on page 1of 30

BAB I

PENDAHULUAN
Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Penyakit kanker
merupakan penyebab kematian ke7 di Indonesia dan terus mengalami peningkatan
secara bermakna. Data dari Sistem Informasi RS tahun 2007, penyakit kanker
terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara (16,85%), diikuti kanker servix
(11,78%).1 Menurut Globacan (2002) di seluruh dunia setiap tahun ada 493.243
wanita terdiagnosa kanker serviks dan 273.505 meninggal. Setiap hari di Indonesia
ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks.2
Diagnosis kanker serviks ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Keluhan yang sering dijumpai penderita kanker serviks
adalah perdarahan abnormal, contact bleeding, fluor abnormal dan nyeri perut di
bagian bawah. Pemeriksaan khusus vagina menggunakan spekulum dilakukan untuk
mengetahui morfologi servik dan mengambil sediaan untuk pemeriksaan jaringan
dan sitologis. Pemeriksaan ginekologi vaginal toucher juga perlu dilakukan untuk
menilai konsistensi dan bentuk servik.3
Beberapa pemeriksaan radiologis dapat dilakukan untuk mengetahui stadium
kanker serviks dengan menilai seberapa jauh kanker telah menyebar. Pemeriksaan
tersebut antara lain pemeriksaan intravenous pyelogram (IVP) dan cystoscopy
mengetahui apakah kanker telah bermetastasis ke saluran kemih, CT Scan maupun
MRI untuk mengevaluasi seberapa jauh penyebaran kanker serviks dan X foto
thoraks untuk mendeteksi apakah kanker serviks telah menyebar ke pulmo.3
Penanganan kanker serviks dilakukan berdasarkan stadiumnya. Pada tahap
prekanker penanganan dilakukan dengan destruksi lokal pada serviks. Sedangkan
bila pada tahap kanker penanganan yang dilakukan adalah pembedahan berupa
pengangkatan rahim, kemoterapi dan radioterapi. 1 Dalam makalah ini akan kami
bahas penatalaksanaan radioterapi pada kasus seorang wanita dengan kanker serviks.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. CA SERVIKS
2.1.1. Definisi
Kanker serviks adalah kanker primer dari serviks (kanalis servikalis
dan atau portio). Lebih dari 20 tahun penelitian proses karsinogenesis
karsinoma sel skuamosa servik diteliti dan diamati sehingga diketemukan
beberapa proses yang terjadi akibat pengaruh faktor karsinogen dan faktor
serviks sendiri.
2.1.2. Etiologi
Infeksi HPV (Human Papilloma Virus) terdeteksi pada 99,7%
kanker serviks. Penelitian kasus-kontrol, prevalensi infeksi HPV pada
kanker servik jenis karsinoma sel skuamosa dijumpai sejumlah 78,498,1%. Prevalensi infeksi HPV pada kanker servik jenis adenokarsinoma
dijumpai sejumlah 85,7-100%. Infeksi HPV dijumpai pula pada kanker
vulva, vagina, penis, anus, laring, orofaring, dan kanker mulut jenis
karsinoma sel skuamosa dengan prevalensi antara 1-100%. Berdasarkan
hasil temuan pada penilitian epidemiologi, tipe HPV diklasifikasikan
dalam tiga klasifikasi yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi, dan
risiko rendah.
Klasifikasi berdasarkan epidemiologi
Golongan
Risiko tinggi
Kemungkinan risiko tinggi
Risiko rendah

Tipe HPV
16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59
26, 53, 66, 68, 73, 82
6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81

Infeksi HPV biasanya terjadi melalui hubungan seksual. Prevalensi


mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan usia perkawinan, dan
risiko mengalami infeksi HPV meningkat 10 kali pada setiap penambahan

pasangan seksual. Tidak diketemukan infeksi HPV risiko tinggi pada


kelompok perempuan virgin.
Pada penelitian infeksi HPV dapat pula terjadi pada non hubungan
seksual. Dilaporkan telah terjadi infeksi HPV pada seorang bayi laki-laki
seorang ibu yang menderita HPV. Bayi tersebut menderita papilloma
laring pada usia 3 bulan dan menderita infeksi HPV penis pada usia 6
bulan.

Infeksi

HPV

pada

kehamilan

ini

dibuktikan

dengan

diketemukannya DNA HPV pada cairan amnion dan darah tali pusat
janin. Infeksi ini terjadi karena infeksi ascending. Infeksi horizontal pun
dapat terjadi, dimana juga ditemukan DNA-HPV pada kuku perempuan
ataupun laki-laki yang terinfeksi ataumenderita infeksi HPV sehingga
dapat terjadi penularan kuku-konjungtiva, dll. Belum dijumpai HPV
dalam darah, dan air susu ibu.
Berbagai faktor dianggap sebagai kofaktor terjadinya kanker servik
antara lain multiparitas, merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit
hubungan seksual, faktor nutrisi, dan sosial ekonomi. Multiparitas
meningkatkan risiko sesuai dengan jumlah pasangan hubungan seksual
dan waktu pertama hubungan seksual (< 16 tahun).

Risiko juga

meningkat dengan peningkatan jumlah batang rokok yang dikonsumsi,


namun

tidak

berhubungan dengan

lamanya

merokok.

Lamanya

penggunaan kontrasepsi hormonal akan meningkatkan risiko menderita


kanker servik, dan penggunaan 10 tahun meningkatkan risiko sampai dua
kali. Penelitian pada infeksi virus herpes, HIV membuktikan adanya
peningkatan risiko kanker servik. Mereka dari golongan sosial ekonomi
rendah menngkatkan risiko karena higienisitas hubungan seksual yang
jelek.
2.1.3. Manifestasi klinis
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan, dalam hal
demikian pertumbuhan menjadi ulseratif. Perdarahan pasca senggama

(contact bleeding) mrupakan gejala karsinoma servik (75-80%).


Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama
akan lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan spontan)
terutama stadium II atau III atau tumor yang bersifat eksofitik berupa
perdarahan spontan pervaginaam saat defekasi akibat tergesernya tumor
eksofitif oleh skibala. Perdarahan pervaginam yang berulang dapat
menyebabkan anemia. Rasa nyeri terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke
serabut saraf.
Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang disebabkan
oleh metastasis jauh. Sebelum terminal stage, penderita meninggal akibat
perdarahan eksesif, chronic renal failure akibat infiltrasi tumor ke ureter
sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.
Perlu ditekankan bahwa penanganan/terapi hanya boleh dilakukan
atas dasar bukti histopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap
smear, perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi servik, dan untuk
konfirmasi diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti
kuretase endoservik (ECC = Endo-Cervical Curretage) atau konisasi
servik.
2.1.4. Stadium4
Penetapan

stadium

dilakukan

dengan

pemeriksaan

klinik.

Pemeriksaan radiologi dan endoskopi dilakukan sebagai pembantu untuk


menetapkan stadium klinik. Untuk mengetahui metastasis ke rektum
dilakukan rektoskopi, metastasis ke vesika urinaria dengan sistoskopi atau
dengan sitologi urin.
Pemeriksaan klinik meliputi inspeksi, palpasi, kolposlopi, kuret
endoservik, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, pielografi intravena,
foto thoraks, foto tulang, CT scan, USG. Beberapa tindakan bedah antara
lain konisasi, biopsi aspirasi.

Stadium kanker serviks FIGO 2009


Stadiu
m
I

Keterangan
Lesi tumor masih terbatas di serviks
IA1 Lesi telah menembus membrane basalis 3 mm dengan
diameter permukaan tumor 7 mm (mikroskopis)
IA2 Lesi telah menembus membrane basalis > 3 mm tetapi
5 mm dengan diameter permukaan tumor 7 mm
(mikroskopis)
IB1 Lesi terbatas di servik dengan ukuran lesi primer 4 cm
IB2 Lesi terbatas di servik dengan ukuran lesi primer > 4 cm

II

Lesi telah keluar dari servik tapi tidak sampai dinding pelvis
(meluas ke parametrium dan 1/3 proksimal vagina)
IIA Lesi telah meluas ke 1/3 vaginal proksimal
IIA1 Lesi berukuran 4 cm
IIA2 Lesi berukuran > 4 cm
IIB Lesi telah meluas ke parametrium tetapi tidak mencapai
dinding pelvis

III

Lesi telah keluar dari servik (menyebar ke parametrium) dan


atau 1/3 distal vagina
IIIA Lesi meyebar ke 1/3 vagina distal
IIIB Lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul,
dan atau menimbulkan gangguan traktus urinarius

IV

Lesi menyebar keluar organ genitalia


IVA Lesi meluas keluar rongga panggul, dan atau menyebar
ke mukosa vesika urinaria, rectum
IVB Lesi meluas ke organ jauh

Bila dilakukan pembedahan, maka penemuan pembedahan tidak


merubah stadium sama halnya dengan metastasis kelenjar getah bening,
temuan saat pembedahan atau metastasis kelenjar getah bening hanya
merupakan catatan khusus untuk memperkirakan prognosis, stadium yang
5

digunakan tetap stadium klinik. Stadium klinik adalah stadium yang


ditetapkan berdasarkan pemeriksaan klinik pada tumor primer sebelum
pengobatan. Pada kasus residif, stadium yang ditetapkan adalah stadium
pada saat penemuan pertama (sebelum pengobatan).
Jenis histopatologi dianggap sebagai salah satu faktor prognosis.
Differensiasi yang buruk memberi prognosis yang lebih buruk
dibandingkan yang berdifferensiasi baik. Jenis histologi adenokarsinoma
sering diperdebatkan, karena dianggap memberi prognosis yang lebih
buruk dibandingkan dengan karsinoma sel skuamosa.
Jenis histopatologi
Karsinoma sel skuamosa

Derajat differensiasi
Gx differensiasi tidak

- Dengan keratinisasi

diperiksa

- Tanpa keratinisasi

G1 differensiasi baik

- Verukosa

G2 differensiasi sedang

Adenokarsinoma (tipe endoserviks)

G3 differensiasi buruk

Adenokarsinoma endometrioid
Adenokarsinoma sel jernih
Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma kistik adenoid
Karsinoma sel kecil
Undifferentiated carcinoma
2.1.5. Prosedur diagnostik
1. Pemeriksaan klinis
a. Anamnesis untuk mencari faktor predesposisi dan keluahan penderita5
*

Keluhan utama pada pasien yang dicurigai menderita kanker serviks


invasif adalah keputihan dan perdarahan abnormal. Bercak
kekuningan yang encer diikuti dengan bau amis dapat merupakan
tanda-tanda keganasan.

Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastase:

Kanker serviks dapat menyebar ke berbagai macam organ.


