You are on page 1of 18

PEMBAHASAN

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK


Beberapa bulan terakhir ini, kasus kekerasan seksual pada anak
kembali marak terjadi di Indonesia, seperti kasus kekerasan seksual pada
anak yang terjadi di Batam dan Bali, kekerasan seksual pada remaja yang
bermoduskan menjadi pegawai pajak, kasus pencabulan anak jalanan
yang dilakukan oleh koordinatornya dan sebagainya. Kekerasan seksual
pada anak ini sangatlah memprihatinkan banyak pihak terutama bagi
sekolah-sekolah serta ibu-ibu yang memiliki anak.
Kebanyakan korban kekerasan seksual pada anak berusia sekitar 5
hingga 11 tahun. Bagi pelaku jenis kelamin tidak berpengaruh dalam
melakukan kekerasan seksual yang penting bagi pelaku hasrat seksual
mereka dapat tersalurkan. Modus pelaku dalam mendekati korban
sangatlah berfariasi misalnya mereka tinggal mendekati korban dan
mengajak ngobrol saja, ada juga yang membujuk korban, ada juga yang
merayu dan ada juga yang memaksa korbanya. Serta modus yang lebih
canggih yakni pelaku menggunakan jejaring sosial dengan berkenalan
dengan korban, mengajak bertemu dan memperkosa atau melakukan
kekerasan seksual.
Kasus kekerasan seksual pada anak di Denpasar yang dilakukan oleh
seorang pria yang biasa dipanggil Codet (30). Kasus ini menjadi ramai di
masyarakat karena tidak hanya terjadi pada satu anak saja. Untuk saat ini
pelaku sudah ditangkap dan diketahui pernah melakukan hal serupa pada
tahun 2002 di wilayah Batam. Yang menjadi korbannya adalah anak-anak
usia 5-11 tahun. Tersangka melakukan modusnya dengan cara membujuk,
merayu hingga memaksa korbannya (www.detik.com, 18 ).
Ternyata kasus kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada anak-anak
yang usianya lebih muda saja. Remaja putri hingga wanita yang menginjak
usia dewasa pun rawan akan bahaya kekerasan seksual. Seperti kasus
yang terjadi di Bekasi. Seorang tukang ojek yang mengaku pegawai pajak
berhasil mengelabui 3 orang wanita berusia 16,18 hingga 24 tahun. Ia pun
melakukan modusnya dengan cara yang lebih modern, dari jejaring sosial
yang saat ini sedang marak. Dari situ ia berkenalan dengan korbanKekerasan Seksual Pada Anak

korbannya, kemudian mengajak sang korban untuk bertemu dan


memperkosa korbannya (www.detik.com).
Karena kasus kekerasan seksual pada anak sangat memprihatinkan
dan membahayakan, kebanyakan dari ibu-ibu yang memiliki anak merasa
resah dan ketakutan jika anak mereka menjadi korban dari kekerasan
seksual tersebut. Kadangkala kebanyakan dari mereka menganggap
masalah ini sangatlah serius untuk ditanggapi. Jika tidak maka bukan tidak
mungkin hal itu akan mengganggu aktifitas mereka sehari-hari. Hal yang
perlu diperhatikan oleh ibu-ibu adalah memperhatikan orang-orang
dianggap mencurigakan ketika mendekati anak dan berhati-hati terhadap
kebaikan orang ketika mendekati anak.
Haruskah Anak Kita Menjadi Korban?
Maraknya video mirip artis akhir-akhir ini mulai meresahkan orangtua.
Bagaimana tidak video tersebut dapat dengan mudah diakses oleh anakanak melalui internet dan handphone. Anak-anak semakin terpapar
dengan adegan-adegan seksual yang belum layak mereka tonton.
Bukan hanya itu mereka juga dapat meniru perilaku mirip artis
yang adalah tokoh idola sekaligus panutan mereka. Tidak adanya
sangsi social,moral, maupun hukum yang tegas membuat anakanak menganggap tidak ada yang salah dengan perilaku tokoh
idola tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini
informasi sangat bebas dan mudah diakses oleh anak-anak, baik
di desa maupun di kota. Tidak hanya melalui video yang mirip
artis, tetapi juga televisi, internet, koran, dan majalah banyak
menyajikan informasi seksual yang kurang tepat. Hal ini dapat
turut memicu meningkatnya kasus kekerasan seksual pada anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan banyak
aduan kekerasan pada anak pada tahun 2010. Dari 171 kasus
pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8 persen terkait dengan
kasus kekerasan. Dan dari kasus kekerasan tersebut yang paling
banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7
persen (53 kasus). Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
Anak) mencatat, jenis kejahatan anak tertinggi sejak tahun 2007
adalah

tindak

sodomi

Kekerasan Seksual Pada Anak

terhadap

anak.

