Professional Documents
Culture Documents
and
Diringkas Oleh
Kelompok 1/Kelas A
1 Leni Pradasari
2 Maylia Nurkhusna
3 Merry Anggita Mukti
( F0313049)
( F0313056)
( F0313058)
CHAPTER 23
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
1)
has the responsibility to view managements assertions with a healthy skepticism and to look
to the internal and external auditors for perspective.
There may be occassions when the audit committee meets privately with members of
management, such us to discuss the appointment or dismissal of internal or external
auditors. And there should be occassions when the audit committee meets in executive
session with no one else present. For example, to fulfill thir oversight role, the may want to
have candid discussions about the quality of management.
Menurut the Institute of Internal Auditors Research Foundation tanggung jawab
komite audit memerlukan interaksi secara signifikan dengan manajemen secara efektif.
Namun kehadiran manajemen tidak diharuskan dalam tiap rapat. Praktek yang baik
membutuhkan partisipasi aktif dari manajemen dalam rapat komite. Laporan atas beberapa
aktivitas manajemen yang krusial terhadap komite merupakan salah satu tanggungjawabnya.
3.
Komunikasi Komite Audit dengan Internal Auditor
Komunikasi internal auditor dengan komite audit antara lain diatur dalam Statement
on Auditing Standard (SAS) No. 61, yaitu disebutkan 8 (delapan) hal, sebagai berikut :
Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal dan Laporan Keuangan bebas kesalahan
material,
seleksi kebijakan akuntansi,
estimasi akuntansi,
dampak adjustment hasil audit,
pertanggungjawaban data non keuangan yang disepakati bersama,
ketidaksepakatan manajemen dan internal auditor,
diskusi pilihan eksternal auditor,
Masalah proses akuntansi, keterlambatan laporan tak masuk akal dan batas waktu laporan
tak masuk akal.
4.
Komunikasi Komite Audit dengan Eksternal Auditor
Salah satu tanggungjawab komite audit adalah menilai (mereview) hasil laporan audit
dari eksternal auditor. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan dari
dewan komisaris dengan kompetensi yang dimililiki diharapkan dapat mengoptimalkan
fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Standar Auditing No. 380 diatur mengenai komunikasi antara Akuntan Publik (Eksternal
Auditor) dengan komite audit. Komunikasi antara Komite Audit dengan Eksternal Auditor
dapat berbentuk lisan atau tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain :
Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan
Publik Indonesia.
Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik
Indonesia dapat ditujukan ke berbagai masalah yang menjadi kepentingan komite audit. Sebagai
contoh, komite audit biasanya berkepentingan dengan pengendalian intern dan apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Agar komite audit memahami sifat keyakinan yang
diberikan oleh suatu audit, auditor harus mengkomunikasikan tingkat tanggung jawab yang
dipikulnya mengenai masalah-masalah tersebut berdasarkan standar auditing yang
2)
3)
4)
5)
ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Juga penting bagi komite audit untuk memahami
bahwa standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia didesain untuk
memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, atas laporan keuangan.
Kebijakan akuntansi signifikan.
Auditor harus menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang pemilihan
dan perubahan kebijakan akuntansi atau pelaksanaannya. Auditor juga harus menentukan
bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang metode yang digunakan untuk
mempertanggungjawabkan transaksi signifikan yang tidak biasa dan dampak kebijakan
akuntansi signifikan untuk isu akuntansi yang baru atau kontroversial yang belum ada panduan
atau kesepakatan mengenai perlakuan akuntansinya dari badan berwenang. Sebagai contoh,
mungkin terdapat isu akuntansi signifikan dalam bidang seperti pengakuan pendapatan,
pendanaan tidak disajikan di laporan posisi keuangan (neraca)(off-balance sheet
financing), dan akuntansi untuk investasi ekuitas (equity investment).
Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi.
Estimasi akuntansi merupakan bagian terpadu dari laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen dan didasarkan atas pertimbangan kini manajemen. Pertimbangan tersebut
biasanya didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman tentang peristiwa sekarang dan masa
lalu serta asumsi tentang peristiwa masa yang akan datang. Estimasi akuntansi tertentu sangat
sensitif karena estimasi tersebut signifikan bagi laporan keuangan dan karena kemungkinan
bahwa peristiwa masa yang akan datang yang mempengaruhinya dapat sangat berbeda dari
pertimbangan sekarang manajemen. Auditor harus menentukan bahwa komite audit
mendapatkan informasi tentang proses yang digunakan oleh manajemen dalam merumuskan
estimasi akuntansi yang sangat sensitif tersebut dan tentang dasar yang dipakai oleh
auditor dalam menyimpulkan kewajaran estimasi tersebut.
Penyesuaian audit signifikan.
Auditor harus memberikan informasi kepada komite audit tentang penyesuaian yang
timbul dari audit yang menurut pertimbangannya dapat berdampak signifikan atas proses
pelaporan entitas, baik secara individu atau secara bersama-sama. Untuk tujuan ini,
penyesuaian audit, baik yang dicatat maupun yang tidak dicatat oleh entitas, merupakan
koreksi yang diusulkan terhadap laporan keuangan yang menurut pertimbangan auditor,
mungkin tidak akan terdeteksi kecuali melalui prosedur audit yang dilaksanakan. Masalah
yang menjadi dasar penyesuaian yang diusulkan oleh auditor, namun tidak dicatat oleh entitas
dapat secara potensial menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan masa yang
akan datang, meskipun auditor berkesimpulan bahwa penyesuaian tersebut tidak material
bagi laporan keuangan sekarang.
Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan.
Komite audit seringkali mempertimbangkan informasi yang disusun oleh manajemen
yang menyertai laporan keuangan entitas. Perusahaan tertentu yang menyerahkan laporan
kepada Bapepam diharuskan untuk menyajikan informasi "Analisis dan Pembahasan Umum
oleh Manajemen" terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha dalam laporan tahunan kepada
pemegang saham. SA Seksi 550 [PSA No. 44] Informasi Lain dalam Dokumen yang
6)
7)
8)
9)
1.
2.
3.
Independen ( independence)
Memahami aktivitas bisnis (broad business knowledge)
Memiliki kemampuan komunikasi (communication skills), natural curiosity dan healthy
skepticism.
Vigilance.
