You are on page 1of 13

Terjemahan Jurnal

The Impact of Duration of using Superabsorbent Diaper on


the Incidence of
Urinary Tract Infection in Children
(Pengaruh Penggunaan Popok Superabsorbent terhadap insidensi Infeksi
Saluran Kemih pada Anak)

Itqan Ghazali

G99142115

Hernowo Setyo

G99142116

Pembimbing :
Agustina, dr., Sp.A, M.Kes

RSUD DR MOEWARDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2015
Terjemahan Jurnal
The Impact of Duration of using Superabsorbent Diaper on the Incidence of
Urinary Tract Infection in Children
(Pengaruh Penggunaan Popok Superabsorbent terhadap insidensi Infeksi
Saluran Kemih pada Anak)
Helmi Tri Puji Lestari*, Pungky Ardanikusuma and Endy P.
Prawirohartono
Department of Child Health, Gadjah Mada University, Dr Sardjito Hospital,
Yogyakarta, Indonesia
Abstrak
Latar Belakang: ISK adalah infeksi umum pada anak-anak. Prevalensi
tertinggi terjadi selama masa bayi dan masa pelatihan berkemih di mana
sebagian besar bayi menggunakan popok. Namun, dampak dari
penggunaan popok pada anak-anak dan pengaruhnya terhadap terjadinya
ISK telah menimbulkan perdebatan.
Tujuan: Untuk mengetahui korelasi antara durasi penggunaan popok
superabsorben dengan kejadian ISK pada anak-anak.
Metode: Penulis melakukan studi kohort prospektif dari AgustusSeptember 2011. Penulis merekrut anak-anak yang menggunakan popok
setiap hari, pergi untuk bermain kelompok atau posyandu (pusat
kesehatan masyarakat) di Kota Yogyakarta. Subyek dibagi menjadi 2
kelompok. Penulis membandingkan kejadian ISK pada anak-anak yang
menggunakan popok> 4 jam per hari (kelompok I) dan mereka yang
menggunakan popok 4 jam per hari (kelompok II).

Hasil: Ada 180 anak yang termasuk dalam penelitian ini. Dari 90 anak di
kelompok I, 26 (28,9%) mengalami ISK sedangkan 9 (10%) dari 90 anakanak dari kelompok II mengalami ISK. Analisis multivariat menunjukkan
bahwa terjadinya ISK secara signifikan lebih tinggi pada anak-anak yang
menggunakan popok> 4 jam per hari dibandingkan dengan anak-anak
yang menggunakan popok 4 jam per hari (OR 3,65; 95% CI 1,60-8,35).
Analisis Mantel Haenszel menunjukkan bahwa rasio risiko untuk anak
perempuan adalah 3,13 (95% CI 1,50-6,55) dan anak laki-laki adalah 1,56
(95% CI 0,27-8,94), penggunaan popok pada anak perempuan> 4 jam per
hari karena itu meningkatkan risiko ISK.
Kesimpulan: Penggunaan popok superabsorben> 4 jam per hari
meningkatkan risiko ISK 365 kali dibandingkan dengan penggunaan 4
jam per hari. Risiko ISK pada anak perempuan yang menggunakan
popok> 4 jam per hari meningkat secara signifikan pada kelompok anak
perempuan

Pendahuluan
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang serius dan sering
terjadi pada anak-anak. Prevalensinya 3-5% pada anak perempuan dan
1% di anak laki-laki hingga usia 5 tahun dan prevalensi tertinggi terjadi
selama masa bayi dan periode pelatihan toilet. Penggunaan popok sekali
pakai pada anak-anak menjadi tren saat ini karena dianggap praktis
dibandingkan dengan popok kain. Indonesia merupakan yang terbesar
keempat konsumen setelah China, India dan Amerika Serikat Amerika.
Studi

sebelumnya

menunjukkan

bahwa

dampak

dari

popok

superabsorben terhadap terjadinya infeksi saluran kemih telah menjadi


perdebatan. Fahimzad dkk. melaporkan bahwa popok superabsorben
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran kemih dibandingkan
dengan

tipe

superabsorben

standar.

