Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, dan rasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan dapat diperoleh
dari proses belajar yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang
berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan menyerap, menerima dan
mengadopsi informasi yang didapat. Sementara Soekamto (1997) berpendapat,
pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah melakukan penginderaan terhadap
suatu obyek tertentu yang diperoleh dari pendidikan, pengalaman sendiri maupun
orang lain, media massa maupun lingkungan sekitarnya. Adanya perubahan perilaku
pada seseorang merupakan suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu
relatif lama dimana tahapan yang pertama adalah pengetahuan. Sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru maka harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat
perilaku tersebut bagi dirinya maupun terhadap keluarga atau orang lain.10
Menurut Gibson.dkk (2001), kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh
pengetahuan dan ketrampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui
latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan, dan ketrampilan dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor diantaranya sejenis pendidikan, kurikulum, pengalaman praktik
dan latihan.10
Pengetahuan terdiri
atas
teori
yang
1.
2.
3.
Penalaran deduktif
4.
2.
3.
4.
5.
Sementara itu, Kurt Lewin (1951) merumuskan suatu model hubungan perilaku
yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi karakteristik individu dan
lingkungan. Karakteristik individu meliputi berbagai variabel seperti motif, nilainilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan
kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan
perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku,
bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar daripada karakteristik individu. Hal
inilah yang menjadikan prediksi perilaku lebih kompleks.12
Untuk tidak sekedar memahami, tapi juga agar dapat memprediksi perilaku,
Icek Ajzen dan Martin Fishbein mengemukakan Teori Tindakan Beralasan (Theory of
Reasoned Action). Dengan mencoba melihat penyebab perilaku volisional (perilaku
yang dilakukan atas kemauan sendiri), teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi
bahwa:
a) Manusia umumnya melakukan sesuatu dengan cara-cara yang masuk akal.
b) Manusia mempertimbangkan semua informasi yang ada, dan
c) Secara eksplisit maupun implisit, manusia memperhitungkan implikasi
tindakan mereka.
Sikap
terhadap
perilaku
Intensi untuk
berperilaku
PERILAKU
Norma-norma
subjektif
Dari bagan di atas, tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua
determinan dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku (merupakan aspek personal)
dan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau untuk tidak
melakukan perilaku yang bersangkutan atau yang disebut dengan norma subjektif.
Secara sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan suatu
perbuatan apabila ia memandang perbuatan tersebut positif dan ia percaya bahwa
orang lain ingin agar ia melakukannya.12
2.2
Pencabutan Gigi
Menurut Pedlar dkk (2001), pencabutan gigi adalah suatu prosedur bedah yang
dapat dilakukan dengan tang, elevator, atau dengan pendekatan transalveolar.
Pencabutan bersifat irreversibel dan terkadang menimbulkan komplikasi. Pencabutan
gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar yang utuh tanpa
menimbulkan rasa sakit dengan trauma yang sekecil mungkin pada jaringan
penyangganya sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak
menimbulkan masalah prostetik pasca-bedah.13
Menurut Starshak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukannya pencabutan
gigi adalah sebagai berikut13:
a) Gigi dengan patologis pulpa, baik akut maupun kronis, yang tidak mungkin
dilakukan terapi endodontik dan harus dicabut.
b) Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa adanya penyakit
pulpa atau periodontal, harus dicabut ketika restorasinya akan menyebabkan
kesulitan keuangan bagi pasien dan keluarga.
c) Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan.
Pertimbangan ini juga meliputi keinginan pasien untuk kooperatif dalam
rencana perawatan total dan untuk meningkatkan oral hygiene sehingga
menghasilkan perawatan yang bermanfaat.
d) Gigi malposisi dan overerruption.
e) Gigi impaksi dalam denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan
pembuatan protesa.
f) Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan
tulang yang lebih besar.
g) Beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untuk
meminimalisasi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda, atau
tidak menyatunya rahang.