Menurut Hiro Tugiman (1996) Anggota komite audit disamping harus ahli di
bidangnya juga dituntut untuk mengetahui dan menguasai bidang akuntansi dan auditing,
analisa laporan keuangan, pembelanjaan perusahaan, sistem informasi manajemen, sistem
dan pengendalian perusahaan, serta tanggap terhadap segala perkembangan.
Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) jumlah anggota
(size) dari komite audit berdasarkan hasil survey terhadap perusahaan yang memiliki komite
audit ternyata sekitar 90 % memiliki komite audit dengan jumlah 3 sampai dengan 5 anggota.
Pada umumnya , sebagian besar komite audit tersebut memiliki anggota yang
berpengalaman dan mempunyai judgment tentang bisnis (perusahaan) dengan baik.
Berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep315/BEJ/06/2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri
dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen
Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan
anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu
diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite
audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. Kep-133/MPBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri
dari 3 (tiga) orang yaitu satu orang anggota komisaris sekaligus sebagai ketua komite audit
dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan. Selanjutnya
persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota komite audit susuai pasal 5 SK tersebut
adalah :
memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup di
bidang pengawasan / pemeriksaan dan bidang-bidang lainnya yang dianggap perlu sehingga
dapat melaksanakan fungsinya secara optimal,
tidak memiliki kepentingan / keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak negatif
dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan, misalnya mempunyai kaitan
keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis
ke samping dengan pegawai atau pejabat BUMN yang bersangkutan, mempunyai kaitan
dengan rekanan BUMN yang bersangkutan,
mampu berkomunikasi secara efektif.
Mengingat saat ini sedang maraknya upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), maka untuk menghindari adanya KKN maka anggota komite audit dipilih
orang yang independen yang berasal dari luar perusahaan sehingga tidak ada conflict of
interest dengan perusahaan. Selain itu keanggotaan komite audit perlu dibatasi masa
tugasnya, misalnya hanya boleh menjadi anggota komite audit suatu perusahaan maksimal
dua periode (dua tahun) saja atau hanya dapat diperpanjang maksimal 1 (satu) kali.
Efektivitas Komite Audit
Walaupun komite audit telah diakui keberadaannya di hampir semua perusahaan di
negara maju, hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolok ukur keberhasilan atau
efektivitas komite audit. Sementara belum terdapat hasil pembuktian secara empiris
mengenai hal ini, Sommer (1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan
masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut Sommer, banyak komite audit yang
hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor
eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi
pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya diduga bukan
saja karena banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai,
tetapi juga karena banyak yang belum memahami peran pokoknya (Makalah Manao, 1997).
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit telah
dilakukan oleh Kalbers & Fogarty. Hasil penelitian tersebut antara lain mengungkapkan
bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan komite
audit dalam menjalankan tugasnya, yaitu : Kewenangan formal dan tertulis bagi komite audit,
Kerjasama manajemen dan kualitas atau kompetensi personil dari komite audit.
Dalam Makalah Herwidayatmo (2000), antara lain dinyatakan bahwa pada September
1998, Arthur Levitt, Chairman the US Securities Excange Commission (SEC),
mengumumkan seperangkat inisiatif (The Levitt Initiatives) yang meliputi bermacam subjek
dan proposal peraturan untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penyimpangan
akuntansi sehingga diharapkan akan meningkatkan keandalan dan transparansi laporan
keuangan. Aspek terpenting dari The Levitt Initiatives adalah perlunya meningkatkan
efektivitas komite audit perusahaan karena komite audit yang berkualitas, mempunyai
komitmen, independen dan kritis akan menjadi pelindung paling handal bagi kepentingan
publik. Sebagai tindak lanjut dari The Levitt Initiatives, dibentuklah The Blue Ribbon
Committee on Improving The Effectiveness of Corporate Audit Committees. Pada Februari
1999, SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit yang hampir semuanya
diadaptasi dari rekomendasiThe Blue Ribbon Committee.
Manfaat Komite Audit
Menurut Hiro Tugiman (1995) manfaat yang bisa diambil dengan dibentuknya
komite audit antara lain :
a.
Dewan komisaris dan dewan direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
b. Bagi eksternal auditor, keberadaan komite audit sangat diperlukan sebagai forum
atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan
kegiatan yang dilakukan oleh eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan,
disamping secara langsung kepada obyek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan
konsultasi dengan komite audit. Makalah Zaki Baridwan (2000), antara lain menyebutkan
bahwa dalam rangka mengawasi kebijakan direksi, dengan bantuan komite audit, komisaris
dapat melakukan berbagai kegiatan pengawasan yang meliputi berbagai hal termasuk
pelaksanaan audit. Ditemukan atau tidaknya kondisi yang dapat dilaporkan akan berbeda
antara satu perikatan dengan perikatan
yang lain, karena dipengaruhi oleh sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta faktor-faktor
lainnya, seperti ukuran entitas, kerumitan dan sifat serta keanekaragaman kegiatan usahanya.
Dalam menentukan permasalahan apa saja yang merupakan kondisi yang dapat
dilaporkan, auditor harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berhubungan dengan
entitas tersebut, seperti ukuran, kerumitan dan keanekaragaman aktivitas, struktur organisasi
dan karakteristik kepemilikan.
Adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang menyangkut desain atau operasi
pengendalian intern mungkin telah diketahui, dan dalam kenyataannya, mungkin merupakan
keputusan yang diambil dengan sadar oleh manajemen - suatu keputusan yang diketahui oleh
komite audit - untuk menerima tingkat risiko tersebut karena pertimbangan biaya atau
pertimbangan lainnya. Hal ini merupakan tanggung jawab manajemen untuk mengambil
keputusan mengenai biaya yang akan ditanggung serta manfaat yang bersangkutan. Auditor
dapat memutuskan bahwa permasalahan tersebut tidak perlu dilaporkan asalkan komite audit
telah mengetahui kekurangan tersebut dan memahami risiko yang bersangkutan. Secara
berkala, auditor harus mempertimbangkan, apakah karena perubahan dalam manajemen,
penerima laporan, atau hanya karena berjalannya waktu, perlu untuk melaporkan
permasalahan demikian secara tepat waktu.