Diantaranya ke vagina, endometrium, ovarium, kelenjar getah
bening (KGB), kandung kemih, dan rektum. Masing-masing
memberikan gejala yang berbeda-beda. Gejala kandung kemih
maupun rektum seperti hematuri (kencing berdarah), hematoschezia
(BAB berdarah), fistula dapat berhubungan dengan penyebaran ke
kandung kemih serta rektum pada tumor invasif. Penyebaran kanker
serviks pada umumnya melalui peredaran kelenjar getah bening,
penyebaran melalui peredaran darah jarang terjadi
*

Faktor-faktor resiko:5
1. Ras
2. Faktor seksual dan reproduksi
3. Merokok
4. Kontrasepsi
5. Kondisi imunosupresi (penurunan kekebalan tubuh)

b. Pemeriksaan fisik
*

Pemeriksaan keadaan umum termasuk kelenjar getah bening


terutama supraklavikula (kiri), palpasi hepar.6

Pemeriksaan ginekologi: palpasi bimanual pervaginam dan per


rektal diikuti biopsi lesi tumor.6

2. Pemeriksaan Radiodiagnostik/Imaging
Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, BNO-IVP, sistoskopi,
rektoskopi, CT-scan optional, MRI, serta bone survei, terutama jika
menentukan jauhnya metastasis. Biopsi serviks untuk menentukan jenis
histopatologi.5
2.1.6. Penatalaksanaan
Pembedahan diikuti atau tanpa radiasi pada stadium 0, I, IIA (FIGO) atau
radiasi saja pada umumnya memberikan hasil pengobatan yang cukup
baik. Radioterapi menjadi pengobatan terpilih pada kanker serviks
stadium IIB-IV A karena:6

* Efektif dan efisien (dibandingkan dengan pembedahan ditambah


kemoterapi)
*

Angka

mortalitas

nol

dan

morbiditas

sangat

rendah

pada

penatalaksanaan yang baik.


* Tidak menimbulkan rasa takut
2.1.7. Prognosis
Ketahanan hidup penderita pada kanker serviks stadium awal setelah
histerektemo radikal dan limfadenektomi pelvis bergantung pada beberapa
faktor berikut ini:5
1. Status KGB
Pada penderita tanpa metastasis ke KGB, 5-year survival rate (5-YSR)
adalah 85-90%. Bila didapatkan metastasis ke KGB 5-YSR antara 2074% bergantung pada jumlah, lokasi, dan ukuran metastasis.
2. Ukuran Tumor
Penderita dengan ukuran tumor <2 cm angka survival-nya 90% dan bila
>2 cm angka survival-nya menjadi 60%. Bila tumor primer >4 cm
angka survival-nya turun menjadi 40%. Analisis dari GOG terhadap 645
penderita menunjukkan 94,6% tiga tahun bebas kanker untuk lesi
tersembunyi, 85,5% untuk tumor <3 cm, dan 68,4% bila tumor >3 cm.
3. Invasi ke jaringan parametrium
Penderita dengan invasi ke parametrium memiliki 5-YSR 69%
dibandingkan 95% tanpa invasi. Bila invasi disertai KGB yang positif
maka 5-YSR turun menjadi 39-42%
4. Kedalaman invasi
Invasi <1 cm memiliki 5-YSR sekitar 90% dan akan turun menjadi 6378% bila >1 cm.
2.1.8. Pencegahan
Pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan skrining pada
seluruh wanita terutama yang memiliki faktor risiko. Pap smear adalah

salah satu cara yang efektif untuk mendeteksi dini kanker serviks dan
penanganan lebih awal serta adekuat. Metode lainnya adalah inspeksi visual
dengan asam asetat (VIA) atau dengan Lugols Iodine (VILI) serta HPVhybrid capture. Tes tersebut mudah dilakukan dan memiliki hasil yang
efektif. Skrining dilakukan 3 tahun setelah aktif secara seksual dan diulangi
setiap tahunnya.7
2.2. TERAPI PADA CA CERVIX
Terapi kanker serviks uteri berdasar stadiumnya adalah sebagai berikut:
Stadium IA1.
Histerektomi ekstrafasial. Bila fertilitas masih diperlukan dilakukan
konisasi dilanjutkan pengamatan lanjut.
Stadium

IA2.

Operasi,

histerektomi

pelvis.

Histerektomi ekstrafasial dan limfadenektomi pelvis bila tidak

radikal

ada invasi limfo-vaskular.

atau

modifikasi

dan

limfadenektomi

Konisasi luas atau trakhelektomi radikal

dengan limfadenektomi laparoskopi, kalau fertilitas masih dibutuhkan.


Radioterapi: radiasi luar dan brakiterapi (dosis di titik A 75-80 Gy)
Stadium

IBI/IIA < 4cm.

Hindari gabungan operasi dengan radiasi untuk mengurangi morbiditas


Operasi:

Histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis, sampel kgb

para-aorta. Pada usia muda,ovarium dapat dikonservasi. Terapi adjuvan


kemoradiasi pasca bedah (dengan cisplatin 5-FU) bila ada faktor risiko
KGB

(+),

parametrium

(+),

tepi

sayatan

(+)

Radioterapi: radiasi luar dan brakiterapi (dosis di titik A 80-85 Gy)


Stadium

IB2/IIA > 4 cm.

