You are on page 1of 13

KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM

I.

PENDAHULUAN
Pada zaman jahiliyah dulu, perempuan adalah ibarat sampah yang tidak ada
harganya sama sekali. Anak perempuan merupakan malapetaka bagi masyarakat pada
zaman dahulu. Bahkan untuk menghindari malapetaka tersebut, mereka sering
mengambil jalan pintas dengan cara mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Karena
Pertama, perempuan dianggap sebagai pelayan bagi laki-laki dan diwariskan, tetapi
tidak mewarisi. Kedua, perempuan dibawah kekuasaan dan perwalian laki-laki, tidak
punya kebebasan dan kehendak. Ketiga, perempuan dikubur hidup-hidup.
Agama Islam yang datang sebagai rahmat untuk seluruh alam semesta telah
menetapkan prinsip kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai keadilan. Ketika Islam
datang sebagai petunjuk, kabar gembira, dan peringatan bagi manusia, pandangan
terhadap perempuan berubah. Kedudukan perempuan diangkat dan dihilangkan dari
segala macam bentuk pendiskriminasian dan pengeksploitasian. Isalam menyatakan
bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama. Sebab keduanya
adalah mahluk yang berasal dari satu diri. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat
An-Nisa ayat 1.
Akan tetapi dalam konteks relasi gender sekarang, wujud pemenuhan hak atas
perempuan masih merupakan problem kemanusiaan yang serius. Realitas sosial,
kebudayaan, ekonomi dan politik masih menempatkan perempuan sebagai entitas
yang direndahkan.. Maka, keadilan bagi perempuan tampak masih sebatas sebagai
retorika. Lalu ke arah mana perempuan korban ketidakadilan tersebut harus diakhiri?
Begitu peliknya masalah-masalah di atas. Maka dari itu makalah tentang
kesetaraan dalam Islam ini saya spesifikkan ke dalam konteks egaliter gender atau
kesetaraan gender.

II.

RUMUSAN MASALAH
A. Apa Pengertian Gender ?
B. Bagaimana Konsep Gender ?
C. Bagaimana Kesetaraan Gender dalam Islam (menurut ulama) ?

III.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Menurut bahasa, kata gender diartikan sebagai the grouping of words into
masculine, feminine, and neuter, according as they are regarded as male, female
or without sex yang artinya gender adalah kelompok kata yang mempunyai sifat,
maskulin, feminin, atau tanpa keduanya (netral).
Gender adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk masyarakat
tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkah laku
maupun berpikir. Misalnya Pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus
pandai memasak, pandai merawat diri, lemah-lembut, atau keyakinan bahwa
perempuan adalah mahluk yang sensitif, emosional, selalu memakai perasaan.
Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung,
kepala rumah-tangga, rasional, tegas dan sebagainya.1
Dapat dipahami bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan
juga bukan kodrat Tuhan. Konsep gender sendiri harus dibedakan antara kata
gender dan kata seks (jenis kelamin). Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan
perempuan adalah kodrat Tuhan karena secara permanen tidak berubah dan
merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaaan tingkah laku
antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk. Perbedaan yang
bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang.
Misalnya seperti apa yang telah kita ketahui bahwa perempuan dikenal sebagai
sosok yang lemah lembut, emosional, dan keibuan sehingga biasa disebut bersifat
feminin. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa dan
disebut bersifat maskulin.
Pada hakikatnya ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Artinya, ada laki-laki yang memiliki sifat emosional dan lemah
lembut. Dan sebaliknya, ada pula wanita yang kuat, rasional dan perkasa. Oleh

http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/06/24/kesetaraan-jender-dalam-alquran/18/06/2010/10:15.