KRITERIA YANG DISEPAKATI
Pada waktu menentukan lingkup auditnya, auditor dan kliennya mungkin
membicarakan pengendalian intern dan berfungsi atau tidaknya pengendalian tersebut. Klien
mungkin meminta auditor untuk waspada terhadap permasalahan tertentu dan untuk
melaporkan kondisi di luar yang dibahas dalam SA Seksi 325. Auditor sebaiknya juga
melaporkan masalah lain, yang menurut penilaiannya, berguna untuk manajemen, walaupun
tanpa permintaan khusus untuk itu.
Lingkup yang disepakati bersama antara auditor dan klien untuk melaporkan kondisi
yang ditemukan dapat meliputi, misalnya, pelaporan persoalan yang tidak sepenting
dibandingkan dengan yang disebutkan dalam SA Seksi 325, adanya kondisi yang
dikemukakan oleh klien, atau hasil penyelidikan lebih lanjut dari permasalahan yang
ditemukan untuk mengidentifikasikan penyebabnya. Dalam lingkup demikian, mungkin
auditor diminta untuk mengunjungi lokasi tertentu, menilai prosedur pengendalian tertentu,
atau melaksanakan prosedur tertentu yang tidak direncanakan sebelumnya.
PELAPORAN - BENTUK DAN ISI
Kondisi yang ditemukan oleh auditor, yang menurut SA Seksi 325dapat dilaporkan
atau yang merupakan hasil kesepakatan dengan klien harus dilaporkan, sebaiknya dilakukan
secara tertulis. Apabila informasi tersebut dikomunikasikan secara lisan, auditor harus
mendokumentasikan komunikasi tersebut dalam kertas kerjanya.
Suatu kondisi yang dapat dilaporkan mungkin sedemikian pentingnya sehingga dapat
dianggap sebagai kelemahan material. Suatu kelemahan material pada pengendalian intern
merupakan kondisi yang dapat dilaporkan, yang desain atau operasi komponen pengendalian
intern tertentu tidak mengurangi risiko sampai tingkat yang relative rendah. Risiko yang
dimaksud mencakup kekeliruan atau kecurangan dalam jumlah material yang bersangkutan
dengan laporan keuangan, yang dapat terjadi dan tidak ditemukan secara tepat waktu oleh
karyawan dalam pelaksanaan normal tugas yang diberikan. Walaupun SA Seksi 325 tidak
mengharuskan auditor untuk secara terpisah mengindentifikasikan dan mengkomunikasikan
kelemahan material, auditor mungkin memilih atau klien mungkin meminta agar auditor
secara terpisah mengindentifikasikan dan mengkomunikasikan kondisi yang dapat
dilaporkan, yang menurut pertimbangan auditor merupakan kelemahan material.
Berikut ini adalah contoh bagian dari laporan yang dapat digunakan, jika auditor
ingin, atau diminta untuk, memberitahu komite audit secara tertulis bahwa satu atau lebih
kondisi yang dapat dilaporkan telah diidentifikasi, tetapi tidak ada yang dipandang sebagai
kelemahan material.
[Cantumkan paragraf pertama laporan yang digambarkan pada contoh laporan sebelumnya]
[Cantumkan paragraf untuk menggambarkan kondisi yang dapat dilaporkan yang
ditemukan]
Suatu kelemahan material adalah suatu kondisi yang dapat dilaporkan, yang desain atau
operasi satu atau lebih unsur pengendalian intern tidak mengurangi risiko sampai ke tingkat
yang relatif rendah. Risiko yang dimaksud mencakup kekeliruan atau kecurangan dalam
jumlah yang dapat menjadi material dalam hubungan dengan laporan keuangan, yang dapat
terjadi dan tidak ditemukan secara tepat waktu oleh karyawan dalam pelaksanaan normal
tugas yang diberikan.
Pertimbangan kami atas pengendalian intern tidak menjamin terungkapnya semua
permasalahan dalam pengendalian intern yang mungkin merupakan kondisi yang dapat
dilaporkan dan oleh karenanya, tidak menjamin pengungkapan seluruh kondisi yang dapat
dilaporkan, sebagaimana yang didefinisikan di atas. Namun, kami yakin, tidak ada satu pun
kondisi yang diungkapkan di atas merupakan suatu kelemahan material.
[Cantumkan paragraf terakhir laporan yang digambarkanpada contoh laporan sebelumnya]
Untuk menghindari salah pengertian mengenai terbatasnya tingkat keyakinan
berkenaan dengan penerbitan laporan tertulis oleh auditor, ia tidak boleh mengeluarkan
pernyataan bahwa tidak ditemukan kondisi yang dapat dilaporkan selama audit.
Karena komunikasi secara tepat waktu adalah penting, auditor dapat memutuskan
untuk mengkomunikasikan permasalahan penting yang ditemukan selama berlangsungnya
audit tanpa menunggu sampai audit berakhir.
Keputusan apakah suatu komunikasi interim akan dilakukan atau tidak, dipengaruhi
oleh tingkat pentingnya permasalahan yang ditemukan dan mendesaknya tindak lanjut
perbaikan.
meminta keterangan kepada manajemen yang bersangkutan dan staf audit intern mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan auditor intern berikut ini:
1. Status auditor intern dalam organisasi entitas.
2. Penerapan standar profesional
3. Perencanaan audit, termasuk sifat, saat, dan lingkup pekerjaan audit.
4. Akses ke catatan dan apakah terdapat pembatasan atas lingkup aktivitas mereka.
a.
b.
c.
d.
Pada waktu menentukan kompetensi auditor intern, auditor harus memperoleh atau
memutakhirkan informasi dari audit tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut ini:
a. Tingkat pendidikan dan pengalaman profesional auditor intern.
b. Ijazah profesional dan pendidikan profesional berkelanjutan.
c. Kebijakan, program, dan prosedur audit.
d. Praktik yang bersangkutan dengan penugasan auditor intern.
f. Supervisi dan review terhadap aktivitas auditor intern.
g. Mutu dokumentasi dalam kertas kerja, laporan, dan rekomendasi.
h. Penilaian atas kinerja auditor intern.
Objektivitas Auditor Intern
Pada waktu menetapkan objektivitas auditor intern, auditor harus memperoleh atau
memutakhirkan informasi dari tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut ini:
a. Status organisasi auditor intern yang bertanggung jawab atas fungsi audit intern, yang
meliputi:
(1) Apakah auditor intern melapor kepada pejabat yang memiliki status memadai untuk menjamin
lingkup audit yang luas dan memiliki pertimbangan dan tindakan memadai atas temuantemuan dan rekomendasi auditor intern.