Dan

para

pelakunya
2

biasanya adalah guru sekolah, guru privat termasuk guru ngaji,


dan sopir pribadi. Tahun 2007, jumlah kasus sodomi anak,
tertinggi di antara jumlah kasus kejahatan anak lainnya. Dari
1.992 kasus kejahatan anak yang masuk ke Komnas Anak tahun
itu, sebanyak 1.160 kasus atau 61,8 persen, adalah kasus sodomi
anak. Dari tahun 2007 sampai akhir Maret 2008, jumlah kasus
sodomi anak sendiri sudah naik sebesar 50 persen. Komisi
Nasional Perlindungan Anak telah meluncurkan Gerakan Melawan
Kekejaman Terhadap Anak, karena meningkatnya kekerasan tiap
tahun pada anak. Pada tahun 2009 lalu ada 1998 kekerasan
meningkat pada tahun 2010 menjadi 2335 kekerasan.
Tahun 2011 terjadi 2.509 kasus kekerasan, 58 persennya adalah kasus kekerasan
seksual anak. Sedangkan tahun 2012 sebanyak 2.637 kasus, 62 persennya adalah kasus
kekerasan seksual anak.
Memasuki 2013, khususnya Januari hingga Februari, sudah terjadi 42 kasus
kejahatan seksual terhadap anak di wilayah Jabodetabek.
Bali
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Bali menyatakan
kasus kekerasan seksual dengan pelaku dan korban anak-anak semakin
meningkat. Pada bulan Februari 2010 ada enam kasus perkosaan dan
pelecehan seksual yang melibatkan anak-anak. Sementara pada 2009,
KPAI mencatat ada 214 kasus kekerasan terkait anak. Dari 214 kasus itu,
sebanyak 25 kasus pemerkosaan anak-anak, dan 58 kasus penganiayaan
anak. Sementara anak sebagai pelaku kekerasan sebanyak 29 orang.
Sumatera Utara
Dari data yang dihimpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia pada
periode Januari sampai dengan Maret 2012, terhitung ada 39
orang korban pencabulan di Sumatera Utara dengan usia beragam
yaitu mulai dari 4 tahun sampai 18 tahun. Namun kasus yang
tertinggi itu terjadi pada anak berusia 17 sampai 18 tahun,
mencapai 20 anak. Ada sekitar 18 kasus yang terjadi diakibatkan
Kekerasan Seksual Pada Anak

dari upaya bujuk rayu, yang pelaku utamanya adalah pacar dari
korban sendiri. Kasus-kasus pencabulan juga banyak dilakukan
oleh orang-orang terdekat dari korban seperti teman, orang tua
tiri, majikan, guru, dan orang yang baru dikenal. Untuk tahun
2011, data kasus pencabulan yang dimiliki Pusaka mencapai 78
kasus. Di asumsikan per tiga bulan, ada 19 kasus pencabulan
yang terjadi di Sumut. Sehingga ada lonjakan kenaikan sekitar
100 % pada tri semester pertama pada tahun 2012 ini. Selain dari
kasus pencabulan, kasus lainnya yang juga masih berkaitan
dengan kekerasan terhadap anak adalah kasus penganiayaan
berjumlah 13 kasus, sodomi 9 kasus, pemerkosaan 9 kasus, inses
1 kasus, pembunuhan 3 kasus, penelantaran 1 kasus, serta
perampokan ada 4 kasus.
Data yang dilaporkan lebih sedikit dibandingkan data yang
sebenarnya ada. Hal ini disebabkan tidak semua anak yang
mengalami kekerasan seksual mau melaporkan kejadian yang
dialami ke orangtua maupun pihak yang berwajib.
Hal yang penting dilakukan adalah memberikan pendidikan
seksual atau pendidikan kesehatan reproduksi bagi anak-anak
sedini mungkin, perlu dilakukan oleh orangtua dan pihak sekolah
agar anak tidak mendapatkan informasi yang salah dari teman,
internet, maupun media lainnya. Orangtua terkadang mengalami
kesulitan membicarakan tentang seksualitas kepada anaknya,
menganggap hal tersebut masih tabu, ketika anak bertanya
kepada orangtua mengenai seksualitas. Orangtua justru
memarahi anak dan memerintahkan anak untuk tidak
membicarakannya di depan orangtua. Akibatnya anak menjadi
takut bertanya ke orangtua.Padahal ketika anak bertanya itu
merupakan waktu yang tepat bagi orangtua untuk menjelaskan
mengenai seksualitas.
Didorong atas rasa keingintahuan yang tinggi, anak akan
mencari jawaban atas pertanyaannya ke sumber informasi lain
yang belum tentu tepat, seperti teman ataupun internet.