2.3
Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah keadaan peninggian kadar glukosa darah yang kronik
dan sering disertai dengan abnormalitas metabolisme pada karbohidrat, lipid, dan
protein yang menghasilkan defisiensi insulin yang absolut ataupun relatif yang
menyebabkan resistensi jaringan terhadap efek metabolik selulernya.2,14 Diabetes
mellitus juga merupakan kelainan metabolik yang dikarakteristikkan dengan
hiperglikemia kronik yang dihasilkan dari kerusakan sel beta pankreas (sel penghasil
insulin), reaksi insulin yang tidak seimbang, atau keduanya.15
Hiperglikemia kronis pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, adanya disfungsi dan kegagalan organ-organ lainnya, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah.16
2.3.1 Patofisiologi
Pada individu yang sehat, kadar gula darah biasanya dipertahankan antara 60150 mg/dL per harinya. Insulin memiliki peranan penting dalam regulasi gula darah.
Insulin disintesis di sel beta pankreas dan disekresikan dengan cepat ke dalam darah
sebagai respon untuk meningkatkan gula darah, misalnya setelah makan. Insulin
mengatur homeostasis glukosa dengan cara meningkatkan penyerapan glukosa dari
darah ke dalam sel dan menyimpannya di dalam liver dalam bentuk glikogen. Insulin
juga meningkatkan penyerapan asam lemak dan asam amino, sebagaimana yang
selanjutnya diubah menjadi trigliserida dan cadangan protein.6
Terdapat beberapa proses patogenesis yang terkait dalam pembentukan
diabetes. Hal ini berkisar dari rusaknya autoimun sel beta pankreas dengan akibat
defisiensi insulin yang menyebabkan resistensi insulin. Dasar abnormalitas pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein pada diabetes adalah kurangnya insulin
pada jaringan. Dengan kata lain, kelainan utamanya adalah karena berkurangnya
insulin di dalam sirkulasi darah. Meningginya gula darah terjadi karena bertambahnya
glukosa yang dikeluarkan oleh hati, sedangkan penggunaan glukosa oleh jaringan
perifer menurun. Defisiensi insulin akan menyebabkan sekresi insulin yang inadekuat
dan berkurangnya respon jaringan terhadap insulin dalam reaksi hormon.
Pengurangan sekresi insulin dan kerusakan pada reaksi insulin biasanya terjadi pada
pasien yang sama, dan biasanya tidak jelas mana yang menjadi abnormalitas, dan jika
salah satu saja, maka penyebab utamanya adalah hiperglikemia.5,16
yang
dikarakteristikkan
dengan
peningkatan
glukoneogenesis,
atau juvenile onset diabetes, biasanya merupakan hasil dari kerusakan autoimun pada
sel beta pankreas.6,16
Immune mediated diabetes biasanya terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja,
tetapi dapat juga terjadi di semua usia. Hal ini terjadi karena defisiensi insulin dan
pasien memiliki insiden komplikasi yang parah. Penyebabnya adalah dikarenakan
oleh penghancuran autoimun-mediasi pada sel beta pankreas yang memproduksi
insulin. Jadi, pasien DM tipe 1 cenderung mengalami ketoasidosis, komplikasi dan
metabolisme akut yang mengancam kehidupan, dan sepenuhnya tergantung pada
insulin eksogen untuk bertahan hidup. Ketoasidosis dapat menurunkan pH dalam
darah dengan cepat, yang mengarah pada koma dan kematian. Tanda dan simptom
pada pasien ini relatif tiba-tiba dan biasanya timbul pada usia muda, misalnya 15
tahun, walaupun diabetes tipe ini dapat terjadi pada semua usia.6,14
Hiperglikemia merupakan tanda utama yang muncul pada diabetes mellitus
karena hal ini adalah komplikasi metabolik kronis. Komplikasi metabolik kronis
umumnya terjadi lebih parah pada pasien DM tipe 1. Hal ini termasuk pada
kerentanan terhadap infeksi dan penyembuhan yang melambat, neuropati, retinopati,
dan nefropati (penyakit mikrovaskular); dipercepat oleh aterosklerosis yang
kemudian dihubungkan dengan myocardial infark, stroke, aneurisme aterosklerosis
(penyakit makrovaskular), dan amputasi. Pembentukan lesi sekunder pada pasien