(2) Apakah auditor intern memiliki akses langsung dan melaporkan secara teratur kepada dewan
komisaris, komite audit, atau manajer pemilik.
(3) Apakah dewan komisaris, komite audit, atau manajer pemilik melakukan pengawasan terhadap
keputusan pengangkatan dan pemberhentian yang bersangkutan dengan auditor intern.
b. Kebijakan untuk mempertahankan objektivitas auditor intern mengenai bidang yang
diaudit,
termasuk:
(1) Kebijakan pelarangan auditor intern melakukan aktivitas dalam bidang yang diaudit yang
keluarganya bekerja pada posisi penting atau posisi yang sensitif terhadap audit.
(2) Kebijakan pelarangan auditor intern melakukan audit di bidang yang sama dengan bidang
yang baru saja diselesaikannya.
Penentuan Kompetensi dan Objektivitas
Dalam menetapkan kompetensi dan objektivitas, auditor biasanya mempertimbangkan
informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dengan fungsi audit intern, dari
diskusi dengan manajemen, dan dari review terhadap mutu yang terakhir dilaksanakan oleh
pihak eksternal, jika hal ini dilaksanakan, atas aktivitas fungsi audit intern. Auditor dapat pula
menggunakan standar profesional auditing intern sebagai kriteria untuk melakukan penentuan
kompetensi dan objektivitas auditor intern. Auditor juga mempertimbangkan perlunya
melakukan pengujian efektivitas faktor-faktor Lingkup pengujian tersebut bervariasi sesuai
dengan dampak yang diinginkan dari pekerjaan auditor intern terhadap audit. Jika auditor
menentukan bahwa auditor intern cukup kompeten dan objektif, ia kemudian harus
mempertimbangkan bagaimana pekerjaan auditor intern terhadap audit
mencakup pekerjaan audit yang relevan di berbagai lokasi, auditor dapat melakukan
koordinasi pekerjaan dengan aduitor intern dan mengurangi jumlah lokasi entitas yang
seharusnya memerlukan pelaksanaan prosedur audit.
Tingkat Saldo Akun atau Golongan Transaksi
Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, auditor melakukan prosedur untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti audit tentang asersi manejemen. Auditor menetapkan
risiko pengendalian untuk setiap asersi yang signifikan dan melaksanakan pengujian
pengendalian (test of control) untuk mendukung penentuan di bawah maksimum. Pada waktu
merencanakan dan melaksanakan pengujian pengendalian, auditor dapat mempertimbangkan
hasil prosedur yang direncanakan atau dilaksanakan oleh auditor intern. Sebagai contoh,
lingkup auditor intern mungkin mencakup pengujian pengendalian untuk kelengkapan utang
usaha. Hasil pengujian auditor intern tersebut dapat memberikan informasi memadai tentang
efektivitas pengendalian dan dapat mengubah sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
dilaksanakan oleh auditor.
Prosedur Substantif
Beberapa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor intern dapat memberikan bukti
langsung tentang salah saji material dalam asersi mengenai saldo akun atau golongan
transaksi tertentu. Sebagai contoh, auditor intern, sebagai bagian pekerjaannya, dapat
melakukan konfirmasi piutang usaha tertentu dan melakukan pengamatan sediaan fisik
tertentu. Hasil prosedur ini dapat memberikan bukti yang dapat dipertimbangkan oleh auditor
dalam membatasi risiko deteksi bagi asersi yang bersangkutan. Sebagai akibatnya, auditor
dapat mengubah saat prosedur konfirmasi, jumlah piutang yang dikonfirmasi, atau jumlah
lokasi sediaan fisik yang diamati.
LINGKUP DAMPAK PEKERJAAN AUDITOR INTERN
Meskipun pekerjaan auditor intern berdampak terhadap prosedur audit, auditor harus
melaksanakan prosedur untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
mendukung laporan auditor. Bukti yang diperoleh auditor dari pengetahuan pribadi langsung
termasuk pemeriksaan fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi umumnya bersifat lebih
meyakinkan dibandingkan dengan informasi yang diperoleh secara tidak langsung. Tanggung
jawab untuk melaporkan tentang laporan keuangan hanya terletak di tangan auditor. Tidak
seperti halnya dengan situasi yang di dalamnya auditor menggunakan pekerjaan auditor
independen lain, tanggung jawab ini tidak dapat dibagi dengan auditor intern. Karena auditor
mempunyai tanggung jawab akhir untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan,
pertimbangan mengenai penentuan risiko bawaan dan risiko pengendalian, materialitas salah
saji, dan kecukupan pengujian yang dilaksanakan, penilaian atas estimasi akuntansi
signifikan, serta masalah lain yang berdampak terhadap laporan auditor harus tetap
merupakan tanggung jawab auditor.
Dalam memutuskan luasnya dampak pekerjaan auditor intern terhadap prosedur audit,
auditor mempertimbangkan:
a.
Materialitas jumlah dalam laporan keuangan, yaitu saldo akun, atau golongan transaksi.
b. Risiko (terdiri dari risiko bawaan dan risiko pengendalian) salah saji material asersi yang
bersangkutan dengan jumlah dalam laporan keuangan.
c.
Tingkat subjektivitas dalam penilaian bukti audit yang dikumpulkan dalam mendukung
asersi.
Jika materilitas jumlah dalam laporan keuangan meningkat dan baik risiko salah saji
material maupun tingkat subjektivitas juga meningkat, kebutuhan auditor untuk melakukan
pengujiannya sendiri terhadap asersi juga meningkat. Jika faktor-faktor tersebut berkurang,
kebutuhan auditor untuk melaksanakan pengujiannya sendiri terhadap asersi juga berkurang.
Untuk asersi yang berkaitan dengan jumlah material dalam laporan keuangan, yang
memilki risiko salah saji material yang tinggi atau tingkat subjektivitas dalam penilaian bukti
audit yang tinggi, auditor harus melaksanakan prosedur memadai untuk memenuhi tanggung
jawabnya. Dalam menentukan prosedur, auditor mempertimbangkan hasil pekerjaan (seperti
pengujian pengendalian dan pengujian substantif) yang dilaksanakan oleh auditor intern atas
asersi yang bersangkutan. Namun, untuk asersi semacam itu, pertimbangan atas pekerjaan
auditor intern tidak dapat dengan sendirinya mengurangi risiko audit ketingkat yang dapat
diterima untuk menghilangkan perlunya pelaksanaan pengujian asersi tersebut secara
langsung oleh auditor. Asersi tentang penilaian aktiva dan utang yang mencakup estimasi
akuntansi yang signifikan, dan tentang eksistensi dan pengungkapan transaksi antarpihak
yang memiliki hubungan istimewa, hal bersyarat (contingency), ketidakpastian, serta
peristiwa kemudian, adalah contoh asersi yang mungkin memiliki risiko salah saji material
yang tinggi atau melibatkan tingkat subjektivitas yang tinggi dalam penilaian bukti audit.