Kemoradiasi:

Radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40

mg/m 2/minggu selama radiasi luar. Kalau KGB iliaka kommunis atau paraaorta
Operasi:

(+)
Histerektomi

lapangan
radikal

radiasi
dan

limfadenektomi

diperluas.
pelvis

Neoadjuvan kemoterapi: (cisplatin 3 seri) diikuti histerektomi radikal


dan limfadenektomi pelvis
Stadium IIB, III, IVA.
Kemoradiasi : Radiasi luar dan brakiterapi serta pemberian cisplatin 40
mg/m 2/minggu selama radiasi luar. Kalau kgb iliaka kommunis atau paraaorta (+) lapangan radiasi diperluas
Eksenterasi. Dapat dipertimbangkan pada IVA bila tidak meluas sampai
dinding panggul,terutama bila ada fistel rektovaginal dan vesikovaginal
Stadium IVB atau residif.
Residif lokal sesudah operasi. Radiasi + kemoterapi (cisplatin 5-FU) 50
Gy bila lesi mikroskopik dan 64-66 Gy pada tumor yang besar. Eksenterasi
kalau proses tidak sampai dinding panggul
2.2.1 Pembedahan8
Beberapa prosedur pembedahan yang dapat digunakan:

Konisasi adalah prosedur untuk membuang jaringan dari serviks dan


kanalis serviks yang berbentuk kerucut / cone. Kemudian seorang patolog
akan mengamati jaringan tersebut di bawah mikroskop untuk mencari sel-

10

sel kanker. Konisasi dapat digunakan untuk mendiagnosa / mengobati

suatu perubahan pada serviks. Prosedur ini juga disebut cone biopsy
Total histerektomi adalah pembedahan untuk mengangkat uterus

dan

serviks,jika uterus dan serviks diambil melalui vagina,operasi ini disebut


vaginal hysterectomy,jika uterus dan serviks diambil melalui irisan besar
pada abdomen,operasi ini disebut total abdominal hysterectomy. Jika
uterus dan vagina diambil melalui sayatan kecil pada abdomen
menggunakan laparoskopi maka disebut total laparoscopy hysterectomy.
Dalam total histerektomi dengan salpingo-ooforektomi, (a) uterus dan salah satu
(unilateral) ovarium dan tuba fallopii diambil; atau (b) uterus dan kedua (bilateral)
ovarium dan tuba fallopii diambil. Dalam radikal histerektomi, uterus, cerviks, kedua
ovarium, kedua tuba fallopii, dan jaringan di sekitarnya diambil. Prosedur-prosedur
ini dilakukan dengan menggunakan insisi transversal yang rendah atau vertical.

Radikal Histerektomi adalah pembedahan untuk mengangkat uterus, serviks,


bagian dari vagina, ligamen serta jaringan-jaringan di sekitar organ-organ
tersebut. Ovarium, tuba fallopii dan kelenjar limfe di dekatnya mungkin juga

dapat diangkat
Modified Radikal Histerektomi adalah pembedahan untuk mengangkat
uterus, serviks, bagian atas vagina, ligament serta jaringan yang berada di
dekatnya. Kelenjar limfe di dekatnya juga dapat diangkat. Dalam modified
radikal histerektomi, organ dan atau jaringan yang diambil tidak sebanyak

pada radikal histerektomi.


Bilateral Salpingo-Ooforektomi
Pelvic Exenteration adalah pembedahan

untuk

mengangkat

kolon

sigmoid,rectum dan vesica urinaria. Pada wanita, serviks, vagina, ovarium

dan limfonodi di dekatnya juga diangkat.


Cryosurgery
Laser surgery
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP)

Tindakan pembedahan berupa konisasi dianjurkan terutama pada kasus Ca


serviks CIN 1, 2 atau 3 pada pasien muda yg masih menghendaki keturunan.

11

Sedangkan untuk kasus stadium 1A, 1B, 2A dengan garis tengah tumor tidak
melebihi 3-4 cm (non bulky), tanpa disertai indikasi kontra operasi (usia tua,
indeks obesitas yang tinggi, serta adanya penyakit lain yang tidak terkontrol)
biasanya dipilih tindakan histerektomi transabdominal disertai salpingooovorektomi bilateral.

2.2.2. Radioterapi6
Pengobatan pilihan pada Karsinoma Serviks Uteri stadium II B- IV dipilih
karena :
o Efektif dan efisien dibandingkan dengan pembedahan ditambah
kemoterapi
o Angka mortalitas praktis nol dan morbiditas sangat rendah pada
penatalaksanaan yang baik
o Tidak menimbulkan rasa takut
Kombinasi radiasi dan kemoterapi yang tepat dapat memberikan hasil yang
baik dengan efek samping yang masih dapat diterima. Modalitas pengobatan
meliputi pembedahan, radioterapi, dan pembedahan diikuti radioterapi.
Terapi yang hanya terdiri dari radioterapi dapat dilaksanakan pada kasus
stadium IA, IB dan II A yang masih operabel ataupun tidak resektabel oleh
karena tumor yang besar (bulky mass) serta stadium II B, dan III A, III B.
Salah satu metode yang paling banyak digunakan di sentra radioterapi adalah
pemberian radiasi eksterna terlebih dahulu kemudian disusul dengan
brakhiterapi.
Radiasi kuratif
Radiasi kuratif diberikan pada semua tingkatan penyakit kecuali penderita
dengan metastasis jauh. Pemberian radioterapi terdiri atas radiasi eksterna
daerah pelvis dan brakhiterapi. Radiasi pasca bedah diberikan pada kasus
dengan metastasis pada kelenjar getah bening pelvis dengan sisa tumor
(mikroskopik atau massa), invasi kedalam stroma, kedalam vaskular maupun