Kekerasan Seksual Pada Anak

Langkah-langkah yang harus dilakukan orangtua ketika menjelaskan


mengenai seksualitas adalah:
1. Mendengarkan dengan cermat setiap pertanyaan anak. Posisi
duduk sebaiknya sejajar, tatap mata anak agar anak merasa
dirinya diperhatikan.
2. Jangan menghindari atau mengabaikan pertanyaan anak.
Jawablah segera mungkin pertanyaan anak. Menunda jawaban
berarti membuang kesempatan emas berbicara mengenai seks
dengan anak. Namun bila orangtua belum siap menjawab maka
katakan dengan jujur kepada anak bahwa orangtua akan mencari
tahu jawabannya terlebih dahulu.
3. Berilah jawaban hanya pada pertanyaan yang diajukan anak,
tidak perlu melebar ke topik yang lain. Bila orangtua bingung
dengan pertanyaan anak, ada baiknya bertanya kepada anak
tentang maksud pertanyaannya. Seperti ketika anak bertanya
mengenai seks, bukan berarti anak sudah mengerti mengenai
seks seperti yang dipikirkan oleh orang dewasa. Anak-anak
belum mengerti konsep yang abstrak. Mereka akan
mempertanyakan istilahistilah yang mereka dengar atau lihat
dari televisi, internet, dll.
4. Berikan penjelasan yang sederhana dan singkat dengan bahasa
yang mudah dimengerti anak seperti ketika anak bertanya
mengenai puting payudara itu apa, jawablah puting payudara
adalah tempat dimana adik bayi mengisap susu dari payudara
ibu. Ketika anak bertanya mengapa punya laki-laki berbeda
dengan punyaku. Jawablah dengan istilah yang tepat seperti
alat kelamin laki-laki itu berbeda dengan alat kelamin
perempuan. Alat kelamin laki-laki disebut penis sedangkan alat
kelamin perempuan disebut vagina. Bukan dengan istilah-istilah
seperti burung, dompet, dll.
5. Berikan jawaban dengan nada bicara dan ekspresi muka yang
wajar. Jangan merasa tertekan ketika menjawab pertanyaan.
Merespon dengan ekspresi wajah terkejut, muka memerah, dan
mata terbelalak akan menimbulkan kesan pada anak bahwa
pertanyaan yang diajukan salah dan bukan sesuatu yang wajar.
Misalnya ketika anak bertanya mengenai kondom. Jawablah
Kekerasan Seksual Pada Anak

dengan tenang bahwa kodom itu adalah alat kesehatan yang


dipakai ayah atau laki-laki yang sudah dewasa untuk mencegah
kehamilan.
6. Berikan jawaban yang sesuai dengan usia dan kebutuhan anak.
Jawaban diberikan bertahap sesuai dengan kemampuan berpikir
dan berdasarkan pengalaman dan logika yang dipahami anak.
Misalnya jika anak prasekolah (usia4 - 6 tahun) tanpa sengaja
melihat hubungan seksual yang dilakukan oleh orangtuanya dan
kemudian bertanya semalam ibu dan ayah sedang apa? Kok
bermain kudakudaan? Jawablah itu bukan main kuda-kudaan,
tetapi itu cara untuk mengungkapkan kasih sayang dan cinta
antara ayah dan ibu. Itu hanya dilakukan oleh suami-istri yang
sudah dewasa, bukan oleh anak-anak.
7. Berikan informasi bertahap dan terus-menerus agar anak dapat
menyerap informasi dengan baik dan tertanam dalam pikirannya
sehingga dapat menjadi bekalnya kelak.
8. Gunakan media dan metode yang beragam agar anak tidak
bosan. Misalnya dengan bercerita, membaca, menggambar,
menonton DVD pendidikan anak, berdiskusi, bermain peran.
Media bergambar sangat disarankan agar anak mudah mengerti
dan memahami apa yang dijelaskan.
9. Suasana dialog yang tenang sangat penting dalam
membicarakan seksualitas dengan anak karena akan membantu
anak mendapatkan pemahaman seks yang benar dari berbagai
sudut pandang.
(WPF Indonesia dan PKBI; Simanjuntak-Ndraha, 2010)
Bila anak bertanya mengenai kekerasan seksual itu apa, usahakan
menjawab pertanyaan itu dengan tenang. Jawablah kekerasan seksual itu
sangat luas, mulai dari laki-laki bersiul melecehkan kita, mengomentari
tubuh kita hingga mulai menyentuh, meraba, memaksa mencium hingga
akhirnya memperkosa atau memaksakan hubungan seksual dengan kita.
Kadang-kadang laki-laki itu memukul atau menyakiti kita supaya mau
menuruti apa yang ia mau (Poerwandari, 2006). Usahakan untuk
mengajarkan anak cara-cara yang dapat ia lakukan
untuk menghindari diri dari kekerasan seksual, seperti :