Di lain pihak, untuk asersi tertentu yang berkaitan dengan jumlah yang kurang
material dalam laporan keuangan, yang memiliki risiko salah saji material rendah atau tingkat
subjektivitas dalam penilaian bukti auditnya rendah, auditor dapat memutuskan, setelah
mempertimbangkan keadaan dan hasil pekerjaan (baik pengujian pengendalian maupun
pengujian substantif) yang dilaksanakan oleh auditor intern atas asersi yang bersangkutan,
bahwa risiko audit telah diturunkan ke tingkat yang dapat diterima dan bahwa pengujian
asersi tersebut secara langsung oleh auditor tidak perlu dilakukan. Asersi tentang eksistensi
kas, aktiva yang dibayar di muka, dan penambahan aktiva tetap adalah contoh asersi yang
mungkin memiliki risiko salah saji material yang rendah atau melibatkan tingkat subjektivitas
yang rendah dalam penilaian bukti audit.
KOORDINASI PEKERJAAN AUDIT DENGAN AUDITOR INTERN
Jika pekerjaan auditor intern diharapkan mempunyai dampak terhadap prosedur yang
dilasanakan oleh auditor, hal ini akan efisien jika auditor dan auditor intern
mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan:
a.
Menyelenggarakan rapat berkala.
b.
c.
d.
e.
CHAPTER 24
ETHICS AND WHISTLEBLOWER PROGRAMS
A. SEJARAH WHISTLEBLOWING
Undang-undang terbaru whistleblowing adalah Sarbanes-Oxley Act (SOx) yang
mendorong pegawai untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi tanpa ada rasa takut
tindakan balas dendam. Undang-undang yang muncul karena skandal-skandal besar yang
terjadi di AS, seperti Enron dan Worldcom, juga menyebutkan, usaha balas dendam
terhadap seorang whistleblower merupakan pelanggaran. Di negara-negara lain pun,
whistleblowing telah memilki dasar hukum yang kuat. Di Australia ada Australian
Standard AS8004 sedangkan di Inggris ada Public Concern at Work. Inti isinya sama
dengan undang-undang yang berlaku di Amerika. (Learning Center Group, 2006).
Dalam konteks badan usaha, whistleblower diperlukan untuk mencegah terjadinya
fraud melalui pengawasan lingkungan. Dengan adanya mekanisme whistleblower
diharapkan perusahaan dapat menegakkan standar pelayanan dan etika, menerapkan
sistem pencegahan dini (early warning system) dan meningkatkan confidence di dalam
organisasi. Namun, menerapkan whistleblowing di Indonesia tentu tidak semudah itu.
Budaya
umum
pegawai
mungkin
belum
mendukung
terciptanya
mekanisme
whistleblowing.
B. PENGERTIAN WHISTLEBLOWING SECARA UMUM
Whistleblowing adalah usaha yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang
karyawan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipercayai sebagai kecurangan atau
pelanggaran, baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya. Pihak yang dilapori itu
bisa saja atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas. Whistleblowing menarik perhatian
dunia luar dengan melaporkan kesalahankesalahan organisasinya atau keluhan karyawan
ke banyak orang.
Contoh :
1. Whistleblowing
adalah
tindakan
seorang
karyawan
yang
membocorkan
menjunjung
tinggi
nilai
moral
diatas
kepentingan
pribadinya.
Jasa sebagai seorang pengkhianat bagi organisasi atau oknum yang telah
sengaja melakukan tindak kecurangan. Selain itu, dikatakan sebagai
seorang pengkhianat karena mengexpose kesalahan.
Pengetahuan dan pemahaman atas kode etik profesi memiliki peran yang jauh
lebih besar dari sekedar fungsi internal auditor dalam suatu perusahaan. Banyak
perusahaan yang telah berkomitmen untuk menjalankan bisnis dengan memegang prinsip
etika, tetapi hal tersebut seringkali tidak bertahan lama. Dalam Sarbanes Oxley Act (SOx),
telah ditekankan mengenai pentingnya dalam menerapkan suatu lingkungan yang beretika
pada perusahaan dalam menjalankan bisnis. Banyak inisiatif yang juga sudah dilakukan
oleh departemen lain, seperti human resource department dan corporate legal. Selain
menekankan pada lingkungan bisnis yang beretika, perusahaan juga harus menekankan
pada kode etik setiap stakeholder perusahaan, pengakuan pada nilai-nilai bisnis yang
dianut oleh perusahaan, dan juga program whistleblower.
Konsep dari program whistleblower adalah semua karyawan atau stakeholder
lainnya dapat melaporkan suatu kecurangan atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kode
etik yang berlaku. Program whistleblower ini telah menjadi elemen dari SOx. Internal
auditor harus mengerti tentang peran dari whistleblower dan memahami bagaimana
aktivitas ini berpengaruh bagi lingkungan pengendalian dalam bisnis.
E. ENTERPRISE ETHICS, COMPLIANCE, AND GOVERNANCE
Para investigator, regulator, dan wartawan menyatakan bahwa mayoritas
perusahaan-perusahaan yang terkenal, gagal dalam menjalankan bisnisnya kerena
perilaku tidak etis yang dilakukan oleh manager dari berbagai level. Kegagalan dalam
bisnis seperti yang diungkapkan di atas, bukan merupakan suatu hal yang baru lagi.
