Professional Documents
Culture Documents
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas karunia dan rahmat yang
diberikan, sehingga penulisan referat yang berjudul Pemeriksaan Radiologi Pada Stroke dalam
rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik Radiologi sebagai syarat kelulusan dapat
terselesaikan tanpa hambatan dan rintangan yang berarti.
Penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak lepas
dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua dan keluarga atas bantuan dan pengertiannya
selama penulisan karya tulis ini serta yang terhormat:
1.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
1
2
BAB I PENDAHULUAN
7
8
10
11
12
13
13
13
13
13
13
13
14
II.10 Prognosis
14
15
DAFTAR PUSTAKA
22
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan yang utama baik di
negara maju maupun di negara berkembang, karena disamping menyebabkan angka kematian
yang tinggi, stroke juga sebagai penyebab kecacatan yang utama. Di Amerika Serikat, stroke
menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada
700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan
serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh
dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85
tahun.1 Berdasarkan data dari Balitbangkes, terjadi peningkatan prevalensi stroke dari 8,3 per
1.000 pada Riskesdas 2007 menjadi 12,1 per 100 pada Riskesdas 2013 (Untuk stroke responden
usia 15 tahun ke atas), dimana untuk kelompok umur 21-30 tahun (0,74%), 31-40 (4,5%), 41-50
tahun (18,5%), 51-60 tahun (33,8%) dan > 60 tahun (42,1%).2
Dalam beberapa dekade terakhir, metode neuroimaging telah terbukti baik untuk
meningkatkan penanganan untuk stroke. Tomografi yang terkomputerisasi (CT Scan) dan MRI
(magnetic resonance imaging) telah secara rutin digunakan untuk membedakan antara perdarahan
intraserebral atau kontraindikasi lain dari trombolisis, untuk mendeteksi penyakit lain yang
bergejala sama seperti stroke dan untuk memperkirakan waktu kejadian dari terjadinya stroke.
Dengan ketersediaan yang cepat dan metode imaging yang semakin modern, diharapkan dapat
membuat deteksi dan penatalaksanaan terhadap stroke menjadi lebih baik lagi di masa depan.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis (kanan dan kiri) dan
arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis menyuplai darah ke area belakang dan
area bawah dari otak, sampai di tempurung kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke
area depan dan area atas otak.6
Gambar 1.2
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk sirkulus
willisi. Sistem ini memungkinkan pembagian darah di dalam kepala untuk mengimbangi setiap
gerakan leher jika aliran darah dalam salah satu pembuluh nadi leher mengalami kegagalan.6
Ada dua hemisfer serebri (belahan otak), yaitu hemisfer serebri sinistra (kiri) dan hemisfer
serebri dextra (kanan). Hemisfer serebri sinistra (kiri) berfungsi dalam mengendalikan gerakan
sisi kanan tubuh, seperti berbicara, berhitung dan menulis, sedangkan hemisfer serebri dextra
(kanan) berfungsi dalam mengendalikan gerakan sisi kiri tubuh, seperti perasaan, kemampuan
seni, keterampilan dan orientasi.6 Selain itu otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
5
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area Wernicke atau pusat
bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.7
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada
anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah.
Gejala di atas biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.7
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24
jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
iii. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
iv. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b.
Berdasarkan Kausal:
i. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang
kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh
tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada
pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
ii. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan darah
tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.
II.4.1.1 Gejala Stroke Non Hemoragik4,5,6
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
a.
b.
d.
e.
f.
tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan orang
lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian
diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
ii. Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari
Dyslexia (yang memang ada secara kongenital), yaitu
ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral alexia adalah
ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi
ketidakmampuan keduanya disebut Global alexia.
iii. Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
iv. Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah
terjadinya kerusakan otak.
v. Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai
dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan
dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
vi. Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
vii. Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada
kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
viii. Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
ix. Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
II.4.2 Stroke Hemoragik13
Stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma
kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia,
pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat,
amiloidosis serebrovaskular.
b. Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
10
tiap arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar.
