You are on page 1of 38

BOARD AUDIT COMMITTEE COMMUNICATIONS

and

ETHICS AND WHISTLEBLOWER PROGRAMS


Makalah Pengauditan Manajemen
untuk
Drs. Subekti Djamaluddin, M.Si, Ak., CA

Diringkas Oleh
Kelompok 1/Kelas A

1 Leni Pradasari
2 Maylia Nurkhusna
3 Merry Anggita Mukti

( F0313049)
( F0313056)
( F0313058)

SEMESTER GENAP 2015/2016


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNS

CHAPTER 23

BOARD AUDIT COMMITTEE COMMUNICATIONS


Pengertian
Menurut Arrens & Loebbecke yang dimaksud dengan Komite Audit adalah sebagai berikut :
An audit committee is a selected number of members of company board of directors whose
responsibilities include helping auditors remain independent of management. Most audit
committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are
not part of company management.
Keberadaan komite audit pada saat ini telah diterima sebagai suatu bagian dari
organisasi perusahaan (Corporate Governance). Bahkan untuk menilai pelaksanaan good
corporate governance di perusahaan, adanya komite audit yang efektif merupakan salah satu
aspek dalam kriteria penilaian. Selain itu kehadiran komite audit akhir-akhir ini telah
mendapat respon yang positif dari berbagai pihak, antara lain Pemerintah, Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam), Bursa Efek, Para Investor, Profesi Hukum (Advokat), Profesi
Akuntan dan lain-lain. Ketentuan mengenai komite audit juga diatur dalam Surat edaran
Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tertanggal 05 Mei 2000.
Komunikasi Komite Audit
Salah satu fungsi komite audit adalah menjembatani pemegang saham (share holder)
dan dewan komisaris dengan kegiatan pengendalian yang diselenggarakan oleh manajemen,
auditor internal dan eksternal auditor. Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung
dengan setiap unsur pengendalian dalam perusahaan.
Pada saat ini komunikasi antara komite audit dengan berbagai pihak, belum terjalin
dengan erat dan belum berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi komite audit dengan
pihak yang berkepentingan yang berjalan dengan lancar, akan menghasilkan kinerja
perusahaan meningkat, terutama dari aspek pengendalian.
Berikut ini dijelaskan komunikasi komite audit dengan berbagai pihak yang berkepentingan,
antara lain :
1.
Komunikasi Komite Audit dengan Dewan Komisaris
Salah satu fungsi pokok komite audit adalah membantu tugas komisaris dalam aspek
pengendalian perusahaan. Dalam rapat internal yang diselenggarakan secara rutin, komite
audit melaporkan hasil tugas yang dibebankan oleh komisaris dalam bentuk laporan berkala.
Selain itu apabila ditugaskan secara khusus oleh komisaris, maka komite audit akan membuat
laporan khusus yang ditujukan kepada komisaris.
2.
Komunikasi Komite Audit dengan Manajemen
Komunikasi antara komite audit dengan manajemen memegang peranan yang cukup
penting dalam trangka meningkatkan pengendalian perusahaan. Pola hubungan (relationship)
antara komite audit dengan manajemen menurut Ridley & Roth (1997) sebagai berikut :
Members of management should attend audit committee meetings and be actively involved
in reporting on many of the matters discussed above. At the same time, the audit committee

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

1)

has the responsibility to view managements assertions with a healthy skepticism and to look
to the internal and external auditors for perspective.
There may be occassions when the audit committee meets privately with members of
management, such us to discuss the appointment or dismissal of internal or external
auditors. And there should be occassions when the audit committee meets in executive
session with no one else present. For example, to fulfill thir oversight role, the may want to
have candid discussions about the quality of management.
Menurut the Institute of Internal Auditors Research Foundation tanggung jawab
komite audit memerlukan interaksi secara signifikan dengan manajemen secara efektif.
Namun kehadiran manajemen tidak diharuskan dalam tiap rapat. Praktek yang baik
membutuhkan partisipasi aktif dari manajemen dalam rapat komite. Laporan atas beberapa
aktivitas manajemen yang krusial terhadap komite merupakan salah satu tanggungjawabnya.
3.
Komunikasi Komite Audit dengan Internal Auditor
Komunikasi internal auditor dengan komite audit antara lain diatur dalam Statement
on Auditing Standard (SAS) No. 61, yaitu disebutkan 8 (delapan) hal, sebagai berikut :
Pertanggungjawaban atas struktur kendali internal dan Laporan Keuangan bebas kesalahan
material,
seleksi kebijakan akuntansi,
estimasi akuntansi,
dampak adjustment hasil audit,
pertanggungjawaban data non keuangan yang disepakati bersama,
ketidaksepakatan manajemen dan internal auditor,
diskusi pilihan eksternal auditor,
Masalah proses akuntansi, keterlambatan laporan tak masuk akal dan batas waktu laporan
tak masuk akal.
4.
Komunikasi Komite Audit dengan Eksternal Auditor
Salah satu tanggungjawab komite audit adalah menilai (mereview) hasil laporan audit
dari eksternal auditor. Kedudukan komite audit yang merupakan kepanjangan tangan dari
dewan komisaris dengan kompetensi yang dimililiki diharapkan dapat mengoptimalkan
fungsi auditor eksternal bagi perusahaan. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
Standar Auditing No. 380 diatur mengenai komunikasi antara Akuntan Publik (Eksternal
Auditor) dengan komite audit. Komunikasi antara Komite Audit dengan Eksternal Auditor
dapat berbentuk lisan atau tertulis. Masalah yang dapat dikomunikasikan antara lain :
Tanggung jawab auditor berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan
Publik Indonesia.
Audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik
Indonesia dapat ditujukan ke berbagai masalah yang menjadi kepentingan komite audit. Sebagai
contoh, komite audit biasanya berkepentingan dengan pengendalian intern dan apakah laporan
keuangan bebas dari salah saji material. Agar komite audit memahami sifat keyakinan yang
diberikan oleh suatu audit, auditor harus mengkomunikasikan tingkat tanggung jawab yang
dipikulnya mengenai masalah-masalah tersebut berdasarkan standar auditing yang

2)

3)

4)

5)

ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia. Juga penting bagi komite audit untuk memahami
bahwa standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia didesain untuk
memperoleh keyakinan memadai, bukan mutlak, atas laporan keuangan.
Kebijakan akuntansi signifikan.
Auditor harus menentukan bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang pemilihan
dan perubahan kebijakan akuntansi atau pelaksanaannya. Auditor juga harus menentukan
bahwa komite audit mendapatkan informasi tentang metode yang digunakan untuk
mempertanggungjawabkan transaksi signifikan yang tidak biasa dan dampak kebijakan
akuntansi signifikan untuk isu akuntansi yang baru atau kontroversial yang belum ada panduan
atau kesepakatan mengenai perlakuan akuntansinya dari badan berwenang. Sebagai contoh,
mungkin terdapat isu akuntansi signifikan dalam bidang seperti pengakuan pendapatan,
pendanaan tidak disajikan di laporan posisi keuangan (neraca)(off-balance sheet
financing), dan akuntansi untuk investasi ekuitas (equity investment).
Pertimbangan manajemen dan estimasi akuntansi.
Estimasi akuntansi merupakan bagian terpadu dari laporan keuangan yang disusun oleh
manajemen dan didasarkan atas pertimbangan kini manajemen. Pertimbangan tersebut
biasanya didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman tentang peristiwa sekarang dan masa
lalu serta asumsi tentang peristiwa masa yang akan datang. Estimasi akuntansi tertentu sangat
sensitif karena estimasi tersebut signifikan bagi laporan keuangan dan karena kemungkinan
bahwa peristiwa masa yang akan datang yang mempengaruhinya dapat sangat berbeda dari
pertimbangan sekarang manajemen. Auditor harus menentukan bahwa komite audit
mendapatkan informasi tentang proses yang digunakan oleh manajemen dalam merumuskan
estimasi akuntansi yang sangat sensitif tersebut dan tentang dasar yang dipakai oleh
auditor dalam menyimpulkan kewajaran estimasi tersebut.
Penyesuaian audit signifikan.
Auditor harus memberikan informasi kepada komite audit tentang penyesuaian yang
timbul dari audit yang menurut pertimbangannya dapat berdampak signifikan atas proses
pelaporan entitas, baik secara individu atau secara bersama-sama. Untuk tujuan ini,
penyesuaian audit, baik yang dicatat maupun yang tidak dicatat oleh entitas, merupakan
koreksi yang diusulkan terhadap laporan keuangan yang menurut pertimbangan auditor,
mungkin tidak akan terdeteksi kecuali melalui prosedur audit yang dilaksanakan. Masalah
yang menjadi dasar penyesuaian yang diusulkan oleh auditor, namun tidak dicatat oleh entitas
dapat secara potensial menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan masa yang
akan datang, meskipun auditor berkesimpulan bahwa penyesuaian tersebut tidak material
bagi laporan keuangan sekarang.
Informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan.
Komite audit seringkali mempertimbangkan informasi yang disusun oleh manajemen
yang menyertai laporan keuangan entitas. Perusahaan tertentu yang menyerahkan laporan
kepada Bapepam diharuskan untuk menyajikan informasi "Analisis dan Pembahasan Umum
oleh Manajemen" terhadap kondisi keuangan dan hasil usaha dalam laporan tahunan kepada
pemegang saham. SA Seksi 550 [PSA No. 44] Informasi Lain dalam Dokumen yang

6)

7)

8)

9)

Berisi LaporanKeuangan Auditan menetapkan tanggung jawab auditor untuk informasi


semacam itu. Auditor harus membicarakan dengan komite audit mengenai tanggung jawabnya atas
informasi lain dalam dokumen yang berisi laporan keuangan auditan, dan prosedur yang telah
dilaksanakan, serta hasilnya.
Ketidaksepakatan dengan manajemen.
Ketidaksepakatan dengan manajemen dapat terjadi sehubungan dengan penerapan prinsip
akuntansi terhadap transaksi dan peristiwa khusus entitas serta basis yang digunakan oleh
manajemen untuk membuat estimasi akuntansi. Ketidaksepakatan dapat juga timbul berkaitan
dengan lingkup audit, pengungkapan yang dicantumkan dalam laporan keuangan entitas, serta
kata-kata yang digunakan oleh auditor dalam laporan auditnya. Auditor harus membahas dengan
komite audit setiap ketidaksepakatannya dengan manajemen, baik yang dapat diselesaikan dengan
memuaskan maupun yang tidak, tentang masalah-masalah yang secara individual maupun
bersama-sama signifikan terhadap laporan keuangan entitas atau laporan auditor. Untuk tujuan ini,
ketidaksepakatan tidak mencakup perbedaan pendapat berdasarkan fakta yang tidak lengkap atau
informasi awal yang dapat diselesaikankemudian.
Konsultansi dengan Akuntan lain.
Dalam beberapa hal, manajemen dapat memutuskan untuk berkonsultasi dengan
akuntan lain tentang masalah auditing dan akuntansi. Bila auditor mengetahui bahwa
konsultasi semacam ini terjadi, ia harus membahas dengan komite audit mengenai
pandangannya terhadap masalah signifikan yang dikonsultasikan oleh manajemen.
Isu besar yang dibicarakan dengan manajemen sebelum keputusan mempertahankan
Auditor.
Auditor harus membahas dengan komite audit mengenai isu utama yang telah dibahas
dengan manajemen yang berkaitan dengan usaha mula-mula atau usaha selanjutnya untuk
tetap mempertahankan penggunaan jasa auditor tersebut termasuk, di antaranya, pembahasan
mengenai penerapan prinsip akuntansi dan standar auditing.
Kesulitan yang dijumpai dalam pelaksanaan audit.
Auditor harus memberikan informasi kepada komite audit bila terdapat kesulitan serius
yang dijumpainya dalam berhubungan dengan manajemen mengenai pelaksanaan audit. Hal
ini termasuk, di antaranya, penundaan yang tidak beralasan oleh manajemen mengenai saat
dimulainya audit atau penyediaan informasi yang diperlukan, dan apakah jadwal waktu yang
dibuat oleh manajemen masuk akal dalam keadaan tersebut. Masalah lain yang mungkin
dijumpai oleh auditor adalah tidak tersedianya personel klien dan kegagalan personel klien
untuk menyelesaikan daftar yang dibuat klien pada waktunya, Jika auditor menganggap
masalah ini signifikan, ia harus memberi tahu komite audit.
Kualifikasi Anggota Komite Audit
Agar komunikasi Komite Audit dengan berbagai pihak tersebut dapat berjalan dengan
lancar, maka anggota komite audit perlu memiliki kemampuan yang cukup qualified.
Kualifikasi anggota (personal qualifications) komite audit menurut The Treadway
Commission sebagai berikut :

1.