Fahmizal

menyebabkan

dkk

ventilasi

beranggapan
kurang

di

bahwa
daerah

popok
genital

dibandingkan jenis popok lainnya, dan ISK terjadi melalui mekanisme

asenden sebagai hasil dari virulen kuman yang berkolonisasi di daerah


periuretra. Sebaliknya, studi sebelumnya oleh Nuutinen dkk. menunjukkan
bahwa popok superabsorben

tidak meningkatkan angka kejadian ISK

pada anak-anak dibandingkan \untuk tipe popok standar dan popok kain.
Hasil

bertentangan

mengenai

dampak

popok

superabsorben

terhadap ISK pada anak-anak membutuhkan penyelidikan lebih lanjut.


Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara durasi
superabsorben penggunaan popok dan kejadian ISK pada anak-anak.
Metode
Penulis melakukan penelitian observasional analitik dengan desain
penelitian kohort prospektif di Kota Yogyakarta pada periode AgustusSeptember 2011. Yogyakarta adalah salah satu provinsi di Indonesia yang
terdiri dari 5 kabupaten. Populasinya adalah sekitar 388.627 orang dan
Kota Yogyakarta memiliki 14 kecamatan. Subjek dalam penelitian ini
diambil dengan menggunakan klaster random sampling di 14 kecamatan.
Penulis

memilih

secara

acak

kecamatan

kemudian

dilakukan

pengambilan data pada kecamatan-kecamatan tersebut melalui posyandu


dan kelompok bermain. Data dari posyandu yang ada
bermain

di

daerah-daerah

dikumpulkan

partisipasi penelitian dikirimkan

kemudian

dan kelompok

surat

undangan

kepada mereka untuk mengundang

mereka untuk mengambil bagian dalam studi ini. Lima Posyandu dan 5
kelompok bermain berpartisipasi dalam penelitian ini
Kriteria

inklusi

adalah

anak-anak,

yang

menggunakan

popok

superabsorben setiap hari, ikut dalam kelompok bermain (playgroup) atau


berkunjung ke posyandu di Kota Yogyakarta selama periode penelitian;
yang tidak menerima antibiotik dalam 5 hari terakhir; yang orang tuanya
memiliki telepon atau ponsel, dan yang orang tuanya menandatangani
lembar persetujuan. Kriteria eksklusi adalah anak yang memiliki ISK pada
screening awal dengan tes dipstik dan mereka

yang memiliki kelainan

anatomi dan / atau disfungsi saluran kemih. Penulis menggunakan

Verify yaitu uji dipstick kualitatif dan ISK yang telah dikonfirmasi dengan
leukosit esterase (LE) positif setara dengan 70/L atau nitrit positif atau
keduanya menunjukkan hasil positif. Penulis tidak melakukan kultur urin
untuk kriteria eksklusi karena uji dipstick memiliki nilai diagnostic yang
tinggi.
Subjek yang masuk ke dalam kriteria inklusi diikuti selama satu
minggu. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok: kelompok I terdiri dari anak
anak yang menggunakan popok superabsorbent lebih dari empat jam
dalam sehari dan kelompok II terdiri dari anak anak yang menggunakan
popok superabsorbent kurang dari 4 jam dalam sehari. Ibu atau penjaga
dari anak tersebut diingatkan pada hari ketiga dan keempat dan
ditanyakan