Daerah otak tidak berfungsi bisa karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena
arteri yang memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi
secara mendadak atau secara berangsur-angsur.4
Oklusi akut pembuluh darah intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah ke regio
otak sesuai dengan kebutuhannya. Penurunan aliran ini akan berpengaruh pada aliran darah
kolateral dan ini sangat tergantung pada anatomi vaskular individual dan lokasi oklusi. Apabila
aliran darah serebral tidak ada sama sekali, akan terjadi kematian pada jaringan otak dalam 4
hingga 10 menit. Apabila aliran darah ke otak kurang dari 16-18 ml/ 100 gram jaringan otak per
menit maka akan menyebabkan infark dalam satu jam. Apabila kurang dari 20 ml/ 100 gram
jaringan otak per menit menyebabkan iskemik tanpa infark kecuali jika berlangsung selama
beberapa jam atau hari. Jika aliran darah dikembalikan dengan cepat sesuai dengan kebutuhannya,
sehingga jaringan otak dapat pulih penuh dan simptom pada pasien hanya transien dan ini disebut
transient ischemic attack (TIA). Tanda dan gejala TIA biasanya berlangsung dalam 5-15 menit
tetapi secara defenisi harus kurang dari 24 jam.4,6
Kematian sel pada otak terjadi melalui dua jalur yaitu: (1) jalur nekrosis di mana
pemecahan sitoskletal seluler berlangsung cepat yang berakibat pada kegagalan energi sel, dan (2)
jalur apoptosis di mana sel terprogram untuk mati. Iskemik menyebabkan nekrosis karena sel-sel
neuron mengalami kekurangan glukosa yang berakibat pada kegagalan mitokondria dalam
menghasilkan ATP. Tanpa ATP, pompa ion pada membran akan berhenti berfungsi dan neuron
mengalami depolarisasi dan disertai dengan peningkatan kalsium intraselular. Depolarisasi selular
juga menyebabkan pelepasan glutamat dari terminal sinapsis. 5 Di samping itu, penurunan ATP
akan menyebabkan penumpukan asam laktat dan menyebabkan terjadinya asidosis selular.4
Radikal bebas juga dihasilkan oleh degradasi membran lipid dan mitokondria yang mengalami
disfungsi. Radikal bebas ini menyebabkan kerusakan pada membran dan fungsi vital lain sel. Di
samping itu, demam akan memperparah iskemik begitu juga dengan hiperglikemia, oleh karena
itu demam dan hiperglikemia harus diatasi dan jika bisa dicegah. Penurunan suhu setidaknya 2
3C dapat menurunkan kebutuhan metabolik neuron dan meningkatkan toleransi terhadap hipoksia
sebesar 25-30%.7
II.6 Diagnosis Stroke
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.10 Anamnesis dilakukan dengan mengetahui riwayat perjalanan penyakit, misalnya
waktu kejadian, penyakit lain yang dideritam faktor-faktor risiko yang menyertai stroke.
12
Pemeriksaan fisik dilakukan antara lain: pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis dan
neurovaskuler.6
II.7 Pencegahan Stroke
II.7.1 Pencegahan Premordial5
Tujuan pencegahan premordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko bagi individu
yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan premordial dapat dilakukan dengan cara
melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan
membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat.
Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan
kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke hemoragik melalui
ceramah, media cetak, media elektronik.
II.7.2 Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu
yang mempunyai faktor risiko tetapi belum menderita stroke dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke. 10
II.7.3 Pencegahan Sekunder
Untuk pencegahan sekunder, bagi mereka yang pernah mendapat stroke dianjurkan untuk
mengobati penyakit faktor risikonya seperti mengonsumsi obat antihipertensi, mengonsumsi obat
hipoglikemik, diet rendah lemak dan berhenti merokok.10
II.7.4 Pencegahan Tertier
Meliputi program rehabilitasi penderita stroke yang diberikan setelah terjadi stroke.