Kekerasan Seksual Pada Anak

1. Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada anggota tubuhnya


sendiri sehingga dia dapat menjelaskan dengan tepat apa yang
terjadi pada dirinya; jelaskan mana bagian tubuhnya yang boleh
diperlihatkan atau dipegang oleh orang lain dan mana yang
tidak.
2. Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang lain yang
menyebabkan dia merasa tidak nyaman/terganggu/sakit. Kalau
ada perlakuan yang tak wajar terhadap dirinya, anak dibiasakan
untuk segera bercerita kepada orang tua, guru, atau keluarga
yang lain. Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya
pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi.
3. Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama anak saat ia
berada di sekolah ataupun bermain di luar rumah. Bisa saja ada
orang yang menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian
berkata bahwa ia disuruh orangtua untuk menjemputnya. Anak
pun bisa langsung menurutinya karena merasa orang asing itu
mengenalinya.
Bila anak kita menjadi korban kekerasan seksual, baik itu pelecehan
maupun perkosaan, hal yang perlu dilakukan adalah :
1. Pada umumnya anak tidak langsung bercerita kepada orangtua
atas kejadian yang dialami. Namun hal tersebut dapat tampak
dari perubahan perilaku pada anak seperti menjadi penakut,
ingin terus ditemani, tidak mau makan, susah tidur, mudah
marah, mengalami sakit pada alat kelamin, menghindari buang
air kecil, menjadi pemalu, maupun menarik diri dari lingkungan.
Amati dengan cermat perubahan perilaku pada anak dan tanyai
anak dalam situasi yang tenang dan tidak menekan maupun
memaksa. Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Berilah
perasaan nyaman dan dukungan kepada anak atas apa yang
telah dikatakannya. Bila anak belum mau bercerita, mungkin ia
masih belum siap. Bersabarlah dan gunakan metode yang lain,
tidak bertanya secara langsung, seperti gunakan media boneka
atau gambar. Anak akan lebih mudah mengungkapkan hal yang
dialami lewat media bermain karena ia tidak merasa terancam.
2. Bila sudah mengetahui apa yang dialami anak, Jangan
menyalahkan ataupun memarahi anak atas peristiwa yang
Kekerasan Seksual Pada Anak

terjadi. Melainkan segeralah lapor ke unit pengaduan perempuan


dan anak (unit PPA) Polres atau POLDA dan lakukanlah visum.
3. Dampingi anak dan tekankan pada anak bahwa pelakulah yang
salah bukan dirinya. Yakinkan anak bahwa mereka tidak berhak
disakiti dan bukan mereka yang menyebabkan peristiwa itu
terjadi.
4. Segeralah bawa anak ke lembaga konseling untuk mendapatkan
dukungan psikologis atas kekerasan seksual yang dialami.
5. Pahami anak bahwa ia membutuhkan waktu dan proses yang
lama untuk pemulihan. Anak dapat menunjukkan berbagai
macam reaksi meskipun peristiwanya sudah berlangsung lama.
Bersabarlah karena dukungan orangtua sangat diperlukan dalam
proses pemulihan anak.
Ingatlah bahwa kekerasan seksual pada anak dapat terjadi di
mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja,
baik itu anggota keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain.
Bekali anak dengan pengetahuan seksualitas yang benar agar
anak dapat terhindar dari kekerasan seksual.
Kekerasan Seksual pada Anak: Dampak Proses Pemulihan
Keluarga terhadap Pemulihan Anak
Selama beberapa tahun terakhir kecenderungan terjadinya kekerasan
seksual pada anak semakin meningkat jumlahnya. Peningkatan jumlah
kasus yang terlaporkan dan dilaporkan meningkat secara akumulatif
hingga 100 kasus setiap tahunnya antara tahun 2004 ke tahun 2007 (data
Komnas Perlindungan Anak, 2008). Secara umum yang dimaksud
dengan kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang
anak dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum
anak mencapai batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh
hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau
anak lain yang usianya lebih tua atau orang yang dianggap
memiliki pengetahuan lebih dari anak memanfaatkannya untuk
kesenangan seksual atau aktivitas seksual. (CASAT programe, Child
Development Institute; Boyscouts of America; Komnas PA). Di Indonesia
UU Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang dimaksud
dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
Kekerasan Seksual Pada Anak

belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan (UU PA


no 23 tahun 2002).
Menurut beberapa penelitian yang dilansir oleh Protective Service for
Children and Young People Department of Health and Community Service
(1993) keberadaan dan peranan keluarga sangat penting dalam
membantu anak memulihkan diri pasca pengalaman kekerasan seksual
mereka. Orang tua (bukan pelaku kekerasan) sangat membantu proses
penyesuaian dan pemulihan pada diri anak pasca peristiwa kekerasan
seksual. Pasca peristiwa kekerasan yang terjadi orang tua membutuhkan
kesempatan untuk mengatasi perasaannya tentang apa yang terjadi dan
menyesuaikan diri terhadap perubahan besar yang terjadi. Mereka
membutuhkan kembali kepercayaan diri dan perasaaan dapat
mengendalikan situasi yang ada.
Poses pemulihan orang tua (bukan pelaku) berkaitan erat dengan
resiliensi yang dimiliki oleh orang tua sebagai individu dan juga resiliensi
keluarga tersebut. Berkaitan dengan kasus kekerasan seksual maka
Waskito (2008) menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi
resiliensi keluarga terhadap pengalaman kekerasan seksual yang menimpa
anaknya, diantaranya:
1. Dukungan sosial dan emosional yang membuat setiap anggota
keluarga merasa disayangi, dicintai, didukung, dihargai,
dipercaya dan menjadi bagian dari keluarga.
2. Kelekatan/ ikatan emosional yang dimiliki satu sama lain dalam
keluarga dikarenakan adanya keterbukaan dimana setiap
anggota keluarga saling berbagi perasaan, jujur dan terbuka satu
sama lain.
3. Pola komunikasi yang efektif, terbuka, langsung, terarah,
kongruen (sesuai antara verbal dan non verbal).
4. Penghayatan orang tua (keluarga) terhadap proses penanganan
kekerasan seksual yang dialami anaknya baik itu penanganan
secara hukum maupun penanganan pemulihan secara psikologis
(layanan psikologis bagi anak maupun bagi dirinya).
5. Pemahaman orang tua terhadap peristiwa kekerasan seksual
yang dialami oleh anaknya, dampak peristiwa tersebut bagi
anaknya dan juga dirinya serta bagaimana mengatasi dan
memulihkan diri.
Kekerasan Seksual Pada Anak

6. Perlakuan lingkungan yang mendukung dan menguatkan


termasuk penerimaan anggota keluarga lain, perlakuan tetangga
(lingkungan) termasuk peliputan media yang seringkali menjadi
strategi penanganan kasus-kasus kekerasan seksual pada anak.
7. Spiritualitas dan nilai-nilai yang dimiliki dan dianut dengan baik
oleh sebuah keluarga. Keyakinan spiritual ini juga mencakup
ritualritual agama yang dianggap menguatkan. Para orang tua
merasa yakin bahwa kekuatan Tuhanlah yang membuat mereka
tetap tegar, bangkit dan berjuang kembali menghadapi
hidupnya.
8. Sikap positif yang dimiliki keluarga dalam memandang kehidupan
termasuk krisis dan permasalahan yang ada. Cara pandang yang
melihat bahwa selalu ada jalan keluar dari kesulitan yang
dihadapi oleh setiap manusia.
9. Persoalan (stresor) dalam hidup yang muncul pasca terjadinya
peristiwa kekerasan seksual. Salah satunya adalah persoalan
ekonomi (bila pelaku adalah pencari nafkah dalam keluarga) dan
persoalan sosial (pandangan negatif, stigma dari lingkungan
sekitar)
10. Ketrampilan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
yang dimiliki keluarga yang terkait dengan perencanaan
terhadap masa depan yang dimiliki oleh keluarga dan kendali
terhadap permasalahan yang terjadi melalui pelibatan orang tua
(keluarga) dalam memutuskan langkahlangkah penanganan
secara mandiri.
Bentuk dukungan yang membantu proses pemulihan dari keluarga
(orang tua) dari anak yang mengalami kekerasan seksual antara
lain :
= Memberi ruang aman untuk memahami apa yang
terjadi dan menerima pengalaman sulit tersebut. Hal ini
dapat dimulai dari pemahaman akan diri sendiri,
pemahaman akan anak dan pemahaman akan peritiwa
kekerasan seksual tersebut
= Membantu orang tua menyadari bahwa dampak-dampak
yang muncul pada mereka dan anak mereka setelah

