You are on page 1of 5

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP PERISTALTIK USUS PADA PASIEN

PASCA OPERASI LAPARATOMI DI RUANG RAWAT INAP RSUP DR. WAHIDIN


SUDIROHUSODO MAKASSAR
Ajidah1, Yusran Haskas2
1

STIKES Nani Hasanuddin Makassar


STIKES Nani Hasanuddin Makassar

ABSTRAK
Tindakan operasi seringkali menyebabkan sistem pencernaan, nafsu makan menurun dan
terjadi sembelit. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah mobilisasi dini yang diyakini dapat
memperbaiki peristaltik usus pasien. Penelitian ini bertujuan untuk megetahui pengaruh mobilisasi
dini terhadap peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Rancangan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah
quasi eksperimental design: non equivalent control group design. Penelitian ini dilaksanakan dengan
memberikan intervensi berupa pemberian mobilisasi dini. Sedangkan kelompok kontrol tidak
diberikan perlakuan apa-apa oleh peneliti selain mengobservasi peristaltik usus. Pengambilan sampel
dilakukan dengan metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang yang teridiri
atas kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masing-masing 15 orang, kemudian hasilnya diuji
dengan cara Independen Sample T-Test dengan tingkat kemaknaan = 0,05. Hasil penelitian ini
didapatkan bahwa perubahan peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat
Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada kelompok yang diberikan mobilisasi dini
(kelompok perlakuan) rata-rata 11,200 (0,262), perubahan peristaltik usus pada pasien pasca
operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada kelompok
kontrol rata-rata 1,533 ( 0,723), dan ada pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan peristaltik
usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar (p=0,001). Dari penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa mobilisasi dini dapat
meningkatkan peristaltik usus pada pasien pasca operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar sehingga diharapkan kepada petugas kesehatan untuk terus
menggalakkan tentang manfaat mobilisasi dini pada pasien pasca operasi laparatomi, dan kepada
perawat diharapkan agar dapat melakukan mobilisasi dini pada pasien pasca operasi laparatomi
sedini mungkin apabila tidak ditemukan kontraindikasi untuk mempercepat proses pemulihan fungsi
sistem pencernaan pasien.
Kata Kunci:

mobilisasi dini, peristaltik usus, laparatomi.

PENDAHULUAN
Proses keperawatan diarahkan pada
menstabilkan equilibrium fisiologi pasien,
menghilangkan
nyeri
dan
pencegahan
komplikasi. Pengkajian yang cermat dan
intervensi segera membantu pasien dalam
kembali kefungsi optimalnya dengan cepat,
aman dan senyaman mungkin termasuk pada
pasien pasca operasi (Smeltzer dan Bare,
2002).
Di Amerika serikat tahun 2009, dari 27
juta orang yang menjalani operasi setiap
pelayanan kesehatan, pasien dengan infeksi
pada daerah operasi abdomen akan menjalani
perawatan dua kali lebih lama di rumah sakit
daripada yang tidak mengalami infeksi.
Kurangnya mobilisasi dini dapat menimbulkan
lamanya hari perawatan dari pasien dengan
laparatomi, selain itu kurangnya mobilisasi dini

Volume 3 Nomor 6 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

pada pasien pasca operasi laparatomi dapat


menimbulkan adanya infeksi (Primariawan,
2010).
Laporan
Departemen
Kesehatan
(Depkes) mengenai kejadian
laparatomi
meningkat dari 162 pada tahun 2005 menjadi
983 kasus pada tahun 2006 dan 1.281 kasus
pada tahun 2007. Berdasarkan Data Tabulasi
Nasional Departemen Kesehatan Republik
Indonesia tahun 2009, tindakan bedah
menempati urutan ke 11 dari 50 pertama
penyakit di rumah sakit se-Indonesia dengan
persentase 12,8% yang diperkirakan 32%
diantaranya merupakan tindakan bedah
laparatomi (Depkes, 2010).
Di Sulawesi Selatan, berdasarkan data
yang didapat dari RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar menunjukkan bahwa
pasien yang menjalani bedah laparatomi pada