Rehabilitasi meningkatkan kembali kemampuan fisik dan mental dengan berbagai cara. Tujuan
program rehabilitasi adalah memulihkan independensi atau mengurangi ketergantungan sebanyak
mungkin. Cakupan program rehabilitasi stroke dan jumlah spesialis yang terlibat tergantung pada
dampak stroke atas pasien dan orang yang merawat.6
II.8 Penatalaksanaan Stroke6,7
1. Breathing
oksigen.
2. Blood
jantung dan organ vital lain. Tekanan darah tidak boleh segera diturunkan
karena dapat memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah sistolik
>220 mmHg dan atau diastolik >120mmHg.
13
3. Brain:
sakit kepala, muntah proyektil dan bradikardi relatif, segera beri manitol
20% 1-1,5 gr/kgBB lanjutkan dengan 6x100cc (0,5gr/kgBB) dalam 15-20
menit.
4. Bladder
Rehabilitasi sosial
II.10 Prognosis
Prognosis dipengaruhi oleh usia pasien, tingkat kesadaran, jenis kelamin, tekanan darah,
penyebab stroke, dan ada atau tidaknya penyakit komorbid.7
BAB III
PEMERIKSAAN RADIOLOGI PADA STROKE
14
Pemeriksaan radiologi merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting pada
pasien stroke. Hal ini penting agar dapat mendiagnosis secara tepat stroke dan subtipenya, untuk
mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan
strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pada stroke,
pemeriksaan radiologis yang umum dilakukan adalah CT Scan dan MRI.3
a. Computed Tomography (CT)
Pada pasien dengan stroke memiliki gambaran scan yang tidak normal yaitu perdarahan
dan infark. CT membedakan perdarahan infark setidaknya lima hari setelah stroke. Pendarahan
baru memiliki gambaran kepadatan tinggi (putih), biasanya bulat dan menempati ruang. Infark
biasanya kepadatan rendah (gelap) dan menduduki wilayah vaskular dengan swelling. Tidak ada
waktu yang optimal untuk pasien stroke dengan CT dalam menunjukkan infark yang pasti, namun
dilakukan sesegera mungkin.10
1. Stroke Non-hemoragik: CT-Scan14
a. Pada stadium awal sampai 6 jam pertama, tak tampak kelainan pada CT-Scan.
Kadang kadang sampai 3 hari belum tampak gambaran yang jelas. Sesudah 4
hari tampak gambaran lesi hipodens (warna hitam), batas tidak tegas.
b. Fase lanjut, densitas akan semakin turun, batas juga akan semakin tegas, dan
bentuk semakin sesuai dengan area arteri yang tersumbat.
c. Fase akhir, terlihat sebagai daerah hipodens dengan densitas sesuai dengan
densitas liquordan berbatas tegas.
2. Stroke Hemoragik: CT-Scan14
a. Terlihat gambaran lesi hiperdens warna putih dengan batas tegas.
b. Pada stadium lanjut terlihat edema disekitar perdarahan (edem perifokal) yang
menyebabkan pendesakan. Jika terjadi absorbsi lengkap, gambarannya
hipodens.