Kekerasan Seksual Pada Anak

10

terjadinya peristiwa kekerasan seksual merupakan hal


yang wajar dalam situasi yang diluar kewajaran.
= Memberikan dukungan informasi pada orang tua
berkaitan dengan:
o kekerasan seksual dan dampaknya pada anak dan diri
mereka sendiri
o bagaimana menangani dan membantu pemulihan
anak dan pemulihan diri sendiri
= Melibatkan orangtua (keluarga) dalam penanganan kasus
anaknya sebagai pihak yang signifikan membantu
pemulihan anak dan bentuk penghargaan pada mereka
sebagai orang tua. Misal dalam membuat keputusan
untuk solusi penanganan kasus (hukum, psikologis),
penanganan hukum, keputusan advokasi melalui
publikasi dan peliputan media dll.
= Mengajak mereka turut serta dalam pertemuan dengan
orang tua-orang tua lain yang memiliki pengalaman
serupa (anaknya juga mengalami kekerasan seksual).
Mendorong orang tua (keluarga) untuk ikut serta dalam
kelompok dukungan bagi orang tua yang dapat member
mereka kesempatan untuk berbagi dan saling
menguatkan.
= Melakukan kegiatan advokasi dan pendidikan masyarakat
tentang isu kekerasan seksual pada anak terhadap
lingkungan sekitar anak sehingga dapat memberi
dukungan sosial yang optimal bagi orang tua (keluarga).
= Melakukan rujukan terhadap layanan kesehatan mental
profesional seperti kelompok dukungan, terapi, konseling
baik bagi anak maupun bagi anggota keluarga yang lain
dengan berkonsultasi dengan pihak orang tua (keluarga).
Dukungan tersebut sangat dirasakan manfaatnya oleh para keluarga
penyintas, beberapa diantaranya menurut Wakito (2008) adalah :
= Membantu pemahaman akan peristiwa kekerasan yang terjadi,
dampaknya, bentuk penanganannya dan upaya pemulihan
sehingga dapat membantu memahami kondisi anak,
menjalankan proses penyesuaian diri dan melakukan upaya
pemulihan diri
Kekerasan Seksual Pada Anak

11

= Membuat keluarga merasa tidak sendirian dan merasa dikuatkan


(didukung) ketika menghadapi permasalahan kekerasan seksual
yang dialami keluarganya, meminimalkan stigma dan pengucilan
dengan mendapatkan kembali sistem dukungan sosial
= Mendapat kesempatan untuk mengungkapkan perasaaan, pikiran
dan pendapatnya atas peristiwa yang dialami oleh keluarga.
Pengalaman berbagi pada orang lain juga mengembalikan
kepercayaan yag hilang pada orang lain.
= Mengembalikan kembali kepercayaan diri, harga diri, peran dan
tanggung jawab orang tua sebagai figur otoritas yang
bertanggung jawab terhadap tumbuh kembang dan pengasuhan
anak mereka.
= Mendapatkan berbagai masukan dan saran yang dapat
dipergunakan untuk mengatasi peristiwa kekerasan seksual
tersebut sehingga dapat melakukan berbagai tindakan yang
mendukung pemulihan anak secara fisik maupun mental.
Tips mendidik dan menjaga anak dari korban kekerasan seksual
1. Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada tubuhnya
sendiri; mana bagian tubuhnya yang boleh diperlihatkan
pada/dipegang oleh orang lain dan mana yang tidak.
2. Ajari anak untuk mengenal nama bagian tubuhnya sendiri
sehingga dia dapat menjelaskan dengan tepat apa yang
terjadi pada dirinya. Ini penting untuk kesaksian.
3. Anak harus dibiasakan untuk menolak perlakuan orang
lain yang menyebabkan dia merasa tidak
nyaman/terganggu/sakit. Kalau ada perlakuan yang tak
wajar terhadap dirinya, anak dibiasakan untuk segera
bercerita kepada orang tua, guru, atau keluarga yang
lain. Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya
pada orang lain atau diajak main di tempat yang sepi.
4. Sebagai orang tua, perhatikanlah sikap dan kebiasaan
anak sehari-hari. Bila ada perubahan, seperti menjadi
penakut, mudah marah,hiperaktif, suka merusak barangbarang atau menjadi pemalu dan menarik diri dari
pergaulan, segeralah lakukan pengamatan dan tanyai
anak.
Kekerasan Seksual Pada Anak