12

limfatik serta pada jenis adenokarsinoma atau adenoskuamosa. Jenis radiasi


pada radiasi kuratif meliputi:
Radiasi

eksterna

yang

mencakup

(whole

pelvis)

lapangan

anteroposterior dan posterior (AP-PA). Pemeberian dari 4 arah yakni


AP-PA dan laterolateral kanan dan kiri akan mengurangi dosis pada
kandung kemih dan rektum. Radiai eksterna diberikan 46 Gy, dosis per
fraksi 2 Gy, lapangan SP (AP-PA) untuk stadium I dan IIA, dan 50 Gy,
dosis perfraksi 1,8 2 Gy untuk stadium III A dan III B, setelah jeda 1
minggu, diikuti dengan brakhiterapi sebanyak 2 kali dengan dosis
masing-masing 8,5 Gy pada titik A. Atau metode lain yaitu pemberian
dosis 30 gy seluruh panggul (AP-PA), per fraksi 2 Gy diikuti dengan
brakhiterapi sebanyak 2 kali masing-masing 10 Gy pada titik A, untuk
kemudian dilanjutkan lagi dengan pemberian ER hanya pada
parametria sebanyak 20 gy, per fraksi 2 gy. Radiasi AP-PA pada
parametria dilakukan dengan pemasangan blok uterus (central shield).
Blok Uterus dan radiasi diberikan sebanyak 200 cGy per frakasi 1 kali
dalam sehari sehingga dosis parametria mencapai 50 Gy.
Radiasi intrakaviter (brakhiterapi) pada Karsinoma Serviks Uteri
sebagai dosis radiasi booster pada tumor primer. Pada radiasi ini
digunakan sebuah aplikator intrauterine. Untuk memperoleh distribusi
dosis yang optimal diperlukan 2 buah aplikator intravaginal atau ovoid
yang diletakkan pada forniks kanan dan kiri. Pemberian brakhiterapi
intrakviter dan intravagina sampai saat ini masih mengacu pada titik A
dan titik B sesuai dengan metode Manchester. Titik A adalah titik
imajiner yang terletak 2 cm kearah lateral kanan dan kiri sumbu uterus
dan 2 cm kranial dari garis yang melalui membran mukosa forniks
lateral dalam bidang uterus. Titik A mewakili struktur anatomi kritis
yang merupakan perlintasan antara ureter dan arteri uterina. Sedangkan
titik B terletak 3 cm lateral dari titik A. Pemberian dosis mengacu pada
kurva isodose 60 Gy yang mencakup uterus dan ovoid. Apabila
digunakan sumber radiasi dengan laju dosis rendah maka dosis pada

13

titik A setelah radiasi eksterna adalah 13 Gy dilakukan 2 kali dengan


masa jeda 7 hari. Sedangkan pada pemberian laju dosis tinggi dosis
tersebut

masing-masing

menjadi

8,5

Gy.

Pada

kasus

yang

menggunakan blok uterus dosis brakhiterapi menjadi 22,5 GY untuk


setiap kali pemasangan yang dilakukan 2 kali dengan jeda seminggu
laju dosis rendah atau 10 gy laju dosis tinggi.
Radiasi paliatif
Radiasi paliatif diberikan pada kasus metastasis tulang dan kelenjar getah
bening supraklavikula. Sasaran dan bentuk radiasi tergantung dari keluhan
pasien.
Laju Dosis
Laju dosis (dosis rate) dibagi menjadi tiga yaitu laju dosis tinggi dan laju dosis
sedang, dan laju dosis rendah. Laju dosis tinggi (High Dose Rate = HDR) apabila
laju dosis diatas 12 Gy/jam; pada umumnya digunakan sekitar 100 Gy/jam. Laju
dosis rendah (Medium Dose Rate = MDR) dengan laju dosis antara 2-12 Gy/jam.
Laju dosis rendah (Low Dose Rate = LDR) dengan laju dosis kurang dari 2
Gy/jam. Pembagian ini penting dalam memperhitungkan efek biologi yang
terjadi serta untuk pelaksanaan brakhiterapi. Sumber yang digunakan pada
Kanker Serviks Uteri untuk LDR adalah

226

Ra dan

137

Cs; sedangkan unutk MDR

adalah 137Cs . Saat ini sumber untuk HDR digunakan 60Co dan 192Ir.
Efek samping
Efek samping akibat radiasi dibagi menjadi efek samping akut dan efek samping
lanjut. Efek samping akut terjadi setelah beberapa hari dilakukan radiasi,
sedangkan efek lanjut terjadi setelah 6 bulan dari dilakukannya radiasi. Efek akut
yang terjadi adalah sistitis akut yang ditandai dengan keluhan perasaan sering
ingin buang air kecil tetapi tidak ada urin yang keluar dan proktitis berupa diare
ringan. Keluhan ini pada umumnya dapat diatasi dengan pengobatan
simptomatik. Efek lanjut yang berat pada kandung kemih biasanya hanya terjadi
apabila pasien menerima dosis berlebihan pada kandung kemihnya terjadi

14

penyusutan volume kandung kemih dan disertai dengan perdarahan berulang


akibat terjadinya telengiektasis pada selaput lendir kandung kemih. Efek samping
lanjut yang sering terjadi pada rektum adalah fibrotik dinding anterior rektum.
Hal ini dapat menimbulkan perdarahan pada saat BAB.
Pemantauan Radiasi
a) Pemantauan selama pelaksanaan radiasi
-

pemeriksaan klinis sekurang-kurangnya setelah 5 kali radiasi atau setiap


kali pasien mengalami keluhan baru yang timbul setelah radiasi.

catat keluhan pasien, bila perlu diberi terapi medikamentosa

periksa Hb, Leukosit, Trombosit setiap setelah 5 kali radiasi. Syarat


dilakukan radiasi : Hb > dari 10 gr %, Leukosit > dari 3000, Trombosit >
dari 80.000

b) Pemantauan setelah selesai radiasi


-

Dilakukan setiap bulan sekali selama 6 bulan kedua dan setiap 3 bulan
selama 6 bulan ketiga dan seterusnya.