mengenai

penggunaan

popok

dan

diingatkan

untuk

melakukan uji dipstick kedua. Lama penggunaan menggunakan popok


superabsorbent diantara kedua kelompok ini dibandingkan dan dianalisis
terhadap insiden ISK.
Tingkat pendidikan ibu diklasifikasikan menjadi sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sarjana dan
pascasarjana berdasarkan peraturan Republik Indonesia no.20 tahun 2003
dalam Sistem Pendidikan Nasional. Penulis menggunakan empat jam
untuk dibagi menjadi dua kelompok karena bakteri membutuhkan waktu
empat jam untuk mengubah nitrat dari makanan menjadi nitrit yang ada
di urin. Status nutrisi dibagi menjadi severe malnutrition dan not sever
malnutrition. Severe malnutrition apabila berat badan terhadap tinggi
badan kurang dari -3 SD berdasarkan grafik WHO. Penggunaan sabun
berbusa, konstipasi (berdasarkan kriteria ROME III untuk konstipasi
fungsional kronis), status pemberian ASI dalam enam bulan pertama,
status sirkumsisi diubah menjadi skala nominal, terbagi menjadi ya atau
tidak. Tipe kebiasaan membersihkan alat kelamin setelah berkemih pada
bayi perempuan dibagi menjadi belakang ke depan dan depan ke
belakang. Frekuensi penggantian popok dibagi menjadi jarang bila kurang
dari empat kali dalam sehari, sering bila empat sampai enam kali dalam

sehari dan sangat sering bila lebih besar sama dengan tujuh kali dalam
sehari.
Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan multivariate
dengan regresi multiple logistic. Signifikansi dinilai meggunakan odds
ratio (OR) menggunakan interval kepercayaan 95%.
Hasil
Sebanyak 304 sampel masuk kedalam kriteria inklusi; terdapat 21
sampel

mengindikasikan

ISK

pada

pemeriksaan

awal

sehingga

dieksklusikan dari penelitian. Sebanyak 283 sampel yang terpilih dibagi


menjadi 2 kelompok: Kelompok I menggunakan popok > 4 jam dalam
sehari (n=180) dan Kelompok II menggunakan popok 4 jam dalam
sehari (n=103). Sampel diikuti selama satu minggu dan uji dipstick urin
kedua dilakukan di akhir minggu. Terdapat 68 sampel dalam Kelompok I
dan 13 sampel dalam kelompok II tidak melakukan uji dipstick urin akibat
sampel tidak kooperatif atau peneliti gagal mendapatkan sampel urin
kedua. Sehingga didapatkan 112 sampel pada Kelompok I, dan 90 sampel
pada Kelompok II. Penulis menggunakan cara random sampling pada
Kelompok I untuk mendapatkan minimal sampel sebesar 90 sampel.
Karakteristik sampel dari penelitian kelompok I dan II dapat dilihat
pada Table 1 dan termasuk umur, jenis kelamin, suku dan tingkat
pendidikan ibu. Umur rata rata dari sampel dari 2 24 bulan adalah 10
bulan sedangkan rata rata dari umur > 24 bulan adalah 2 tahun 6 bulan.
Tingkat pendidikan ibu mayoritas adalah sekolah menengah atas dan
graduate (S1 atau setara).

ulasi: Anak yang menggunakan popok di play group atau Posyandu di kota Yogyakarta selama Agustus Septem

Cluster random sampling


14 kecamatan 10 kecamatan 5 kecamatan 5 playgroup 5 Posyandu (n=304)

Kriteria inklusi

Kriteria eksklusi (n=21)


Subjek terpilih
(n=283)

Kelompok anak yang menggunakan popok 4 jam (Kelompok II, n=


elompok anak yang menggunakan popok > 4 jam (Kelompok I, n=180)
7 hari

Menolak uji dipstick kedua (n=68)

Uji dipstick kedua (n=112)

7 hari

Menolak uji dipstick kedua (n=13)

Uji dipstick kedua (n=90)

Tidak teranalisis (n=20)

Dianalisis (n=90)

Dianalisis (n=90)

Prevalensi total dari ISK adalah 19.4%. terdapat 26 anak (28%)


dengan ISK pada kelompok I dan 9 anak (10%) dengan ISK pada kelompok
II. Hasil dari analisis univariat menunjukkan bahwa pemakaian popok
superabsorbent > 4 jam meningkatkan risiko ISK 2.89 kali dibandingkan
dengan yang 4 jam (OR 2.89; 95% CI 1.43-5.81). Durasi rerata dari
pemakaian popok dengan ISK pada kelompok I adalah 12 jam sedangkan
kelompok II adalah 3.7 jam per hari. Umur merupakan variabel perancu.
Namun analisis multivariate menunjukkan bhwa hanya durasi pemakainan
popok yang memiliki hasil yang signifikan dari insiden ISK dengan nilai

