You are on page 1of 42

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), yang juga dikenali
sebagai

Chronic

Obstructive

Pulmonary

merupakan obstruksi saluran pernafasan

Disease

yang

(COPD),

progresif dan

ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau


kedua-duanya

(Snider,

2003).

Menurut

World

Health

Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia


setiap sepuluh detik (WHO,2007).
Terdapat enam faktor risiko terjadinya PPOK yaitu merokok,
hiperesponsif

saluran

pernafasan,

infeksi

jalan

nafas,

pemaparan akibat kerja, polusi udara dan faktor genetik.


Merokok dikatakan sebagai faktor risiko utama terjadinya PPOK
(Reily, Edwin, Shapiro, 2008). Supari (2008), turut menyatakan
bahawa merokok merupakan faktor risiko terpenting terjadinya
PPOK.
Menurut

WHO,

PPOK

merupakan

salah

satu

penyebab

kematian yang bersaing dengan HIV/AIDS untuk menempati


tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan
(COPD

International,

2004).

Laporan

terbaru

WHO

menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami


PPOK dan hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada
tahun 2005 (WHO, 2007). Diperkirakan pada tahun 2030, PPOK
akan

menjadi penyebab ke-3

(WHO,2008).

kematian di seluruh dunia

Dikatakan

80

90%

kematian

pada

penderita

PPOK

berhubungan dengan merokok. WHO menyatakan hampir 75%


kasus bronkitis kronik dan emfisema diakibatkan oleh rokok
(The Tobacco Atlas, 2002). Dilaporkan perokok adalah 45%
lebih

berisiko

untuk

terkena

PPOK

berbanding

bukan

perokok (WHO,2010). WHO turut menyatakan bahwa perokok


pasif berisiko

tinggi, terutama pada anak-anak dan individu

yang terpapar. Diperkirakan perokok pasif dapat meningkatkan


risiko PPOK pada orang dewasa sebanyak 10 - 43% (COPD
International, 2004).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, etiologi, klasifikasi pada pasien dengan
gangguan COPD?
2. Bagaimana anatomi dan fisiologi pada pasien dengan gangguan
COPD?
3. Bagaimana patofisiologi pada pasien dengan gangguan COPD?
4. Bagaimana Menifestasi klinis pada pasien dengan gangguan
COPD?
5. Bagaimana Penatalaksanan pada pasien dengan gangguan
COPD?
6. Bagaimana Komplikasi pada pasien dengan gangguan COPD?

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi pada
pasien dengan gangguan COPD.

2. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi dan fisiologi pada pasien


dengan gangguan COPD.
3. Mahasiswa dapat mengetahui patofisiologi pada pasien dengan
gangguan COPD.
4. Mahasiswa dapat mengetahui manifestasi klinis pada pasien
dengan gangguan COPD.
5. Mahasiswa dapat mengetahui

penatalaksanan pada pasien

dengan gangguan COPD.


7. Mahasiswa

dapat

mengetahui

Bagaimana

Komplikasi

pada

pasien dengan gangguan COPD?

D. Manfaat
1. Pembaca mengetahui anatomi fisiologi, patologi, dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK.
2. Pembaca
lebih
memahami
tentang

PPOK

dan

pencegahannya.
3. Menurunkan prevalensi kasus PPOK di Indonesia
4. Sebagai sumber informasi yang sangat berguna

cara

dalam

menambah pengetahuan dan wawasan.


5. Sebagai sumber informasi yang sangat penting untuk dapat
diaplikasikan dalam praktek keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (chronic obstructive pulmonary
diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama
dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai

gambaran

patofisiologi

utamanya.

Penyakit

Paru

Obstruksi Kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di


saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan
aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun
/berbahaya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan
yang dikenal dengan COPD adalah: Bronkhitis kronis, emfisema
paru-paru, dan asma bronkhial.
Bronkhitis kronis adalah radang pada bronkhus yang biasanya
mengenai trakea dan laring, sehingga sering dinamai juga
dengan

laringotracheobronchitis.

Radang

ini

dapat

timbul

sebagai kelainan jalan napas tersendiri/sebagai bagian dari


penyakit sistematik misalnya pada morbili, pertusis, difteri, dan
tipus abdominalis. Peradangan juga dapat terjadi karena tubuh
4

merespons terhadap zat atau benda asing yang masuk ke dalam


tubuh sehingga terjadi reaksi alergik. Gejala-gejala peradangan
tersebut

secara

umum

adalah

batuk-batuk,

demam,

sulit

menelan, dan sakit di dada.


Emfisema merupakan gangguan perkembangan paru-paru
yang ditandai oleh pelebaran ruang udara didalam paru-paru
disertai destruksi jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa tidak termasuk emfisema jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara ( alveolus ) tanpa disertai
adanya destruksi jaringan dan hilangnya elastisitas alveolus.
Emfisema

membuat

penderita

sulit

bernafas.

Penderita

mengalami batuk kronis dan sesak napas. Asap rokok dan


kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan
elastisitas pada paru-paru ini.
Asma Bronkial adalah obstruksi jalan napas akut, episodik
yang diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan
respon pada orang sehat. Asma telah didefinisikan sebagai
gangguan yang dikarakteristikan oleh paroksisme rekurens
mengi dan dispnea yang tidak disertai oleh peyakit jantung atau
penyakit lain. Kelainan ini tidak menular dan bersifat genetis
atau bawaan seseorang sejak lahir. Kelainan ini juga dapat
kambuh jika suhu lingkungan cukup rendah atau keadaan dingin,
udara kotor, alergi, dan stres (tekanan psikologis).

B. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui
dikaitkan

dengan

faktor-faktor

secara pasti. Penyakit ini

risiko

yang

terdapat

pada

penderita antara lain:


1.
Merokok sigaret yang berlangsung lama
2.
Terpapar oleh polusi udara dan polusi lingkungan
3.
Infeksi saluran pernapasan
4.
Genetik
5.
Perubahan cuaca
6.
Alergi
7.
Stres emosional
8.
Peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan
Klasifikasi
Derajat

Klinis

Faal Paru

Derajat 0

Gejala klinis

Normal

Berisiko

(batuk, produksi sputum)

Derajat I :

Dengan atau tanpa gejala VEP1 , / KVP < 75

PPOK

klinis

Ringan

(batuk produksi sputum)

VEP1

>

80%

PREDIKSI
Derajat II :

Dengan atau tanpa gejala VEP1 / KVP < 75%

PPOK

klinis

30% < VEP1 <80%

Sedang

(batuk, produksi sputum).

prediksi

Gejala bertambah sehingga IIA:


menjadi sesak

50%

<

VEP1

<

80% prediksi
IIB :
30% < VEP1 <50%
prediksi
Derajat III : Gejala

diatas

ditambah VEP1 / KVP < 75%

PPOK

tanda-tanda

gagal

napas VEP1

Berat

dan gagal jantung kanan.

<30%

prediksi

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik 1


KVP = Kapasitas Vital Paksa

C. Anatomi dan fisiologi

Saluran pernafasan bagian bawah:


a. Laring
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan
bagian atas lebih terpancung dan bagian atas lebih besar
7

daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring


sedangkan batas kaudal kartilago krikoid. Struktur kerangka
laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa tulang
rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak.
Laring terdiri dari tiga struktur yang penting
- Tulang rawan krikoid
- Selaput/pita suara
- Epiglotis
- Glotis
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring
untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda
asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring
dan rima glotis yang secara bersamaan. Fungsi respirasi laring
dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Laring
juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti
berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain yang berkaitan
dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta
mementukan tinggi rendahnya nada.
b. Trakhea
Merupakan pipa silinder dengan panjang 11cm, dan diameter
2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus.
berbentuk cincin tulang rawan seperti huruf

C. Tuba ini

merentang dari larning pada area vertebra serviks keenam


sampai area vertebra kelima tempatnya membelah ,enjadi dua
bronkus utama. Trakea di lapisi epithelium respiratorik (kolumnar
bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.
c. Percabangan bronkus
Merupakan percabangan trachea kanan dan kiri. Tempat
percabangan ini disebut carina. Bronkus primer (utama) kanan
berukuran

lebih

pendek,

lebih

tebal,

dan

lebih

lurus

di

bandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan


trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea
8

kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan. Bronkus kanan


bercabang menjadi: lobus superior, medius, inferior. Bronkus kiri
terdiri dari: lobus superior dan inferior.
d. Paru-paru
Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan
berisi udara, terletak dalam rongga toraks.
- Paru kanan memiliki tiga lobus, dan paru kiri memiliki dua lobus.
- Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas
iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar)
terletak

diatas

diafragma,

sebuah

permukaan

mediastinal

(medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum, dan


permukaan kostal terletak di atas kerangka iga. Permukaan
mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya
pembuluh darah bronki, pilmonar, dan bronchial dari paru.
e. Pleura
Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
- Pleura pariental melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,
mediastinum).
- Pleura visceral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura
pariental di bagian bawah paru.
- Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara
pleura pariental dan visceral yang mengandung lapisan tipis
cairan pelumnas. Cairan ini di sekresi oleh sel-sel pleural
sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi
- Resesus pleural adalah rongga pleural yang tidak berisi jaringan
paru. Area ini muncul saat pleural pariental bersilangan dari satu
permukaan ke permukaan lain. Saat bernafas paru-paru bergerak
keluar masuk area ini.
Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis, pada asma bronkial yang
terkena di bagian saluran bronkial, pada bronkhial akut biasanya
mengenai trakhea dan laring, sedangkan pada emfisema yang
terjadi di paru-parunya (terjadinya pelebaran ruang udara di
dalam paru-paru disertai destruksi jaringan).
D. Patofisiologi

Obstruksi jalan napas menyebabkan reduksi aliran udara yang


beragam bergantung pada penyakit. Pada brokhitis kronis dan
bronkhiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi yang sangat
banyak sehingga menyumbat jalan napas. Pada emfisema,
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
akibat

kerusakan

dinding

alveoli

yang

disebabkan

oleh

overektensi ruang udara dalam paru. Pada asma, jalan napas


bronkhial

menyempit

dan

membatasi

jumlah

udara

yang

mengalir ke dalam paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan


dalam semua kelainan ini, meski patofisiologi dari masingmasing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan interaksi
genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan
ditempat kerja (terhadap batu bara, kapas, dan padi-padian)
merupakan factor resiko penting yang menunjang penyakit ini.
Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun.
PPOK

juga

ditemukan

terjadi

pada

individu

yang

tidak

mempunyai enzim yang normal untuk mencegah penghancuran


jaringan paru oleh enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan awitan
(onset) gejala klinisnya seperi kerusakan fungsi paru. PPOK
sering menjadi simtomatik selamam tahun-tahun usia baya,
tetapi insidenya meningkat sejalan dengan peningkatan usia.
Meskipun aspek-aspek fungsi paru tertentu seperti kapasitas
total (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV) menurun sejalan
dengan peningkatan usia, PPOK dapat memperburuk perubahan
fisiologi yang berakitan dengan penuaan dan mengakibatkan
obstruksi jalan napas misalnya pada bronchitis serta kehilangan
daya pengembangan (elastisitas) paru misalnya pada emfisema.
Oleh karena itu, terhadap perubahan tambahan dalam rasio
fentilasi-perkusi pada klien lansia dengan PPOK.