Nilai keadaan umum, tanda-tanda metastasis ke hati, tulang atau paruparu

Nilai tumor primer dan kelenjar-kelenjar, ada tidaknya residu tumor /


kelenjar dilakukan paling sedikit 8 minggu setelah radiasi selesai. Harus
dibedakan antara jaringan tumor dan fibrosis pasca radiasi.2

BAB III
LAPORAN KASUS

15

3.1. IDENTITAS PENDERITA


Nama

: Ny. S

Umur

: 55 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: Jolotundo-Lasem

Masuk RSDK : 14 Februari 2011


No CM

: 6540271 / C232143

3.2. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan penderita di bangsal 8C RSDK pada tanggal 23 Februari
2011 pukul 07.30 WIB dan alloanamnesis dari catatan medik penderita.
Keluhan utama: ingin melanjutkan pengobatan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Penderita pernah dirawat di RSDK dengan karsinoma sel skuamus serviks
uteri stadium III B, dengan metastasis ke os. pubis dan os. femur sinistra dan
telah mendapatkan eksternal radiasi sebanyak 25x, disertai platosin
concomitan V dan rencana untuk mendapatkan afterloading pada tanggal 18
Februari 2011.
Riwayat Haid

: HPHT tidak jelas

Riwayat Nikah

: 1x selama + 41 tahun

Riwayat Obstetri

: P10A0 , anak terkecil usia 12 tahun

Riwayat KB

: (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

+ 7 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir, mrongkol
mrongkol berwarna hitam dengan jumlah banyak, badan lemah terasa pusing
berobat ke RSUD Rembang didiagnosa suspek karsinoma serviks uteri
Stadium II B lalu dirujuk ke RSDK.

Riwayat Penyakit Keluarga:

16

Tak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

Tidak ada anggota keluarga menderita keganasan

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien tidak bekerja, suami bekerja sebagai buruh, memiliki 10 orang anak.
Biaya pengobatan ditanggung JAMKESMAS.
Kesan: sosial ekonomi kurang.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal 8C pada tanggal 28 Februari 2011 pukul 13.00 WIB.
Keadaan umum

: baik, kesadaran : composmentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 130/70 mmHg


Nadi

: 88 X/menit

Pernafasan

: 20X/menit

Suhu

: 36,70C

TB : 157 cm, BB : 39 kg
Status Internus

Kepala

: mesosefal

Mata

: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

: discharge -/-

Hidung

: discharge -/-

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis-

Leher

: pembesaran nnll -/-

Thorax
Cor
Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis teraba di SIC V, 2cm medial LMCS

Perkusi

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I-II murni, bising (-), gallop ()

Pulmo

17

Inspeksi

: simetris, statis dinamis

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapangna paru

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, suara tambahan -/-

Abdomen
Inspeksi

: datar

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Perkusi

: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi

: supel, hepar/lien tak teraba.

Ekstremitas :

superior

inferior

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Capilary refill

<2

<2

Pemeriksaan Ginekologi:
Juli 2010
VT
: fluksus (+), fluor (-)

14 Februari 2011
VT
: fluksus (-), fluor (-)

v/u

v/u

: tak ada kelainan

: tak ada kelainan

vagina : infiltrat (+) 1/3 proksimal

vagina : infiltrat (-)

portio : rapuh, berbenjol-benjol, mudah berdarah

portio : sebesar jempol tangan

CUT

: sebesar telur ayam

CUT

: sebesar telur ayam

AP

: infiltrat (+) sampai dinding pelvis

AP

: infiltrat (-)

CD

: tak ada kelainan

CD

: tak ada kelainan

RT

: tonus spincter ani cukup, mukosa licin,

RT

: tonus spincter ani cukup,

infiltrat (+) di dinding pelvis, FCS (-/-)

mukosa licin, infiltrat (-), FCS (-/-)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan histopatologi (8/07/2010)
18

Biopsi serviks ukuran 1x0,5x0,3 cm warna kecoklatan kenyal


Mikroskopik menunjukkan kelompok-kelompok sel bulat, lonjong,
pleimorfik inti kromatnkasar, mitosis abnormal, mutiara tanduk, dengan
stroma jaringan ikat yang sembab, hiperemis, bersebukan limfosit,
leukosit pmn, histiosit.
Sesuai dengan: skuamus sel karsinoma berdiferensiasi moderat.
Pemeriksaan histopatologi (25/9/2010) Ca Serviks susp.Infiltrasi buli
Makroskopis kepingan jaringan biopsi dasar buli, ukuran kecil sekali
Mikroskopis: Kepingan jaringan dilapisi epitel transisional hiperplastik
dengan stroma mukosa, submukosa sembab hiperemis, bersebukan
limfosit, leukosit pmn, histiosit.
Kesan: Tak tampak keganasan
Laboratorium Darah (21/02/2011)
Pemeriksaan
laboratorium
Hb
Ht
Eritrosit
MCH
MCV
MCHC
Leukosit
Trombosit
Glukosa sewaktu
Ureum
Kreatinin
Asam urat
SGOT
SGPT
Natrium
Kalium
Clorida
Calsium

21/02/2011
10,00
29,7
3,07
32,7
96,7
33,8
8,82
244
82
28
0,6
3,14
23
30
136
4,3
106
2,42

Foto Thorax PA (24/07/2010)

19

Nilai Normal
12-15 g%
35-47%
3,9-5,6 juta/mmk
27-32 pg
76-96 fl
29-36 g/dl
4-11 ribu/mmk
150-400 ribu/mmk
80-110 mg/dl
15-39 mg/dl
0,6-1,3 mg/dl
2,6-7,2 mg/dl
15-32 u/L
30-65 u/L
136-145 mmol/l
3,5-5,10 mmol/l
98-107 mmol/l
2,122,52 mmol/l

Cor

: CTR < 50%


Bentuk dan letak dalam batas normal

Pulmo

: Corakan bronkovaskuler normal


Tak tampak bercak maupun nodul pada kedua lapangan paru

Tampak penebalan fissura minor.