2.

3.

Independen ( independence)
Memahami aktivitas bisnis (broad business knowledge)
Memiliki kemampuan komunikasi (communication skills), natural curiosity dan healthy
skepticism.
Vigilance.
Menurut Hiro Tugiman (1996) Anggota komite audit disamping harus ahli di
bidangnya juga dituntut untuk mengetahui dan menguasai bidang akuntansi dan auditing,
analisa laporan keuangan, pembelanjaan perusahaan, sistem informasi manajemen, sistem
dan pengendalian perusahaan, serta tanggap terhadap segala perkembangan.
Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) jumlah anggota
(size) dari komite audit berdasarkan hasil survey terhadap perusahaan yang memiliki komite
audit ternyata sekitar 90 % memiliki komite audit dengan jumlah 3 sampai dengan 5 anggota.
Pada umumnya , sebagian besar komite audit tersebut memiliki anggota yang
berpengalaman dan mempunyai judgment tentang bisnis (perusahaan) dengan baik.
Berdasarkan Keputusan Direksi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep315/BEJ/06/2000 dinyatakan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri
dari 3 (tiga) orang anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen
Perusahaan Tercatat yang sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan
anggota lainnya merupakan pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu
diantaranya memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Anggota komite
audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris.
Sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN No. Kep-133/MPBUMN/1999 tanggal 8 Maret 1999, keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri
dari 3 (tiga) orang yaitu satu orang anggota komisaris sekaligus sebagai ketua komite audit
dan dua orang ahli yang bukan merupakan pegawai BUMN yang bersangkutan. Selanjutnya
persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota komite audit susuai pasal 5 SK tersebut
adalah :
memiliki integritas yang baik dan pengetahuan serta pengalaman kerja yang cukup di
bidang pengawasan / pemeriksaan dan bidang-bidang lainnya yang dianggap perlu sehingga
dapat melaksanakan fungsinya secara optimal,
tidak memiliki kepentingan / keterkaitan pribadi yang dapat menimbulkan dampak negatif
dan konflik kepentingan terhadap BUMN yang bersangkutan, misalnya mempunyai kaitan
keluarga sedarah dan semenda sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun garis
ke samping dengan pegawai atau pejabat BUMN yang bersangkutan, mempunyai kaitan
dengan rekanan BUMN yang bersangkutan,
mampu berkomunikasi secara efektif.
Mengingat saat ini sedang maraknya upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN), maka untuk menghindari adanya KKN maka anggota komite audit dipilih
orang yang independen yang berasal dari luar perusahaan sehingga tidak ada conflict of
interest dengan perusahaan. Selain itu keanggotaan komite audit perlu dibatasi masa

tugasnya, misalnya hanya boleh menjadi anggota komite audit suatu perusahaan maksimal
dua periode (dua tahun) saja atau hanya dapat diperpanjang maksimal 1 (satu) kali.
Efektivitas Komite Audit
Walaupun komite audit telah diakui keberadaannya di hampir semua perusahaan di
negara maju, hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai tolok ukur keberhasilan atau
efektivitas komite audit. Sementara belum terdapat hasil pembuktian secara empiris
mengenai hal ini, Sommer (1991) berpandangan bahwa komite audit di banyak perusahaan
masih belum melakukan tugasnya dengan baik. Menurut Sommer, banyak komite audit yang
hanya sekedar melakukan tugas-tugas rutin, seperti review laporan dan seleksi auditor
eksternal, dan tidak mempertanyakan secara kritis dan menganalisis secara mendalam kondisi
pengendalian dan pelaksanaan tanggungjawab oleh manajemen. Penyebabnya diduga bukan
saja karena banyak dari mereka tidak memiliki kompetensi dan independensi yang memadai,
tetapi juga karena banyak yang belum memahami peran pokoknya (Makalah Manao, 1997).
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit telah
dilakukan oleh Kalbers & Fogarty. Hasil penelitian tersebut antara lain mengungkapkan
bahwa terdapat 3 (tiga) faktor yang dominan yang berpengaruh terhadap keberhasilan komite
audit dalam menjalankan tugasnya, yaitu : Kewenangan formal dan tertulis bagi komite audit,
Kerjasama manajemen dan kualitas atau kompetensi personil dari komite audit.
Dalam Makalah Herwidayatmo (2000), antara lain dinyatakan bahwa pada September
1998, Arthur Levitt, Chairman the US Securities Excange Commission (SEC),
mengumumkan seperangkat inisiatif (The Levitt Initiatives) yang meliputi bermacam subjek
dan proposal peraturan untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya penyimpangan
akuntansi sehingga diharapkan akan meningkatkan keandalan dan transparansi laporan
keuangan. Aspek terpenting dari The Levitt Initiatives adalah perlunya meningkatkan
efektivitas komite audit perusahaan karena komite audit yang berkualitas, mempunyai
komitmen, independen dan kritis akan menjadi pelindung paling handal bagi kepentingan
publik. Sebagai tindak lanjut dari The Levitt Initiatives, dibentuklah The Blue Ribbon
Committee on Improving The Effectiveness of Corporate Audit Committees. Pada Februari
1999, SEC menyetujui peraturan terbaru tentang komite audit yang hampir semuanya
diadaptasi dari rekomendasiThe Blue Ribbon Committee.
Manfaat Komite Audit
Menurut Hiro Tugiman (1995) manfaat yang bisa diambil dengan dibentuknya
komite audit antara lain :
a.
Dewan komisaris dan dewan direksi akan banyak terbantu dalam pengelolaan perusahaan.
b. Bagi eksternal auditor, keberadaan komite audit sangat diperlukan sebagai forum
atau media komunikasi dengan perusahaan, sehingga diharapkan semua aktivitas dan
kegiatan yang dilakukan oleh eksternal auditor dalam hal ini akan mengadakan pemeriksaan,
disamping secara langsung kepada obyek pemeriksaan juga dibantu dengan mengadakan
konsultasi dengan komite audit. Makalah Zaki Baridwan (2000), antara lain menyebutkan
bahwa dalam rangka mengawasi kebijakan direksi, dengan bantuan komite audit, komisaris
dapat melakukan berbagai kegiatan pengawasan yang meliputi berbagai hal termasuk

melakukan pemeriksaan terhadap kesalahan dalam keputusan rapat direksi serta


penyimpangan dalam pelaksanaan keputusan rapat direksi tersebut. Selain itu komite audit
berfungsi membantu komisaris, terutama untuk melakukan penelaahan terhadap kebenaran
informasi yang disampaikan oleh direksi kepada komisaris . Komite audit juga dapat
berfungsi menilai efektivitas fungsi Satuan Pengawasan Intern (SPI), sehingga dapat
memberikan saran-saran peningkatan efektivitas SPI untuk meningkatkan sistem
pengendalian internal perusahaan .
Peranan komite audit cukup penting dalam meningkatkan kinerja perusahaan,
terutama dari aspek pengendalian. Perusahaan yang memiliki komite audit biasanya
manajemen perusahaannya lebih transparan dan terbuka (open), sehingga prinsip good
corporate governance dapat lebih diterapkan dengan baik. Selain itu apabila perusahaan
tersebut telah go publik, maka minat para investor untuk membeli sahamnya lebih besar dari
pada perusahaan yang tidak memiliki komite audit.

KOMUNIKASI MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGENDALIAN


INTERN YANG DITEMUKAN DALAM SUATU AUDIT
KONDISI YANG DAPAT DILAPORKAN
Selama melaksanakan audit, auditor mungkin mengetahui persoalan yang
menyangkut pengendalian intern yang mungkin perlu diketahui oleh komite audit. Dalam SA
Seksi 325, persoalan yang diharuskan untuk dilaporkan kepada komite audit untuk
selanjutnya disebut dengan kondisi yang dapat dilaporkan. Secara khusus, ini adalah
persoalan yang menarik perhatian auditor, yang menurut pertimbangannya, harus
dikomunikasikan kepada komite audit, karena merupakan kekurangan material dalam desain
atau operasi pengendalian intern, yang berakibat buruk terhadap kemampuan organisasi
tersebut dalam mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan melaporkan data keuangan yang
konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Kekurangan demikian dapat
mencakup aspek lima komponen pengendalian internal (a) lingkungan pengendalian, (b)
penaksiran risiko, (c) aktivitas pengendalian, (d) informasi dan komunikasi, dan (e)
pemantauan.
Auditor mungkin juga mengidentifikasi persoalan yang menurut pertimbangannya,
bukan merupakan kondisi yang dapat dilaporkan sebagai yang didefinisikan, namun, auditor
mungkin memutuskan untuk mengkomunikasikan persoalan demikian bagi kepentingan
manajemen (dan bagi penerima semestinya laporan audit lainnya).
IDENTIFIKASI KONDISI YANG DAPAT DILAPORKAN
Tujuan auditor dalam mengaudit laporan keuangan adalah untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan entitas secara keseluruhan. Auditor tidak berkewajiban
mencari kondisi yang dapat dilaporkan. Namun, auditor mungkin menemukan kondisi yang
dapat dilaporkan melalui pertimbangannya atas komponen pengendalian intern, penerapan
prosedur audit terhadap saldo akun dan transaksi, atau mungkin dengan cara lain selama

pelaksanaan audit. Ditemukan atau tidaknya kondisi yang dapat dilaporkan akan berbeda
antara satu perikatan dengan perikatan
yang lain, karena dipengaruhi oleh sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta faktor-faktor
lainnya, seperti ukuran entitas, kerumitan dan sifat serta keanekaragaman kegiatan usahanya.
Dalam menentukan permasalahan apa saja yang merupakan kondisi yang dapat
dilaporkan, auditor harus mempertimbangkan berbagai faktor yang berhubungan dengan
entitas tersebut, seperti ukuran, kerumitan dan keanekaragaman aktivitas, struktur organisasi
dan karakteristik kepemilikan.
Adanya kondisi yang dapat dilaporkan yang menyangkut desain atau operasi
pengendalian intern mungkin telah diketahui, dan dalam kenyataannya, mungkin merupakan
keputusan yang diambil dengan sadar oleh manajemen - suatu keputusan yang diketahui oleh
komite audit - untuk menerima tingkat risiko tersebut karena pertimbangan biaya atau
pertimbangan lainnya. Hal ini merupakan tanggung jawab manajemen untuk mengambil
keputusan mengenai biaya yang akan ditanggung serta manfaat yang bersangkutan. Auditor
dapat memutuskan bahwa permasalahan tersebut tidak perlu dilaporkan asalkan komite audit
telah mengetahui kekurangan tersebut dan memahami risiko yang bersangkutan. Secara
berkala, auditor harus mempertimbangkan, apakah karena perubahan dalam manajemen,
penerima laporan, atau hanya karena berjalannya waktu, perlu untuk melaporkan
permasalahan demikian secara tepat waktu.
KRITERIA YANG DISEPAKATI
Pada waktu menentukan lingkup auditnya, auditor dan kliennya mungkin
membicarakan pengendalian intern dan berfungsi atau tidaknya pengendalian tersebut. Klien
mungkin meminta auditor untuk waspada terhadap permasalahan tertentu dan untuk
melaporkan kondisi di luar yang dibahas dalam SA Seksi 325. Auditor sebaiknya juga
melaporkan masalah lain, yang menurut penilaiannya, berguna untuk manajemen, walaupun
tanpa permintaan khusus untuk itu.
Lingkup yang disepakati bersama antara auditor dan klien untuk melaporkan kondisi
yang ditemukan dapat meliputi, misalnya, pelaporan persoalan yang tidak sepenting
dibandingkan dengan yang disebutkan dalam SA Seksi 325, adanya kondisi yang
dikemukakan oleh klien, atau hasil penyelidikan lebih lanjut dari permasalahan yang
ditemukan untuk mengidentifikasikan penyebabnya. Dalam lingkup demikian, mungkin
auditor diminta untuk mengunjungi lokasi tertentu, menilai prosedur pengendalian tertentu,
atau melaksanakan prosedur tertentu yang tidak direncanakan sebelumnya.
PELAPORAN - BENTUK DAN ISI
Kondisi yang ditemukan oleh auditor, yang menurut SA Seksi 325dapat dilaporkan
atau yang merupakan hasil kesepakatan dengan klien harus dilaporkan, sebaiknya dilakukan
secara tertulis. Apabila informasi tersebut dikomunikasikan secara lisan, auditor harus
mendokumentasikan komunikasi tersebut dalam kertas kerjanya.