karena itu gender dapat berubah dari individu ke individu yang lain, dari waktu ke
waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial
yang lain. Sementara jenis kelamin yang biologis akan tetap dan tidak berubah.
Gender tidak bersifat biologis, melainkan dikontruksikan secara sosial.
Karena gender tidak dibawa sejak lahir, melainkan dipelajari melalui sosialisasi,
oleh sebab itu gender dapat berubah. Dalam berbagai masyarakat atau kalangan
tertentu dapat kita jumpai nilai dan aturan agama ataupun adat kebiasaaan yang
dapat mendukung dan bahkan melarang keikutsertaan anak perempuan dalam
pendidikan formal, sebagai akibat ketidaksamaan kesempatan demikian maka
dalam banyak masyarakat dapat dijumpai ketimpangan dalam angka partisipasi
dalam pendidikan formal.2
B. Konsep Gender
Dalam konsep Islam, terutama merujuk kepada al-Quran, konsep
keseteraan gender mengisyaratkan 2 (dua) pengertian. Pertama, al-Quran
mengakui martabat pria dan wanita dalam kesejajaran tanpa membedakan jenis
kelamin. Kedua, pria dan wanita mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar
disegala bidang.3
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan merupakan dasar ajaran Islam.
Sebab pada prinsipnya, segala perintah dan larangan Allah (taklif) ditujukan
kepada laki-laki dan perempuan. Taklif ini bersifat umum dan mutlak, sampai ada
nash khusus lainnya yang mengecualikannya secara jelas. Ibn Hajr al-'Asqalani
(852H) juga menjelaskan dalam kitab Fathul Bari bahwawanita itu adalah saudara
kandung (setara) laki-laki dalam hukum, kecuali jika ada pengkhususan.
Maka tidak ada satu pun ulama di sepanjang zaman yang mengatakan
bahwa perintah melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, menuntut ilmu,
dan mencegah kemunkaran, hanya ditujukan untuk laki-laki. Namun, hal ini tidak
berarti bahwa dalam Islam itu tidak ada perintah, larangan, hak dan kewajiban
yang dikhususkan bagi laki-laki atau perempuan saja. Sebab, seperti yang sudah
2

Muhammad, syekh al- madani, al Mujtama al Islamy kama tunadhimuhu surat an Nisa
( Kairo : Kementrian Wakaf, Majlis Ala li syuuni Islamiyah , 1991 ).hlm.72
3

http://www.menegpp.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=123:terhambatnya-perempuan-kerugiandemokrasi&catid=38:artikel-perempuan&Itemid=114/18/06/2010/10:00.

jamak diketahui bahwa dalam syariah terdapat beberapa pengecualian, misalnya


dalam masalah persaksian (syahadah), batasan aurat, bagian waris, dan
seterusnya.
Adanya pengecualian tersebut tidak berarti Islam merendahkan martabat
perempuan atau memarjinalkannya. Sebab kedudukan jenis kelamin (karakter
biologis) dan gender (sifat, peran, posisi, dan tanggung jawab) antara laki-laki dan
perempuan tidak dipandang secara dikhotomis (terpisah dan dipertentangkan
antara satu dan lainnya). Sebaliknya, Islam memandangnya secara integral dan
komprehensif. Hal ini dibuktikan dengan adanya konsep keluarga, takaful (saling
menopang), dan ta'awun (cooperation). Konsep-konsep dalam Islam ini berbeda
dari cara pandang individualistik-emosional yang menuntut kesetaraan secara
empirik dan kuantitatif.4
Kesetaraan yang telah di akui oleh Al Quran tersebut, bukan berarti harus
sama antara laki- laki dan perempuan dalam segala hal. Untuk menjaga
kesimbangan alam ( sunnatu tadafu ) , harus ada sesuatu yang berbeda, yang
masing-masing mempunyai fungsi dan tugas tersendiri. Tanpa itu , dunia, bahkan
alam ini akan berhenti dan hancur. Oleh karenanya, sebagai hikmah dari Allah
untuk menciptakan dua pasang manusia yang berbeda, bukan hanya pada bentuk
dan postur tubuh serta jenis kelaminnya saja, akan tetapi juga pada emosional dan
komposisi kimia dalam tubuh. Hal ini akibat membawa efek kepada perbedaan
dalam tugas ,kewajiban dan hak. Dan hal ini sangatlah wajar dan sangat logis. Ini
bukan sesuatu yang di dramatisir sehingga merendahkan wanita, sebagaimana
anggapan kalangan feminis dan ilmuan Marxis. Tetapi merupakan bentuk sebuah
keseimbangan hidup dan kehidupan, sebagiamana anggota tubuh manusia yang
berbeda- beda tapi menuju kepada persatuan dan saling melengkapi. Oleh
karenanya, suatu yang sangat kurang bijak, kalau ada beberapa kelompok yang
ingin memperjuangkan kesetaraan antara dua jenis manusia ini dalam semua
bidang.5
4

http://www.hidayatullah.com/opini/pemikiran/10304-di-balik-politik-kesetaraancatatan-awal-tahun/18/06/2010/10:00.
5

Fuad, Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Jender, Pespektif Al Quran , (Jakarta :


Paramidana, 1999), Cet. I hlm 35.