10

E. WOC
Bronkitis kronis

Emfisema

Penumpukan lendir
dan sekresi yang
sangat banyak
menyumbat jalan

Asma Bronkhial

Obstruksi pada
pertukaran oksigen
dan karbon dioksida
terjadi akibat

Jalan napas bronchial


menyempit dan
membatasi jumlah
udara yang mengalir

PPOK
Gangguan pergerakan udara dari
dan ke luar paru

Penurunan kemampuan batuk


efektif

Peningkatan usaha dan frekuensi


pernapasan, penggunaan otot bantu
pernapasan

MK: Ketidakefektifan
bersihan jalan napas

Respons sistemis dan


psikologis

Resiko tinggi infeksi


pernapasan
11

Peningkatan kerja
pernapasan, hipoksemia
secara reversibel

Gangguan
pertukaran gas

Keluhan sistemis,
mual , intake nutrisi
tidak adekuat, malaise,
kelemahan , dan
keletihan fisik
Mk: - Perubahan
pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan
-

Gangguan

Keluhan
psikososial,
kecemasan,
ketidaktahuan
akan prognosis

MK:
Ansietas
Ketidaktahuan/pem
enuhan informasi

Mk:
Kematian

Resiko tinggi gagal


napas

F. Manifistasi klinik
1. Pasien PPOK ditandai oleh adanya keluhan batuk berlebihan pada
skala lima atau enam, produksi sputum dan pernapasan yang
memendek.
2. Gejala telah muncul selama 10 tahun atau lebih.
3. Dyspnea muncul pada aktifitas berat, tetapi apabila kodisinya
memburuk dapat terjadi pada aktifitas ringan. Pada penyakit
yang berat dyspnea dapat terjadi saat istirahat.
4. Serangan penyakit biasa terjadi berulang menyebabkan tidak
dapat bekerja dan akhirnya cacat.
5. Pneumonia.
6. Hipertensi pulmonal.
7. Cor pulmonale.
8. Kegagalan respirasi kronik merupakan bentuk stadium lanjut
PPOK. Kemtian yang terjadi selama serangan penyakit biasanya
berhubungan dengan kegagalan respirasi. `
9. Hemoptisis sering terjadi.
10. Pink puffer (bengkak merah muda) pada emfisema.
11. Blue bloaters (bengkak biru) pada bronkitis.
G. Pemeriksaan Fisik Fokus
Inspeksi
12

Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan


frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat dilihat
klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
terperangkap, penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada
tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada
aktivitas

kehidupan

sehari-hari

seperti

makan dan

mandi.

Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai


dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernapasan.

Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing
sesuai tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus.
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Mencegah progresivti penyakit


Mengurangi gejala
Meningkatkan toleransi latihan
Mencegah dan mengobati komplikasi
Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
Meningkatkan kualitihidup penderita
Menurunkan angka kematian

13

Penatalaksaan Medis
Intervensi medis bertujuan untuk :
Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme

bronkhus dan membersihkan sekret yang berlebihan.


Memelihara keefektifan pertukaran gas.
Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernapasan.
Meningkatkan toleransi latihan.
Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status

asmatikus)
Mencegah alergen/iritasi jalan napas.
Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang
sering menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis.
Manajemen medis yang diberikan berupa:
1. Pengobatan farmakologi
a. Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dan lain
lain)
b. Bronkodilator.
Adrenergik: efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis
selektif.
Nonadrenergik: aminofilin, teofilin.
c. Antihistamin
d. Steroid
e. Antibiotik
f. Eksperatoran
Oksigen digunakan 31/menit dengan nasal kanul.
2. Higiene paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru,
meningkatkan kerja silia, dan menurunkan resiko infeksi.
Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada. Dan postural
drainase.
3. Latihan
Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi
otot skeletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan
nafas.
4. Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan nafas yang harus dihindari diantaranya
asap rokok dan perlu juga mencegah adanya alergen yang
masuk tubuh.
14

5. Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya
dispnea. Pemberian porsi yang kecil nmamun sering lebih baik
daripada makan sekaligus banyak.

Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK

15

DERAJAT
Semua
deraja
Derajat 0 :
Berisiko

KARAKTERISTIK

Gejala

REKOMENDASI PENGOBATAN
Hindari faktor pencetus
Vaksinasi influenza

kronik

(batuk,dahak)
terpajan faktor
resiko
spirometri

Derajat 1 :
PPOK Ringan

normal
VEP/KVP<75%a. Bronkodilator
VEP80%

(SABA,

kerja

Antikolinergik

singkat
kerja

prediksi

Derajat II :
PPOK sedang

pendek) bila perlu


b. Pemberian
antikolinergik
dengan
atau
kerja lama sebagain terapi
tanpa gejala.
pemeliharaan.
IIA
: 1.
Pengobatan Kortikoster
VEP/KVP<5%

reguler

dengan oid inhalasi

50%VEP8

bronkodilator :
bila
a. Antikolinergik
0%
prediksi
steroid
kerja
lama
dengan
atau
positif
sebagai
terapi
tanpa gejala
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2. Rehabilitasi
IIB :
VEP/KVP<75%
30%VEP50
%

1.

