You are on page 1of 59

BAGIAN ILMU BEDAH

REFLEKSI KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

MARET 2016

UNIVERSITAS TADULAKO

INVAGINASI COLOCOLICA Et Causa TUMOR CECUM

Oleh:
Fauzyah Fahma
N 111 14 027
Pembimbing Klinik
dr. Raymond R Anurantha, Sp. B

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA
PALU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam


segmen lainnya; yang bisa berakibat dengan obstruksi/ strangulasi. Umumnya
bagian yang proksimal (intususeptum) masuk ke bagian distal (intususepien).
Pemberian nama invaginasi bergantung hubungan antara intussusceptum dan
intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan ileum
saja. Colo-colica berarti colon sebagai intussusceptum dan colon sendiri sebagai
intussuscipiens. Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, dan appendicalcolica. Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo-ileo colica 15%, lainlain 10%, paling jarang tipe appendical-colica. Invaginasi atau intususepsi sering
ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang muda dan dewasa. Kebanyakan
ditemukan pada kelompok umur 2-12 bulan, dan lebih banyak pada anak lelaki
(Pillitteri, 2007)
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya.
Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya.
Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah 3 : 2 pada orang tua sangat
jarang dijumpai. Kebanyakan kasus pada orang tua dapat ditemukan penyebab yang
jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum. (Marinis et.al,
2009).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi
usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam serta
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi
pada anak-anak. (Marinis et.al, 2009).

Malignansi pada traktus gastrointestinal menempati ranking tertinggi menjadi


penyebab primer kematian yang diakibatkan oleh kanker. Laporan statistik selama
dekade terakhir menunjukkan peningkatan insideni malignansi. Karsinoma pada
cecum, diperkirakan 6% dari 20% dari malignansi dari usus besar. Sulit dalam
mendiagnosis karsinoma cecum selain karena insidensinya yang sedikit. (American
Cancer Society, 2006)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. INVAGINASI
1. Definisi Invaginasi
Invaginasi atau yang juga dikenal sebagai intususepsi adalah suatu keadaan
gawat darurat akut dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya sehingga
dapat menyebabkan obstruksi yang disusul dengan strangulasi usus. Umumnya
bagian usus yang proksimal masuk ke bagian distal. (Marinis et.al, 2009)

Gambar 1. Perbandingan usus normal dan usus yang mengalami intusussepsi


Intususepsi

menggambarkan

masuknya

segmen

proksimal

usus

(intususeptum) ke dalam lumen usus distal (intususepiens). Intususeptum adalah


bagian usus yang telah berinvaginasi ke dalam bagian lain pada intususepsi.
Intususepiens adalah bagian usus yang masuk ke bagian lain yang berinvaginasi pada
intususepsi atau segmen usus yang dimasuki segmen lain. Keadaan ini paling sering
terjadi pada daerah ileocaecal dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan
mudah ke dalam cecum yang longgar. (Marinis et.al, 2009)

Gambar 2. Intususseptum dan Intususipiens


2. Klasifikasi Invaginasi
Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan lokasi
segmen yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segmen yang mengalami
perlengketan. Invaginasi diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan lokasi
terjadinya. (Brunicardi, 2007)
Intususepsi dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe:
1. Tipe Enteroenterik. Intususepsi enterokolik hanya melibatkan usus halus.
2. Tipe Kolokolik. Intususepsi kolokolik hanya terjadi pada kolon, sigmoid, dan
rektum.
3. Tipe Enterokolik. Intususepsi enterokolik melibatkan kedua usus halus dan kolon,
ini adalah tipe yang paling sering terjadi. Tipe Enterokolik terbagi lagi atas :
a. Tipe Ileokolik. Ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
b. Tipe Ileocaecal. Valvula ileosekal mengalami invaginasi prolaps ke cecum dan
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari
c.