Hemidiafragma kanan setinggi kosta 10 posterior
Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
Tak tampak lesi litik dan destruksi pada os kosta, scapula dan klavikula.
Kesan

Cor tak membesar

Tak tampak kelainan/


metastase pada pulmo
dan tulang

X PHOTO PELVIS
Tampak multiple lesi litik pada os ischii sampai ramus inferior os
pubis kiri pada caput dan trochanter mayor os femur kiri.
Tampak multiple osteofit pada vertebra VLIV-V, VSIII-V, pada aspek
laterosuperior acetabulum kanan-kiri.
Discus intervertebralis VLV, VSI tampak sempit.
Saroiliaca joint dan coxae joint kanan-kiri baik.
Tak tampak diskontinuitas pada tulang.

20

Tak tampak simfisiolisis.


Kesan:
Multipel lesi litik pada os ischii sampai ramus inferior os pubis kiri, pada
caput dan trochanter mayor os femur kiri, masih mungkin suatu metastase.
Spondilosis lumbosacralis dan multipel osteofit pada aspek laterosuperior
acetabulum kanan-kiri.
Penyempitan discus intervertebralis VLV, VSI.

21

USG Abdomen (21/09/2010)


Hepar

: ukuran tak membesar, parenkim normal. Eksogenitas normal,

tak tampak nodul, v.hepatica dan v.porta tak melebar


Duktus biliaris

: intra dan ekstrahepatal tak melebar

Vesika felea

: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu,

tak tampak sludge.


Pankreas : ukuran dan parenkim normal, tak tampak kalsifikasi
Lien

: parenkim dan ukuran normal, v.lienalis tak melebar

Ginjal kanan

: ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar


Ginjal kiri

: ukuran normal, batas kortikomedular jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar


Paraaorta

: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta

Vesica urinaria

: dinding menebal difus, permukaan rata, tak tampak

batu, tak tampak massa


Uterus

: ukuran normal, endometrial line baik.

22

Tampak massa pada serviks uteri. Tak tampak cairan bebas


intraabdomen.
Kesan

Penebalan dinding vesika urinaria, masih mungkin sistitis, dd/


infiltrasi

Massa pada serviks uteri

Tak tampak kelainan/ metastase organ intraabdomen lain


secara sonografi

23

Hepar

: ukuran tak membesar, parenkim normal. Eksogenitas normal,

tak tampak nodul, v.hepatica dan v.porta tak melebar


Duktus biliaris

: intra dan ekstrahepatal tak melebar

Vesika felea

: ukuran normal, dinding tak menebal, tak tampak batu,

tak tampak sludge.


Pankreas : ukuran dan parenkim normal, tak tampak kalsifikasi
Lien

: parenkim dan ukuran normal, v.lienalis tak melebar

24

Ginjal kanan

: ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar


Ginjal kiri

: ukuran normal, batas kortikomedular jelas, tak

tampak penipisan korteks, tak tampak batu, pielokaliks tak melebar


Paraaorta

: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta

Vesica urinaria

: dinding menebal difus, permukaan rata, tak tampak

batu, tak tampak massa


Uterus

: ukuran normal, endometrial line baik.

Tampak massa pada serviks uteri. Tak tampak cairan bebas


intraabdomen.
Kesan

Penebalan dinding vesika urinaria, masih mungkin sistitis, dd/


infiltrasi

Massa pada serviks uteri

Tak tampak kelainan/ metastase organ intraabdomen lain


secara sonografi

EKG (30/12/2010)
Irama

: Sinus rhytme

Frekuensi

: 90x/menit

Axis

: Normoaxis

Gel P

: 0,08mm

PR inverted

: 0,10 detik

QRS kompleks

: 0,08 detik

ST segmen

: isoelektrik

Gel T

: T inverted III, V1-V2

Kesan:
Irama sinus rhytme normal

25

3.5. DIAGNOSIS
Karsinoma sel skuamus serviks uteri stadium IIIB metastasis os pubis dan os
femur sinistra
Pasca ER 25x + platosin concomitan V
3.6. TERAPI
Pasca ER 25x ( 27-10-2010 s.d 20-12-2010)
Rencana dilakukan afterloading:
I. 27 Desember 2010
II. 3 Januari 2011
Tetapi pasien tidak datang untuk kontrol sesuai jadwal. Pasien kembali
tanggal 14 Februari 2011 dengan keluhan ingin melanjutkan pengobatan
+ nyeri kaki didiagnosa dengan Ca sel skuamus serviks uteri stadium
III B dengan metastasis os pubis dan os femur sinistra rencana diberi
tambahan ER 10 kali evaluasi
Pasca ER 6x + Plat.concomitan I, pro ER 7
ER 1
ER 2
ER 3
ER 4
ER 5
ER 6 + Plat.Conc. I