Pengobatan

reguler
1

atau

dengan
lebih Kortikoster

prediksi bronkodilator :

Dengan

oid inhalasi

atau
a. Antikolinergik

tanpa gejala

kerja
sebagai

bila

terapi positif atau


eksaserbas
i berulang

VEP/KVP<75%

2. Rehabilitasi
1.
Pengobatan

VEP30%

dengan

prediksi
gagal

uji

lama steroid

pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
Derajat III :
PPOK Berat

uji

reguler

atau

lebih

kerja

lama

atau bronkodilator :
napas
a. Antikolenergik

atau

gagal sebagai terapi pemeliharaan


16
b.
LABA
jantung kanan.
c. Pengobatan komplikasi
d. Kortikosteroid inhalasi bila
memberikan

respons

klinis

Penatalaksanaan PPOK Stabil


PPOK Stabil

EDUKASI

-Berhenti

FARMAKOLOGI

REGULER

-Rehabilitasi

Bronkodilator

-Terapi Oksigen

merokok
-Pengetahuan
dasar PPOK
-Obat-obatan
-pencegahan
perburukan
penyakit
Menghindari
pencetus

NON
FARMAKOLOGI

-Antikolinergik
-Agonis Beta 2
-Xantin
-kombinasi
SABA+LABA
-Kombinasi
LABA+SABA
BILA PERLU
Ekspetorat
Mukolitik
17

Antosikdan

-Vaksinasi
-Nutrisi
-Ventilasi non
mekanik
-Intervensi
bedah

Keterangan :
-Kortikosteroid hanya diberikan pada penderita dengan uji steroid
positif. Uji steroid positif adalah bila dengan pemberian steroid
oral selama 10-14 hari menunjukkan perbaikan gejala klinis atau
fungsi paru. -SABA : short acting beta 2 agonist.
-LABA : long acting beta 2 agonist.
H. Komplikasi COPD/PPOK
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PO2 < 55
mmHg dengan nilai saturasi O2 < 85%. Pada awalnya pasien
akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi,
dan menjadi pelupa.
2. Asidosis Respiratori
Asidosis Respiratori timbul akibat dari peningkatan nilai
PCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain nyeri
kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea.
3. Infeksi saluran pernafasan
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan
produksi

mukosa.

Terhambatnya

aliran

udara

akan

meningkatkan kerja nafas dan menimbulkan dispnea.


4. Gagal jantung
Terutama cor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit
paru-paru) harus diobservasi, terutama pada pasien dispnea
berat.

Komplikasi ini

sering

kali

berhubungan

dengan

bronchitis kronis, namun beberapa pasien emfisema berat


juga mengalami masalah ini.
5. Disritmia jantung
Disritmia jantung timbul akibat dari hipoksemia, penyakit
jantung

lain,

dan

efek

obat

respiratori.
6. Status Asmatikus
18

atau

terjadinya

asidosis

Status

asmatikus

merupakan

komplikasi

utama

yang

berhubungan dengan asma bronkhial. Penyakit ini sangat


berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
memberikan

respons

terapi

yang

biasa

diberikan.

Penggunaan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher


sering kali terlihat.

BAB III
Konsep Asuhan Keperawatan Teori

A.
PENGKAJIAN
1. Data biografi
Umumnya pasien yang terkena PPOK usia 20-30 ke atas,
pada kasus ini banyak menyerang laki-laki, dan PPOK
sebagai penyakit yang berhubungan dengan lingkungan.
Merokok,
(

polusi

terhadap

batu

udara,
bara,

dan

paparan

kapas,

dan

di

tempat

padi-padian,

kerja
dll

merupakan faktor resiko penting yang menunjang yang


terjadinya penyakit ini.
2. Pola kesehatan
a. Pola Presepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Keluhan Utama:
Keluhan yang paling dirasakan pada

saat

MRS,

biasanya terjadi dispnea.


2) Riwayat penyakit sekarang:
Didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia)
dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea).
Klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan
19

kelemahan.

Vena

jungularis

mengalami

distensi

selama ekspirasi.
3) Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami asma bronkhial, bronkhitis
kronis, dan empisema.
4) Riwayat kesehatan keluarga :
Salah satu penyebab penyakit PPOK/COPD adalah
genetik.

5) Riwayat kesehatan lingkungan


Lingkungan yang kotor atau kumuh serta lingkungan
perokok, ataupun area perkotaan yang penuh dengan
polusi udara serta area industri.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Head to toe
a. Kepala
1) Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada
benjolan, serta tidak ada nyeri tekan.
2) Rambut
Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna
rambut hitam, rambut lurus.
3) Mata
Warna sklera putih, konjungtiva tidak ada kemerahmerahan, pupil klien isokor, kelopak mata normal
warna merah muda, pergerakan mata normal, lapang
pandang normal, visus: ketajaman penglihatan klien
normal, pupil: normal, kedua bentuk pupilnya simetris,
tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar
mata, tidak ada sekret pada mata, serta lapang
pandang normal.
4) Hidung
Tidak ada deformitas pada hidung, ada cuping hidung,
ada sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam
hidung, fungsi penciuman menurun, kedua lubang
hidung simetris.
20

5) Mulut
Warna mukosa mulut pucat, membran mukosa kering,
tidak ada lesi,

gusi normal, tidak terdapat benjolan

pada lidah, tidak ada karies pada gigi.


6) Telinga
Inspeksi : Kedua telinga simetris ,tidak ada lesi pada
telinga, tidak ada serumen berlebihan, tidak ada
edema, ketika diperiksa dengan otoskop (tidak ada
peradangan)
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan pada aurikula dan
membran timpani normal.
7) Leher
Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan bagian
tubuh, tidak ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, vena jungularis mengalami distensi selama
ekspirasi, tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada
benjolan pada leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak
ada peradangan.
b. Dada
1) Paru
Inspeksi: Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya
peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu napas . Pada saat inspeksi,
biasanya dapat dilihat klien mempunyai bentuk dada
barrel

chest

akibat

udara

yang

terperangkap,

penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang


dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak
efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan seharihari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai dengan
demam

mengindikasikan

infeksi pernapasan.