C. Kesetaraan Gender dalam Islam


Islam dalam hal ini Al Quran secara umum telah banyak membicarakan
tentang gender, hubungan antara laki- laki dan perempuan, hak- hak mereka
dalam konsepsi yang rapi, indah dan bersifat adil. ada beberapa hal yang
menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Quran,
yakni:
1.
Perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki hak-hak kewarganegaraan.
Permpuan memperoleh hak individual (personal law) yang terlepas
dari campur tangan bapaknya atau pihak kain yang mengurusnya. Jadi
perempuan mempunyai hak penuh dalam memikul tanggung jawab,
memiliki dan bertindak karena persamaannya dengan laki-laki.6
2.

Perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki hak dalam menuntut ilmu.


Islam mempersamakan antara laki-laki dan perempuan dalam hak
belajar. Masing-masing memiliki hak untuk memperoleh apa saja yang
mereka inginkan, berupa berbagai jenis pengetahuan, sastra dan budaya.
Sebagaimana sabda Rasul : menuntut ilmu adalah kewajiban bagi orang
Islam laki-laki maupun perempuan.

3.

Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba.


Dalam kapasitas sebagai hamba tidak ada perbedaan antara laki-laki
dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama
untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam Quran biasa diistilahkan
sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun), dan untuk mencapai derajat
mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku bangsa
atau kelompok etnis tertentu, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Hujurat
(49:13)

Fauzi, Ikhwan, Perempuan dan Kekuasaan Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender
dalam Islam, AMZAH, 2002, hlm. 14-15




Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.
4.

Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi.


Kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi (khalifah fi alard)
ditegaskan dalam Q.S. al-Anam(6:165), dan dalam Q.S. al-Baqarah (2:30)
Dalam kedua ayat tersebut, kata khalifah tidak menunjuk pada salah satu
jenis kelamin tertentu, artinya, baik perempuan maupun laki-laki
mempunyai

fungsi

yang

sama

sebagai

khalifah,

yang

akan

mempertanggungjawabkan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi.




Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
5.

Perempuan dan Laki-laki Menerima Perjanjian Awal dengan Tuhan.

Perempuan dan laki-laki sama-sama mengemban amanah dan


menerima perjanjian awal dengan Tuhan, seperti dalam Q.S.al-Isra(17:70) :
ikrar akan keberadaan Tuhan yang disaksikan oleh para malaikat.
Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi
jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar
ketuhanan yang sama. Quran juga menegaskan bahwa Allah memuliakan
seluruh anak cucu Adam tanpa pembedaan jenis kelamin. (Q.S.alIsra/17:70).7
6.

Adam

dan

Hawa

Terlibat

secara

Aktif

Dalam

Drama

Kosmis

Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang
keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar ke bumi, selalu
menekankan keterlibatan keduanya secara aktif, dengan penggunaan kata
ganti untuk dua orang (huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa, yang
terlihat dalam beberapa kasus berikut:
Keduanya diciptakan di surga dan memanfaatkan fasilitas surga (Q.S.alBaqarah/2:35):



Dan kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang
menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan (Q.S.alAraf/7:20):




Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu
auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan
mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi
malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".
Sama-sama memohon ampun dan sama-sama diampuni Tuhan (Q.S.al
Araf/7:23)

Ibid, hlm.17

7.

Setelah di bumi keduanya mengembangkanketurunan dan saling


melengkapi dan saling membutuhkan (Q.S.al Baqarah/2:187).8
Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Berpotensi Meraih Prestasi.
Peluang untuk meraih prestasi maksimum tidak ada pembedaan
antara perempuan dan laki-laki ditegaskan secara khusus dalam 3 (tiga) ayat,
yakni: Q.S. Ali Imran /3:195; Q.S.an-Nisa/4:124; Q.S.an-Nahl/16:97.
Ketiganya mengisyaratkan konsep kesetaraan gender yang ideal dan
memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang
spiritual maupun karier profesional, tidak mesti didominasi oleh satu jenis
kelamin saja.
Dalam Al-Quran sesungguhnya memperlihatkan pandangan yang Egaliter

(persamaan). Seperti yang tertera dalam ayat berikut :