55

tahun 2009 sebanyak 143 orang, tahun 2010


sebanyak 163 orang, dan tahun 2012
sebanyak 231 orang. Setiap tahunnya kasus
laparatomi ini mengalami peningkatan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Yuannita (2007) yang melakukan Studi kasus
di Ruang Brawijaya RSD Kabupaten Malang
menemukan
bahwa
mobilisasi
fisik
berpengaruh terhadap terjadinya flatus pada
ibu pasca seksio sesarea. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati
(2011) menemukan bahwa ada pengaruh
mobilisasi dini dengan pemulihan peristaltik
usus pada klien pasca operasi laparatomi di
Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Penelitian lain dilakukan oleh Isrofi
(2011) menemukan bahwa mobilisasi dini 2
jam pasca operasi lebih efektif dari pada
mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap
pemulihan peristaltik usus pasien pasca
operasi
apendictomy
dengan
anastesi
subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti tentang
pengaruh mobilisasi dini terhadap peristaltik
usus pada pasien pasca operasi laparatomi di
Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
BAHAN DAN METODE
Desain, Lokasi, Populasi, dan Sampel
Desain penelitian yang digunakan
adalah quasi eksperimental design : non
equivalent control group Design
yaitu
rancangan eksperimen dengan cara sampel
diberikan pengukuran sebelum dan setelah
dilakukan
treatment
(perlakuan)
pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tidak
dilakukan
perlakuan.
Kelompok
eksperimen diberikan perlakuan berupa
mobilisasi dini. Sebelum dilakukan intervensi
peneliti melakukan pra test untuk mengetahui
peristaltik usus setelah itu dilakukan intervensi
berupa pemberian mobilisasi dini dan
selanjutnya dilakukan pasca test terkait
dengan peristaltik usus. Sedangkan kelompok
kontrol tidak diberikan perlakuan apa-apa oleh
peneliti selain mengobservasi peristaltik usus.
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
pada tanggal 5 Januari 2013 sampai 5
Februari 2013.
Populasi pada penelitian ini adalah
semua pasien pasca operasi laparatomi di
Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar tahun 2012 sebanyak
231 orang. Pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan metode sampling
yaitu purposive sampling yakni pengambilan
sampel
yang
dilakukan
berdasarkan

56

pertimbangan tertentu menurut kriteria peneliti


dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang
yang terdiri atas 15 orang kelompok perlakuan
dan 15 orang kelompok kontrol.
Kriteria Inklusi:
1. Pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat
Inap
RSUP
Dr.
Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
2. Berumur antara 21-55 tahun
3. Bersedia menjadi responden
4. Mendapatkan anestesi yang sama berupa
anastesi umum.
5. Pasien pasca operasi 6-8 jam.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan observasi dengan terlebih dahulu
pasien mendapatkan penjelasan tentang
pentingnnya dilakukan latihan sedini mungkin
setelah dioperasi. Peneliti menjelaskan hal-hal
yang akan dilakukan meliputi persiapan
sebelum latihan, gerakan-gerakan latihan itu
sendiri dan hal-hal yang harus diperhatikan
oleh pasien selama latihan dilakukan.
Kemudian peneliti melakukan intervensi
dengan terlebih dahulu mendengarkan
peristaltik usus dengan stetoskop lytman.
Kemudian melakukan latihan tungkai dengan
pemberian 5 kali pada setiap ekstremitas
selama 15 menit. Setelah itu peneliti
mendengarkan kembali dengan stetoskop
lytman peristaltik usus setiap jam sampai
peristaltik usus terdengar. Pemberian tersebut
mulai dilakukan 6-8 jam setelah pasca
operasi. Pengolahan data dilakukan dengan:
1. Editing
Setelah lembar observasi diisi oleh
peneliti, kemudian dikumpulkan dalam
bentuk data, data tersebut dilakukan
pengecekan dan memeriksa kelengkapan
data, kesinambungan, dan memeriksa
keseragaman data.
2. Koding
Untuk memudahkan pengolahan
data,
semua
data/
jawaban
disederhanakan
dengan
memberikan
simbol untuk setiap jawaban.
3. Tabulasi
Data dikelompokkan ke dalam suatu
tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki,
kemudian data dianalisa secara statistik.
Analisa Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap
variabel dari hasil penelitian. Analisis ini
menghasilkan distribusi dan presentase
dari tiap variabel yang diteliti.