21

adanya

tanda

pertama

Palpasi: Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil


fremitus biasanya menurun.
Perkusi:

Pada

sampai

perkusi,

didapatkan

hipersonor

suara

sedangkan

normal

diafragma

mendatar/menurun.
Auskultasi: Sering didapatkan adanya bunyi napas
ronkhi

dan

wheezing

sesuai

tingkat

keparahan

obstruktif pada bronkhiolus.


2) Jantung
Inspeksi: Denyutan jantung normal.
Palpasi: Ictus cordis normal di ICS ke 5.
Auskultasi: Bunyi jantung teratur, ada pembesaran
jantung ringan, bising sistolik dapat berubah-ubah
(bisa hilang atau mengurang bila pasien berubah
posisi dari berdiri lalu menjongkok), Bunyi jantung ke
empat biasanya terdengar.
Perkusi: letak jantung normal.
c. Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna
kulit disekitarnya, tidak ada distensi, tidak adanya bekas
operasi, tidak terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 18x/menit.
Perkusi: timpani.
Palpasi: tidak adanya nyeri tekan, tidak
hematomegali,

tidak

ada

pembesaran

lien,

ada
ginjal

normal.
d. Otot dan rangka integumen
Inspeksi: pergerakan kurang baik, sendi lengan dan
tungkai normal, tidak ada fraktur, tidak ada dislokasi,
warna kulit rata, tulang belakang normal.
Palpasi: turgor menurun, sering didapatkan adanya jari
tabuh (clubbing finger) sebagai dampak dari hipoksemia
22

yang

berkepanjangan,

kekuatan

otot

kurang,

pembengkakan pada ekstermitas bawah,.


e. Persyarafan
Tingkat kesadaran: Composmentis
GCS: - Eye: membuka secara spontan, nilai 4
- Verbal: Orientasi baik, nilai 5
- Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
Total GCS: Nilai 15
- Reflek: Normal
- Tidak ada riwayat kejang
- Koordinasi gerak normal.
2. ADL (Activity Daily Living)
a. Pola Nutrisi
Selama sakit klien bisa mengalami intake nutrisi kurang
adekuat

akibat

mual

atau

muntah

sehingga

menyebabkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.


b. Pola Hygine
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan
bantuan

melakukan

aktifitas

sehari-hari,

kebersihan

buruk, bau badan.


b. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan
tekanan darah, takikardi.
c. Integritas ego
Perubahan pola hidup,

ansietas,

ketakutan,

peka

rangsang
d. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan
otot bantu pernafasan.
e. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor
lingkungan.
f. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung,
keterbatasan mobilitas fisik.
g. Pola Istirahat dan tidur
Selama sakit klien mengalami gangguan pola tidur
karena sesak nafas.
h. Pola Aktivitas

23

Keletihan,

kelemahan,

malaise,

ketidak

mampuan

melakukan aktifitas sehari hari karena sulit bernafas.


Biasanya
dalam

sakitnya

mengganggu

melakukan

kegiatan

aktivitasnya,

serta

sehari-hari

klien

membutuhkan bantuan orang lain.


C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pengukuran Fungsi Paru
1) Kapasitas inspirasi menurun.
2) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkhitis,
dan asma
3) FEV1 selalu menurun = derajat obstruktif progresif
penyakit paru obstruktif kronis.
4) FVC awal normal menurun pada bronkhitis dan asma.
5) TLC normal sampai meningkat sedang (predominan
pada emfisema).
2. Analisa Gas Darah
PaO menurun, PaCO meningkat seiring menurun pada
asma. Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik
ringan sekunder.
3. Pemeriksaaan Laboratorium
Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada

polisitemia sekunder
Jumlah sel darah merah meningkat
Eosinofil dan total IgE serum meningkat
Pulse oksimetri SaO oksigenasi menurun
Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik

4. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.
Kuman

patogen

yang

biasa

ditemukan

adalah

streptococcus pneumomae, Hemophylus Influenza.


5. Pemeriksaan Radiologi Thoraks foto (AP dan Lateral)
Menunjukkan

adanya

hiperinflasi

paru,

pembesaran

jantung, dan bendungan area paru. Pada emfisema paru


didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan
24

mendatar diruang udara retrosternal > (foto lateral),


jantung tampak bergantung, memanjang, dan menyempit.
6. Pemeriksaan Bronkhogram
Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
7. Elektrokardiografi (EKG)
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat korpulmonal, terdapat
deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVR, Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan di V6, V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet.
D. Diagnosis keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
retensi CO2 Peningkatan sekresi peningkatan pernapasan
dan proses penyakit.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan
dengan adanya bronkokontriksi, akumulasi sekret jalan
napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
3. Resiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia)

yang

berhubungan dengan akumulasi sekret jalan napas dan


menurunya kemampuan batuk efektif.
4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan
nafsu makan
5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik
umum dan keletihan.
6. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan
kurangnya sosialisasi, kecemasan, depresi, tingkat aktivitas
renda dan ketidakmampuan untuk bekerja.
25

7. Defisit pengetahuan tentang prosedur tentang perawatan


diri yang akan dilakukan dirumah.
Rencana intervensi
Tujuan utama bagi klien mencakup perbaikan dalam pertukaran
gas,

pencapaian

bersihanjalan

napas,

kemandirian

dalam

aktivitas perawatan diri, perbaikan dalam kemampuan koping,


kepatuhan pada progam terapeutik dan perawatan dirumah,
serta tidak adanya komplikasi infeksi pernafasan tambahan
seperti adanya pneumonia.