Laporan tersebut harus menyatakan bahwa komunikasi dilakukan semata-mata


sebagai informasi dan digunakan oleh penerima laporan audit, manajemen, dan pihak lain
dalam organisasi itu. Apabila ada ketentuan bahwa laporan itu harus disampaikan juga kepada
badan pemerintah, pengacuan secara spesifik mengenai badan pemerintah tersebut dan dasar
penyampaiannya harus dinyatakan secara jelas.
Setiap laporan yang diterbitkan mengenai kondisi yang dapat dilaporkan harus:
a. Menunjukkan bahwa tujuan audit adalah untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan
dan tidak untuk memberi keyakinan atas pengendalian intern.
b. Memuat definisi kondisi yang dapat dilaporkan.
c. Memuat pembatasan distribusi laporan
Berikut ini disajikan suatu contoh bagian laporan yang disusun sesuai dengan
ketentuan di atas.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan audit kami atas laporan keuangan PT KXT untuk tahun
yang berakhir pada tanggal 31 Desember 20X0, kami mempertimbangkan pengendalian
intern perusahaan untuk menentukan prosedur audit dengan tujuan untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan dan tidak untuk memberikan keyakinan atas pengendalian
intern. Namun, kami temukan permasalahan tertentu yang menyangkut pengendalian intern
dan operasinya yang kami pandang merupakan kondisi yang dapat dilaporkan menurut
standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Kondisi yang dapat dilaporkan
mencakup permasalahan yang kami temukan, yang menyangkut kekurangan material dalam
desain atau operasi pengendalian intern, yang menurut pendapat kami, dapat secara negatif
mempengaruhi kemampuan organisasi untuk mencatat, mengolah, mengikhtisarkan, dan
melaporkan data keuangan yang konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan
keuangan.
[Cantumkan paragraph untuk menjelaskan kondisi yang dapat dilaporkan yang ditemukan
dalam audit]
Laporan ini dimaksudkan hanya untuk memberikan informasi dan untuk digunakan oleh
komite audit (dewan komisaris, dewan pengawas, atau pemilik dalam perusahaan yang
dipimpin oleh pemiliknya), manajemen, dan pihak lain dalam organisasi (atau badan
pemerintah tertentu atau pihak ketiga tertentu).
Dalam keadaan tertentu, auditor dapat memasukkan pernyataan tambahan dalam
laporan mengenai keterbatasan bawaan pada pengendalian intern secara umum, lingkup
khusus dan sifat pertimbangannya atas pengendalian intern selama audit, atau permasalahan
lain yang berhubungan dengan dasar pemberian komentar.
Dalam suatu komunikasi yang memuat hasil pengamatan mengenai kondisi yang
dapat dilaporkan, sebagaimana yang diidentifikasi, di samping komentar lainnya, sebaiknya
diidentifikasi komentar mana saja yang masuk dalam setiap kategori.

Suatu kondisi yang dapat dilaporkan mungkin sedemikian pentingnya sehingga dapat
dianggap sebagai kelemahan material. Suatu kelemahan material pada pengendalian intern
merupakan kondisi yang dapat dilaporkan, yang desain atau operasi komponen pengendalian
intern tertentu tidak mengurangi risiko sampai tingkat yang relative rendah. Risiko yang
dimaksud mencakup kekeliruan atau kecurangan dalam jumlah material yang bersangkutan
dengan laporan keuangan, yang dapat terjadi dan tidak ditemukan secara tepat waktu oleh
karyawan dalam pelaksanaan normal tugas yang diberikan. Walaupun SA Seksi 325 tidak
mengharuskan auditor untuk secara terpisah mengindentifikasikan dan mengkomunikasikan
kelemahan material, auditor mungkin memilih atau klien mungkin meminta agar auditor
secara terpisah mengindentifikasikan dan mengkomunikasikan kondisi yang dapat
dilaporkan, yang menurut pertimbangan auditor merupakan kelemahan material.
Berikut ini adalah contoh bagian dari laporan yang dapat digunakan, jika auditor
ingin, atau diminta untuk, memberitahu komite audit secara tertulis bahwa satu atau lebih
kondisi yang dapat dilaporkan telah diidentifikasi, tetapi tidak ada yang dipandang sebagai
kelemahan material.
[Cantumkan paragraf pertama laporan yang digambarkan pada contoh laporan sebelumnya]
[Cantumkan paragraf untuk menggambarkan kondisi yang dapat dilaporkan yang
ditemukan]
Suatu kelemahan material adalah suatu kondisi yang dapat dilaporkan, yang desain atau
operasi satu atau lebih unsur pengendalian intern tidak mengurangi risiko sampai ke tingkat
yang relatif rendah. Risiko yang dimaksud mencakup kekeliruan atau kecurangan dalam
jumlah yang dapat menjadi material dalam hubungan dengan laporan keuangan, yang dapat
terjadi dan tidak ditemukan secara tepat waktu oleh karyawan dalam pelaksanaan normal
tugas yang diberikan.
Pertimbangan kami atas pengendalian intern tidak menjamin terungkapnya semua
permasalahan dalam pengendalian intern yang mungkin merupakan kondisi yang dapat
dilaporkan dan oleh karenanya, tidak menjamin pengungkapan seluruh kondisi yang dapat
dilaporkan, sebagaimana yang didefinisikan di atas. Namun, kami yakin, tidak ada satu pun
kondisi yang diungkapkan di atas merupakan suatu kelemahan material.
[Cantumkan paragraf terakhir laporan yang digambarkanpada contoh laporan sebelumnya]
Untuk menghindari salah pengertian mengenai terbatasnya tingkat keyakinan
berkenaan dengan penerbitan laporan tertulis oleh auditor, ia tidak boleh mengeluarkan
pernyataan bahwa tidak ditemukan kondisi yang dapat dilaporkan selama audit.
Karena komunikasi secara tepat waktu adalah penting, auditor dapat memutuskan
untuk mengkomunikasikan permasalahan penting yang ditemukan selama berlangsungnya
audit tanpa menunggu sampai audit berakhir.
Keputusan apakah suatu komunikasi interim akan dilakukan atau tidak, dipengaruhi
oleh tingkat pentingnya permasalahan yang ditemukan dan mendesaknya tindak lanjut
perbaikan.

SA Seksi 325 tidak menghalangi seorang auditor untuk mengkomunikasikan kepada


klien berbagai pengamatan dan saran yang menyangkut aktivitas klien tersebut, di luar
permasalahan yang menyangkut pengendalian intern.
Permasalahan tersebut dapat menyangkut efisiensi operasi atau administrasi, strategi
usaha, dan hal-hal lain yang dipandang bermanfaat untuk klien.

PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS FUNGSI AUDIT INTERN DALAM AUDIT


LAPORAN KEUANGAN

Menurut The Institute of Internal Auditors ( 1999 ) Internal Auditing is an


independent, objective assurance and consulting activity dessigned to add value and
improve an organizations operations. It helps an organization accomplish its objectives by
bringing a systematic, disciplined approach to evaluate the effectiveness of risk
management, control, and governance processes.
Sedangkan International Standards for the Professional Practice of Internal
Auditing (SPPIA), mendefinisikan Audit Internal adalah suatu kegiatan assurance dan
konsultasi (consulting) yang independen dan objektif yang dirancang untuk menambah nilai
dan meningkatkan operasi suatu organisasi. Kegiatan kegiatan tersebut membantu organisasi
yang bersangkutan mencapai tujuan-tujuannya dengan mengevaluasi dan memperbaiki
efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola (governance) melalui
pendekatan yang teratur dan sistematik.
PERAN AUDITOR DAN AUDITOR INTERN
Salah satu tanggung jawab auditor dalam audit atas laporan keuangan berdasarkan
standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) adalah untuk
memperoleh bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan entitas. Dalam memenuhi tanggung jawab ini, auditor
mempertahankan independensinya dari entitas tersebut. Auditor intern bertanggung jawab
untuk menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberikan keyakinan dan rekomendasi, dan
informasi lain kepada manajemen entitas dan dewan komisaris, atau pihak lain yang setara
wewenang dan tanggung jawabnya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya tersebut, auditor
intern mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.
PEMEROLEHAN PEMAHAMAN TENTANG FUNGSI AUDIT INTERN
Tanggung jawab penting fungsi audit intern adalah memantau kinerja pengendalian
entitas. Pada waktu auditor berusaha memahami pengendalian intern, ia harus berusaha
memahami fungsi audit intern yang cukup untuk mengidentifikasi aktivitas audit intern yang
relevan dengan perencanaan audit. Lingkup prosedur yang diperlukan untuk memahaminya
bervariasi, tergantung atas sifat aktivitas audit intern tersebut. Auditor biasanya harus

meminta keterangan kepada manajemen yang bersangkutan dan staf audit intern mengenai
berbagai hal yang berkaitan dengan auditor intern berikut ini:
1. Status auditor intern dalam organisasi entitas.
2. Penerapan standar profesional
3. Perencanaan audit, termasuk sifat, saat, dan lingkup pekerjaan audit.
4. Akses ke catatan dan apakah terdapat pembatasan atas lingkup aktivitas mereka.

a.
b.
c.
d.