Volume 2 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat
pengaruh variabel bebas terhadap variabel
independen dengan menggunakan uji
statistik
Paired
T-Test
dengan
menggunakan program komputer.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Karakteristik Responden
Pasca Operasi
Laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2013
Karakteristik

Frekuensi (N)

Umur (dalam
tahun) :
13
21-30 tahun
11
31-40 tahun
4
41-50 tahun
2
> 50 tahun
Jenis Kelamin
Laki-Laki
7
Perempuan
23
Pendidikan
SD
3
SMP
7
SMU
17
PT
3
Kelompok
Perlakuan
15
Kontrol
15
Sumber : Data Primer, 2013, (N=30)

Persentase
(%)
43,3
36,7
13,3
6,7
23,3
76,7
10,0
23,3
56,7
10,0
50,0
50,0

Tabel 1 tentang distribusi frekuensi


berdasarkan karakteristik responden meliputi:
umur, jenis kelamin, pendidikan, dan
kelompok perlakuan. Berdasarkan data
demografi responden diperoleh gambaran
bahwa responden terbanyak berumur 21-30
tahun (43,3%). Dari segi jenis kelamin
menunjukkan
bahwa
sebagian
besar
responden berjenis kelamin perempuan
(76,7%), sedangkan dari segi pendidikan
menunjukkan bahwa lebih dari setengah
responden tingkat pendidikannya SMU
(56,7%). Adapun responden dalam penelitian
ini dibagi atas kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan masing masing sebanyak 15 orang
(50,0%).
Tabel 2. Gambaran Peristaltik Usus Pada
Pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar Pada Kelompok Eksperimen Tahun
2013
Peristaltik Usus
Waktu
Pengukuran
Mean
Std Deviasi
Pre Test
0,0
0,000
Pasca Test
11,200
0,262
Perubahan
11,200
0,262
p = 0.001
Sumber : Data Primer, 2013, (N=15)
Volume 3 Nomor 6 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

Tabel 2 tentang peristaltik usus pada


pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar sebelum diberikan perlakuan
berupa mobilisasi dini (pre test) rata-rata 0,0
(0,00) dan setelah diberikan mobilisasi dini
yang kelima (pasca test) rata-rata 11,200 (
0,262). Dengan menggunakan uji Paired T
test didapatkan nilai p=0,001 untuk waktu
pengukuran pertama sampai pengukuran
kelima yang berarti ada pengaruh mobilisasi
dini terhadap perubahan peristaltik usus pada
pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Tabel 3. Gambaran Peristaltik Usus Pada
Pasien Pasca Operasi Laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar Pada Kelompok Kontrol Tahun 2013
Peristaltik Usus
Waktu
Pengukuran
Mean
Std Deviasi
Pre Test
0,0
0,000
Pasca Test
1,533
0,723
Perubahan
1,533
0,723
p = 0.723
Sumber : Data Primer, 2013, (N=15)
Tabel 3 tentang peristaltik usus pada
pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar pada kelompok kontrol pada saat
awal (pre test) rata-rata 0,0 (0,00) dan pada
saat dilakukan pengukuran kelima (pasca
test) rata-rata
1,533 ( 0,723). Dengan
menggunakan uji paired t test didapatkan nilai
p=0,723 yang berarti tidak ada perubahan
peristaltik usus pada pasien pasca operasi
laparatomi pada kelompok kontrol di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Tabel 4. Perbedaan Perubahan Peristaltik
Usus Pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi
di Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar Pada Kelompok
Kontrol dan Kelompok Eksperimen Tahun
2013
Perubahan Peristaltik Usus
Kelompok
Mean
Std Deviasi
Perlakuan
11,200
0,262
Kontrol
1,533
0,723
Perbedaan
9,667
p = 0.001
Sumber : Data Primer, 2013, (N=30)
Tabel 4 tentang perubahan peristaltik
usus pada pasien pasca operasi laparatomi di
Ruang Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin

57

Sudirohusodo Makassar pada kelompok


perlakuan rata-rata 11,200 (0,262) dan
pada kelompok kontrol
rata-rata
1,533
(0,723) dengan perbedaan rata-rata 9,667.
Dengan menggunakan uji independen sampel
t test didapatkan nilai p=0,001 yang berarti
ada pengaruh mobilisasi dini terhadap
perubahan peristaltik usus pada pasien pasca
operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini didapatkan
bahwa peristaltik usus pada pasien pasca
operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
menunjukkan bahwa pada pasca test
sebagian
besar
kelompok
perlakuan
mengalami hipoperistaltik (73,3%) sedangkan
pada kelompok kontrol semuanya mengalami
hipoperistaltik (100%). Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum telah terjadi peingkatan
peristaltik usus pada kelompok yang dilakukan
mobilisasi dini.
Berdasarkan
hasil
uji
statistik
didapatkan ada pengaruh mobilisasi dini
terhadap perubahan peristaltik usus pada
pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar sedangkan pada kelompok kontrol
tidak didapatkan adanya perubahan pada
pasien pasca operasi laparatomi di Ruang
Rawat Inap RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yuannita
(2007) yang melakukan studi kasus di Ruang
Brawijaya
RSD
Kabupaten
Malang
menemukan
bahwa
mobilisasi
fisik
berpengaruh terhadap terjadinya flatus pada
ibu pasca seksio sesarea. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati
(2011) menemukan bahwa ada pengaruh
mobilisasi dini dengan pemulihan peristaltik
usus pada klien pasca operasi laparatomi di
Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Penelitian lain dilakukan oleh Isrofi
(2011) menemukan bahwa mobilisasi dini 2
jam pasca operasi lebih efektif dari pada
mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap
pemulihan peristaltik usus pasien pasca
operasi
apendictomy
dengan
anastesi
subarchnoid blok di RSI Jemursari Surabaya.
Hal ini didukung oleh Potter & Perry
(2010)
yang
mengemukakan
bahwa
seseorang yang dilakukan operasi laparatomi
akan diberikan anastesi umum yang
menyebabkan pergerakan colon yang normal
menurun dengan penghambatan stimulus
parasimpatik pada otot colon. Klien yang

58

mendapat anastesi lokal akan mengalami hal


seperti itu juga. Pembedahan yang langsung
melibatkan intestinal dapat menyebabkan
penghentian
dari
pergerakan
intestinal
sementara. Hal ini disebut ileus paralitik,
suatu kondisi yang biasanya berakhir 24 48
jam.
Mendengar
suara
usus
yang
mencerminkan motilitas intestinal adalah suatu
hal
yang
penting
pada
manajemen
keperawatan pasca bedah.
Hal senada diungkapkan oleh Ganong
(2003) yang mengatakan bahwa peristaltik
adalah gerakan yang terjadi pada otot-otot
pada saluran pencernaan yang menimbulkan
gerakan semacam gelombang sehingga
menimbulkan
efek
menyedot/menelan
makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan. Hal ini menjelaskan mengapa air
yang kita minum tidak tumpah keluar kembali
walaupun kita minum sambil menjungkir
balikkan tubuh sekalipun.
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Smeltzer & Bare (2002)
bahwa pada pasien pasca operasi laparatomi,
sebaiknya dilakukan mobilisasi dengan tujuan
untuk mencegah terjadinya komplikasi. Tetapi
pada umumnya pasien pasca operasi
laparatomi sering mengalami keterbatasan
pergerakan dan cenderung berada dalam
posisi horizontal yang mana posisi tersebut
akan menyebabkan perubahan dramatik pada
berbagai sistem pada tubuh, bukan hanya
sistem muskulo skeletal, tetapi juga sistem
yang lain termasuk sistem pencernaan. Hal
tersebut diakibatkan oleh kekhawatiran dan
ketakutan pasien bahwa jika bergerak luka
insisi akan terbuka atau disebabkan karena
pengalaman pasien jika bergerak akan
menimbulkan perasaan nyeri sehingga pasien
memilih untuk tidak melakukan mobilisasi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa moblilsasi dini pada pasien pasca
operasi laparatomi dapat membantu proses
pemulihan peristaltik usus pasien dimana
mobilisasi dini memungkinkan untuk dilakukan
mengingat pasien pasca operasi laparatomi
sudah dianjurkan untuk dilakukan mobilisasi
sedini mungkin.
KESIMPULAN
Peristaltik usus pada pasien pasca
operasi laparatomi di Ruang Rawat Inap
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
pada kelompok yang diberikan mobilisasi dini
(kelompok perlakuan) rata-rata
normal.
Peristaltik usus pada pasien pasca operasi
laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar pada
kelompok kontrol rata-rata
rendah. Ada
pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan
Volume 2 Nomor 4 Tahun 2013 ISSN : 2302-1721