1. Ketidak bersihan jalan napas yang berhubungan dengan bronkhostriksi,


akumulasi sekret jalan napas, dan menurunya kemampuan batuk efektif
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas
kembali efektif ditandai dengan berkurangnya kuantitas dan viskositas
sputum untuk memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas.
Kriteria evaluasi: dapat menyatakan dan mendemostrasikan batuk efektif,
tidak ada suara napas tambahan, whezing (-), dan pernapasan klien
normal (16-20x/menit) tanpa ada penggunaan obat bantu napas.

Rencana Intervensi
Kaji

warna,

kekentalan,

RASIONAL
dan Karakteristik

sputum

dapat

jumlah sputum

menunjukkan berat ringannya obstruksi.

Atur posisi semifowler

Meningkatkan ekspansi dada.

26

Ajarkan cara batuk efektif

Batuk yang terkontrol dan efektif dapat


memudahkan pengeluaran dari sekret
yang melekat di jalan nafas.

Bantu klien latihan napas

Ventilasi

maksimal

membuka

lumen

dalam

jalan nafas dan meningkatkan gerakan


sekret kedalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan.

Pertahan

intake

cairan Hidrasi

yang

adekuat

sedikitnya 2500 ml/ hari kecuali mengencerkan


tidakdiindikasikan.

mengefektifkan

membantu

sekret

dan

pembersihan

jalan

napas.
Alasan lain untuk memperbanyak intake
cairan

adalah

kecenderungan

klien

untuk bernapas melalui mulut, yang


akan

meningkatkan

kehilangan

air.

Menghirup air yang diungkapkan juga


membantu,

karena

uap

ini

dapat

melembabkan percabangan bronkhial

27

Lakukan

fisioterapi

dengan

teknik

dada Postural drainase dengan perkusi dan


postural vibrasi

menggunakan

bantuan

gaya

drainase, perkusi, dan fibrasi gravitasi untuk membantu menaikan


dada.

sekresi sehingga dapat dikeluarkan atau


diisap

dengan

mudah.

Terapi

yang

dapat mendilatasi bronkhiolus seperti


terapi

aerosol,

bronkodilator,

aerosolisasi, atau tindakan pernapasan


tekanan positif intermiten (IPPB), harus
diberikan
karena

sebelum

sekresi

mudah

postural

akan

mengalir

setelah

trakeobronkial
diinstruksikan

drainase
lebih

percabangan

berdilatasi.
bernapas

Klien

dan

batuk

efektif untuk membantu mengeluarkan


sekresi.

Postural

drainase

biasanya

dilakukan ketika klien bangun, untuk


membuang

sekresi

terkumpul

sepanjang

yang
malam

telah
dan

seelum istirahat, untuk meningkatkan


kualitas dan kuantitas tidur.
Kolaborasi pemberian obat:
Pemberian bronkodilator via inhalasi
Bronkodilator
akan langsung menuju area bronkhus
Nebulizer (via inhalasi) dengan
yang mengalami spasme sehingga lebih
golongan terbutaline 0,25 mg,
cepat berdilatasi.
fenoterol HBr 0,1% solution,
orciprenaline sulfur 0,75 mg.

Agen

mukolitik

ekspektoran

dan Agen mukolitik menurunkan kekentalan


dan perlengketan sekret paru untuk
memudahkan pembersihan.
Agen ekspektoran akan memudahkan

28

sekret lepas dari perlengketan dari jalan


napas.
Kortikosteroid

Kortikosteroid

berguna

dengan

keterlibatan luas pada hipoksema dan


menurunkan

reaksi

inflamasi

akibat

edema mukosa dan dinding bronkhus.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi


CO2, peningkatan sekresi peningkatan pernapasan, dan proses
penyakit.
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi
pertukaran gas membaik.
Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/ menit, frekuensi nadi
70-90x/ menit, dan warna kulit normal, tidak ada dispnea dan
GDA dalam batas normal.
Rencana intervensi

Rasional

Kaji keefektifan jalan napas

Bronkhospame dideteksi ketika


terdengar

mengi

saat

diauskultasi dengan stetoskop.


Peningkatan
mukus

pembentukan

sejalan

dengan

penurunan

aksi

menunjang

penurunan

udara
pertukaran
diperburuk

mukosiliaris

serta

aliran

penurunan
gas,

oleh

yang
kehilangan

daya elastisitas paru.


Lakukan fisioterafi dada

Setelah inhalasi bronkodilator


nebuliser,

klien

disarankan

untuk meminum air putih untuk

29

lebih mengencerkan sekresi.


Kemudian
membatukkan
dengan ekspulsif atau postural
drainase
dalam

akan

membantu

pengeluaran

sekresi.

Klien dibantu untuk melakukan


hal ini dengan cara yang tidak
membuatnya keletihan.
Kolaborasi untuk pemantauan Sebagai bahan evaluasi setelah
analisis gas arteri.

melakukan intervensi.

Kolaborasi pemberian oksigen Oksigen diberikan ketika terjadi


via nasal.

terjadi
harus

hipoksemia.
memantau

Perawat

kemanjuran

terapi oksigen dan memastikan


bahwa

klien

menggunakan
oksigen.
tentang

Klien

patuh
alat

dalam
pemberi

diinstruksikan

penggunaan

oksigen

yang tepat dan tentang bahaya


peningkatan laju aliran oksigen
tanpa ada arahan yang esplisit
dari perawat.