diabetes berhubungan dengan derajat keparahan dan durasi hiperglikemia.14
Pasien DM tipe 1 juga cenderung mengalami kelainan autoimun lainnya, seperti
Graves disease, Hashimotos thyroiditis, dan Addisons disease. Beberapa kasus DM
tipe 1 memiliki penyebab yang belum diketahui dan kemungkinan berkaitan dengan
infeksi viral atau karena faktor lingkungan yang sulit didefinisikan.6 Maka dari itu,
dokter gigi harus mempertimbangkan dengan hati-hati akan adanya potensi
pembentukan penyakit endokrin mediasi autoimun yang dikarakteristikkan dengan
hipofungsi ketika menilai manajemen klinis pada seorang penderita DM tipe 1.14
Sering pula ditemukan faktor predisposisi genetik dimana faktor ini lebih banyak
ditemukan pada populasi Afrika-Amerika, Spanyol, dan Amerika-India.6,14
pemeriksaan. Telah dilaporkan pada suatu studi adanya korelasi positif antara derajat
perdarahan gingiva dan tingkat fruktosamin yang tinggi. Pemeriksaan serum
fruktosamin sering kali terlihat pada wanita hamil dan khususnya wanita hamil yang
kebutuhan insulin dan glukosanya untuk waktu tertentu dipengaruhi oleh penyakit
akut maupun sistemik.15
Pemeriksaan gula darah puasa yang hasilnya lebih dari 126 mg/dL terdiagnosa
akan adanya diabetes. Jika pengukuran gula darah puasa antara 110 sampai 126
mg/dL, maka pemeriksaan toleransi glukosa oral harus dilakukan untuk menentukan
derajat intoleransi glukosa. Gula darah puasa lebih dari 126 mg/dL, tingkat glukosa
acak lebih dari 200 mg/dL, dan di samping gejala DM lainnya (polidipsia, poliuria,
polifagia, kehilangan berat badan, dan rasa lemah) merupakan indikator yang pasti
untuk mendiagnosis DM. Penemuan gula darah positif harus dikonfirmasi dengan
mengulang pemeriksaan pada hari-hari berikutnya.15
2.3.5.3 Kandidiasis
Kandidiasis oral merupakan infeksi fungal yang biasanya berhubungan dengan
hiperglikemia dan merupakan komplikasi pada diabetes yang terkontrol rendah
maupun tidak terkontrol. Lesi oral berhubungan dengan kandidiasis, termasuk median
rhomboid glossitis (atropi papilla tengah), glositis atropik, denture stomatitis,
pseudomembraneous candidiasis (thrush), dan angular cheilitis. Candida albicans
adalah komponen flora oral normal yang jarang berkolonisasi dan menginfeksi
mukosa oral tanpa faktor pendukung. Hal ini mencakup kondisi yang berkompromis
dengan imun, misalnya AIDS, kanker, atau diabetes, maupun penggunaan gigitiruan
yang digubungkan dengan oral hygiene yang buruk dan penggunaan antibiotik
spektrum luas dalam jangka waktu panjang. Disfungsi saliva, kompromis fungsi
imun, dan hiperglikemia yang memberikan potensi substrat untuk pertumbuhan fungi
merupakan faktor utama terjadinya kandidiasis oral pada pasien dengan diabetes.21
Infeksi oral akut biasanya terjadi pada diabetes dengan kontrol rendah dan
berdasarkan pada tingkat keparahannya. Kontrol glikemik pada manajemen diabetes
merupakan kunci utama untuk menurunkan dampak oral infeksi akut.21
2.4
Riwayat medis dan pemeriksaan klinis pada pasien merupakan hal yang penting
dilakukan untuk memastikan keberhasilan hasil dari prosedur pencabutan gigi.
Pemeriksaan riwayat medis ditegakkan melalui sejumlah pertanyaan yang
menyinggung keberadaan kondisi patologis yang mungkin merugikan dan
mempengaruhi prosedur pencabutan gigi dan membahayakan kehidupan pasien.22
Penaksiran risiko operatif pada pasien dengan diabetes mellitus umumnya mirip
dengan pasien lain, yakni di antaranya penting untuk mendiagnosis, mengevaluasi,
dan merawat sistemiknya sebelum pencabutan gigi dilakukan. Sebagai tambahan,
penaksiran ini harus fokus pada komplikasi jangka panjang yang disebabkan diabetes,
seperti mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati, yang kemungkinan memiliki
risiko. Perhatian khusus juga harus diberikan pada pasien yang belum terdiagnosa.