peristaltik usus pada pasien pasca operasi


laparatomi di Ruang Rawat Inap RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
SARAN
1. Bagi perawat diharapkan agar dapat
melakukan mobilisasi dini pada pasien
pasca operasi laparatomi sedini mungkin
apabila tidak ditemukan kontraindikasi
untuk mempercepat proses pemulihan
fungsi sistem pencernaan pasien.

2. Bagi pasien pasca operasi laparatomi agar


melakukan mobilisasi dini secara mandiri
untuk mengembalikan fungsi sistem
pencernaan secara cepat ke dalam fungsi
normal yang terganggu akibat pengaruh
obat-obatan anastesi.
3. Bagi peneliti selanjutnya perlu melakukan
penelitian
lanjutan
dengan
melihat
gambaran peristaltik usus pada pasien
yang dilakukan mobilisasi dini pada pasien
dengan jenis operasi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, T. J. (2011). Pengaruh mobilisasi dini dengan pemulihan peristaltik usus pada klien pasca operasi
laparatomi di Ruang Perawatan Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya, Surabaya: Fakultas Keperawatan
Universitas: Airlangga
Azis, B. (2010). Laparatomi, http://medicastore.laparatomi.co.id, diakses 10 November 2012.
Depkes (2010) Riset Kesehatan Dasar, Departemen Kesehatan: Jakarta
Ganong F.William. (2003). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC: Jakarta
Guyton & Hall, (2008). Buku Ajar Fisiologi kedokteran, EGC: Jakarta
Isrofi, J. (2011). Perbedaan efektifitas mobilisasi dini 2 jam pasca dan mobilisasi 6 jam pasca operasi terhadap
pemulihan peristaltik usus pasien pasca operasi apendictomy dengan anastesi subarchnoid blok di RSI
Jemursari Surabaya, Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas: Airlangga
Loedin, A. A. (2003). Nasional etik penelitian kesehatan, , http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/knepk
/download%20dokumen/presentasi/ped%20nas%20etik%20feb%2003.ppt. diakses 22 November 2012
Lukman & Ningsih,N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal,
Salemba Medika: Jakarta.
Muktamin, A. & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal, Salemba Medika: Jakarta
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta: Jakarta.
Nurna, N. & Lukman, (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal,
Salemba Medika: Jakarta
Primariawan (2010) Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Salemba
Medika: Jakarta
Potter & Perry (2010). Fundamental Keperawatan, Buku 3, Edisi VII, Salemba Medika: Jakarta
Smeltzer & Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, EGC: Jakarta
Sugiono, (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D, Alvabeta: Bandung
Swarts, M. H. (2002). Buku Ajar Diagnostik Fisik, EGC: Jakarta
Syamsuhidayat & Wing De Jong, (2008). Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta
Yuannita, I. (2007). Pengaruh Mobilisasi Fisik Terhadap Terjadinya Flatus Pada Ibu Pasca Seksio Sesarea
(Studi kasus di Ruang Brawijaya RSD Kabupaten Malang), http://digilib.umm.ac.id/gdl.php
?mod=browse&op=read&id=jiptummpp-gdl, diakses 10 November 2012.
Yurisa, W. (2008). Etika penelitian kesehatan. Faculty of Medicine University:

Volume 3 Nomor 6 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

59

You might also like