23-02-2011
24-02-2011
25-02-2011
28-02-2011
01-03-2011
02-03-2011

Vit A 1x50.000
Vit Bc/C/SF 2x1 tab

26

BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang wanita, 55 tahun datang ke RSDK dengan tujuan ingin melanjutkan
pengobatan. Sebelumnya, pasien pernah dirawat di RSDK dengan karsinoma sel
skuamus serviks uteri stadium III B, telah mendapatkan eksternal radiasi 25x serta
platosin concomitan V. Kurang lebih 7 bulan yang lalu, pasien mengeluh keluar
darah dari jalan lahir, mrongkol-mrongkol berwarna hitam denan jumlah banyak,
badan lemah terasa pusing. Kemudian pasien berobat ke RSUD Rembang dan
didiagnosa suspek karsinoma serviks uteri stadium II B. Selanjutnya, pasien dirujuk
ke RSDK.
Pada tanggal 14 Februari 2011, pasien datang kembali ke RSDK dengan
keluhan ingin melanjutkan pengobatan dan kaki kirinya sakit. Hasil pemeriksaan
ginekologi didapatkan, vulva uretra tidak ada kelainan, tidak didapati infiltrat vagina,
portio sebesar jempol tangan, uterus sebesar telur ayam. Adneksa parametrium tidak
didapatkan infiltrat. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 21 Februari 2011
ditemukan anemia ringan (Hb 10,00 gr %), leukosit 8820 /mm 3, dan trombosit
224ribu/mmk. Dari hasil pemeriksaan histopatologi sebelumnya (08-07-2010)
diketahui bahwa jaringan keganasan tersebut sesuai dengan karsinoma sel skuamus
dengan differensiasi moderat. Hasil pemeriksaan histopatologi jaringan buli, tidak
didapatkan gambaran keganasan. Hasil pemeriksaan X foto thoraks PA tidak terdapat
metastasis pada pulmo, tulang regio thoraks. Hasil pemeriksaan USG Abdomen di
kesan adanya massa pada serviks uteri. Tak tampak kelainan/ metastase organ
intraabdomen.
Berdasarkan data-data tersebut di atas, dapat ditegakkan diagnosis karsinoma
sel skuamus serviks uteri stadium IIII B dengan metastasis os pubis dan os femur
sinistra. Tetap digolongkan dalam stadium IIII B sesuai hasil pemeriksaan klinis
awal, yaitu didapati adanya lesi menyebar ke parametrium sampai dinding panggul.
Walaupun telah didapati adanya metastasis, tapi stadium yang digunakan tetap
stadium awal terdiagnosis.

27

Sesuai dengan kepustakaan, prinsip terapi kanker serviks untuk stadium III B
adalah pemberian ER dengan dosis 50 Gy, dosis perfraksi 1,8 2 Gy. Setelah jeda 1
minggu, diikuti dengan brakhiterapi sebanyak 2 kali dengan dosis masing-masing 8,5
Gy pada titik A.
Pasien ini telah dilakukan pengelolaan dengan pemberian terapi eksternal
radiasi dengan dosis 5000 cGy, fraksinasi 200 cGy, 5x/minggu. Terapi
dikombinasikan dengan pemberian platosin concomitan 5x, Vit A 1x 50000, dan Vit
BC 2 x 1 tab. Pasien telah menyelesaikan ER 25x dan Platosin Concomitan V.
Sebelumnya, pasien telah dijadwalkan untuk terapi afterloading 2x, yaitu:
Tanggal 27 Desember 2010

Rencana AL I

Tanggal 3 Januari 2011

Rencana AL II

Akan tetapi, pasien tidak kontrol pada tanggal yang ditentukan. Pasien baru datang
kembali pada tanggal 14 Februari 2011 dan ditemukan adanya metastasis ke os pubis
dan os femur sinistra. Selanjutnya, pasien dijadwalkan untuk mendapatkan terapi
eksternal radiasi tambahan 10 kali dan platosin concomitan jika hasil lab baik.
Sampai saat ini pasien telah menjalani 6 kali sinar tambahan dan 1 kali platosin
concomitan.

28

BAB V
KESIMPULAN
Karsinoma serviks uteri merupakan keganasan ginekologik yang terbanyak
ditemukan pada perempuan Indonesia. Diagnosis kanker serviks uteri dapat
ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Keluhan yang sering dijumpai pada penderita kanker serviks adalah perdarahan
abnormal, contact bleeding, fluor abnormal, gangguan kencing (disuria), gangguan
defekasi dan nyeri perut di bagian bawah atau menyebar.
Makalah ini melaporkan seorang wanita 55 tahun dengan Karsinoma sel
skuamus serviks uteri stadium III B dengan metastasis os pubis dan os femur sinistra
pasca ER 25x dan platosin concomitan V. Telah dilakukan pengelolaan radioterapi
yaitu eksternal radiasi sesuai dengan tatalaksana kanker servik uteri stadium III B.
Saat ini pasien telah menjalani 6x ER tambahan dan platosin concomitan I .

29

DAFTAR PUSTAKA
1. No Author. Jika tidak dikendalikan 26 juta orang di dunia menderita kanker.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-dikendali
kan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html, dikutip tanggal 3 Januari
2011
2. Rina.

Kanker

serviks.

http://www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks,

dikutip tanggal 3 Januari 2011


3. Thackery E, editor. The gale encyclopedia of cancer. Volume 1. Gale group. New
York: 2002
4. Adrijono. Sinopsis kanker ginekologi. Edisi ke-3. Jakarta: Pustaka Spirit; 2009.
5. Rasjidi. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdaskan Evidence Base.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007 : 6-30
6. Susworo. Dasar-Dasar Radioterapi, Tata Laksana Radioterapi Penyakit Kanker.
Penerbit Universitas Indonesia. Jakartta. 2007 : 40-51.
7. Andrijono. Sinopsis Kanker Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia RS.Dr.Cipto Mangunkusumo. Edisi ke 3. Pustaka Spirit. Jakarta. 2009:
92-125
8. Rich WM. Cancer of the serviks.
dikutip tanggal 3 Januari 2011

30

http://www.gyncancer.com/serviks.html,

You might also like