Barang Siapa yang mengerjakan amal sholeh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka kami akan berikan kehidupan yang baik, dan
sesungguhnya akan kami berikan padanya balasan kepada merekabalasan yang
lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An-nahl : 97 ).9
Islam datang untuk membebaskan perempuan dari belenggu ketidakadilan,
eksploitasi, marjinalisasi, dan diskriminasi. "Barangsiapa yang mengerjakan
amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman,
maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya sedikitpun."
(QS. 4:124).
Maka tingkat keberimanan seorang hamba tidak diukur dari kelelakian
maupun kewanitaannya. Sebaliknya, mereka harus akur dan saling tolong
menolong menegakkan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar.
Kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan ilmu dan adab, serta segala
bentuk kemunkaran sosial lainnya, menjadi tanggung jawab bersama, laki-laki
dan perempuan. Kewajiban memerangi ketimpangan sosial dan meningkatkan
SDM

dalam

Islam

tidak

difokuskan

pada

jenis

kelamin

tertentu.

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka


8

Ibid, hlm.17
Fauzi, Ikhwan, Perempuan dan Kekuasaan, ( Batavia adversing : Sinar Grafika Offset,
2002 ), cet ke-1, hlm. 14
9

(adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh


(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya." (QS. 9:71).10
IV.

ANALISIS
Di atas telah dijelaskan secara detail mengenai egaliter gender di lihat dari
kacamata Islam. Tapi mengapa Muncul Ketidakadilan Terhadap Perempuan Dengan
Dalih Agama?
Karena adanya implementasi yang salah dari ajaran agama tersebut yang di
sebabkan oleh pengaruh faktor sejarah, lingkungan budaya dan tradisi yang patriarkat
didalam masyarakat, sehingga menimbulkam sikap dan prilaku individual yang secara
turun-temurun menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut.
Hal inilah yang kemudian menimbulkan mitos-mitos salah yang disebarkan melalui
nilai-nilai dan tafsir-tafsir ajaran agama yang keliru mengenai keunggulan kaum
lelaki dan melemahkan kaum perempuan. Adapun pandangan dasar atau mitos-mitos
yang menyebabkan munculnya ketidakadilan terhadap perempuan adalah :
Keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, sehingga
perempuan dianggap sebagai mahluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa
kehadiran laki-laki. karenanya keberadaan perempuan hanya sebagai pelengkap
dan diciptakan hanya untuk tunduk di bawah kekuasaan laki-laki.
Keyakinan bahwa perempuan sebagai sumber dari terusirnya manusia (laki-laki)
dari surga, sehingga perempuan dipandang dengan rasa benci, curiga dan jijik,
bahkan lebih jauh lagi perempuan dianggap sebagai sumber malapetaka.
Al-quran tidak mengajarkan diskriminasi antara lelaki dan perempuan
sebagai manusia. Dihadapan Allah SWT lelaki dan perempuan mempunyai derajat
dan kedudukan yang sama. Oleh karena itu pandangan-pandangan yang menyudutkan
posisi perempuan sudah selayaknya diubah, karena Quran selalu menyerukan

10

Umar, Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Jender, Pespektif Al Quran , (Jakarta :


Paramidana, 1999) , Cet. I hlm 45.

keadilan (Q.S.al-Nahl/16:90); keamanan dan ketentraman (Q.S. an-Nisa/4:58);


mengutamakan kebaikan dan mencegah kejahatan (Q.S.Ali Imran/3:104) Ayat-ayat
inilah yang dijadikan sebagai maqasid al-syariah atau tujuan-tujuan utama syariat. 11
Dari sini terlihat bahwa era risalah telah mengubur masa penetrasi kaum laki-laki atas
wanita dan mengganti dengan masa yang lebih segar bagi perjalanan hidup
perempuan selanjutnya. Sejarah awal Islam telah memaparkan kenyatan bahwa Islam
justru mendorong dan mengangkat kemuliaan perempuan yang belum pernah
diberikan. Jika ada penafsiran yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan
hak asasi manusia, maka penafsiran itu harus ditinjau kembali.
Perempuan dalam paradigma ini memiliki seluruh potensi kemanusiaan
sebagaimana yang dimiliki laki-laki. Dari sini konstruksi sosial baru yang menjamin
keadilan gender diharapkan lahir menjadi basis pendefinisian kembali pranata sosial,
regulasi, kebijakan politik, dan ekonomi, tidak terkecuali fikih.
maka dari itu, dilematika motos-mitos di atas jangan dijadikan ujung tombak
dalam pemuasan kesejahteraan perempuan. Sebagaimana pola pikir feminis yang
seringkali hanya mempertimbangkan kepentingan kalangan elitis perempuan.
Memberikan stimulus kaum wanita untuk dijadikan batu pijakan dalam memenuhi
ambisinya. Dalam mengevaluasi keberhasilan dunia politik misalnya, akal feminis
biasanya akan memfokuskan kuantitas keterwakilan perempuan di kursi DPR,
minimal 30%. Lagi-lagi jenis kelamin dulu yang dilihat, bukan kapasitas dan
kapabilitasnya.
Demikian halnya saat menyikapi tingginya angka kemiskinan dan buta
huruf, feminis pun hanya melongok persentase perempuan yang miskin buta huruf.
Bangsa ini lalu diprovokasi seolah-olah telah terjadi pemiskinan dan pembodohan
terhadap kaum perempuan.