Di samping itu, auditor mungkin meminta keterangan mengenai anggaran dasar


pembentukan fungsi audit intern, pernyataan misi, atau pengarahan lain yang serupa dari
manajemen atau dewan komisaris. Permintaan keterangan ini biasanya akan menghasilkan
informasi mengenai tujuan dan sasaran yang ditetapkan untuk fungsi audit intern. Aktivitas
audit intern tertentu dapat tidak relevan dengan audit atas laporan keuangan entitas. Sebagai
contoh, prosedur auditor intern untuk menilai efisiensi proses pengambilan keputusan
manajemen tertentu biasanya tidak relevan dengan audit atas laporan keuangan. Aktivitas
relevan adalah aktivitas yang memberikan bukti tentang rancangan dan efektivitas
pengendalian yang berkaitan dengan kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah,
meringkas, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi yang terkandung dalam
laporan keuangan atau yang memberikan bukti langsung mengenai salah saji potensial data
tersebut. Auditor dapat menemukan hasil prosedur berikut ini yang bermanfaat dalam
menetapkan relevansi aktivitas audit intern:
Mempertimbangkan pengetahuan dari audit tahun sebelumnya.
Me-review bagaimana auditor intern mengalokasikan sumber daya auditnya ke bidang
keuangan
bidang operasi sebagai respon dalam proses penentuan risiko.
Membaca laporan auditor intern untuk memperoleh informasi rinci mengenai lingkup
aktivitas auditor intern.
Jika, setelah memahami fungsi audit intern, auditor berkesimpulan bahwa aktivitas
auditor intern tidak relevan dengan audit atas laporan keuangan, auditor tidak harus
memberikan pertimbangan lebih lanjut terhadap fungsi audit intern, kecuali auditor meminta
bantuan langsung dari auditor intern. Bahkan bila beberapa aktivitas auditor intern relevan
dengan audit, auditor dapat menyimpulkan bahwa tidaklah efisien untuk mempertimbangkan
lebih lanjut pekerjaan auditor intern. Jika auditor memutuskan bahwa akan lebih efisien
mempertimbangkan bagaimana pekerjaan auditor intern dapat berdampak terhadap sifat, saat,
dan lingkup prosedur audit, auditor harus menetapkan kompetensi dan objektivitas fungsi
audit intern sejalan dengan dampak yang diinginkan dari pekerjaan auditor intern terhadap
audit.
PENENTUAN KOMPETENSI DAN OBJEKTIVITAS AUDITOR INTERN
Kompetensi Auditor Intern

Pada waktu menentukan kompetensi auditor intern, auditor harus memperoleh atau
memutakhirkan informasi dari audit tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut ini:
a. Tingkat pendidikan dan pengalaman profesional auditor intern.
b. Ijazah profesional dan pendidikan profesional berkelanjutan.
c. Kebijakan, program, dan prosedur audit.
d. Praktik yang bersangkutan dengan penugasan auditor intern.
f. Supervisi dan review terhadap aktivitas auditor intern.
g. Mutu dokumentasi dalam kertas kerja, laporan, dan rekomendasi.
h. Penilaian atas kinerja auditor intern.
Objektivitas Auditor Intern
Pada waktu menetapkan objektivitas auditor intern, auditor harus memperoleh atau
memutakhirkan informasi dari tahun sebelumnya mengenai faktor-faktor berikut ini:
a. Status organisasi auditor intern yang bertanggung jawab atas fungsi audit intern, yang
meliputi:
(1) Apakah auditor intern melapor kepada pejabat yang memiliki status memadai untuk menjamin
lingkup audit yang luas dan memiliki pertimbangan dan tindakan memadai atas temuantemuan dan rekomendasi auditor intern.
(2) Apakah auditor intern memiliki akses langsung dan melaporkan secara teratur kepada dewan
komisaris, komite audit, atau manajer pemilik.
(3) Apakah dewan komisaris, komite audit, atau manajer pemilik melakukan pengawasan terhadap
keputusan pengangkatan dan pemberhentian yang bersangkutan dengan auditor intern.
b. Kebijakan untuk mempertahankan objektivitas auditor intern mengenai bidang yang
diaudit,
termasuk:
(1) Kebijakan pelarangan auditor intern melakukan aktivitas dalam bidang yang diaudit yang
keluarganya bekerja pada posisi penting atau posisi yang sensitif terhadap audit.
(2) Kebijakan pelarangan auditor intern melakukan audit di bidang yang sama dengan bidang
yang baru saja diselesaikannya.
Penentuan Kompetensi dan Objektivitas
Dalam menetapkan kompetensi dan objektivitas, auditor biasanya mempertimbangkan
informasi yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya dengan fungsi audit intern, dari
diskusi dengan manajemen, dan dari review terhadap mutu yang terakhir dilaksanakan oleh
pihak eksternal, jika hal ini dilaksanakan, atas aktivitas fungsi audit intern. Auditor dapat pula
menggunakan standar profesional auditing intern sebagai kriteria untuk melakukan penentuan
kompetensi dan objektivitas auditor intern. Auditor juga mempertimbangkan perlunya
melakukan pengujian efektivitas faktor-faktor Lingkup pengujian tersebut bervariasi sesuai
dengan dampak yang diinginkan dari pekerjaan auditor intern terhadap audit. Jika auditor
menentukan bahwa auditor intern cukup kompeten dan objektif, ia kemudian harus
mempertimbangkan bagaimana pekerjaan auditor intern terhadap audit

DAMPAK PEKERJAAN AUDITOR INTERN ATAS AUDIT


Pekerjaan auditor intern dapat berdampak terhadap sifat, saat, dan lingkup audit,
termasuk:
a. Prosedur yang dilaksanakan oleh auditor pada saat berusaha memahami pengendalian
intern
entitas
b. Prosedur yang dilaksanakan oleh auditor pada saat menetapkan risiko
c. Prosedur substantif yang dilaksanakan oleh auditor
Bila pekerjaan auditor intern diharapkan berdampak terhadap audit, panduan harus
diikuti untuk mempertimbangkan luasnya dampak, mengkoordinasi pekerjaan dengan auditor
intern, dan menilai dan menguji efektivitas pekerjaan auditor intern.
Pemahaman atas pengendalian Intern
Auditor berusaha memahami secara memadai desain pengendalian yang relevan
dengan audit laporan keuangan untuk merencanakan audit dan untuk menentukan apakah
kebijakan dan prosedur tersebut dilaksanakan. Karena tujuan utama fungsi audit intern pada
umumnya adalah me-review, menetapkan, dan memantau pengendalian, prosedur yang
dilaksanakan oleh auditor intern dalam bidang ini memberikan informasi yang bermanfaat
bagi auditor. Sebagai contoh, auditor intern membuat bagan alir (flowchart) sistem penjualan
dan piutang yang dikomputersasi. Auditor dapat melakukan reviewterhadap bagan alir
tersebut untuk memperoleh informasi mengenai rancangan kebijakan dan prosedur yang
bersangkutan. Di samping itu, auditor dapat mempertimbangkan hasil prosedur yang
dilaksanakan oleh auditor intern atas kebijakan dan prosedur tersebut untuk memperoleh
informasi mengenai apakah kebijakan dan prosedur tersebut telah dilaksanakan.
Penetuan Risiko
Auditor menetapkan risiko salah saji material baik pada tingkat laporan keuangan
maupun pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi.
Tingkat Laporan Keuangan
Pada tingkat laporan keuangan, auditor melakukan penentuan menyeluruh atas risiko
salah saji material. Pada waktu melakukan penentuan ini, auditor harus menyadari bahwa
pengendalian tertentu mungkin mempunyai dampak luas atas banyak asersi laporan
keuangan. Lingkungan pengendalian dan sistem akuntansi seringkali mempunyai dampak
luas atas sejumlah saldo akun dan golongan transaksi dan oleh karena itu dapat berdampak
terhadap banyak asersi. Penentuan auditor atas risiko pada tingkat laporan keuangan
seringkali berdampak terhadap strategi audit secara menyeluruh. Fungsi audit intern dapat
mempengaruhi penentuan menyeluruh risiko dan keputusan auditor tentang sifat, saat, dan
lingkup prosedur audit yang dilaksanakan. Sebagai contoh, jika rencana auditor intern

mencakup pekerjaan audit yang relevan di berbagai lokasi, auditor dapat melakukan
koordinasi pekerjaan dengan aduitor intern dan mengurangi jumlah lokasi entitas yang
seharusnya memerlukan pelaksanaan prosedur audit.
Tingkat Saldo Akun atau Golongan Transaksi
Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, auditor melakukan prosedur untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti audit tentang asersi manejemen. Auditor menetapkan
risiko pengendalian untuk setiap asersi yang signifikan dan melaksanakan pengujian
pengendalian (test of control) untuk mendukung penentuan di bawah maksimum. Pada waktu
merencanakan dan melaksanakan pengujian pengendalian, auditor dapat mempertimbangkan
hasil prosedur yang direncanakan atau dilaksanakan oleh auditor intern. Sebagai contoh,
lingkup auditor intern mungkin mencakup pengujian pengendalian untuk kelengkapan utang
usaha. Hasil pengujian auditor intern tersebut dapat memberikan informasi memadai tentang
efektivitas pengendalian dan dapat mengubah sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
dilaksanakan oleh auditor.
Prosedur Substantif
Beberapa prosedur yang dilaksanakan oleh auditor intern dapat memberikan bukti
langsung tentang salah saji material dalam asersi mengenai saldo akun atau golongan
transaksi tertentu. Sebagai contoh, auditor intern, sebagai bagian pekerjaannya, dapat
melakukan konfirmasi piutang usaha tertentu dan melakukan pengamatan sediaan fisik
tertentu. Hasil prosedur ini dapat memberikan bukti yang dapat dipertimbangkan oleh auditor
dalam membatasi risiko deteksi bagi asersi yang bersangkutan. Sebagai akibatnya, auditor
dapat mengubah saat prosedur konfirmasi, jumlah piutang yang dikonfirmasi, atau jumlah
lokasi sediaan fisik yang diamati.
LINGKUP DAMPAK PEKERJAAN AUDITOR INTERN
Meskipun pekerjaan auditor intern berdampak terhadap prosedur audit, auditor harus
melaksanakan prosedur untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
mendukung laporan auditor. Bukti yang diperoleh auditor dari pengetahuan pribadi langsung
termasuk pemeriksaan fisik, pengamatan, perhitungan, dan inspeksi umumnya bersifat lebih
meyakinkan dibandingkan dengan informasi yang diperoleh secara tidak langsung. Tanggung
jawab untuk melaporkan tentang laporan keuangan hanya terletak di tangan auditor. Tidak
seperti halnya dengan situasi yang di dalamnya auditor menggunakan pekerjaan auditor
independen lain, tanggung jawab ini tidak dapat dibagi dengan auditor intern. Karena auditor
mempunyai tanggung jawab akhir untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan,
pertimbangan mengenai penentuan risiko bawaan dan risiko pengendalian, materialitas salah
saji, dan kecukupan pengujian yang dilaksanakan, penilaian atas estimasi akuntansi
signifikan, serta masalah lain yang berdampak terhadap laporan auditor harus tetap
merupakan tanggung jawab auditor.

Dalam memutuskan luasnya dampak pekerjaan auditor intern terhadap prosedur audit,
auditor mempertimbangkan:
a.
Materialitas jumlah dalam laporan keuangan, yaitu saldo akun, atau golongan transaksi.
b. Risiko (terdiri dari risiko bawaan dan risiko pengendalian) salah saji material asersi yang
bersangkutan dengan jumlah dalam laporan keuangan.
c.
Tingkat subjektivitas dalam penilaian bukti audit yang dikumpulkan dalam mendukung
asersi.
Jika materilitas jumlah dalam laporan keuangan meningkat dan baik risiko salah saji
material maupun tingkat subjektivitas juga meningkat, kebutuhan auditor untuk melakukan
pengujiannya sendiri terhadap asersi juga meningkat. Jika faktor-faktor tersebut berkurang,
kebutuhan auditor untuk melaksanakan pengujiannya sendiri terhadap asersi juga berkurang.
Untuk asersi yang berkaitan dengan jumlah material dalam laporan keuangan, yang
memilki risiko salah saji material yang tinggi atau tingkat subjektivitas dalam penilaian bukti
audit yang tinggi, auditor harus melaksanakan prosedur memadai untuk memenuhi tanggung
jawabnya. Dalam menentukan prosedur, auditor mempertimbangkan hasil pekerjaan (seperti
pengujian pengendalian dan pengujian substantif) yang dilaksanakan oleh auditor intern atas
asersi yang bersangkutan. Namun, untuk asersi semacam itu, pertimbangan atas pekerjaan
auditor intern tidak dapat dengan sendirinya mengurangi risiko audit ketingkat yang dapat
diterima untuk menghilangkan perlunya pelaksanaan pengujian asersi tersebut secara
langsung oleh auditor. Asersi tentang penilaian aktiva dan utang yang mencakup estimasi
akuntansi yang signifikan, dan tentang eksistensi dan pengungkapan transaksi antarpihak
yang memiliki hubungan istimewa, hal bersyarat (contingency), ketidakpastian, serta
peristiwa kemudian, adalah contoh asersi yang mungkin memiliki risiko salah saji material
yang tinggi atau melibatkan tingkat subjektivitas yang tinggi dalam penilaian bukti audit.
Di lain pihak, untuk asersi tertentu yang berkaitan dengan jumlah yang kurang
material dalam laporan keuangan, yang memiliki risiko salah saji material rendah atau tingkat
subjektivitas dalam penilaian bukti auditnya rendah, auditor dapat memutuskan, setelah
mempertimbangkan keadaan dan hasil pekerjaan (baik pengujian pengendalian maupun
pengujian substantif) yang dilaksanakan oleh auditor intern atas asersi yang bersangkutan,
bahwa risiko audit telah diturunkan ke tingkat yang dapat diterima dan bahwa pengujian
asersi tersebut secara langsung oleh auditor tidak perlu dilakukan. Asersi tentang eksistensi
kas, aktiva yang dibayar di muka, dan penambahan aktiva tetap adalah contoh asersi yang
mungkin memiliki risiko salah saji material yang rendah atau melibatkan tingkat subjektivitas
yang rendah dalam penilaian bukti audit.
KOORDINASI PEKERJAAN AUDIT DENGAN AUDITOR INTERN
Jika pekerjaan auditor intern diharapkan mempunyai dampak terhadap prosedur yang
dilasanakan oleh auditor, hal ini akan efisien jika auditor dan auditor intern
mengkoordinasikan pekerjaan mereka dengan:
a.
Menyelenggarakan rapat berkala.

b.
c.
d.
e.

