You are on page 1of 18

REFERAT

GAGAL JANTUNG

Perceptor:
dr. Imam Ghozali, Sp.An

Oleh:
M Patrio Gonndo Sucipto,S.Ked
0918011011

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESIOLOGI


RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2016

I. PENDAHULUAN

Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi utama sebagai
pemompa darah. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat
Dalam keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari
nodus sinoatrial (nodus SA) dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga
menimbulkan kontraksi jantung. Jika rangsang irama ini mengalami gangguan dalam
pembentukannya dan penghantarannya, maka dapat terjadi gangguan pada kinerja
jantung.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan utama yang
dialami masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan, jantung mempunyai suatu
sistem pembentukan rangsang tersendiri. Pada zaman modern ini. Angka kejadian
penyakit jantung semakin meningkat. Baik di Negara maju maupun berkembang,
penyebab yang sering ditemukan adalah gaya hidup misalnya, diet yang salah, stress,
kondisi lingkungan yang buruk, kurang olahraga, kurang istirahat dan lain-lain. Diet
yang salah, seperti terlalu banyak mengkonsumsi junk food yang notabene banyak
mengandung kolesterol jahat, yang berujung pada kegagalan jantung. Apalagi
ditambah dengan lingkungan yang memiliki tingkat stressor tinggi, kurang olahraga,
dan istirahat, maka resiko untuk terkena penyakit jantung akan semakin tinggi,
Berbagai macam penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark miokard
akut, hipertensi yang semuanya berujung pada gagal jantung. Hal ini sangat
membahayakan bagi kehidupan seseorang, sehingga untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut harus segera mendapat perawatan medis di rumah sakit.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus
memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafaspendek yang tipikal saat
istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan
(kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari gangguan
struktur atau fungsi jantung saat istrahat (Tabel 1 dan 2)

Tabel 1.Definisigagaljantung (Disadurdari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20081)

ManifestasiKlinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea deffort , fatig, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi
derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans, ronki dan
kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver

engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan


hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur,
tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema
pitting. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal
jantung kiri dan kanan.

Tabel 2. Gejala gagal jantung (Disadurdari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 20081)

Klasifikasi Gagal Jantung


New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dariaktivitas sehari
hari tanpa keluhan.
Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
4

Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring
1. Gagal jantung kiri
2. gagal jantung kanan
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung koroner, penyakit katup aorta
dan mitral serta hipertensi.Gagal jantung kiri berdampak pada : Paru-Paru. Ginjal.
dan Otak.
Gagal jantung kanan
Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat menyebabkan
gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral gagal jantung kiri, seharusnya stenosis
mitral yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.sirkulasi
paru.Gagal jantung kanan dapat berdampak pada : Hati, Ginjal, Jaringan subkutis,
Otak, Sistem Aliran aorta.

Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA

Istilah tambahan
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan
penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik
(fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut sebagai
Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial
remodeling juga akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
Kontraktilitas

miokardium

dapat

menurun

pada

dan hipertensi sistemik.


imfark

miokardium

dan

kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana
sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paruparu dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung
PATOFISIOLOGI
Gagal Jantung terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang
memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi
relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan
untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal
jantung berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi

neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom


yang ada.
Gagal Jantung Backward & Forward
Hipotesis backward failure pertama kali diajukan oleh James Hope pada tahun 1832:
apabila ventrikel gagal untuk memompakan darah, maka darah akan terbendung dan
tekanan di atrium serta vena-vena di belakangnya akan naik. Hipotesis forward
failure diajukan oleh Mackenzie, 80 tahun setelah hipotesis backward failure.
Menurut teori ini manifestasi gagal Jantung timbul akibat berkurangnya aliran darah
(cardiacoutput) ke sistem arterial, sehingga terjadi pengurangan perfusi pada organorgan yang vital dengan segala akibatnya. Kedua hipotesis tersebut saling
melengkapi, serta menjadi dasar patofisiologi gagal Jantung : Kalau ventrikel gagal
mengosongkan darah maka menurut hipotesis backward failure :
1) Isi dan tekanan (volume dan pressure) pada akhirfase diastolik (end- diastolic
pressure) meninggi.
2) Isi dan tekanan akan meninggi pada atrium di belakang ventrikel yang gagal.
3) Atrium ini akan bekerja lebih keras (sesuai dengan hukum Frank Starling).
Tekanan pada vena dan kapiler di belakang ventrikel yang gagal akan meninggi.
4) Terjadi transudasi pada jaringan interstitial (baik pulmonal maupun sistemik)
Akibat berkurangnya curah Jantung serta aliran darah pada jaringan/organ yang
menyebabkan menurunnya perfusi (terutama pada ginjal dengan melalui mekanisme
yang rumit), yang akan mengakibatkan retensi garam dan cairan serta memperberat
ekstravasasi cairan yang sudah terjadi. Selanjutnya terjadi gejala-gejala gagal Jantung
kongestif

sebagai

akibat

bendungan

pada

jaringan

dan

organ..(12)