11

http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/06/24/kesetaraan-jender-dalam-alquran/

10

Selanjutnya, giliran agama dan "fundamentalisme" yang dituding sebagai


biang diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan terhadap wanita. Bahkan dalam upaya
memperjuangkan HAM kaum waria dan lesbian, mereka tidak segan-segan menuding
siapa saja yang tidak setuju dengan perilaku homoseksual, yang dikategorikan
sebagai kelompok fundamentalis yang homophobia. Pemerintah juga dinilai tidak
bijak, bahkan sangat diskriminatif, karena tidak menjamin keamanan, kesehatan, dan
peningkatan SDM para pelaku homoseksual. Hendaknya reaksi-reaksi tersebut harus
diminimalisir demi terciptanya masyarakat yang damai tentram dan tidak saling
menyalahkan.

V.

KESIMPULAN
A. Menurut bahasa, kata gender diartikan sebagai the grouping of words into
masculine, feminine, and neuter, according as they are regarded as male, female
or without sex yang artinya gender adalah kelompok kata yang mempunyai sifat,
maskulin, feminin, atau tanpa keduanya (netral).
Gender adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkah laku maupun
berpikir. Misalnya Pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai
memasak, pandai merawat diri, lemah-lembut, atau keyakinan bahwa perempuan
adalah mahluk yang sensitif, emosional, selalu memakai perasaan. Sebaliknya
seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung, kepala rumahtangga, rasional, tegas dan sebagainya.
B. Dalam konsep Islam, terutama merujuk kepada al-Quran, konsep keseteraan gender
mengisyaratkan 2 (dua) pengertian. Pertama, al-Quran mengakui martabat pria dan
wanita dalam kesejajaran tanpa membedakan jenis kelamin. Kedua, pria dan wanita
mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar disegala bidang.
C. prinsip-prinsip kesetaraan gender ada di dalam Quran,
1. Perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki hak-hak kewarganegaraan.
2. Perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki hak dalam menuntut ilmu.
3. Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Sebagai Hamba.
4. Perempuan dan Laki-laki sebagai Khalifah di Bumi.
5. Perempuan dan Laki-laki Menerima Perjanjian Awal dengan Tuhan.
6. Adam dan Hawa Terlibat secara Aktif Dalam Drama Kosmis.
11

7. Perempuan dan Laki-laki Sama-sama Berpotensi Meraih Prestasi.

VI.

PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi terciptanya makalah kami yang lebih baik lagi. Pesan dari
penulis adalah agar kita selalu bertaqwa kepada tuhan YME, karena semua manusia di
dunia ini sama antara laki-laki dan perempuan, yang membedakan adalah ketaqwaannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA
Ikhwan Fauzi, Perempuan dan Kekuasaan, ( Batavia adversing : Sinar Grafika Offset,
2002 ), cet ke-1.
Syekh muhammad al- madani, al Mujtama al Islamy kama tunadhimuhu surat an
Nisa ( Kairo : Kementrian Wakaf, Majlis Ala li syuuni Islamiyah , 1991 ).
Dr. Nasaruddin Umar, MA , Argumen Kesetaraan Jender, Pespektif Al Quran ,
Jakarta : Paramidana, 1999, Cet. I.
http://www.hidayatullah.com/opini/pemikiran/10304-di-balik-politik-kesetaraancatatan-awal-tahun.
http://khairuddinhsb.blog.plasa.com/2008/06/24/kesetaraan-jender-dalam-al-quran/.
http://www.menegpp.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=123:terhambatnya-perempuan-kerugiandemokrasi&catid=38:artikel-perempuan&Itemid=114/18/06/2010/10:00.

12

13

You might also like