Menjadwalkan pekerjaan audit.


Memberikan kesempatan akses ke kerta kerja auditor intern.
Me-review laporan auditor.
Membicarakan kemungkinan adanya masalah akuntansi dan auditing yang ditemukan.
PENILAIAN DAN PENGUJIAN EFEKTIVITAS PEKERJAAN AUDITOR INTERN
Auditor harus melaksanakan prosedur untuk menilai mutu dan efektivitas pekerjaan
auditor intern, yang secara signifikan berdampak terhadap sifat, saat, dan lingkup prosedur
auditor. Sifat dan lingkup prosedur yang harus dilaksanakan oleh auditor dalam melakukan
penilaian ini merupakan masalah pertimbangan auditor, tergantung atas luas dampak
pekerjaan auditor intern atas prosedur auditor untuk saldo akun dan golongan transaksi yang
siginifikan. Dalam mengembangkan prosedur penilaian, auditor harus mempertimbangkan
faktor-faktor apakah:

CHAPTER 24
ETHICS AND WHISTLEBLOWER PROGRAMS
A. SEJARAH WHISTLEBLOWING
Undang-undang terbaru whistleblowing adalah Sarbanes-Oxley Act (SOx) yang
mendorong pegawai untuk melaporkan pelanggaran yang terjadi tanpa ada rasa takut
tindakan balas dendam. Undang-undang yang muncul karena skandal-skandal besar yang
terjadi di AS, seperti Enron dan Worldcom, juga menyebutkan, usaha balas dendam
terhadap seorang whistleblower merupakan pelanggaran. Di negara-negara lain pun,
whistleblowing telah memilki dasar hukum yang kuat. Di Australia ada Australian
Standard AS8004 sedangkan di Inggris ada Public Concern at Work. Inti isinya sama
dengan undang-undang yang berlaku di Amerika. (Learning Center Group, 2006).
Dalam konteks badan usaha, whistleblower diperlukan untuk mencegah terjadinya
fraud melalui pengawasan lingkungan. Dengan adanya mekanisme whistleblower
diharapkan perusahaan dapat menegakkan standar pelayanan dan etika, menerapkan
sistem pencegahan dini (early warning system) dan meningkatkan confidence di dalam
organisasi. Namun, menerapkan whistleblowing di Indonesia tentu tidak semudah itu.
Budaya

umum

pegawai

mungkin

belum

mendukung

terciptanya

mekanisme

whistleblowing.
B. PENGERTIAN WHISTLEBLOWING SECARA UMUM
Whistleblowing adalah usaha yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang
karyawan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipercayai sebagai kecurangan atau
pelanggaran, baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya. Pihak yang dilapori itu
bisa saja atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas. Whistleblowing menarik perhatian
dunia luar dengan melaporkan kesalahankesalahan organisasinya atau keluhan karyawan
ke banyak orang.
Contoh :
1. Whistleblowing

adalah

tindakan

seorang

karyawan

yang

membocorkan

penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan dengan membuang susu dalam


jumlah besar demi mempertahankan stabilitas harga susu.
2. Manipulasi di bagian produksi yang mengurangi atau menaikkan kadar unsur
kimia tertentu dari standar normal dengan maksud untuk mengurangi biaya

produksi atau membuat konsumen ketagihan dan pada akhirnya mendatangkan


keuntungan besar bagi perusahaan.
3. Laporan mengenai manipulasi atas neraca perusahaan hanya untuk bisa go public.
Laporan mengenai kecurangan-kecurangan ini bukan pembocoran rahasia.
WHISTLEBLOWING
Berdasar pembagiannya, whistleblowing dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1) Whistleblowing Internal
Whistleblowing internal terjadi ketika seorang atau beberapa orang
karyawan tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau
kepala bagiannya kemudian melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan
perusahaan yang lebih tinggi. Motivasi utama whistleblowing adalah motivasi
moral yaitu, demi mencegah kerugian bagi perusahaan. Hanya saja, tidak mudah
mengetahui apakah motivasinya baik. Jadi, pemimpin harus bersikap hati-hati dan
netral bukan dalam pengertian tidak peduli (indiferent), melainkan serius
menanggapinya dan tetap memegang prinsip praduga tak bersalah. Di pihak lain,
motivasi si pelapor bisa saja memang baik tapi bisa saja jahat. Dengan sikap
seperti ini maka bisa dicegah dua kemungkinan yang sama-sama merugikan.
Sikap langsung percaya bisa memperdaya pemimpin ketika ternyata motivasi
dasar pelapor itu jahat, dan ternyata laporan itu tidak benar. Sikap tidak tanggap
juga bisa merugikan karena bisa saja motivasi pelapor memang baik dan ternyata
isi laporan itu benar.
2) Whistle Blowing Eksternal
Whistleblowing eksternal menyangkut kasus dimana seorang pekerja
mengetahui kecurangan yang dilakukan perusahaannya lalu membocorkannya
kepada masyarakat karena dia tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan
masyarakat. Dalam kasus whistleblowing eksternal, keraguan atas loyalitas
karyawan jauh lebih kuat dari pada whistleblowing internal. Seringkali semua
karyawan dilarang untuk membocorkan kecurangan perusahaan pada pihak luar
karena tindakan itu dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip
loyalitas. Dasar pemikiran dari pernyataan di atas, karyawan itu sudah diberi gaji
karena itu ia tidak boleh membocorkan kecurangan perusahaan yang merusak
nama baik perusahaan. Seharusnya dasar pemikiran yang benar karyawan tidak
ingin perusahaan dituntut, diboikot dan bangkrut, dan karena itu lebih baik

kecurangan tersebut dibongkar. Semakin lama tindak kecurangan tidak dibongkar,


maka dampak negatif terhadap perusahaan akan semakin besar. Sebaliknya
karyawan yang berusaha mendiamkannya harus dianggap sebagai tidak loyal,
tidak peduli, dan tidak punya komitmen moral terhadap perusahaannya.
Seorang Whistleblower akan mendapatkan 2 macam jasa, yaitu :
1. Jasa sebagai seorang pahlawan bagi orang yang mendapat keuntungan dari
tindakan whistleblowing yang dilakukan. Dikatakan pahlawan karena
whistleblower
2.

menjunjung

tinggi

nilai

moral

diatas

kepentingan

pribadinya.
Jasa sebagai seorang pengkhianat bagi organisasi atau oknum yang telah
sengaja melakukan tindak kecurangan. Selain itu, dikatakan sebagai
seorang pengkhianat karena mengexpose kesalahan.

Whistleblowing tidak akan diproteksi ketika:


a. Tuduhan karyawan tidak relevan atau tidak berdasarkan pada fakta yang ada
sehingga tuduhan tersebut merupakan tuduhan yang tidak bertanggungjawab.
b. Membuka rahasia badan usaha yang berkaitan dengan rencana untuk
pengembangan produk. Hal ini tidak dapat disebut sebagai whistleblowing,
tetapi membocorkan rahasia badan usaha.
c. Membuka rahasia pribadi seseorang dengan tujuan untuk menjatuhkan nama
baik pribadi tersebut.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum seseorang melakukan
whistleblowing, yaitu:
1. Menguji motif apa yang diinginkan seseorang sebelum melakukan
whistleblowing.
2. Harus mencari data, karena whistleblowing harus disertai dengan bukti-bukti
atau fakta-fakta yang akurat.
3. Menentukan dugaan secara spesifik.
4. Melakukan konsultasi dengan pengacara terlebih dahulu.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar whistleblowing tidak terjadi:
1. Mengembangkan prosedur keluhan internal atau pekerja secara efektif.
Misalnya dengan menyediakan saluran untuk menampung keluhan internal
karyawan.
2. Memberikan sesuatu reward and punishment kepada karyawan. Apabila
seorang karyawan memiliki prestasi yang bagus, maka bisa diberi hadiah atau

bonus. Namun apabila seorang karyawan melakukan kesalahan, maka bisa


diberikan sanksi.
3. Menunjukkan tanggung jawab eksekutif senior dengan cara melakukan
investigasi dan mencatat kesalahan.
4. Menindak kegiatan-kegiatan yang ilegal. Apabila diketahui melakukan
kesalahan, maka dilakukan eksekusi seperti melakukan pemecatan agar para
karyawan menjadi disiplin.
C. PRO DAN KONTRA TERKAIT WHISTLEBLOWING
Whistleblowing merupakan fenomena yang marak terjadi di abad 21 terhadap
ketidakpuasan karyawan terhadap manajemen. Pada awalnya, Whistleblower dianggap
sebagai orang yang tidak loyal karena menjatuhkan perusahaannya sendiri atau
mengungkapkan keburukan dari perusahaannya. Tetapi seiring berjalan waktu,
whistleblowing mulai mendapat pengakuan dari pemerintah. Negara juga memberikan
fasilitas perlindungan terhadap pelaku whistleblowing dengan konsekuensi bukti dan
fakta akurat berisi kebenaran.
Whistleblowing sering disamakan begitu saja dengan membuka rahasia
perusahaan, padahal keduanya tidak sama. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang
konfidensial dan harus dirahasiakan, dan umumnya tidak menyangkut efek yang
merugikan apa pun bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain.
Whistleblowing umumnya menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan baik
perusahaan sendiri maupun pihak lain, dan apabila kecurangan tersebut dibongkar akan
mempunyai dampak yang merugikan bagi perusahaan, dampak terkecilnya yaitu dapat
merusak nama baik perusahaan tersebut.
D. HUBUNGAN ANTARA WHISTLEBOWER DENGAN INTERNAL AUDITOR
Internal auditor sering kali dipandang sebagai ethical leader dalam suatu bisnis.
Ketika ada kasus atau pertanyaan yang berkaitan dengan fraud dalam operational
perusahaan, pihak manajemen selalu meresponnya dengan memanggil internal auditor
untuk mengivestigasi kemungkinan fraud tersebut. Karena memiliki standar profesi yang
kuat, yang juga dikenal sebagai kode etik profesi, internal auditor sudah seharusnya
menjadi panutan atau contoh dalam melakukan sesuatu yang beretika (ethical leader)
dalam bisnis.