15
dari pasien. Pada 10% sisanya yang memiliki perdarahan intraserebral yang pasti,
diagnostik (yaitu, sinyal rendah disebabkan oleh haemosiderin) tidak terlihat di
spin gema MRI T2, meskipun cerebromalacea dapat terlihat. Secara khusus, spin
cepat sering digunakan gema urutan kepadatan T2 dan proton yang relatif sensitif
sedangkan urutan gradient echo adalah yang paling sensitif.14
Gambar 2. Pencitraan otak dari seorang wanita berusia 75 tahun enam minggu setelah stroke
otak kiri. (A) CT scan,(B) perputaran gema MR T2 scan,(C) Gradient gema MRI. Catatan
pada CT scan (A) daerah bercahaya konsisten dengan penyakit pembuluh kecil. Daerah lusen
di hemisfer sinistra terlihat seperti suatu infark. MRI (B,C) yang diperoleh pada hari yang
sama menunjukkan perubahan iskemik tidak hanya lebih kecil (bintik-bintik putih) tetapi juga
perdarahan (daerah gelap) dalam inti lentiform kiri. Perdarahan lebih mudah diidentifikasi
pada gradient gema MRI (C) dari pada spin gema cepat T2 (B). Ada juga
microhaemorrhages tua terlihat pada gradient gema MR (titik hitam) dan lesi kalsifikasi
insidental kecil dilobus oksipital (panah).14
17
Gambar 3. Trombosis vena serebri dan infark (A) dan (B) pasca intravena kontras. Scan yang
diperoleh pada enam jam setelah onset gejala. Perhatikan bahwa hipodensity di wilayah temporal
kiri posterior jauh lebih berkembang daripada untuk infark arteri pada usia yang sama (1A), dengan
tepi yang lebih jelas dan pusat perdarahan (panah putih). Setelah ada peningkatan pusat (panah
putih) dan sinus melintang terlihat trombose (panah hitam). Wilayah yang terkena dampak tidak
sesuai dengan arteri serebral tengah atau serebral posterior, memberikan petunjuk lebih lanjut untuk
asal vena.14
Teknik ini dapat mendeteksi area kelainan beberapa menit setelah aliran darah ke
suatu bagian dari otak telah berhenti, sedangkan suatu MRI konvensional
mungkin tidak mendeteksi suatu stroke hingga sampai enam jam setelah ia telah
mulai, dan suatu CT scan adakalanya tidak dapat mendeteksinya sampai ia
berumur 12 sampai 24 jam. Pada DWI, TIA memiliki lesi terlihat relevan pada
saat DWI dicitrakan dalam waktu 24 jam. DWI mungkin paling berguna secara
klinis untuk mengidentifikasi lesi positif pada pasien dengan stroke kortikal atau
lacunar kecil, atau untuk menentukan apakah pasien dengan infark sebelumnya
dan tanda-tanda memburuk telah mengembangkan infark baru atau tidak; DWI
mungkin positif sampai seminggu di setidaknya setelah pencitraan perfusi
stroke.14
d. Angiogram Konvensional
Suatu angiogram adalah tes lain yang digunakan untuk melihat pembuluhpembuluh darah. Suatu tabung kateter yang panjang dimasukkan kedalam suatu arteri
(biasanya di area pangkal paha) dan dye disuntikan ketika x-rays secara simultan
diambil. Dimana suatu angiogram memberikan beberapa dari gambar-gambar yang
paling detil dari anatomi pembuluh darah, ia juga adalah suatu prosedur invasif dan
digunakan hanya ketika diperlukan secara mutlak. Contohnya, suatu angiogram
dilakukan setelah suatu hemorrhage ketika sumber perdarahan yang tepat perlu
diidentifikasi. Ia juga adakalanya dilaksanakan untuk secara akurat mengevaluasi
kondisi dari suatu arteri karotid ketika operasi untuk membuka halangan pembuluh
darah itu direnungkan.3,14
19
implikasi
terapi
mungkin,
intra-arteri
angiografi
harus
dipertimbangkan jika ada keraguan untuk diagnosis dari diseksi. CADASIL (cerebral
20
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Ropper AH, Brown RH. 2005. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples
of Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill.
2. Riskesdas Depkes. 2013. Tersedia:
http://www.depkes.go.id/resources/general/Hasil_2520Riskesdas_25202013_pdf
Diakses
World
Health
Organization.
2010-b.
Global
Burden
of
Stroke.
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/cvd_atlas_15_burden_stroke.pdf
Tersedia:
Diakses
13. World Health Organization. 2010. International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems. Tersedia:
http://www.who.int/classifications/icd/ICD10Volume2_en_2010.pdf
Diakses
pada
21
Februari 2015
14. Lvblad KO, Pereira VM. Neuroimaging of Stroke. The Complementary Roles of CT and
MRI. Clinical Neurology. 2013;2:36-43
23