P=0.02 dan OR 3.65 (95%CI 1.60-8.35). Sehingga dapat disimpulkan


bahwa pemakaian popok > 4 jam meningkatkan risiko ISK dibandingkan
dengan yang memakai popok 4 jam.
Berdasarkan tabel 3 dapat diintepretasikan bahwa insiden ISK
secara signifikan lebih tinggi pada perempuan daripada laki laki
(p<0.0001) dengan pemakaian popok harian > 4 jam. Analisis Mantel
Haenzel menunjukkan bahwa RR dari perempuan dengan ISK adalah 3.13
(95%CI 1.50-6.55) dan laki laki 1.56 (95%CI 0.27-8.94). Penggunaan
sabun berbusa, status pemberian ASI, konstipasi, status nutrisi, frekuensi
pemakaian popok, status sirkumsisi pada laki- laki dan tipe pengusapan
tidak memengarui insiden ISK yang berhubungan dengan pemakaian
popok superabsorbent.
Karakteristik
> 4 jam
Umur n (%)
2 24 bulan
43 (47.8)
> 24 bulan
47 (52.2)
Tingkat pendidikan ibu n
(%)
SD
0 (0)
SMP
5 (5.6)
SMA
32 (35.6)
Sarjana
49 (54.4)
Pascasarjana
4 (4.4)
Jenis kelamin n (%)
Laki laki
45 (50)
Perempuan
45 (50)
Asal subjek n (%)
Posyandu
21 (23.3)
Play group
69 (76.7)
Tabel 1: Karakteristik dasar anak
superabsorbent
Variabel
RR
Durasi
pemakaian
dalam sehari
> 4 jam
Umur > 24
bulan

Univariat
95% CI

4 jam
25 (27.8)
65 (72.2)

4 (4.4)
5 (5.6)
51 (56.7)
30 (33.3)
0 (0)
47 (52.2)
43 (47.8)

anak

yang

P valuae

8 (8.9)
82 (91.1)
menggunakan

popok

Multivariat
OR (adjusted)
95% CI

2.89

1.435
5.814

0.001

3.65

1.601
8.350

1.474

0.824
2.634

0.191

1.18

0.545
2.586

Tabel 2: analisis univariat dan multivariate dari faktor risiko ISK

Variabel bebas dianalisis untuk mengetahui insiden ISK yang berhubungan


dengan durasi pemakaian popok.

Variabel
RR
95% CI
Semua (n=180)
2.88
1.43 5.81
Laki laki (n=92)
1.56
0.27 8.94
Perempuan (n=88)
3.13
1.50 6.55
Analisis M-H
2.80
1.43 5.48
Tabel 3: Analisis Mantel Haenszel pada jenik kelamin dan insiden ISK yang
berhubungan dengan pemakaian popok.

Variabel

Laki laki
Perempuan
Laki
Perempuan
Sabun
berbusa
(+)
Sabun berbusa (-)
Sabun
berbusa
(+)
Sabun berbusa (-)
Statu pemberian
ASI (+)
Statu pemberian
ASI (-)
Statu pemberian
ASI (+)
Statu pemberian
ASI (-)
Konstipasi (+)
Konstipasi (-)
Konstipasi (+)
Konstipasi (-)
Malnutrisi (+)
Malnutrisi (-)
Malnutrisi (+)
Malnutrisi (-)
Frekuensi
ganti

Durasi
pemakaian
popok
4 jam
> 4 jam
4 jam

ISK (+)

ISK (-)

Nilai P

2 (22.2%)
7 (77.8%)
3 (11.5%)
23 (88.5%)
1 (11.1%)`

45
36
42
22
16

0.058
< 0.0001#
1.00

> 4 jam

8 (88.9%)
8 (30.8%)

65 (80.2%)
14 (21.9%)

0.374

4 jam

18 (69.2%)
8 (88.9%)

50 (78.1%)
64 (79%)

0.681

1 (11.1%)

17 (21%)

> 4 jam

18 (69.2%)

46(71.9%)

0.802

8 (30.8%)

18 (28.1%)

