You are on page 1of 5

PERTUMBUHAN JANIN YANG TIDAK SESUAI

Pertumbuhan janin yang tidak sesuai bila janin berukuran terlalu besar atau terlalu
kecil menurut usianya. Permasalahan yang berkaitan dengan janin makrosomia atau janin
yang secara konstitutional berukuran besar telah atau akan dibahas dalam bagian lain buku
ini, khususnya dibawah pembahasan mengenai distosia bahu, kehamilan potteern, dan
diabetes. Bagian ini memperhatikan masalah yang berkaitan dengan janin yang terlalu kecil
menurut usia gestosionalnya.
Setiap tahun di Amerika Serikat terdapat kurang lebih 250.000 yang dilahirkan dengan
berat badan yang kurang dari 2.500 gram. The National Institut of Health memperkirakan
bahwa kurang lebih 40.000 kasus merupakan bayi aterm tetapi kemungkinan dengan retardasi
pertumbuhan (Frigoletto, 1986). Bayi-bayi lainnya mencakup bayi preterm, bayi preterm yang
juga mengalami retardasi pertumbuhan sehingga risiko yang ditimbulka menjadi lebih besar
lagi.
Jumlah sebenarnya neonatus dengan retardasi pertumbuhan tidak diketahui. Pada
kenyataannya tidak sampai 25 tahun yang lalu ketika para dokter mula-mula mengenali
bahwa runting atau retardasi pertumbuha janin merupakan fenomena manusia disamping
fenomena hewan. Pada tahun 1991, warkany dkk. melaporkan nilai-nilai normal untuk berat
badan, panjang badan serta lingkaran kepala janin, dan retardasi pertumbuhan janin yang
sudah dipastikan diagnosisnya. Gruenwald (1963) melaporkan kurang lebih sepertiga dari
bayi-bayi dengan berat lahir yang rendah merupakan bayi-bayi matur, dan bahwa ukuran
badan yang kecil dapat disebabkan oleh gawat janin kronis, yang kemungkinan terjadi akibat
insufisiensi plasenta. Setelah adanya laporan ini, konsep tersebut dapat diterima hanya
prosesnya berlangsung lambat.
KALSIFIKASI JANIN UANG KECIL MENURUT USIA GESTASIONAL
Dengan membandingka rincian antara usia gestasional dan berat lahir, Lubchenco dkk.
(1963) membuat kurva pertumbuhan janin. Battaglia dan Lubchenco (1967) kemudian
mengklasifikasikan bayi-bayi yang kecil menurut usia gestasional sebagai bayi yahng
beratnya dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasional. Bayi-bayi diantara persentil ke-10
dan -90 diklasisifikasikan sebagai kelompok dengan berat sesuai menurut usia gestasional.
Metode untuk menentukan pertumbuhan janin yang normal dan abnormal secara sederhana
tetapi efektif ini, diikuti dengan pengenalan bahwa bayi-bayi yang kecil menurut usia
gestasionalnya entah bayi preterm atau aterm, mempunyai mortalitas perinatal yang
meningkat secara bermakna (Lubchenco dkk. 1972).
Seperti yang dilukiskan dalam gambar 38-10, suatu janin dapat berukuran kecil
menurut usia gestasionalnya akibat sebab genertik yang dapat ditentukan sebelumnya atau
akibat dari suatu proses patologis (retardasi pertumbuhan janin). Dengan menerima retardasi
pertunbuhan janin sebagai suau realitas, kita dapat memahami bahwa keadaan ini bisa
disebabkan oleh berbagai macam penyakit dan keadaan. Pada kenyataannya, karena berbagai
etiologi yang beraneka ragam ini, pemecahan terhadap permasalahan retardasi pertumbuhan
janin tidak bisa dilakukan secara sederhana. Namun demikian, berbagai kemajuan yang
berarti telah dicapai dalam menentukan etiologi, teknik skrining, diagnosis, penata laksanaan
dan pengawasan tindak lanjut terhadap komplikasi ini. Perlu ditekankan lagi bahwa sebelum
dibuat diagnosis dan disusun penatalaksanaan terhadap retardasu pertumbuhan janin, usia
gestasional harus ditentukan dahulu secara akurat.