Pengetahuan dan pemahaman atas kode etik profesi memiliki peran yang jauh
lebih besar dari sekedar fungsi internal auditor dalam suatu perusahaan. Banyak
perusahaan yang telah berkomitmen untuk menjalankan bisnis dengan memegang prinsip
etika, tetapi hal tersebut seringkali tidak bertahan lama. Dalam Sarbanes Oxley Act (SOx),
telah ditekankan mengenai pentingnya dalam menerapkan suatu lingkungan yang beretika
pada perusahaan dalam menjalankan bisnis. Banyak inisiatif yang juga sudah dilakukan
oleh departemen lain, seperti human resource department dan corporate legal. Selain
menekankan pada lingkungan bisnis yang beretika, perusahaan juga harus menekankan
pada kode etik setiap stakeholder perusahaan, pengakuan pada nilai-nilai bisnis yang
dianut oleh perusahaan, dan juga program whistleblower.
Konsep dari program whistleblower adalah semua karyawan atau stakeholder
lainnya dapat melaporkan suatu kecurangan atau aktivitas yang tidak sesuai dengan kode
etik yang berlaku. Program whistleblower ini telah menjadi elemen dari SOx. Internal
auditor harus mengerti tentang peran dari whistleblower dan memahami bagaimana
aktivitas ini berpengaruh bagi lingkungan pengendalian dalam bisnis.
E. ENTERPRISE ETHICS, COMPLIANCE, AND GOVERNANCE
Para investigator, regulator, dan wartawan menyatakan bahwa mayoritas
perusahaan-perusahaan yang terkenal, gagal dalam menjalankan bisnisnya kerena
perilaku tidak etis yang dilakukan oleh manager dari berbagai level. Kegagalan dalam
bisnis seperti yang diungkapkan di atas, bukan merupakan suatu hal yang baru lagi.
Internal auditor tentu sudah tidak asing lagi dengan program-program etika dan
kode etik (code of conduct). Code of conduct merupakan komponen utama dari standar
profesi internal audit. Telah banyak internal auditor yang terlibat dalam mereview dan
membantu dalam meningkatkan program etika perusahaan yang telah disusun. SOx telah
mengatur secara khusus mengenai kode etik dari karyawan senior dan juga mengenai
program whistleblower yang diarahkan oleh komite audit. Dalam SOx, telah diatur bahwa
CFO (Chief Financial Officer) harus menandatangani kode etik yang ada dalam
perusahaan. Hal ini dilakukan karena tidak ada suatu jaminan bahwa CFO akan selalu
mengikuti kode etik yang berlaku dalam perusahaan. Hal-hal yang diatur dalam SOx
hanya terbatas bagi senior financial officer. Perusahaan dalam hal ini harus secara umum
mengimplementasikan nilai-nilai etis yang telah diatur dalam SOx kedalam keseluruhan
perusahaan dan kepada para stakeholdernya. Beberapa kode etik sangat spesifik dan
memang diperuntukkan bagi financial officer, tetapi perusahaan secara keseluruhan juga

membutuhkan nilai-nilai yang lebih besar atau umum untuk diaplikasikan kedalam
perusahaan.
Program etika yang efektif bagi perusahaan dimulai dengan pemahaman mengenai
resiko lingkungan bisnis. Penekanan kode etik tersebut mungkin akan berbeda pada tiap
level jabatan dalam perusahaan, tetapi setiap orang harus memperhatikan nilai-nilai dalam
perusahaan dan juga misi perusahaan. Internal auditor menjadi posisi penting dalam
mengimplementasikan kode etik pada perusahaan tersebut. Internal auditor tidak hanya
harus megerti mengenai internal accounting control perusahaan, tetapi juga harus
memiliki pemahaman mengenai program etika perusahaan yang efektif.
(a) Ethics First Step: Developing A Mission Statement
Setiap perusahaan, baik yang berskala kecil maupun besar harus memiliki
misi yang mendeskripsikan tujuan dan nilai yang dianut perusahaan tersebut. Misi
harus menjadi sumber arahan bagi para karyawan, pelanggan, stockholder
mengenai apa yang hendak dicapai oleh perusahaan. Misi perusahan yang efektif
dapat membantu menciptakan etika organisasi yang kuat dan menciptakan good
corporate governance dalam perusahaan. Misi yang efektif tersebut juga dapat
menjadi suatu aset yang berharga bagi perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan.
(b) Understanding the Ethics Risk Environment
Setiap perusahaan pasti memiliki resiko bisnis yang dapat membatasi
aktivitas operasional perusahaan, pertumbuhan perusahaan, profitabilitas maupun
hal lainnya. Program etika yang efektif yang telah disusun oleh perusahaan tidak
dapat dijadikan sebagai suatu pegangan atau patokan bahwa perusahaan tersebut
dapat bebas dari resiko, seperti gempa bumi atau bencana besar, tetapi program
etika tersebut dapat membantu menjadi perisai untuk menghadapi berbagai
resiko bisnis yang mungkin terjadi di luar faktor tersebut. Beberapa karyawan
akuntansi memutuskan untuk melanggar peraturan yang ada sebelum SOx, dimana
pengabaian terhadap etika ini dapat memunculkan resiko dalam berbagai hal.
Contoh: karyawan yang mengcopy software komputer dan menggunakannya di
personal computer miliknya, pekerja pabrik yang mengabaikan prosedur
pengecekan produk final, supplier yang mengirimkan barang dalam jumlah yang
lebih sedikit dari yang dipesan karena tidak pernah dilakukan pengecekan
terhadap shipping notice. Contoh di atas merupakan contoh terhadap pelanggaran
aturan yang ada dan dapat berpotensi menimbulkan resiko dalam bisnis.

i. Ethics-Related Findings From Past Audits Or Special Audits


Jika internal audit telah menyelesaikan sejumlah besar kepatuhan
terkait operasional perusahaan dan juga terhadap audit keuangannya,
pemeriksaan ulang terhadap working paper dan laporan audit dapat
memberikan gambaran terkait sikap etika secara keseluruhan. Temuan-temuan
dalam working paper yang meliputi kesalahan-kesalahan yang ringan yang
terjadi secara terus-menerus menunjukkan tren secara keseluruhan terhadap
perilaku etis. Contoh: kesalahan berkelanjutan yang dilakukan oleh karyawan
dalam beberapa proses yang relatif kecil seperti mengamankan atau
memastikan tanda tangan persetujuan kedua atas transaksi bernilai kecil,
dimana kebijakan mengharuskan untuk tanda tangan kedua, atau kegagalan
untuk mendokumentasikan aplikasi teknologi informasi baru, meskipun ada
persyaratan dokumentasi pengembangan sistem. Tim audit yang bertanggung
jawab dapat memutuskan untuk memasukkan temuan yang dianggap kecil
tersebut untuk disertakan dalam laporan audit, dan temuan-temuan tersebut
merujuk pada permasalahan sikap etis. Beberapa temuan kecil yang terjadi
tersebut mengakibatkan beberapa peraturan dalam perusahaan perlu diubah.
ii. Employee And Stakeholder Ethics Attitude Surveys
Survey yang dilakukan terhadap para karyawan, stakeholder dapat
menjadi salah satu cara untuk menilai perilaku etis dalam perusahaan. Dengan
survey tersebut, kita dapat memperoleh banyak informasi terkait perilaku etis
dan praktek dari tiap-tiap pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis, seperti
pekerja pabrik, staff karyawan, manajer senior, supplier dan lainnya. Survey
tersebut dapat berisi pertanyaan-pertanyaan yang umum, tetapi tiap-tiap
kelompok akan menerima pertanyaan yang spesifik terkait tanggung
jawabnya. Contoh pertanyaan survey dapat dilihat pada halaman 555 Exhibit
24.1. Survey terkait etika yang dilakukan tersebut akan mempermudah auditor
internal, tim penyusun kode etik yang berlaku dalam perusahaan, maupun
pihak-pihak lainnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai lingkungan
yang beretika dalam perusahaan.
(c) Summarizing Ethics Surveys Results: Do We Have a Problem?
Hasil dari survey terkait etika atau penilaian yang dilakukan oleh audit
internal pada masa lalu dapat menyediakan suatu jaminan terhadap proses atau
tindakan yang telah dilakukan dengan cukup baik di dalam perusahaan. SOx

membahas mengenai etika dan juga permasalahan terkait whistleblower terkait


karyawan bagian keuangan senior dan juga terhadap kemungkinan terjadinya
fraud terhadap laporan keuangan. Program etika yang efektif tersebut akan
membawa manfaat bagi perusahaan. Jika perusahaan tidak memiliki program
etika, internal audit adalah langkah yang tepat untuk membantu menyediakan
program etika ini bagi perusahaan.
F. KODE ETIK PERUSAHAAN
Kode etik ini telah ditempatkan di tempat yang utama dalam suatu perusahaan
selama bertahun-tahun. Sox mensyaratkan bahwa setiap perusahaan harus memiliki kode
etik profesi untuk dapat memahami berbagai konflik kepentingan yang mungkin timbul
maupun untuk menguji kepatuhan terhadap peraturan pemerintah yang berlaku.
(a) Kode etik berisikan : Apa yang seharusnya menjadi pesan dari kode etik
tersebut?
Kode etik haruslah berupa serangkaian aturan yang jelas, tidak
membingungkan, dan menguraikan seluruh harapan yang ingin dicapai baik oleh
stakeholders maupun oleh seluruh anggota perusahaan. Kode itu haruslah
didasarkan pada nilai-nilai dan permasalahan yang ada dalam perusahaan. Kode
etik ini harus dapat diterapkan kepada semua anggota perusahaan dari level atas
sampai level paling bawah yang ada dalam perusahaan.
Jika suatu perusahaan sudah memiliki suatu kode etik, internal auditor
harus menjadwalkan peninjauan kembali kode etik tersebut dari waktu ke waktu.
Kode etik yang lama seringkali hanya dirancang hanya untuk karyawan level
bawah dan sedikit mengatur mengenai karyawan perusahaan yang lebih senior.
Internal audit dapat bekerja sama dengan manajemen senior serta komite audit
untuk memeriksa setiap kode etik yang ada, apakah masih layak atau relevan
dengan SOx.
Setiap

lintas

fungsi

manajemen,

dapat

bersatu

bersama

untuk

mengembangkan atau meninjau kembali kode etik yang ada. Tim tersebut harus
dapat memeriksa permasalahan bisnis apa saja yang sedang dihadapi perusahaan,
dan merancang serangkaian aturan yang dapat diaplikasikan sesuai untuk
permasalahan tersebut. Setiap perusahaan memiliki kode etik yang berbeda, dari
segi cara, format, dan ukurannya.
(b) Komunikasi terhadap stakeholders, dan memastikan Kepatuhan