3. Risiko tinggi infeksi pernapasan (pneumonia) yang berhubungan


dengan

akumulasi

sekret

jalan

napas

dan

menurunnya

kemampuan batuk efektif.


Tujuan : infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan
penyembuhan aksi siliaris normal, dapat berbahaya bagi klien
dengan PPOK.
Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/menit, frekuensi nadi
30

70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak


ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana intervensi

Rasional

Kaji kemampuan batuk klien

Batuk yang berkaitan dengan


infeksi brokhial memulai siklus
yang ganas dengan trauma dan
kerusakan

pada

lanjut,

paru

kemajuan

peningkatan

lebih
gejala,

bronkhospasme,

dan peningkatan lebih lanjut


terhadap

kerentanan

infeksi

bronkhial. Infeksi mengganggu


fungsi

paru

dan

merupakan

penyebab umum gagal napas


pada klien dengan PPOK.
Monitor adanya perubahan

Klien

diinstruksikan

yang mengarah pada tanda-

melaporkan

tanda infeksi pernapasan.

jika

dengan

sputum

untuk
segeran

mengalami

perubahan

warna,

karena

pengeluaran

sputum

purulen

atau
warna,

perubahan
atau

kerakter,

jumlah

adalah

tanda dari infeksi.


Segala gejala yang memburuk
(peningkatan
didada,
dan

kesesakanan

peningkatan

dispnea,

keletihan)

menandakan

infeksi

juga
ini

dan

harus dilaporkan. Infeksi virus


sangat berbahaya bagi klien ini
karena infeksi ini terlalu sering
disertai
31

oleh

infeksi

yang

disebabkan

oleh

organisme

seperti S. Pneumoniae dan H.


Influenzae.
Ajarkan latihan bernapas dan Latihan
training pernapasan.

besar

bernapas.
individu

bernapas

Sebagian

dengan

dalam

PPOK

dari

dada

dengan cara yang cepat dan


tidak

efisien.

Jenis

bernapas

dengan dada atas dapat diubah


menjadi bernapas difragmatik
dengan latihan.
Training

pernapasan

diafragmatik

mengurangi

frekuensi

pernapasan,

meningkatkan
alveolar,

ventilasi
dan

kadang

membantu mengeluarkan udara


sebanyak

mungkin

ekspirasi.
Bernapas dengan
dirapatkan

selama

bibir

yang

melambatkan

ekspirasi, mencegah kolaps unit


paru,

dan

membantu

klien

untuk mengendalikan frekuensi


serta

kedalaman

dan

untuk

memungkinkan
mencapai

pernapasan

rileks,

yang

klien

untuk

kontrol

terhadap

dispnea dan perasaan panik.

32

4. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum


dan keletihan
Tujuan : infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan untuk memungkinkan aksi
siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan
dampak pada individu yang memiliki paru normal, dapat
berbahaya bagi klien dengan PPOK.
Kriteria evaluasi : frekuensi napas 16-20x/menit frekuensi nadi
70-90x/menit, dan kemampuan bentuk efektif dapat optimal,
tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana intervensi

Rasional

Kaji kemampuan klien dalam

Menjadi

melakukan aktifitas.

melakukan

data

dasar

dalam

intervensi

selanjutnya.
Atur

cara

beraktifitas

sesuai kemampuan.

klien Klien dengan PPOK mengalami


penurunan
olahraga
pasti

toleransi
pada

dalam

terhadap

periode

hari.

yang

Hal

ini

terutama tampak nyata pada


saat bangun di pagi hari, karena
sekresi

bronkial

dan

edema

menumpuk dalam paru selama


malam

hari

berbaring.

ketika

Klien

individu

sering

tidak

dapat mandi dan mengenakan


pakaian.

Aktifitas

membutuhkan

yang

mengankat

lengan keatas setinggi toraks


dapat menyebabkan keletihan
atau

distress

pernapasan.

Aktifitas ini mungkin akan dapat

33

ditoleransi
klien

lebih

bangun

baik

dan

setelah

bergerak-

gerak sekitar setengah jam atau


lebih. Karena keterbatasan ini,
klien harus ikut serta dalam
perencanaanaktifitas perawatan
diri dengan perawat dan dalam
menentukan waktu yang paling
tepat

untuk

berpakaian.

mandi

Minuman

dan
hangat

saat bangun, dibarengi dengan


pernapasan diafragmatik, akan
membantu untuk mengeluarkan
sekresi

dan

mempersingkat
kesulitan

yang

bangun pagi.

34

akan
periode

dialami

saat

Ajarkan latihan otot-otot

Setelah

klien

pernapasan.

pernapasan diafragmatik, suatu


program

mempelajari

pelatihan

pernapasan

dapat

otot-otot
diberikan

untuk membantu menguatkan


otot-otot yang digunakan lewat
bernapas.

Program

ini

mengharuskan klien bernapas


terhadap suatu tahanan selama
10-15

menit

Resisten

setiap

secara

ditingkatkan

dan

hari.

bertahap
otot-otot

menjadi terkondisi lebih baik.


Mengondisikan
pernapasan
waktu

yang

diinstruksikan

otot-otot
membutuhkan
lama

dan

klien
untuk

melanjutkan latihan dirumah.

5. Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan


dilakukan di rumah .