12

Percayailah apa yang dikatakan oleh anak. Berilah perasaan nyaman


dan dukungan kepada anak atas apa yang telah dikatakannya.
Tips Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
1. Tidak ada rahasia
Ajarkan si kecil untuk selalu terbuka dalam menyampaikan
perasaannya. Buat dia selalu bercerita perasaannya baik saat
senang, sedih, takut dan gembira. Hal ini membuatnya tidak
akan merahasiakan hal sekecil apapun dari Anda, termasuk
perlakuan yang diterimanya dari orang sekelilingnya. Dengan
begitu Anda tahu siapa saja yang ia temui dan dekat dengannya.
2. Jangan memakaikan aksesori yang terdapat namanya
Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama buah hati saat
ia bermain di taman atau tempat bermain, dan Anda tidak
memperhatikannya dengan seksama. Bisa saja ada orang yang
menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian berkata
bahwa ia sedang dicari Anda. Buah hati pun bisa langsung
menurutinya karena merasa orang asing tersebut tahu namanya.
3. Ajarkan fungsi dan nama dari tiap organ tubuhnya
Ajarkan sedini mungkin fungsi dan nama dari setiap organ
tubuhnya termasuk organ vitalnya. Tidak masalah jika ia
menyebut vagina, penis atau payudara, karena memang itulah
namanya.
Hindari menggunakan istilah untuk menyebut organ vitalnya, hal
itu malah bisa membuatnya bingung. Katakan pada buah hati
organ intim yang mereka miliki harus dijaga baik-baik dan tidak
boleh dipegang sembarang orang dan jika ada yang
memegangnya ajarkan pada si kecil untuk berteriak dan lari
sekencang-kencangnya.
4. Kondisikan situasi
Jika buah hati sudah cukup umur dan bisa mengerti buatlah
cerita dengan awalan pertanyaan bagaimana jika. Misalnya,
bagaimana jika ada orang dewasa yang kamu tidak kenal
memberikan permen. Jika jawaban si kecil menerima permen
dan akan bermain bersamanya segera katakan padanya bahwa
hal itu berbahaya. Buatlah buah hati mengerti bahwa situasi
Kekerasan Seksual Pada Anak

13

tersebut membahayakannya, dengan menyebutkan


kemungkinan yang ada seperti bisa saja ia diculik atau disakiti
dengan orang asing tersebut.
Selain itu juga, ada cara-cara yang hendaknya dilakukan para orang tua, untuk
mencegah terjadinya pelecehan seksual pada anak menurut kelompok, yaitu:
= Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi dengan anakanak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain bersama anak-anak dan
menemaninya di setiap kesempatan yang ada.
= Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak tentang tubuh
mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh orang lain terhadap bagian
tubuhnya. Misalnya, anak diberi pengertian bahwa kalau ada orang lain yang
mencium misal di pipi harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi
orang lain itu yang tidak dikenal.
= Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan, teman, sahabat, dan
kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang yang tidak dikenal sama sekali.
Terhadap mereka, si anak tak boleh terlalu ramah, akrab, atau langsung
memercayai. Kerabat adalah anggota keluarga yang dikenal dekat. Meski
terhitung dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk menghindari situasi
berduaan saja.
= Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu bila telanjang.
Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan pula untuk selalu menutup pintu
dan jendela bila tidur.
Undang-Undang yang Mengatur Perlindungan Anak
Dalam penegakan Undang Undang Dasar 1945 maupun Undang-Undang Perlindungan
Anak Nomor 23 Tahun 2002, pemerintah juga harus melaksanankannya dengan baik.
Peraturan tersebut jangan hanya dijadikan catatan tertulis saja, tapi lebih kepada bagaimana
aparatur negara ini menegakkan hukum yang telah mereka tulis. Sanksi yang diberikan
kepada pelaku kekerasan dan pelecehan seksual pada anak juga seharusnya lebih berat agar
pelaku jera dan orang-orang akan takut dan berpikir dua kali untuk melakukannya. Dalam UU
Perlindungan Anak, kebijakan penangulangan kekerasan pada anak, dapat diidentifikasi pada
bagian upaya perlindungan anak, yaitu mencakup: (1) Diwajibkannya ijin penelitian
kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian kepada orang tua dan harus
Kekerasan Seksual Pada Anak

14

mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak (Pasal 47); (2) Diwajibkannya bagi pihak
sekolah (lembaga pendidikan) untuk memberikan perlindungan terhadap anak di dalam dan di
lingkungan sekolah dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau
teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya
(Pasal 54); (3) Diwajibkannya bagi pemerintah untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan
perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga (Pasal 55); (4)
penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, dan pelibatan
berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan
masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual
(Pasal 66); (5) penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang
melindungi anak korban tindak kekerasan (Pasal 69).
Di Indonesia pelecehan seksual pada anak-anak delik hukumnya diatur dalam KUHP
pada bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan UU No.23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, pada KUHP bab XIV terdapat pada pasal 285, 287, 288, 290, 292, 293,
294 dan 295.
Hukum pidana mengancam siapa saja (laki-laki) yang dengan kekerasan maupun
ancaman kekerasan memaksa seorang anak (perempuan) berhubungan seksual dengannya
(pasal 285 KUHP) atau berbuat cabul dengannya (pasal 289 KUHP), pasal 81 dan 82 UU
No.23/2002 tentang perlindungan anak bahkan mengancam pelakunya dengan hukuman yang
lebih berat.
Seseorang juga diancam pidana apabila melakukan hubungan seksual tanpa paksaan
dengan seorang anak perempuan yang usianya belum cukup 12 tahun dan mengancam dengan
delik aduan bila usianya antara 12-15 tahun (pasal 287 KUHP). Delik biasanya juga
diberlakukan apabila si anak perempuan yang berusia 12-15 tahun tersebut menderita luka
berat atau mati sebagai akibatnya atau ternyata anak tersebut adalah anak, anak tiri, anak
angkat, atau anak yang berada di bawah pengawasan si pelaku (pasal 287, 291, dan 294
KUHP).
Pasal lain dalam KUHP juga mengancam pidana bagi orang yang melakukan perbuatan
cabul dengan orang lain (pasal 290 KUHP) atau dengan penyesatan atau menyalahgunakan
bawahannya (pasal 293 KUHP) atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul (pasal 295
KUHP). Pidana juga diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan cabul dengan sesama
jenis kelamin, yang usianya belum dewasa (pasal 292).
Dalam sistim peradilan yang dianut negara kita, seorang hakim tidak dapat menjatuhkan
hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan sekurangnya dua alat bukti yang sah ia
Kekerasan Seksual Pada Anak