Maka dari itu, dokter gigi harus sangat berhati-hati apabila akan melakukan tindakan
pencabutan gigi pada pasien yang memiliki diabetes mellitus, dan hal-hal berikut ini
diikuti dengan baik.22,23
2.4.1
Tes Skrining
2.4.2
2.4.3
Diet
Diet pada pasien diabetes tidak boleh diubah baik sebelum maupun sesudah
tindakan pencabutan gigi dilakukan. Sebelum pencabutan, dan khususnya setelahnya,
pasien sering kali menolak untuk makan atau tidak bisa makan karena adanya rasa
sakit setelah pencabutan dan perdarahan yang apabila keadaan ini berlanjut maka
akan menyebabkan hipoglikemia.22
2.4.4
2.4.5
Anestesi
lokal
harus
diberikan
dengan
hati-hati
karena
konsentrasi
penderita
diabetes
mellitus.
Noradrenalin
memiliki
efek
2.4.6
Pemberian Obat
2.4.7
Penyembuhan Luka
Mikroangiopati
yang
terjadi
pada
penderita
diabetes
mellitus
dapat
2.4.8
Kadar gula darah yang sebaiknya dimiliki pasien diabetes mellitus saat
pencabutan gigi akan dilakukan yaitu tidak kurang dari 70 mg/dL dan tidak lebih dari
150 mg/dL.4,22
2.5
Terdapat dua keadaan darurat utama yang akan dihadapi dokter gigi pada
pasien diabetes, yaitu syok insulin (hipoglikemia) dan ketoasidosis (hiperglikemia).
Kedua kondisi ini lebih sering timbul pada diabetes tipe 1 daripada tipe 2 karena
diabetes tipe 1 lebih sulit dikontrol dan perawatannya memerlukan insulin (insulin
dependent). Hipoglikemia adalah kasus yang paling penting, dimana muncul pada
saat kadar gula darah lebih rendah daripada 55mg/100mL. Hipoglikemia muncul
dengan cepat dan dikarakteristikkan dengan adanya rasa lapar, rasa lelah, berkeringat,
kebingungan, vertigo, gemetar, wajah memucat, perasaan gelisah, sakit kepala,
parestesia bibir dan lidah, diplopia dan pandangan mengabur, dan kelainan neurologi.
Pada kasus yang lebih parah, dapat terjadi pengeluaran keringat yang berlebihan,
hipertensi otot, dan akhirnya kehilangan kesadaran, koma, bahkan kematian.1,22
Karena hipoglikemia dapat terbentuk dengan cepat, keadaan ini lebih sering
terlihat pada praktik dokter gigi daripada hiperglikemia. Hipoglikemia muncul karena
asupan karbohidrat yang inadekuat dalam hubungannya dengan insulin atau karena
KERANGKA TEORI
Pengetahuan dan
Perilaku
Pencabutan
Gigi
DM Tipe 1
Diabetes
Mellitus
Patofisiologi
DM Tipe 2
Klasifikasi
GDM
Tanda dan
Gejala
Diagnosis
Komplikasi
Oral
Tindakan
Tes Skrining
Waktu
Pencabutan
Keadaan darurat
pada DM
Syok insulin
Ketoasidosis
Diet
Diabetes dan
Infeksi
Pemberian
anestesi lokal
Pemberian
obat
Penyembuhan
luka
KGD saat
pembedahan
Burning Mouth
Syndrome (BMS)
Lichen Planus
Infeksi Oral Akut
KERANGKA KONSEP
Pengalaman Pribadi
Penjelasan orang lain
Penalaran deduktif
Penalaran induktif
Karakteristik individu
dan lingkungan
Dokter Gigi
Pengetahuan
Perilaku
Diabetes Mellitus
Patofisiologi
DM
Klasifikasi
DM
Tanda dan
Gejala DM
Diagnosis
DM
Komplikasi
Oral DM
Keadaan
Darurat DM