You are on page 1of 4

SINOPSIS PENELITIAN TESIS

Analisis Faktor Kejadian Stunting Pada Balita (24-59 bulan) Di Kabupaten


Donggala Provinsi Sulawesi Tengah
Oleh: Mirnawati Dewi

Status gizi bayi dan balita merupakan salah satu indikator gizi masyarakat
dan bahkan telah dikembangkan menjadi salah satu indikator kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Hal ini karena bayi dan balita merupakan kelompok
yang sangat rentan terhadap berbagai penyakit kekurangan gizi, padahal bayi dan
balita merupakan aset terhadap kemajuan bangsa (Aries et al. 2012). Masalah gizi
yang paling banyak ditemukan pada anak di Indonesia adalah stunting (Kemenkes
RI 2013). Kategori stunting didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut
Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas
(z-score) antara -3 SD sampai dengan < -2 SD (Kemenkes RI 2011)
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada
usia dini. Masa ini sering juga disebut sebagai fase Golden Age. Golden age
merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang
anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan.
Balita usia 24-59 bulan merupakan periode keemasan (golden age) dalam proses
perkembangan, yang artinya pada usia tersebut aspek kognitif, fisik, motorik, dan
psikososial seorang anak berkembangan secara pesat (Zaviera et all 2008).
Gangguan pertumbuhan linear (stunting) akan berdampak terhadap pertumbuhan,
perkembangan, kesehatan dan produktivitas. Masalah gizi kurang jika tidak
ditangani akan menimbulkan masalah yang lebih besar, bangsa Indonesia dapat
mengalami lost generation (Soekirman 2005). Menurut penelitian, usia terbanyak
pada kelompok balita stunting yaitu usia 24-59 bulan dibandingkan dengan
kelompok usia balita lainnya (Welasasih et all 2012)
Kejadian stunting pada balita lebih banyak terjadi di negara berkembang.
Hal ini dibuktikan dengan prevalensi kejadian stunting pada balita di negara
berkembang sebesar 30% (UNICEF Report 2009). Indonesia merupakan negara
berkembang yang masih menghadapi masalah gizi seperti kekurangan energi
protein, gangguan akibat kekurangan yodium, anemia gizi besi, dan kekurangan

vitamin A. Beberapa masalah gizi diatas sering dialami oleh balita dan sampai
dengan sekarang belum dapat terselesaikan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas 2013) Prevalensi balita gizi kurang+buruk (27,6%), di Sulawesi
Tengah belum memenuhi target nasional 2015 (20%). Belum satupun
Kabupaten/kota yang telah mencapai target nasional 2015. Masalah gizi kronis
sangat menonjol dimana prevalensi balita pendek+sangat pendek tinggi (40,3%).
Prevalensi balita kurus+sangat kurus di Sulawesi Tengah 15,5% dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat. Perawakan pendek mengakibatkan meningkatnya
risiko penyakit metabolik seperti diabetes tipe II pada usia remaja (Kimani Murage dkk.2010).
Penelitian terdahulu menyimpulkan faktor yang berhubungan dengan
Stunting antara lain berat lahir (Varela et al. 2009), postur tubuh ibu pendek
(Yang et al. 2010), asupan energi, protein, lemak (Assis et al. 2004), status
ekonomi keluarga (Hong 2007), jumlah anggota rumah tangga (Tshwane University 2006) dan fasilitas air (Merchant 2003).
Tujuan penelitian yaitu menganalisis faktor Kejadian Stunting Pada Balita
(24-59 bulan) di

Kabupaten

Donggala Provinsi Sulawesi Tengah dan

hubungannya dengn faktor risiko seperti berat lahir, tinggi badan ibu, tingkat
asupan energi, tingkat asupan protein, tingkat asupan lemak, status ekonomi
keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan sumber air minum di kabupaten
tersebut.
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectiona dengan
pendekatan kuantitatif. Penelitian menggunakan data sekunder berasal dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas). Tempat penelitian terpilih adalah kabupaten
Donggala seluruh desa yang ada. Populasi penelitian adalah semua balita usia 2459 bulan yang terdapat pada data Riskesdas di wilayah kabupaten Donggala.
Subjek penelitian meliputi seluruh balita usia 24-59 bulan dan mempunyai data
lengkap yaitu kelengkapan data meliputi tinggi badan, umur, jenis kelamin, berat
lahir, tinggi badan ibu balita, jumlah asupan energi, protein, lemak, status
ekonomi keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan sumber air minum sesuai
dengan variabel penelitian.

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian stunting pada


balita usia 24-59 bulan, sedangkan variabel independen adalah berat lahir, tinggi
badan ibu, tingkat asupan energi, tingkat asupan protein, tingkat asupan lemak,
status ekonomi keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan sumber air minum.
Data sekunder diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Pengumpulan data dilakukan oleh Tim
Riskesdas dari Balitbangkes. Data karakteristik demografi dan sosial ekonomi
diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Data konsumsi pangan
diperoleh dengan metode recall 1x24 jam. Pengukuran tinggi badan menggunakan
alat ukur tinggi badan Multi fungsi dengan kapasitas ukur dua meter dan
ketelitian 0.1 cm.
Analisis data meliputi univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis
univariat digunakan untuk menggambarkan kejadian stunting pada balita, berat
lahir, tinggi badan ibu, tingkat asupan energi, tingkat asupan protein, tingkat
asupan lemak, status ekonomi keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan
sumber air minum. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji chisquare untuk
melihat hubungan kejadian stunting pada balita dengan berat lahir, tinggi badan
ibu, tingkat asupan energi, tingkat asupan protein, tingkat asupan lemak, status
ekonomi keluarga, jumlah anggota rumah tangga, dan sumber air minum. Analisis
regresi logistik ganda digunakan untuk mengetahui faktor risiko kejadian stunting
pada balita.

DAFTAR PUSTAKA
Aries, Muhammad et al. 2012. Determinan Gizi Kurang Dan Stunting Anak Umur
0-36 Bulan Berdasarkan Data Program Keluarga Harapan (PKH) 2007.
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. ISSN 1978-1059, 7(1): 19-26
Kemenkes RI. 2013. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013.
Jakarta : Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2011. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 Tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan
Anak.
Oktarini, zilda et al. 2013.Faktor Resiko Stunting Pada Balita (24-59 Bulan) Di
Sumatera. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan. ISSN 1978-1059, 8(3):
175-180.
Soekirman. 2005. Perlu Paradigma Baru Untuk Menanggulangi Masalah Gizi
Makro Di Indonesia. Jakarta: http://www.gizi.net/makalah/download/profsoekirman.pdf.
Welasasih, Bayu Dwi dan R. Bambang Wirjatmadi.2012. Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Stunting. Dept. Gizi Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. The Indonesian
Journal Of Public Health, Vol.8, No.3, Maret 2012: 99-104.
Zaviera, Ferdinand. 2008. Mengenali dan Memahami Tumbuh Kembang Anak.
Jogjakarta: Katahati.
[UNICEF] United Nation International Childrens Emergency Fund. 1998. The
state of the Worlds Children. Focus on Nutrition.
http://www.unicef.org/sowc98/silent4.htm (diakses 9 Juli 2012).
[UNICEF] United Nation International Childrens Emergency Fund. 2007.
http://www.unicef.org/publications/files/low/Progress_for_children_no_6_resived
.pdf.

You might also like