Internal auditor tentu sudah tidak asing lagi dengan program-program etika dan
kode etik (code of conduct). Code of conduct merupakan komponen utama dari standar
profesi internal audit. Telah banyak internal auditor yang terlibat dalam mereview dan
membantu dalam meningkatkan program etika perusahaan yang telah disusun. SOx telah
mengatur secara khusus mengenai kode etik dari karyawan senior dan juga mengenai
program whistleblower yang diarahkan oleh komite audit. Dalam SOx, telah diatur bahwa
CFO (Chief Financial Officer) harus menandatangani kode etik yang ada dalam
perusahaan. Hal ini dilakukan karena tidak ada suatu jaminan bahwa CFO akan selalu
mengikuti kode etik yang berlaku dalam perusahaan. Hal-hal yang diatur dalam SOx
hanya terbatas bagi senior financial officer. Perusahaan dalam hal ini harus secara umum
mengimplementasikan nilai-nilai etis yang telah diatur dalam SOx kedalam keseluruhan
perusahaan dan kepada para stakeholdernya. Beberapa kode etik sangat spesifik dan
memang diperuntukkan bagi financial officer, tetapi perusahaan secara keseluruhan juga
membutuhkan nilai-nilai yang lebih besar atau umum untuk diaplikasikan kedalam
perusahaan.
Program etika yang efektif bagi perusahaan dimulai dengan pemahaman mengenai
resiko lingkungan bisnis. Penekanan kode etik tersebut mungkin akan berbeda pada tiap
level jabatan dalam perusahaan, tetapi setiap orang harus memperhatikan nilai-nilai dalam
perusahaan dan juga misi perusahaan. Internal auditor menjadi posisi penting dalam
mengimplementasikan kode etik pada perusahaan tersebut. Internal auditor tidak hanya
harus megerti mengenai internal accounting control perusahaan, tetapi juga harus
memiliki pemahaman mengenai program etika perusahaan yang efektif.
(a) Ethics First Step: Developing A Mission Statement
Setiap perusahaan, baik yang berskala kecil maupun besar harus memiliki
misi yang mendeskripsikan tujuan dan nilai yang dianut perusahaan tersebut. Misi
harus menjadi sumber arahan bagi para karyawan, pelanggan, stockholder
mengenai apa yang hendak dicapai oleh perusahaan. Misi perusahan yang efektif
dapat membantu menciptakan etika organisasi yang kuat dan menciptakan good
corporate governance dalam perusahaan. Misi yang efektif tersebut juga dapat
menjadi suatu aset yang berharga bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan.
(b) Understanding the Ethics Risk Environment
Setiap perusahaan pasti memiliki resiko bisnis yang dapat membatasi
aktivitas operasional perusahaan, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas maupun
hal lainnya. Program etika yang efektif yang telah disusun oleh perusahaan tidak
dapat dijadikan sebagai suatu pegangan atau patokan bahwa perusahaan tersebut
dapat bebas dari resiko, seperti gempa bumi atau bencana besar, tetapi program
etika tersebut dapat membantu menjadi perisai untuk menghadapi berbagai
resiko bisnis yang mungkin terjadi di luar faktor tersebut. Beberapa karyawan
akuntansi memutuskan untuk melanggar peraturan yang ada sebelum SOx, dimana
pengabaian terhadap etika ini dapat memunculkan resiko dalam berbagai hal.
Contoh: karyawan yang mengcopy software komputer dan menggunakannya di
personal computer miliknya, pekerja pabrik yang mengabaikan prosedur
pengecekan produk final, supplier yang mengirimkan barang dalam jumlah yang
lebih sedikit dari yang dipesan karena tidak pernah dilakukan pengecekan
terhadap shipping notice. Contoh di atas merupakan contoh terhadap pelanggaran
aturan yang ada dan dapat berpotensi menimbulkan resiko dalam bisnis.
lintas
fungsi
manajemen,
dapat
bersatu
bersama
untuk
mengembangkan atau meninjau kembali kode etik yang ada. Tim tersebut harus
dapat memeriksa permasalahan bisnis apa saja yang sedang dihadapi perusahaan,
dan merancang serangkaian aturan yang dapat diaplikasikan sesuai untuk
permasalahan tersebut. Setiap perusahaan memiliki kode etik yang berbeda, dari
segi cara, format, dan ukurannya.
(b) Komunikasi terhadap stakeholders, dan memastikan Kepatuhan
etik yang ada, melakukan investigasi pada pihak-pihak terkait, serta bagaimana
cara penanganan terhadap pelanggaran tersebut.
Jika perusahaan telah menyampaikan dengan tegas kode etik yang ada
dengan sebuah pesan dari CEO tentang pentingnya tindakan yang etis, semua
stakeholders diharapkan untuk mengikuti aturan tersebut. Bagaimanapun juga,
manusia tetap saja manusia, dan akan selalu ada yang melanggar aturan atau
berjalan diluarnya. Suatu perusahaan haruslah membuat suatu cara untuk
membuat karyawan atau pihak luar dapat melaporkan pelanggaran-pelanggaran
yang potensial terjadi atas kode etik tersebut, melalui cara yang aman dan rahasia.
Banyak cara pelaporan tersebut dapat dilakukan melalui whistleblower. Kode etik
merupakan serangkaian aturan untuk tindakan yang diharapkan terjadi oleh
perusahaan, maka ketika aturan ini dilanggar, hal tersebut haruslah diinvestigasi
dan ada tindakan perbaikan harus diambil secara konsisten. Kebanyakan
pelanggaran terhadap kode etik ini dapat ditangani melalui prosedur normal
bagian HRD perusahaan, yang mana harus menciptakan proses tindak lanjut, yang
pertama tama dapat dilakukan melalui peringatan verbal, atau bisa dengan
kemungkinan pemutusan hubungan kerja untuk pelanggaran yang telah dilakukan
berulang kali. Beberapa pelanggaran, harus dilaporkan kepada pihak yang
berwajib di luar perusahaan.
Pelanggaran terhadap aturan SOx, seperti misalnya pencurian barang di
gudang akan dilaporkan kepada jaksa penuntut yang ada di wilayah bersangkutan.
Ketika hal ini diberitahukan dan dilaporkan ke pihak luar, hal tersebut telah keluar
dari kendali atau tanggung jawab perusahaan. Keseluruhan tujuan dari semua ini
adalah perusahaan memiliki beberapa proses untuk memastikan seluruh
stakeholders berlaku baik dan beretika, seperti yang telah dijelaskan di dalam
kode etik, dan untuk menyediakan mekanisme pelaporan pelanggaran yang
konsisten, dan pengambilan tindakan disiplin apabila dibutuhkan.