0 (0%)
9 (100%)
3 (11.5%)
23 (88.5%)
9 (100%)
0 (0%)
26 (100%)
9 (100%)

4 (4.9%)
77 (95.1%)
4 (6.3%)
60 (93.8%)
81 (100%)
1 (1.6%)
63 (98.4%)
80 (98.8%)

1.00
0.407

>

>

4 jam
4 jam
4 jam
4 jam
4 jam

(55.6%)
(44.4%)
(65.6%)
(34.4%)
(19.8%)

konstan
1.00
1.00

popok jarang
Frekuensi
ganti
popok sering
Frekuensi
ganti
popok
sangat
sering
Frekuensi
ganti >
popok jarang
Frekuensi
ganti
popok sering
Frekuensi
ganti
popok
sangat
sering
Kebiasaan

mengusap
dari
belakang
ke
depan
Kebiasaan
mengusap
dari
depan
ke
belakang
Mengusap
Kebiasaan
>
mengusap
dari
belakang
ke
depan
Sirkumsisi (+)

Sirkumsisi (-)
Sirkumsisi (+)
>
Sirkumsisi (-)
Tabel 4: Analisis dari
popok

0 (0%)
-

1 (1.2%)
-

4 jam

24 (92.3%)
2 (7.7%)
0 (0%)

50 (78.1%)
10 (15.6%)
4 (6.3%)

0.229

4 jam

4 (57.1%)
3 (42.9%)
0 (0%)

8 (22.2%)
27 (75%)
1 (2.8%)

0.163

4 jam

10 (43.5%)
11 (47.8%)
2 (8.7%)

8 (38.1%)
12 (57.1%)
1 (4.8%)

0.775

4 jam

konstan
2 (100%)
45 (100%)
4 jam
0 (0%)
1 (2.4%)
1.00
3 (100%)
41 (97.6%)
variabel bebas untuk insiden ISK dan durasi pemakaian

Diskusi
Pemakaian sehari - hari popok superabsorbent lebih dari 4 jam
meningkatkan risiko ISK dibandingkan dengan pemakaian kurang dari 4
jam. Usia tidak menimbulkan efek yang signifikan terhadap kejadian ISK
yang dihubungkan dengan durasi pemakaian. Insidensi ISK lebih tinggi
pada perempuan dibandingkan dengan laki laki pada pemakaian lebih
dari 4 jam. Dapat disimpulkan bahwa pemakaian popok lebih dari 4 jam
per hari meningkatkan risiko ISK terutama pada perempuan.

Popok superabsorbent menggunakan SAP (superabsorbent polimer)


sebagai komponen untuk menyerap urin. Tipe popok ini membuat
ventilasi pada daerah genital tidak memadai dan penguapan urin tidak
sempurna sehingga dapat menjadi sumber infeksi. Kolonisasi di daerah
periuretral dengan virulensi organime yang dapat menuju ke kandung
kemih melalui rute asendens dapat menyebabkan ISK. Penemuan dari
studi menyebutkan bahwa pemakaian popok ini > 4 jam dapat
meningkatkan kejadian ISK 3.65 kali lebih tinggi bila dibandingkan pada
pemakaian 4 jam.
Penelitian

sebelumnya

menyebutkan

bahwa

sabun

berbusa

merupakan bahan iritan untuk saluran kemih anak anak. Semakin besar
jumlah surfaktan pada produk menyebabkan potensial iritan meningkat.
Kebiasaan membersihkan daerah genital dari belakang ke depan setelah
miksi meningkatkan risiko ISK RR 0.72 (95%CI 0.84-13.78) dibandingkan
dengan dari depan kebelakang dan mengusap. Status ASI pada 6 bulan
pertama dengan insiden ISK diteliti oleh Martin Sosa et al. ASI
mengandung oligosaccharides yang menghambat menempelnya bakteri
Streptococcus pneumonia dan E. Coli pada sel inang.
Status nutrisi pada penelitian Bagga et al. menunjukkan bahwa
insiden dari bakteriuri pada anak malnutrisi meningkat secara signifikan
dibandingkan dengan anak normal. Tidak ada faktor spesifik yang
berkontribusi pada ISK pada anak malnutrisi, Kemungkinan besar ISK pada
anak