Kedua jenis kegagalan ini jarang bisa dibedakan secara tegas, karena kalau
gagal Jantung kongestif, pada kenyataannya, kedua mekanisme ini berperan, kecuali
pada gagal jantung yang terjadinya secara mendadak. Contoh forward failure : gagal
ventrikel kanan akut yang terjadi akibat emboli paru yang masif, karena terjadinya
peninggian isi dan tekanan pada ventrikel kanan serta tekanan pada atrium kanan dan
pembuluh darah balik sistemik, tetapi pasien sudah meninggal sebelum terjadi

ekstravasasi cairan yang menimbulkan kongesti pada vena-vena sistemik. Baik


backward maupun forward failure dapat terjadi pada infark jantung yang luas.
Forward failure terjadi akibat berkurangnya output ventrikel kiri dan renjatan
kardiogenik dan yang akan menimbulkan manifestasi berkurangnya perfusi
jaringan/organ. Sedangkan backward failure terjadi karena adanya output yang tidak
sama (inequal) antara kedua ventrikel, yang meskipun bersifat sementara berakibat
terjadinya edema paru yang akut. Hipotesis backward dan forward failure yang klasik
ini meskipun banyak celah kelemahannya ditinjau dengan perkembangan konsep
patofisiologi gagal jantung saat ini, masih tetap dapat menjadi pegangan untuk
menjelaskan patogenesis gagal jantung terutama bagi para edukator

Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan


tahanan perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron
berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera
iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi
remodeling miokard dan kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen
normal, dan fibrosis interstisial. Terjadinya miosit dan sarkomer yang tidak
dapat mentransmisikan kekuatannya, dilatasi jantung, dan pembentukan
jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut
memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada CHF. penurunan
curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:
Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus
Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
-

angiotensinI
Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin

II

juga

menghasilkan

efek

vasokonstriksi

yang

meningkatkan tekanan darah.

Gambar 1. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron

Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham)


Kriteria mayor
1. Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronki basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. peningkatan tekanan vena >16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1. edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspnea deffort
4. Hepatomegali

5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takikardi (>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto torkas dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru
menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan
efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari
seprti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb,
elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas
indikasi.
Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga
gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel
4).Abnormalitas
mendiagnosis

EKG

memiliki

nilai

prediktif

gagal jantung, jika EKG normal,

yang

kecil

dalam

diagnosis gagal jantung

khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).

10

11

Tabel 4. Kelainan yang ditemukan pada EKG (Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2012)

Rontgen Toraks
Merupakan

komponen

penting

dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen

Toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat
mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat
sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.Pemeriksaan tambahan
laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit

12

yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang
yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Troponen I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatanringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard
EKG
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler
imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung
dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada
pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan
antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah
fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Penatalaksanaan
Tujuan:

13

1.

Memperbaiki oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan


konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas.

2.

Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.


-

Mengatasi

keadaan

yang

reversibel,

termasuk

tiroktoksikosis,

miksedema, dan aritmia.


-

Digitalisasi :
a.

Dosis digitalis :
1.

Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam


4 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg
selama 2 4 hari.

2.

Digoksin iv 0,75 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

3.

Cedilanid iv 1,2 1,6 mg dalam 24 jam

b.

Dosis penunjang untuk gagal jantung ; digoksin 0,25 mg


sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung disesuaikan.

c.

Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

d.

Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal


akut yang berat :
1.

Digoksin : 1 1,5 mg iv perlahan lahan

14

2.

Cedilanid 0,4 0,8 mg iv perlahan lahan

Cara pemberian digitalis


Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada
gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardia lebih dari 120/menit,
biasanya diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi
lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman.
Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal
secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response. Dengan pemberian oral
dosis biasa (pemeliharaan, kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari.
Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati
hati, dan secara perlahan lahan.
Kontraindikasi pemberian digitalis
- Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardia, gangguan irama, dan konduksi
jantung berupa AV blok derajat II dan III atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5
kali per menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia,
mual, muntah, diare dan gangguan penglihatan.
- Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark miokard akut (hanya diberi
per oral), idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat lebih
rendah), miokarditis hebat, hipokalemia, penyakit paru obstruktif kronik, dan
penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
3.

Menurunkan beban jantung


-

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan


vasodilator
a.

Diet rendah garam


Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik,
digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)

15

diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk


gagal jantung kelas II dan III diberikan :
1.

Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid


40 80 mg)

2.

Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun


kelainan irama sinus

3.

Penghambat ACE (kaptopril mulai dosis 2 x 6,25 mg


atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan
secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah
pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan
kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia
yang menetap, dosis dimulai 3 x 10 15 mg. Semua obat
ini harus dititrasi secara bertahap.

b.

Diuretik
Yang digunakan furosemid 40 80 mg. Dosis penunjang rata
rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi
dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton.
Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid,
klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat. Dampak
diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah
jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan
garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah
sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat
kalium maupun suplemen kalium harus berhati hati karena
memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

c.

Vasodilator
-

Nitrogliserin 0,4 0,6 mg sublingual atau 0,2 2


ug/kgBB/menit iv

16

Nitroprusid 0,5 1 ug/kgBB/menit iv


Prazosin per oral 2 5 mg
Penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25 mg
Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol

Dosis ISDN adalah 10 40 mg peroral atau 5 15 mg sublingual setiap 4 6 jam.


Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan
dilakukan di ICCU.
Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu
diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama
setelah pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda tanda hipotensi maka dosis
dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 100 mg. Kaptopril dapat
menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal enalapril 2 x 2,5
mg dapat dinaikkan perlahan lahan sampai 2 x 10 mg.

DAFTAR PUSTAKA

Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388442.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the

17

Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European
Society of Cardiology.
Rydn L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes, prediabetes, and
cardiovascular diseases developed in collaboration with the EASD. Eur Heart J
2013;34:303587.

18

You might also like