Kode etik perusahaan haruslah seperti dokumen yang hidup, maksudnya


harus selalu berkembang menyesuaikan kondisi lingkungan yang ada. Jika
dokumen menampilkan suatu kode etik yang baru, atau yang telah mengalami
revisi, perusahaan harus mengambil tindakan untuk mengatasi dampak yang akan
terjadi, dengan cara menyampaikan salinan dari kode etik tersebut kepada seluruh
karyawan dan stakeholders. Berdasarkan aturan SOx yang ada, langkah awal yang
baik haruslah dapat menampilkan secara formal kode etik yang baru kepada top
management perusahaan, khususnya kepada karyawan keuangan.
Tim manajemen senior, harus menyatakan bahwa mereka telah membaca,
memahami, dan akan mematuhi kode etik yang ada. Perusahaan haruslah
mmenyampaikan kode etik tesebut ke seluruh stakeholders perusahaan. Hal ini
dapat dilakukan dengan berbagai tahapan, yang pertama menyampaikannya pada
unit atau level yang lebih kecil dalam perusahaan, barulah ke stakeholder. Bukan
hanya sekedar membuat aturan tertulis mengenai kode etik tersebut, tetapi
perusahaan harus memiliki upaya formal untuk menampilkan kode etik tersebut
dalam suatu cara yang dapat menarik perhatian.
Suatu kode etik yang baru dapat dikomunikasikan oleh CEO melalui
video, website, pelatihan, dan cara-cara lainnya untuk menekankan bahwa kode
etik itu merupakan sesuatu yang penting. Perusahaan haruslah memastikan seluruh
stakeholders telah mengetahui dan mematuhi kode etik yang ada. Hal ini dapat
tercapai melalui pertanyaan berikut :
- Apakah anda telah menerima dan membaca kode etik yang ada?
- Apakah anda mengerti tentang isi dari kode etik tersebut?
- Apakah anda setuju untuk mematuhi semua kebijakan dan aturan yang ada
di dalamnya?
Perusahaan juga harus memastikan bahwa setiap karyawannya telah
memahami dengan baik dan menyanggupi untuk patuh terhadap kode etik.
Mengikuti kode etik yang ada adalah suatu bagian dari aturan kerja, dan apabila
karyawan gagal mematuhi kode etik secara terus-menerus maka bisa dijadikan
alasan untuk pemutusan hubungan kerja.
(c) Pelanggaran Kode Etik dan Tindakan Perbaikan (Korektif)
Kode etik adalah serangakian aturan yang menyiratkan tindakan yang
diharapkan terjadi di dalam suatu perusahaan. Sebagai tambahan selain
mempublikasikan kode etik dan memperoleh penerimaan dari stakeholders,
dibutuhkan juga suatu mekanisme untuk melaporkan pelanggaran terhadap kode

etik yang ada, melakukan investigasi pada pihak-pihak terkait, serta bagaimana
cara penanganan terhadap pelanggaran tersebut.
Jika perusahaan telah menyampaikan dengan tegas kode etik yang ada
dengan sebuah pesan dari CEO tentang pentingnya tindakan yang etis, semua
stakeholders diharapkan untuk mengikuti aturan tersebut. Bagaimanapun juga,
manusia tetap saja manusia, dan akan selalu ada yang melanggar aturan atau
berjalan diluarnya. Suatu perusahaan haruslah membuat suatu cara untuk
membuat karyawan atau pihak luar dapat melaporkan pelanggaran-pelanggaran
yang potensial terjadi atas kode etik tersebut, melalui cara yang aman dan rahasia.
Banyak cara pelaporan tersebut dapat dilakukan melalui whistleblower. Kode etik
merupakan serangkaian aturan untuk tindakan yang diharapkan terjadi oleh
perusahaan, maka ketika aturan ini dilanggar, hal tersebut haruslah diinvestigasi
dan ada tindakan perbaikan harus diambil secara konsisten. Kebanyakan
pelanggaran terhadap kode etik ini dapat ditangani melalui prosedur normal
bagian HRD perusahaan, yang mana harus menciptakan proses tindak lanjut, yang
pertama tama dapat dilakukan melalui peringatan verbal, atau bisa dengan
kemungkinan pemutusan hubungan kerja untuk pelanggaran yang telah dilakukan
berulang kali. Beberapa pelanggaran, harus dilaporkan kepada pihak yang
berwajib di luar perusahaan.
Pelanggaran terhadap aturan SOx, seperti misalnya pencurian barang di
gudang akan dilaporkan kepada jaksa penuntut yang ada di wilayah bersangkutan.
Ketika hal ini diberitahukan dan dilaporkan ke pihak luar, hal tersebut telah keluar
dari kendali atau tanggung jawab perusahaan. Keseluruhan tujuan dari semua ini
adalah perusahaan memiliki beberapa proses untuk memastikan seluruh
stakeholders berlaku baik dan beretika, seperti yang telah dijelaskan di dalam
kode etik, dan untuk menyediakan mekanisme pelaporan pelanggaran yang
konsisten, dan pengambilan tindakan disiplin apabila dibutuhkan.
(d) Menjaga Kode Etik Tetap Dilaksanakan
Banyak dari aturan dasar perusahaan tentang berperilaku baik dan beretika,
dan aturan-aturan spesifik lainnya, tidak mengalami perubahan dari tahun ke
tahun. Seperti contoh, aturan yang menyatakan bahwa stakeholders memiliki
tanggung jawab untuk menjaga aset, properti, kas, dan sumber daya lainnya,
aturan tersebut tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perusahaan
haruslah melakukan peninjauan kembali terhadap kode etik yang telah dipublikasi
secara berkala, paling tidak satu kali dalam dua tahun, untuk memastikan bahwa

petunjuk atau arahan itu masih bisa berlaku dan masih dapat diterima pada saat
ini. Peninjauan berkala ini bisa meliputi pernyataan yang menyatakan kebutuhan
akan laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu pada semua level dalam
perusahaan, atau bisa meliputi komitmen perusahaan untuk menghindari segala
bentuk kecurangan fnansial. Setiap perubahan atau revisi yang dilakukan terhadap
kode etik perusahaan, haruslah disampaikan kepada semua pihak dengan proses
yang sama jelasnya seperti pada saat kode etik itu pertama kali dipublikasikan.
Revisi atau perubahan itu juga harus disampaikan kepada semua stakeholders,
dengan penjelasan tentang perubahan yang dilakukan dan keharusan untuk
memahaminya.
Apabila ada karyawan atau stakeholder baru yang bergabung dalam
perusahaan, mereka juga harus diberikan kode etik yang berlaku di perusahaan,
dan mereka harus membaca serta bersedia mematuhinya. Pertimbangan bagi
karyawan baru, mereka bisa djelaskan dan diberikan pemahaman mengenai kode
etik yang ada, serta komitmen perusahaan dalam menjalankannya, melalui online
video. Begitu juga apabila kode etik itu mengalami revisi atau tidak, seluruh
stakeholders harus ditanya secara berkala untuk menegaskan kembali mereka
telah membaca kode etik tersebut dan bersedia terus patuh terhadapnya.
Sejalan dengan misi yang telah ditetapkan, perusahaan harus menjaga
konsistensi dari kode etik dan aturanaturan

yang ada didepan seluruh

stakeholders di setiap saat. Hal ini dapat tercapai melalui poster bulletin board
yang ditempelkan di areaarea tertentu dalam perusahaan, dimasukkan dalam
segment tertentu saat ada pelatihan karyawan. Internal auditor harus memainkan
peranan penting dalam mendorong berlakunya kode etik ini dan memonitor
kepatuhan tiap anggota perusahaan melalui review, serta kontak berkelanjutan
terhadap perusahaan. Internal auditor harus sangat waspada terhadap kode etik
perusahaan, dan menggunakannya sebagai dasar dalam pelaporan adanya
pelanggaran, serta dalam membuat rekomendasi sepanjang melakukan internal
audit.
G. MENDESAIN MEKANISME WHISTLEBLOWER YANG SESUAI DENGAN
PERUSAHAAN
Dalam mengatasi dan menginvestigasi adanya indikasi penyimpangan, perusahaan
sangat memerlukan pengelolaan yang baik di dalam perusahaan. Dalam banyak kasus
penyimpangan yang terjadi, biasanya manajemen puncak perusahaan atau pejabat tinggi

perusahaan merupakan pihak yang menjadi sorotan utama, namun sebenarnya


penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi di berbagai lapisan kerja organisasi.
Penyimpangan pengelolaan perusahaan ini dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.
Selain itu, secara tidak langsung penyimpangan ini juga dapat membangun budaya yang
tidak baik, bukan hanya pada hubungan internal organisasi perusahaan, namun juga
terhadap hubungan eksternal dengan para pihak yang menjadi mitra kerja perusahaan.
Oleh sebab itu, dapat dilihat bahwa dampak yang terjadi sangat signifikan bagi
perusahaan jika penyimpangan ini dilakukan secara terus menerus tanpa adanya suatu
usaha perbaikan pengelolaan perusahaan.
Seiring dengan semakin meningkatnya perhatian berbagai pihak terhadap tata
kelola suatu perusahaan, kini banyak organisasi di beberapa negara yang telah membuat
saluran pengaduan tanpa nama, atau yang dikenal dengan sebutan Whistleblower
Mechanism.
Kenapa mekanisme Whistleblower dianggap penting?
Selain karena di beberapa negara, sistem tersebut diwajibkan oleh peraturan,
faktanya, informasi dugaan (tips) merupakan metode yang dianggap paling berhasil
dalam menemukan adanya fraud dibandingkan dengan metode lainnya. Hal ini dibuktikan
oleh Association of Certified Fraud Examiner yang melakukan survey di perusahaanperusahaan Amerika pada tahun 2004-2006.

Sebenarnya
di

Indonesia
mekanisme

di

atas

sudah
diterapkan,

bukan hanya

di

perusahaan,

namun juga

dipemerintahan,

yaitu

dengan

adanya

beberapa

institusi yang memang menerima pelaporan dari masyarakat, seperti Komisi


Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pedoman tata kelola perusahaan yang baik di Indonesia juga merekomendasikan
agar Negara harus dapat menciptakan situasi kondusif untuk melaksanakan tata kelola

perusahaan yang baik dengan memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk


melindungi saksi pelapor yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi
pada suatu institusi, baik perusahaan maupun bentuk lain.
Memang saat ini belum ada peraturan yang mewajibkan keberadaan mekanisme
Whistleblower dalam sebuah organisasi, namun Indonesia sudah memiliki UndangUndang tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU No.13/2006) untuk menjamin
perlindungan kepada saksi korban dalam semua tahap proses peradilan pidana walaupun
memang perlindungan ini belum mencakup saksi pelapor dan tidak memberikan insentif
seperti pengurangan hukuman bagi pelapor yang terlibat dalam sebuah tindakan fraud.
Selain sebagai salah satu alat untuk mendeteksi fraud, sebenarnya mekanisme
whistleblower juga bermanfaat sebagai alat untuk mendeteksi berbagai permasalahan
yang ada dalam organisasi, seperti diskriminasi, pelecehan, atau penyimpangan perilaku
lainnya yang tidak sesuai dengan standar etika yang berlaku di organisasi. Sehingga, jika
diimplementasikan dengan serius, mekanisme whistleblower ini juga dapat berfungsi
sebagai salah satu alat pengendalian dan pengawasan, yang dapat membantu
meningkatkan perilaku etis dalam organisasi, yang juga dapat mendorong perubahan
kultur organisasi ke arah yang lebih baik. Si pemberi informasi ini dapat berasal dari
manajemen, karyawan sebuah organisasi, ataupun pihak lain yang memiliki interaksi
dengan perangkat organisasi.
Terdapat beberapa pilihan model mekanisme whistleblower yang dapat diterapkan
pada organisasi, yang tentu saja harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi organisasi.
Mekanisme whistleblower adalah suatu sistem yang dapat dijadikan media bagi saksi
pelapor untuk menyampaikan informasi mengenai tindakan penyimpangan yang
diindikasi terjadi di dalam suatu organisasi.
Pedoman GCG Indonesia merekomendasikan kepada dunia usaha untuk
melaksanakan fungsi ombudsman yang dapat menampung informasi penyimpangan yang
terjadi pada perusahaan, dan fungsi ombudsman ini dapat dilaksanakan bersama pada
suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
Mekanisme whistleblower, umumnya harus dapat menerima informasi dari
pelapor tanpa identitas (anonymous). Alasannya tentu saja agar pelapor dapat lebih bebas
dan tidak takut untuk menyampaikan informasi. Namun walaupun tanpa identitas,
diharapkan pelapor menyampaikan informasi secara obyektif dan bertanggung jawab.
Oleh karena itu perlu ada sebuah sistem yang dirancang dengan baik, agar informasi yang
dilaporkan dapat disaring dengan benar, sehingga tidak menimbulkan dugaan yang tidak

beralasan atau bahkan rekayasa untuk menjatuhkan seseorang untuk kepentingan pribadi
serta untuk menjaga keamanan pelapor.

Pedoman

tata

kelola

perusahaan

yang

baik

(GCG)

di

Indonesia

merekomendasikan kepada setiap perusahaan untuk menyusun peraturan yang menjamin


perlindungan terhadap individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika
bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan.