(d) Menjaga Kode Etik Tetap Dilaksanakan
Banyak dari aturan dasar perusahaan tentang berperilaku baik dan beretika,
dan aturan-aturan spesifik lainnya, tidak mengalami perubahan dari tahun ke
tahun. Seperti contoh, aturan yang menyatakan bahwa stakeholders memiliki
tanggung jawab untuk menjaga aset, properti, kas, dan sumber daya lainnya,
aturan tersebut tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perusahaan
haruslah melakukan peninjauan kembali terhadap kode etik yang telah dipublikasi
secara berkala, paling tidak satu kali dalam dua tahun, untuk memastikan bahwa
petunjuk atau arahan itu masih bisa berlaku dan masih dapat diterima pada saat
ini. Peninjauan berkala ini bisa meliputi pernyataan yang menyatakan kebutuhan
akan laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu pada semua level dalam
perusahaan, atau bisa meliputi komitmen perusahaan untuk menghindari segala
bentuk kecurangan fnansial. Setiap perubahan atau revisi yang dilakukan terhadap
kode etik perusahaan, haruslah disampaikan kepada semua pihak dengan proses
yang sama jelasnya seperti pada saat kode etik itu pertama kali dipublikasikan.
Revisi atau perubahan itu juga harus disampaikan kepada semua stakeholders,
dengan penjelasan tentang perubahan yang dilakukan dan keharusan untuk
memahaminya.
Apabila ada karyawan atau stakeholder baru yang bergabung dalam
perusahaan, mereka juga harus diberikan kode etik yang berlaku di perusahaan,
dan mereka harus membaca serta bersedia mematuhinya. Pertimbangan bagi
karyawan baru, mereka bisa djelaskan dan diberikan pemahaman mengenai kode
etik yang ada, serta komitmen perusahaan dalam menjalankannya, melalui online
video. Begitu juga apabila kode etik itu mengalami revisi atau tidak, seluruh
stakeholders harus ditanya secara berkala untuk menegaskan kembali mereka
telah membaca kode etik tersebut dan bersedia terus patuh terhadapnya.
Sejalan dengan misi yang telah ditetapkan, perusahaan harus menjaga
konsistensi dari kode etik dan aturanaturan
stakeholders di setiap saat. Hal ini dapat tercapai melalui poster bulletin board
yang ditempelkan di areaarea tertentu dalam perusahaan, dimasukkan dalam
segment tertentu saat ada pelatihan karyawan. Internal auditor harus memainkan
peranan penting dalam mendorong berlakunya kode etik ini dan memonitor
kepatuhan tiap anggota perusahaan melalui review, serta kontak berkelanjutan
terhadap perusahaan. Internal auditor harus sangat waspada terhadap kode etik
perusahaan, dan menggunakannya sebagai dasar dalam pelaporan adanya
pelanggaran, serta dalam membuat rekomendasi sepanjang melakukan internal
audit.
G. MENDESAIN MEKANISME WHISTLEBLOWER YANG SESUAI DENGAN
PERUSAHAAN
Dalam mengatasi dan menginvestigasi adanya indikasi penyimpangan, perusahaan
sangat memerlukan pengelolaan yang baik di dalam perusahaan. Dalam banyak kasus
penyimpangan yang terjadi, biasanya manajemen puncak perusahaan atau pejabat tinggi
Sebenarnya
di
Indonesia
mekanisme
di
atas
sudah
diterapkan,
bukan hanya
di
perusahaan,
namun juga
dipemerintahan,
yaitu
dengan
adanya
beberapa
beralasan atau bahkan rekayasa untuk menjatuhkan seseorang untuk kepentingan pribadi
serta untuk menjaga keamanan pelapor.
Pedoman
tata
kelola
perusahaan
yang
baik
(GCG)
di
Indonesia
menerima dan memastikan pengaduan atau pelaporan tentang pelanggaran terhadap etika
bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan,
diproses secara wajar dan tepat waktu.
Agar sesuai dengan rekomendasi ini, Dewan Komisaris dapat saja mendelegasikan
aktivitas ini kepada perangkatnya, misalnya kepada Komite Audit. Namun, ada baiknya
pelaporan tidak hanya diterima oleh satu pihak karena dapat mengurangi risiko
penyembunyian informasi tertentu dengan sengaja dan tentu saja menjaga integritas
mekanisme pelaporan.
Organisasi dapat memilih untuk menjalankan sendiri mekanisme whistleblower,
mulai dari penerimaan pengaduan hingga tindak lanjutnya, atau melakukan outsourcing
fungsi penerimaan pengaduan tersebut kepada pihak eksternal yang independen. Pihak
tersebut bertanggungjawab untuk menyampaikan laporan hasil pengaduan yang ada
kepada Dewan Komisaris, melalui tim khusus yang dibentuk untuk menangani pengaduan
yang ada. Tim khusus yang dibentuk untuk menangani pengaduan ini sebaiknya
beranggotakan wakil dari Komite Audit dan wakil dari setidaknya 2 fungsi lain di
organisasi yang memiliki keterkaitan dengan perilaku dan kepatuhan, misalnya Komite
GCG, Bagian SDM, Bagian Hukum, Bagian Audit Internal/Kepatuhan. Aktivitas tindak
lanjut tetap merupakan tanggung jawab dari organisasi yang bersangkutan.
Agar mekanisme whistleblower ini efektif, tentu perlu dilakukan sosialisasi.
Sosialisasi mengenai keberadaan mekanisme whistleblower, juga dapat membantu
menciptakan kondisi kerja yang dilandasi etika, melalui adanya deskripsi yang jelas
mengenai berbagai jenis perilaku yang diharapkan untuk diterapkan di dalam organisasi.
Mekanisme tersebut harus diinformasikan kepada seluruh pemangku kepentingan,
termasuk karyawan, mitra kerja, dan investor.
Selain itu, jika dimungkinkan, tersedianya sistem yang dapat secara otomatis
memberikan nomor secara acak kepada telepon yang dilakukan oleh pelapor akan sangat
bermanfaat untuk memfasilitasi dilakukannya peneleponan kembali. Termasuk sangat
berguna untuk melakukan dialog lebih lanjut dengan pelapor dalam proses investigasi.
Namun demikian, tentu harus tetap dipastikan terjaminnya kerahasiaan identitas pelapor
dan juga perlindungan terhadap pelapor, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan atau
bahkan membahayakan pelapor. Tanpa adanya kepastian ini, mekanisme whistleblower
akan sama sekali tidak bermanfaat dan hanya akan menjadi pajangan saja, karena tidak
akan ada orang yang mau melaporkan sesuatu jika tindakan tersebut akan membahayakan
dirinya atau bahkan keluarganya.