Retardasi pertumbuhan janin dibagi menjadi dua tipe klinis: tipe I atau tipe simetris,
dan tipe II atau tipe asimetris. Kedua tipe ini kemungkinan terjadi akibat perbedaan saat
mulai timbul dan lama kejadian yang menyebabkan pertumbuhan tersebut mengalamai
retardasi. Winck (1971) mengemukakan tiga fase pertumbuhan seluler dalam plasenta dan
janin. Fase pertama terdiri dari 8 peningkatan jumlah sel (hiperplasia), fase kedua adalah
peningkatan jumlah serta ukuran sel (hiperplasia dan hipertrofi), dan fase ketiga hipertrofi
lebih lanjut.
Tipe I, retardasi pertumbuhan yang simetris, kemungkinan terjadi aklibat cidera toksik
yang sangat dini, yaitu pada saat pertumbuhan janin terutama berasal dari hipoplasia. Cidera
janin pada saat ini diperkirakan menimbulkan efek yang mendalam. Efek ini terwujutd dalam
suatu keadaan klinis, karena bentuk retardasi pertumbuhan yang simetris paling sering
disebabkan kelainan struktur atau kromosom atau infeksi kongenital dini seperti rubella
(Creasy, 1982; knox, 1978). Dengan demikian tipe retardasi pertumbuhan ini bersifat
intrinsik, dan barangkali 20 persen dari kasus-kasus retardasi pertumbuhan janin merupakan
jenis simetris.
Retardasi pertumbuhan yang asimetris, atau tipe II, paling sering terjadi akibat efek
yang merugikan dalam fase hipertrofi seluler yaitu fase yang terdapat kemungkinan dalam
kehamilan,. Jadi, mayoritas janin dengan retardasi pertumbuhan yang asimetris akan
mempunyai jumlah sel yag sesuai tetapi berukuran lebih kecil daripada normalnya. Cedera
janin dini dalam kehamilan, dan keadaan ini benar-benar terlihat secara klinis.
Penyebab retardasi pertumbuha yang asimetris tidak dapat dijelaskan hanya dengan
pengurangan ukuran sel; keadaan iini kemungkinan pula merupakansecara akibat dari
penyelamatan sel-sel tertentu, misalnya sel-sel pada sistem saraf pusat. Proses potologis yang
paling sering mengakibatkan retardasi pertumbuhan asimetris adalah penyakit internal yang
bersifat ekstrinsik bagi janin. Penyakit-penyakit ini dapat mengubah ukuran janin dengan
mengurangi aliran darah uteroplasenta sebagaimana pada penyakit hipertensi, atau dengan
membatasi pengangkutan oksigen serta nutrien sebagaimana mungkin terjadi pada penyakit
sel sabit, atau dengan kurangnya ukuran plasenta pada keadaan infark. Kombinasi semua
kejadian tersebut dapat terlihat pada janin kembar ketika suplai darah dan ukuran plasenta
kedua-duanya berkurang setelah kehamilan mencapai stadium lanjut akibat penggunaan
bersama.
Semua pertumbuhan dalam aliran darah uteroplasenta dan pengankutan oksigen serta
nutrien berlangsung dalam suatu periode yang panjang, yang kemungkinan janin untuk
beradaptasi dengan mengarahkan kembali aliran darahnya ke otak dan mengurangi aliran
darah ke organ-organ viseral seperti hati serta ginjal (cohn dkk., 1974; Reuss dkk., 1982).
Mekanisme kompensatorik ini dapat menghasilkan pertumbuhan kepala yang normal atau
penyelamatan otak, tetapi, hati dan organ-organ viseral lainnya termasuk intestinum, suplai
darahnya berkurang sehingga terdapat hati dan lingkaran abdomen yang lebih kecil akibat
kurangnya simpanan glikogen dalam hati. Berkurangnya aliran darah intestinal juga dapat
menjadi faktor yang turut menyebabkan terjadinya enterokolitis nekrotikans (Hackett dkk.,
1987; Kleigman dan Fanaroff, 1984; Bab 33)
Kombinasi kedua tipe retardasi pertumbuhan janin ini mengkin pula terjadi. Semua
kejadian tersebut sering merupakan akiat dari kombinasi efek maternal dan fetal disamping
saat mula timbul dan lama cidera. Klasifikasi semacam itu secara wajar kurang meyakinkan.
Akhirnya, beberapa bentuk retardasi pertumbuhan janin tidak dapat diterangkan penyebabnya
dan diklasifikasikan sebagai kelompok dengan etiologi yang tidak diketahui.
SEBAB-SEBAB KLINIS JANIN YANG KECIL MENURUT USIA
GESTASIONAL