15

merasa yakin bahwa tindak pidana itu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP). Sedang
yang dimaksud dengan alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,
petunjuk dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Praktik terbaik Penanganan Kasus Kekerasan Seksual pada
Anak
Seorang gadis (H) berusia 15 tahun, masih bersekolah di salah satu
SLTP negeri di Kabupaten Maluku Tengah diperkosa oleh gurunya. H adalah
gadis ke-20 yang mengalami perkosaan dari pelaku. Pelaku mengancam
agar H diam, tidak menceritakan pada siapapun jika masih ingin hidup dan
lulus sekolah. Setelah kejadian itu H menjadi murung dan menarik diri dari
teman-temannya.
Seorang teman sekelasnya menemukan catatan H yang menceritakan
kejadian perkosaan itu. Kemudian ia melaporkannya kepada orang tua H.
Mendengar informasi tesebut orang tua H menyalahkannya. Bahkan ibu H
ingin membunuhnya karena merusak kehormatan keluarga.
Peristiwa ini dilaporkan kepada polsek setempat. Pelaku ditangkap
karena hasil visum menunjukkan bahwa terjadi perkosaan dan didukung
oleh saksi. Di dalam tahanan polisi pelaku ternyata bebas keluar masuk.
Hal ini dikarenakan ia memiliki kedekatan dengan Wakil Kepala Kepolisian
Sektor (Wakapolsek). Alih-alih berkas perkara sampai ke Kejaksaan, pelaku
justru melarikan diri dengan bantuan Wakapolsek. Kasus ini juga akan
diberhentikan penyelindikannya (SP3) dengan alasan masuk dalam Daftar
Pencarian Orang.
Melihat kasus di atas LAPPAN sebagai organisasi yang mendampingi
kasus tersebut melihat adanya kejanggalan dalam proses hukum tersebut.
LAPPAN melihat fakta hukum sudah jelas, bukti sudah lengkap, saksi juga
sudah. Oleh karenanya LAPPAN mengajukan surat permohonan kepada
pihak Profesi dan Pengamanan (ProPam) Polda Maluku untuk melakukan
investigasi terhadap kasus tersebut. Hasil dari investigasi tersebut
menunjukkan bahwa Polsek tidak serius dalam menangani kasus
perkosaan itu. Tindaklanjut dari hasil investigasi adalah Kapolsek dan
Wakapolsek yang menangani kasus tersebut dipindahkan. Sementara
pengganti Kapolsek yang baru diberi tugas untuk menangkap pelaku dan
adili.
Kekerasan Seksual Pada Anak

16

Pengadilan memutus pelaku dengan hukuman lima tahun penjara,


padahal jaksa menuntutnya dengan hukuman 12 tahun penjara. Meskipun
putusan tersebut dianggap belum adil baik oleh korban maupun keluarga,
namun yang lebih penting dari semua itu adalah masa depan anak. Atas
dukungan keluarga, LAPPAN mulai membangun pemahaman kepada pihak
sekolah tentang kekerasan seksual, khususnya perkosaan.
Upaya tersebut membuahkan hasil, karena segenap guru menerima
kembali korban sebagai siswa di sekolah itu. Saat ini korban telah
menempuh studi di salah satu Perguruan Tinggi di Ambon.

Kekerasan Seksual Pada Anak

17

DAFTAR PUSTAKA
Pulih. Kekerasan Seksual Pada Anak. Pulih. Jakarta: 2010
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/02/26/5/172061/Awal-2013-42-Anakjadi-Korban-Kejahatan-Seksual
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelecehan_seksual_terhadap_anak

Kekerasan Seksual Pada Anak

18

You might also like