PEMBAHASAN KASUS
Whistleblowing & the Environment:
The Case of Avco Environmental
Chantale Leroux works as a clerk for Avco Environmental Services, a small toxicwaste disposal company. The company has a contract to dispose of medical waste from a
local hospital. During the course of her work, Chantale comes across documents that suggest
that Avco has actually been disposing of some of this medical waste in a local municipal
landfill. Chantale is shocked. She knows this practice is illegal. And even though only a small
portion of the medical waste that Avco handles is being disposed of this way, any amount at
all seems a worrisome threat to public health.
Chantale gathers together the appropriate documents and takes them to her immediate
superior, Dave Lamb. Dave says, "Look, I don't think that sort of thing is your concern, or
mine. We're in charge of record-keeping, not making decisions about where this stuff gets
dumped. I suggest you drop it." The next day, Chantale decides to go one step further, and
talk to Angela van Wilgenburg, the company's Operations Manager. Angela is clearly
irritated. Angela says, "This isn't your concern. Look, these are the sorts of cost-cutting
moves that let a little company like ours compete with our giant competitors. Besides,
everyone knows that the regulations in this area are overly cautious. There's no real danger to
anyone from the tiny amount of medical waste that 'slips' into the municipal dump. I consider
this matter closed."
Chantale considers her situation. The message from her superiors was loud and clear.
She strongly suspects that making further noises about this issue could jeopardize her job.
Further, she generally has faith in the company's management. They've always seemed like
honest, trustworthy people. But she was troubled by this apparent disregard for public safety.
On the other hand, she asks herself whether maybe Angela was right in arguing that the
danger was minimal. Chantale looks up the phone number of an old friend who worked for
the local newspaper.
Questions for Discussion:
1. What should Chantale do?
2. What are the reasonable limits on loyalty to one's employer?
3. Would it make a difference if Chantale had a position of greater authority?
4. Would it make a difference if Chantale had scientific expertise?
Answers:
1. Chantale sebaiknya melaporkan praktek ilegal perusahaan Avco Environmental
Services tersebut ke bagian eksternal / pihak ketiga yang mampu menangani
permasalahan lingkungan seperti yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Yang mana
Avco Environmental Services membuang beberapa limbah medis di daerah yang
berpenduduk. Walaupun limbah yang dibuang tidak terlalu banyak, namun hal
tersebut dapat mengancam kesehatan masyarakat yang ada di daerah pembuangan
limbah medis tersebut.
2. Loyalitas karyawan terkait dengan kasus whistleblower pada perusahaan Avco
Environmental Services adalah sebagai berikut :
a. Ketika seorang karyawan memilih untuk menjadi seorang whistleblower
internal, maka loyalitas karyawan terhadap perusahaannya tersebut dapat
dikatakan baik. Whistleblower internal adalah seorang atau beberapa orang
karyawan yang tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain
atau kepala bagiannya, namun ia melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan
perusahaan yang lebih tinggi, bukan kepada pihak diluar perusahaan.
b. Sedangkan seorang karyawan yang memilih untuk menjadi whistleblower
eksternal, maka keraguan akan loyalitas seorang karyawan akan jauh lebih
kuat daripada whistleblower internal. Whistleblower eksternal merupakan
seorang pekerja yang mengetahui kecurangan yang dilakukan di dalam
perusahaannya, lalu ia membocorkannya kepada pihak masyarakat karena ia
tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Seringkali karyawan dalam suatu perusahaan dilarang untuk membocorkan
kecurangan perusahaan maupun tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
perusahaan kepada pihak lain diluar perusahaan. Hal itu dikarenakan tindakan
tersebut dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip loyalitas.
3. Perbedaan yang dapat terjadi apabila Chantale memiliki posisi dan otoritas yang lebih
tinggi di dalam perusahaan Avco Environmental Services adalah Chantale dapat
menegakkan standar pelayanan dan etika dalam perusahaan tersebut, serta
mengantisipasi agar perusahaan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
masyarakat banyak, seperti pembuangan limbah di daerah yang berpenduduk dengan
cara mempekerjakan karyawan yang ahli dalam masalah lingkungan. Karena jika
semakin lama tindak kecurangan dibiarkan, maka dampak negatif terhadap
perusahaan akan semakin besar, apabila nantinya terbongkar pada pihak luar.
4. Dengan memiliki pengetahuan yang lebih, Chantale akan lebih dapat menjelaskan
pada atasannya dampak-dampak yang terjadi akibat praktek illegal yang dilakukan.
Selain itu, Chantale juga dapat memberikan rekomendasi pada atasannya apa yang
seharusnya dilakukan dalam menanggulangi praktek illegal yang dilakukan tanpa
menaikkan biaya yang dapat merugikan perusahaan.
KESIMPULAN
Tindakan whistleblower dapat dikatakan baik atau buruk bergantung pada motif
dibaliknya. Dikatakan baik apabila tujuannya agar tindakan perusahaan tidak berdampak
negatif bagi pihak lain, tetapi dapat dikatakan buruk apabila whistleblower dilakukan untuk
kepentingan diri sendiri dan merusak nama baik perusahaan.
Ada 2 jenis whistleblower, yakni whistleblower internal dan eksternal. Tingkat
loyalitas karyawan yang melakukan whistleblower internal dikatakan lebih baik daripada
whistleblower eksternal karena tidak memberitahukan pada pihak luar sehingga kerahasiaan
perusahaan masih terjaga. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa pada umumnya,
whistleblower eksternal dapat terjadi ketika whistleblower tersebut tidak mendapat respon
berarti dari pihak internal perusahaan ketika ia melaporkan tindakan ilegal yang mungkin
dilakukan perusahaan dimana ia bekerja, seperti pada contoh kasus Avco Environmental.
Oleh karena itu, sebaiknya suatu badan usaha perlu membentuk suatu bagian khusus
yang menampung aduan atau keluhan dari karyawan. Bagian ini haruslah independen dan
dapat menjaga kerahasiaan karyawan tersebut. Yang terpenting ialah, aduan atau keluhan
tersebut haruslah ditindaklanjuti, tidak hanya ditampung. Dengan demikian, dapat
meminimalisir terjadinya whistleblower eksternal dan perusahaan dapat mengatasi dampak
yang mungkin terjadi.