malnutrisi

disebabkan

karena

menurunnya

kekeba;an

tubuh,

berkurangnya cell mediated immunity; berkurangnya aktifitas opsonic dan


berkurangnya fagositosis dari bakteri pathogen.
Keterbatasan pada penelitian ini adalah bahwa penegakan diagnosis
ISK belum dapat menggunakan kultur urin yang merupaka gold standard
karena waktu dan alas an finansial. Uji dipstick urin memiliki sensitifitas
dan spesifisitas baik untuk leukosit esterase maupun nitrit dan juga
likelihood ratio positif tinggi terutama untuk nitrit dan kombinasi dari
leukosit esterase dan nitrit yang digunakan untuk diagnosis ISK. Alat ini

juga praktis untuk diaplikasikan di lapangan. Diagnosis ISK pada


penelitian ini dilakukan berdasarkan uji dipstick kualitatif yang dapat bias
karena subjektivitasnya.
Sehingga untuk menghindari bias, penulis mengkonfirmasi ISK positif
bila hasil uji dipstick LE positif 1 dengan nilai 70 /L yang merubah warna
titer dari putih menjadi ungu yang dapat diobervasi dengan jelas.
Diagnosis ISK juga dikonfirmasi dengan nitrit positif atau nitrit dan LE
keduanya posititf. Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah penulis
tidak melakukan skrining anatomi pada saluran kemih subjek yang
memungkinkan terjadinya pengaruh yang signifikan untuk diagnosis ISK
pada anak. Skrining ini tidak dilakukan karena alasan finansial.
Kelebihan dari penelitian ini yaitu menggunakan desain kohort
prospektif dan randomisasi yang merupakan tingkatan tertinggi dari bukti
diantara desain lain yang diaplikasikan pada penelitian penelitian
sebelumnya tentang pemakaian popok. Penelitian ini dilakukan pada
tingkat komunitas yaitu playgroup dan posyandu sehingga meminimalisir
penyakit komorbid yang dapat memengaruhi insidensi ISK. Sample urin
yang diperiksa adalah urin segar dan sampel tersebut diperiksa langsung
untuk meminimalisir kontaminasi.
Hasil dari penelitian utama dari Fahimzad et al. menyatakan bahwa
popok superabsorbent meningkatkan faktor risiko ISK dengan OR 3.29
dibandingkan dengan popok biasa. Berdasarkan hasil dari penelitian
tersebut terbukti bahwa semakin lama pemakaian popok superabsorbent
(> 4 jam), semakin tinggi pula risiko ISK yaitu 3.65 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakaian dengan durasi < 4 jam. Penelitian lain
tentang pengaruh frekuensi pergantian popok dengan ISK oleh Sugimura
et al. menunjukkan hasil yang sama yaitu menunjukkan bahwa semakin
jarang

frekuensi

pergantian

popol

(4

kali

sehari

atau

kurang),

meningkatkan risiko ISK (P<0.0001) dibandingkan dengan frekuensi


pergantian yang lebih tinggi (7 kali sehari). Semakin rendah frekuensi
pergantian popok menyebabkan kontak urin dengan daerah periuretral

menjadi lebih lama. Kolonisasi bakteri virulen pada area tersebut melalui
rute asendens dapat dengan mudah terjadi akibat ISK.
Variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan pada ISK adalah
jenis kelamin dimana perempuan dengan pemakaian popok > 4 jam lebih
banyak yang mengalami ISK. Penjelasan yang paling mungkin adalah
anatomi pada uretra perempuan lebih pendek dibandingkan laki laki
sehingga jika popok dipakai lebih lama kolonisasi bakter pada daerah
periuretral meningkat sebagai hasil dari kontak dengan urin yang dapat
menyebabkan ISK melalui rute asendens.
Perlu dilakukan penelitian yang lebih jauh untuk menguji pengaruh
durasi menggunakan jenis popok yang berbeda dengan insidensi ISK
mengingat banyaknya jenis popok yang sekarang dijual di pasaran yang
dapat dicuci dan dipakai.

You might also like