35

Tujuan : klien dan keluarga mengetahui intervensi mandiri dalam


melakukan perawatan dirumah.
Kriteria evaluasi : klien dan keluarga mampu mengulang apa
telah diajarkan.
Rencana Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien Menjadi

data

dasar

dan

untuk

menjelaskan

tingkat

pengetahuan

keluarga

tentang perawat

perawatan dirumah.

sesuai

Tetapkan tujuan yang realistik.

yang dimiliki.
Klien dengan

bagi

PPOK

dapat

memperbaiki kualitas hidupnya


dengan

mengetahui

proses

tentang

penyakit

yang

dialaminya. Salah satu faktorfaktor

penyuluhan

adalah

penjelasan

pentingnya
penerimaan

utama
tentang

penetapan;
tujuan

dan

jangka

pendek dan jangka panjang


yang realistik. Jika klien sangat
kesulitan,

objektif

dari

pengobatan

adalah

untuk

memulihkan

fungsi

paru

sebelumnya

dan

menghilangkan
sebanyak

gejala-gejala

mungkin.

penyakitnya
objektifnya

Jika
ringan,

adalah

untuk

meningkatkan toleransi latihan


dan

mencegah

kehilangan

fungsi paru lebih jauh. Tujuan

36

dan

perkiraan

tentang

pengobatan harus dibicarakan


dan

direncanakan

bersama

klien. Klien dan mereka yang


memberikan perawatan harus
sabar untuk mencapai tujuan
ini.
Hindari perubahan suhu yang Klien
ekstrem.

diinstruksikan

menghindari panas atau dingin


yang

ekstrem.
suhu

karenanya

meningkatkan
oksigen

dingin
agar

klien

berhenti merokok.

Panas

meningkatkan
kebutuhan

Anjurkan

untuk

tubuh,
tubuh;

cenderung

meningkatkan bronkhospasme.
untuk Merokok menekan aktivitas
sel-sel pemangsa (makrofag)
dan

mempengaruhi

mekanisme
siliaris

pembersihan
dan

saluran

pernapasan, yaitu fungsi untuk


menjaga saluran pernapasan
bebas dan iritan, bakteri, dan
benda

asing

lainnya

yang

terhirup. Fungsi ini merupakan


salah

satu

mekanisme

pertahanan utama tubuh. Jika


mekanisme

pembersihan

ini

rusak karena merokok, aliran


udara menjadi tersumbat dan
udara menjadi terjebak dibalik
jalan napas yang terasumbat

37

dan udara menjadi terjebak


dibalik

jalan

tersumbat.

napasyang

Distensi

alveoli

sangat melebar dan kapasitas


paru

menghilang.

Merokok

juga mengeritasi sel-sel goblet


dan

kelenjar

mukosa.

Menyebabkan
akumulasi
lendir
lebih

peningkatan

lendir.

Akumulasi

menyebabkan
lanjut,

iritasi

infeksi,

dan

kerusakan pada paru.

E.EVALUASI HASIL YANG DIHARAPKAN.


1. Menunjukkan

perbaikan

pertukaran

gas

dengan

menggunakan bronkodilator dan terapi oksigen


a. Tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan, konfusi,
atau agitasi.
b. Hasil pemeriksaan gas darah arteri stabil tetapi tidak
harus nilai-nilai yang normal karena perubahan kronis
dalam kemampuan pertukaran gas dari paru.
2. Mencapai kebersihan jalan napas.
a. Berhenti merokok.
b. Menghindari bahan-bahan yang merangsang dan suhu
yang ekstrem.
c. Meningkatkan intake cairan hingga 6-8 gelas sehari.
d. Melakukan postural drainase dengan benar.
e. Mengetahui

tanda-tanda

awal

terjadinya

infeksi

dan

waspada terhadap pentingnya melaporkan tanda-tanda ini


jika terjadi.
3. Memperbaiki pola pernapasan.
38

a. Berlatih dan menggunakan pernapasan diafragma dan


bibir yang dirapatkan.
b. Menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.
4. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam batasan toleransi.
a.

Mengatur aktivitas untuk menghindari keletihan dan

dispnea.
b. Menggunakan pernapasan terkendali ketika melakukan
aktivitas.
5. Mencapai toleransi aktivitas dan melakukan latihan serta
melakukan aktivitas dengan sesak napas lebih sedikit.
6. Mendapatkan

mekanisme

koping

yang

efektif

serta

mengikuti program rehabilitasi paru.


7. Patuh terhadap program terapiutik.
a. Mengikuti regimen pengobatan yang telah ditetapkan.
b. Berhenti merokok.
c. Mempertahankan tingkat aktivitas yang dapat diterima.

39

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit

Paru

Obstruksi

Kronik

(chronic

obstructive

pulmonary diseases-COPD) merupakan suatu istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap

aliran

udara

sebagai

gambaran

patofisiologi

utamanya. faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita


antara lain: Merokok sigaret yang berlangsung lama ,
Terpapar oleh polusi udara dan polusi lingkungan , Infeksi
saluran pernapasan, Genetik, Perubahan cuaca, Alergi, Stres
emosional, Peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan .

B. Saran

40

Sebaiknya

Di dalam masalah PPOK, sebaiknya terlebih

dahulu mencegah faktor pencetus seperti asap rokok, polusi


udara

dan

mengingat

lain-lain
penderita

agar

tidak

akan

terkena

mengalami

PPOK.

Karena

sakit

yang

berkepanjangan dan hal ini sangat merugikan penderita.

Daftar Pustaka
Mohamad Judha dan Rizky Erwanto. 2011. Anatomi dan Fisiologi.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Somantri Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Tim kelompok kerja. PPOK. Jakarta : Penghimpunan Dokter Paru
Indonesia
Sloane Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin Arif. 2012. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem pernafasan : Salemba Medika .

41

42

You might also like