Berikut ini klasifikasi etiologi dan uraian singkat mengenai sebagian penyebab klinis
yang diketahui untuk janin yang kecil menurut usia gestasionalnya. Digunakan kategori
retardasi pertumbuha janin semetris dan asimetris seperti yang dijelaskan diatas, dan
klasifikasi ini sama tidak sempurnanya seperti klasifikasi lainnya. Lebih lanjut, daftar tersebut
bisa tepat atau lengkap, dan diperkirakan akan dianggap kuno dengan lebih baiknya
pemahaman terhadap etiologi multipel pada keadaan klinis ini.
Secara Konstitusional kecil
I. Simetris
A. Pertambahan berat maternal yang jelek. Pada wanita hamil dengan berar
badan rata-rata atau rendah, kurangnya pertambahan berat badan yang
terhenti setelah kehamilan 28 minggu, sering disertai dengan retardasi
pertumbuha janin (Simpson., 1975). Namun demikian, apabila ibu
mempunyai tunuh yang besar dan dalam keadaan sehat, pertambahan berat
maternal dibawah rata-rata tanpa penyakit maternal, mungkin tidak disertai
dengan retardasi pertumbuhan janin yang nyata. Pembatasan pertambahan
berat secara mencolok selama kehamilan tidak boleh didorong. Selama
paruh pertama kehamilan, kalori tampaknya perlu dibatasi sampai kurang
dari 1.500 kalori untuk menghambat ertumbuhan janin (Lechtig dkk.,
1975).
B. Infeksi janin. Iinfeksi virus, bakteri, protozoa dan spiroketa semuanya
dapat disertai dengan retardasi pertumbuhan janin. Tentunya, infeksi yang
paling dikenal di antara semua infeksi ini adalah inveksi yang disebabkan
oleh virus rubella (Lin dan Evans, 1984) dan sitomegalovirus (Hanswhaw,
1971; Stagno dkk., 1977). Hepatitis A dan B berkaitan dengan persalinan
preterm tetapi dapat pula menyebabkan retardasi pertumbuhan janin
(schweitzer, 1975; Waterson, 1979). Varisela dan influensa jarang
menimbulakn infeksi kongenital dan retardasi pertumbuhan (Varner dan
Galask, 1984). Listeorisis, tuiberkulosis dan sifilis pernah dilaporkan
menyebabkan retardasi pertumbuhan janin. Keadaan yang peradoksal
terjadi pada kasus penyakit sifilis yaitu berat dan ukuran plasenta hampir
hampir selalu meningkat akibat edema dan inflamasi perivaskuler (Varner
dan Galask, 1984). Infeksi protozoa yang paling sering disertai dengan
retardasi pertumbuhan janin adalah toksoplasmosis, namun penyakit
malaria kongenital dapat menimbulkan akibat yang sama (Verner dan
Valask, 1984).
C. Malformasi kongetial. Pada umumnya semakin berat malformasi, semakin
besar pula kemungkinan janin untuk berukuran kecil menurut usia
gestosionalnya. Keadaan ini terutama terlihat pada janin dengan kelainan
kromosom atau dengan malformasi kordiovaskuler yang serius. Sebagai
contoh, janin anenselfalus acapkali memperlihatkan retrdasi pertumbuhan,
bahka setelah mempertimbangkan keadaan tanpa otak dan kranium
(Honnebier dan Swaab, 1973). Retardasi pertumbuhan dalam derajat ini
tidak terlihat pada bayi-bayi dengan spina bifida, namun bayi-bayi tersebut
mempunyai tubuh yang lebih kecil daripada kelompok kontrol (Wald dkk.,
19680).
D. Kelainan kromosom. Bentuk retardasi pertumbuhan janin yang paling berat
akibat defek kromosom adalah trisomi, khususnya pada kromosom 13 dan
18 (Larsen dan Evan, 1984). Retardasi pertumbua janin yang disebabkan
oleh trisomi 21 kurang begitu berat. Yang lebih sering lagi, trisomi 18