Idealnya, mekanisme whistleblower mencakup adanya hotline yang menyediakan


akses 24 jam 365 hari setahun yang dilengkapi dengan interviewer yang handal. Jadi
tentunya hotline yang disediakan bukan hanya searah saja dalam penerimaan informasi,
dan lebih dari sekedar pelaporan tertulis melalui surat, email, atau sms. Untuk hasil
terbaik dan untuk menyederhanakan komunikasi, organisasi harus menyediakan hanya
satu mekanisme untuk melaporkan berbagai permasalahan yang ada dalam organisasi,
termasuk fraud, pelecehan, maupun diskriminasi. Dengan sentralisasi pelaporan,
informasi kemudian akan disalurkan ke para pihak yang paling sesuai. Pedoman GCG
Indonesia juga merekomendasikan bahwa Dewan Komisaris berkewajiban untuk

menerima dan memastikan pengaduan atau pelaporan tentang pelanggaran terhadap etika
bisnis, pedoman perilaku, peraturan perusahaan dan peraturan perundang-undangan,
diproses secara wajar dan tepat waktu.
Agar sesuai dengan rekomendasi ini, Dewan Komisaris dapat saja mendelegasikan
aktivitas ini kepada perangkatnya, misalnya kepada Komite Audit. Namun, ada baiknya
pelaporan tidak hanya diterima oleh satu pihak karena dapat mengurangi risiko
penyembunyian informasi tertentu dengan sengaja dan tentu saja menjaga integritas
mekanisme pelaporan.
Organisasi dapat memilih untuk menjalankan sendiri mekanisme whistleblower,
mulai dari penerimaan pengaduan hingga tindak lanjutnya, atau melakukan outsourcing
fungsi penerimaan pengaduan tersebut kepada pihak eksternal yang independen. Pihak
tersebut bertanggungjawab untuk menyampaikan laporan hasil pengaduan yang ada
kepada Dewan Komisaris, melalui tim khusus yang dibentuk untuk menangani pengaduan
yang ada. Tim khusus yang dibentuk untuk menangani pengaduan ini sebaiknya
beranggotakan wakil dari Komite Audit dan wakil dari setidaknya 2 fungsi lain di
organisasi yang memiliki keterkaitan dengan perilaku dan kepatuhan, misalnya Komite
GCG, Bagian SDM, Bagian Hukum, Bagian Audit Internal/Kepatuhan. Aktivitas tindak
lanjut tetap merupakan tanggung jawab dari organisasi yang bersangkutan.
Agar mekanisme whistleblower ini efektif, tentu perlu dilakukan sosialisasi.
Sosialisasi mengenai keberadaan mekanisme whistleblower, juga dapat membantu
menciptakan kondisi kerja yang dilandasi etika, melalui adanya deskripsi yang jelas
mengenai berbagai jenis perilaku yang diharapkan untuk diterapkan di dalam organisasi.
Mekanisme tersebut harus diinformasikan kepada seluruh pemangku kepentingan,
termasuk karyawan, mitra kerja, dan investor.
Selain itu, jika dimungkinkan, tersedianya sistem yang dapat secara otomatis
memberikan nomor secara acak kepada telepon yang dilakukan oleh pelapor akan sangat
bermanfaat untuk memfasilitasi dilakukannya peneleponan kembali. Termasuk sangat
berguna untuk melakukan dialog lebih lanjut dengan pelapor dalam proses investigasi.
Namun demikian, tentu harus tetap dipastikan terjaminnya kerahasiaan identitas pelapor
dan juga perlindungan terhadap pelapor, agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan atau
bahkan membahayakan pelapor. Tanpa adanya kepastian ini, mekanisme whistleblower

akan sama sekali tidak bermanfaat dan hanya akan menjadi pajangan saja, karena tidak
akan ada orang yang mau melaporkan sesuatu jika tindakan tersebut akan membahayakan
dirinya atau bahkan keluarganya.

H. MENINGKATKAN PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN


Sebuah program etika yang kuat, berdasarkan pernyataan misi berarti dan
kode etik, merupakan unsur kunci dalam setiap program secara keseluruhan tata kelola
perusahaan di perusahaan. Skandal akuntansi yang mengarah ke SOx yang dalam banyak
hal, terjadi di tingkat atas perusahaan, baik yang disebabkan oleh petugas keuangan,
seorang CEO, atau akuntan publik. Tim eksekutif di perusahaan skandal akuntansi yang
menetapkan aturan mereka sendiri dengan pertimbangan yang diberikan ke seluruh
perusahaan. Sebagai hasilnya. SOx ini terutama difokuskan pada kelompok senior.
Namun etika yang kuat secara keseluruhan akan memperbaiki praktek-praktek tata kelola
perusahaan untuk seluruh perusahaan, bukan hanya orang-orang di kantor eksekutif.
Sebagai bagian dari peran mereka sebagai pemimpin etika dalam perusahaan
mereka, auditor internal harus menyadari kebutuhan untuk tata kelola perusahaan secara
keseluruhan di seluruh perusahaan dan kebijakan etika. Auditor Internal harus memiliki
etika yang kuat dan program kepatuhan di tempat dalam grup audit internal mereka
sendiri dan harus mencari praktek-praktek serupa dalam perusahaan total. Praktek ini
dianjurkan untuk dilaksanakan tetapi juga membawa kekhawatiran tentang praktek
akuntansi dan keuangan yang menjadi perhatian manajemen. Pernyataan kebijakan
tersebut juga harus menekankan bahwa manajemen tidak akan mentolerir pembalasan
terhadap karyawan yang menimbulkan kekhawatiran. Kebijakan ini dapat membantu
mendorong terbukanya proses untuk menangani isu-isu dengan efektif. Auditor Internal
harus menyadari praktek-praktek ini sebagai bagian dari CBOK mereka dan harus
memainkan peran kunci dalam membantu baik untuk memulai dan untuk meninjau proses
ini.

PEMBAHASAN KASUS
Whistleblowing & the Environment:
The Case of Avco Environmental
Chantale Leroux works as a clerk for Avco Environmental Services, a small toxicwaste disposal company. The company has a contract to dispose of medical waste from a
local hospital. During the course of her work, Chantale comes across documents that suggest
that Avco has actually been disposing of some of this medical waste in a local municipal
landfill. Chantale is shocked. She knows this practice is illegal. And even though only a small
portion of the medical waste that Avco handles is being disposed of this way, any amount at
all seems a worrisome threat to public health.
Chantale gathers together the appropriate documents and takes them to her immediate
superior, Dave Lamb. Dave says, "Look, I don't think that sort of thing is your concern, or
mine. We're in charge of record-keeping, not making decisions about where this stuff gets
dumped. I suggest you drop it." The next day, Chantale decides to go one step further, and
talk to Angela van Wilgenburg, the company's Operations Manager. Angela is clearly
irritated. Angela says, "This isn't your concern. Look, these are the sorts of cost-cutting
moves that let a little company like ours compete with our giant competitors. Besides,
everyone knows that the regulations in this area are overly cautious. There's no real danger to
anyone from the tiny amount of medical waste that 'slips' into the municipal dump. I consider
this matter closed."
Chantale considers her situation. The message from her superiors was loud and clear.
She strongly suspects that making further noises about this issue could jeopardize her job.
Further, she generally has faith in the company's management. They've always seemed like
honest, trustworthy people. But she was troubled by this apparent disregard for public safety.
On the other hand, she asks herself whether maybe Angela was right in arguing that the
danger was minimal. Chantale looks up the phone number of an old friend who worked for
the local newspaper.
Questions for Discussion:
1. What should Chantale do?
2. What are the reasonable limits on loyalty to one's employer?
3. Would it make a difference if Chantale had a position of greater authority?
4. Would it make a difference if Chantale had scientific expertise?

Answers:
1. Chantale sebaiknya melaporkan praktek ilegal perusahaan Avco Environmental
Services tersebut ke bagian eksternal / pihak ketiga yang mampu menangani
permasalahan lingkungan seperti yang terjadi dalam perusahaan tersebut. Yang mana
Avco Environmental Services membuang beberapa limbah medis di daerah yang
berpenduduk. Walaupun limbah yang dibuang tidak terlalu banyak, namun hal
tersebut dapat mengancam kesehatan masyarakat yang ada di daerah pembuangan
limbah medis tersebut.
2. Loyalitas karyawan terkait dengan kasus whistleblower pada perusahaan Avco
Environmental Services adalah sebagai berikut :
a. Ketika seorang karyawan memilih untuk menjadi seorang whistleblower
internal, maka loyalitas karyawan terhadap perusahaannya tersebut dapat
dikatakan baik. Whistleblower internal adalah seorang atau beberapa orang
karyawan yang tahu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain
atau kepala bagiannya, namun ia melaporkan kecurangan itu kepada pimpinan
perusahaan yang lebih tinggi, bukan kepada pihak diluar perusahaan.
b. Sedangkan seorang karyawan yang memilih untuk menjadi whistleblower
eksternal, maka keraguan akan loyalitas seorang karyawan akan jauh lebih
kuat daripada whistleblower internal. Whistleblower eksternal merupakan
seorang pekerja yang mengetahui kecurangan yang dilakukan di dalam
perusahaannya, lalu ia membocorkannya kepada pihak masyarakat karena ia
tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Seringkali karyawan dalam suatu perusahaan dilarang untuk membocorkan
kecurangan perusahaan maupun tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
perusahaan kepada pihak lain diluar perusahaan. Hal itu dikarenakan tindakan
tersebut dianggap sebagai tindakan yang bertentangan dengan prinsip loyalitas.
3. Perbedaan yang dapat terjadi apabila Chantale memiliki posisi dan otoritas yang lebih
tinggi di dalam perusahaan Avco Environmental Services adalah Chantale dapat
menegakkan standar pelayanan dan etika dalam perusahaan tersebut, serta
mengantisipasi agar perusahaan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
masyarakat banyak, seperti pembuangan limbah di daerah yang berpenduduk dengan
cara mempekerjakan karyawan yang ahli dalam masalah lingkungan. Karena jika
semakin lama tindak kecurangan dibiarkan, maka dampak negatif terhadap
perusahaan akan semakin besar, apabila nantinya terbongkar pada pihak luar.

4. Dengan memiliki pengetahuan yang lebih, Chantale akan lebih dapat menjelaskan
pada atasannya dampak-dampak yang terjadi akibat praktek illegal yang dilakukan.
Selain itu, Chantale juga dapat memberikan rekomendasi pada atasannya apa yang
seharusnya dilakukan dalam menanggulangi praktek illegal yang dilakukan tanpa
menaikkan biaya yang dapat merugikan perusahaan.

KESIMPULAN
Tindakan whistleblower dapat dikatakan baik atau buruk bergantung pada motif
dibaliknya. Dikatakan baik apabila tujuannya agar tindakan perusahaan tidak berdampak
negatif bagi pihak lain, tetapi dapat dikatakan buruk apabila whistleblower dilakukan untuk
kepentingan diri sendiri dan merusak nama baik perusahaan.
Ada 2 jenis whistleblower, yakni whistleblower internal dan eksternal. Tingkat
loyalitas karyawan yang melakukan whistleblower internal dikatakan lebih baik daripada
whistleblower eksternal karena tidak memberitahukan pada pihak luar sehingga kerahasiaan
perusahaan masih terjaga. Namun, yang perlu diperhatikan bahwa pada umumnya,
whistleblower eksternal dapat terjadi ketika whistleblower tersebut tidak mendapat respon
berarti dari pihak internal perusahaan ketika ia melaporkan tindakan ilegal yang mungkin
dilakukan perusahaan dimana ia bekerja, seperti pada contoh kasus Avco Environmental.
Oleh karena itu, sebaiknya suatu badan usaha perlu membentuk suatu bagian khusus
yang menampung aduan atau keluhan dari karyawan. Bagian ini haruslah independen dan
dapat menjaga kerahasiaan karyawan tersebut. Yang terpenting ialah, aduan atau keluhan
tersebut haruslah ditindaklanjuti, tidak hanya ditampung. Dengan demikian, dapat
meminimalisir terjadinya whistleblower eksternal dan perusahaan dapat mengatasi dampak
yang mungkin terjadi.

You might also like