disertai dengan ret6ardasi pertumbuhan janin yang berat dan simetris dini
serta hidramnion. Trisomi 13 dan sindrom Turner (45, X atau disgenesis
gonad) juga berkaitan dengan retardasi pertumbuhan janin dalam derajat
tertentu (Larsen dan Evans, 1984). Barlow (1973) melaporkan bahwa
kromosom X tambahan berhubungan dengan penurunan minimal berat
janin
II. Kombinasi Simetris dan Asimetris
A. obat-obat teratogenik. Setiap obat yang menyebabkan cedera teragonik
dapat menimbulkan retardasi pertumbuha janin
1. Tembakau mengganggu pertumbuhan janin melalui hubungan
langsung dengan jumlah batang rokok yang dihisap (Dougherty dan
Jones, 1982; Mayer, 1978).
2. Narkotika bekerja dengan menurunkan masukan makanan ibu dan
jumlah sel janin (Stone dkk., 1971). Yang menarik, adanya
kemungkinan bahwa heroin dapat mempercepat mutasi paru janin
(Glass dkk., 1971).
3. Alkohol bekerja melalui cara yang berhubungan langsung dengan
dosis, dan 2 hingga 3 perse bayi yang dilahirkan dari ibu peminum
yang sedang, akan menderita sindrom alkohol fetal, bahka meskipun
ibu bayi tersebut bukan pemabuk/alkoholik (Sokol dkk., 1980). Pada
janin yang ibunya merupakan peminum yang sedang (dua hingga tiga
kali minum perhari) terdapat insiden sindrom alkohol fetal sebesar
11%, dan pada janin yang ibunya peminum barat (lima kali minum
atau labih perhari), angka insiden tersebut mencapai 32% (Hanson.,
1976).
4. Beberapa preparat antikonvulsan, seperti fenitoin (Dilantin) dan
ttrimetadion (Tridion), dapat menimbulkan sindrom yang spesifik serta
khas yang mencakup retardasi pertumbuha janin (Hanson dkk., 1976)
B. Malnutrisi berat. Janin kerapkali tumbuh normal sekalipun asupan kalori
ibu menurun dalam jumlah yang tercatat dengan baik ada pertumbuhan
janin terjadi dalam musim dingain tahun 1944 di Belanda ketika bala
tentara Jerman membatasi ransum makanan kurang lebih 600 kalori
perhari bagi wanita hamil. Kelaparan tersebut berlangsung selama 28
minggu dan terjadi penurunan rata-rata berat lahir sebesar 250 gram untuk
setiap janin (Stein dkk., 1975). Meskipun hal ini merupakan penuruna
rata-rata yang kecil, angka mortalitas janin mengalami peningkatan yang
bermakna.
III. Asimetris
A. Penyakit vaskuler. Penyakit vaskuler yang kronis, khususnya kalau disertai
komplikasi lebih lanjut dengan terjadinay preeklamsia, akan menimbulakan
retardasio pertumbuhan. Sebaliknya, hipertensi karena kehamilan tanpa
penyakit vaskuler atau renal yang mendasari, kecil kemungkinanya untuk
disertai dengan retardasu pertumbuhan janin (obertson dkk., 1975).
B. Penyakit ginjal kronis. Insufisiensi renal sering disertai dengan retardasi
pertumbuhan janin (Katz dkk., 1980).
C. Hipoksia kronis. Janin dari ibu yang tinggalditempat yang tinggi biasanya
memiliki berat yang lebih rendah dari pada berat janin yang dilahirkan ibu

D.

E.

F.

G.

H.
IV.

yangtinggal didaratan rendah. Janin dari ibu dengan penyakit jantung


sianotik kerapkali mengalami retardasi pertumbuhan.
Anemia maternal. Meskipun anemia maternal mempunyai kaitan dengan
patogenesis retardasi pertumbuhan janin menurut pengalaman kami,
keadaan ini hanya sering terjadi pada janin yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita sel sabit atau anemia kongenital lainnya yang menyertai
penyakit ibu yang serius.
Abnormalitas plasenta dan tali pusat. Solusio plasenta fokal yang kronis,
infark yang luas atau korioangioma, kemungkinan akan menyebabkan
retardasi pertumbuhan janin. Plasenta sirkumvalata atau plasenta plavia
dapat mengganggu pertumbuha, namun biasanya tidak mempunyai ukuran
yang secara mencolok lebih kecil dari pada ukuran normalnya. Insersio
marginal tali pusat khususnay insio velamentosa, besar kemungkinannya
disertai dengan retardasi pertumbuhan janin.
Janin multipel. Kehamilan kembar dengan dua janin atau lebih memiliki
kemungkinan yag lebih besar untuk dipersulit dengan retardasi komp[likasi
pertumbuhan pada satu atau kedua janin bila dibandingkan dengan
retardasi pertumbuhan janin
Kehamilan possterm. Mesakipun mayoritas janin possterm kemungkanan
akan terus bertambah beratnya, namun semakin lama kehamilan berlansung
sehingga melampaui usia aterm semakin besar kemungkinan janin untuk
mengalami kekurangan nutrisi dan gangguan kronis. Pada saat ini janin
bukan hanya tidak bertambah berat, tetapi juga dapat mengalami
penurunan berat yang sebenarnya.
Kehamilan ekstrauteri. Sering janin yang tidak tumbuh didalam uterus
mengalami retardasi pertumbuhan.

You might also like