intususepsi.
Tipe caecal

3, Epidemiologi Invaginasi
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada dewasa invaginasi jarang ditemui, hanya 5 % dari obstruksi usus mekanik. 20%
kasus tidak diketahui penyebabnya. Kasus yang ditemui sekitar 80%, kebanyakan

disebabkan oleh karsinoma kolon primer. Penyebab yang lain termasuk lipoma,
polip, edema atau fibrosis post operasi. Invaginasi kolokolik sering pada dewasa.
Invaginasi juga sering pada post operasi karena edema atau adhesi. Usia rata-rata
invaginasi pada dewasa adalah 50 tahun. Perbandingan kejadian antara pria dan
wanita adalah : 3 : 2 ,pada orang tua sangat jarang dijumpai. Pada kebanyakan kasus
pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang
membentuk ujung dari intususeptum. (Brunicardi, 2007)
4. Etiologi Invaginasi
Secara umum etiologi Intususepsi dapat dibagi atas:
1. Intraluminal
Massa Intraluminal (misalnya, tumor pedunkulata) ditarik ke depan dengan
gerakan peristaltik dinding usus dan membawa terpasang dengan itu
2. Intramural
Abnormalitas dari dinding usus (misalnya, keganasan sessile) menyebabkan
dinding usus tidak berkontraksi dengan baik.
3. Extraluminal
Faktor Extraluminal (misalnya, usus buntu meradang, lymphoma, diarea , riwayat
pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendik) menyebabkan
wilayah peristaltik yang abnormal. (Brunicardi, 2007)
Intususepsi bisa ditemukan karena adanya penebalan dinding ileum terminal
berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis)
yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini
menimbulkan pembengkakan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi
aliran vena serta obstruksi intestinal dan perdarahan. Penebalan ini merupakan titik
permulaan invaginasi. (Marinis et.al, 2009)
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels,
polip)

12/25

kasus,

sedangkan

pada

kolon

adalah

bersifat

ganas

(adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensinya lebih rendah


seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea, riwayat pembedahan abdomen
sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada
penderita AIDS, pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen dan bisa juga
karena idiopatik . (Marinis et.al, 2009)
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang
terjadi pada bayi atau anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada
kira-kira 95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu
penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun
maligna. (Marinis et.al, 2009)
5. Manifestasi Klinis Invaginasi
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi
usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam kedua
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi
pada anak-anak. (Marinis et.al, 2009)
Meskipun jarang, bisa terjadi intususepsi pada orang dewasa. Tanda dan gejala
intususepsi pada orang dewasa bisa berupa gejala intermiten atau mungkin tak hentihentinya, yaitu antara lain: (Marinis et.al, 2009)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perubahan ferekuensi buang air besar


Kebutuhan mendesak untuk buang air besar (urgensi)
Perdarahan dubur
Kram nyeri perut.
Massa abdomen yang dapat diraba pada kebanyakan kasus
Mual
Muntah

Crampy abdominal pain muncul secara mendadak dan intermiten. Nyeri dari
intususepsi dapat hilang dan timbul, biasanya setiap 15 sampai 20 menit pada
awalnya. Episode ini bertahan lebih lama dan lebih sering terjadi seiring berjalannya
waktu. Nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang ber invaginasi.
(Marinis et.al, 2009)

Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami
intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang
banyak biasanya tidak ditemukan. (Marinis et.al, 2009)
Distensi abdomen, terjadi akibat obstruksi usus akibat intususepsi yang
menyebabkan penumpukan cairan dan gas di proximal obstruksi usus sehingga terjadi
distensi usus yang selanjutnya terlihat juga distensi pada abdomen. (Marinis et.al,
2009)
Dances Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini
patognomonik pada invaginasi. Massa invaginasi akan teraba seperti sosis, yang
tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan
intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign.
(Marinis et.al, 2009)
(Red currant jelly stool). Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi
oleh karena penekanan

dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen

intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal mengalami
iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mukus yang berlebih dan bila
berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan.
Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar di anus sebagai suatu agaragar jeli darah. (Marinis et.al, 2009)
Demam dan leukositosis merupakan gejala selanjutnya dan mengindikasikan
adanya gangren transmural dan infark.

6. Diagnosis Invaginasi
a. Obstruksi mekanis ditandai darm steifung (peristaltik usus biasa terlihat) dan
darm counter (kontur usus yang terlihat).
b. Pireksia
c. Distensi abdomen.
d. Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan

e. Nyeri tekan (+)


f. Dances sign (+)
g. Rectal Toucher : pseudoportio (+) sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi
usus yang lama, lendir darah (+) . (Grays Anatomy, 2008)
7. Pemeriksaan Penunjang Invaginasi
Metode pemeriksan radiologik :
Colon in loop
Colon in-loop masih dapat dilakukan bila invaginasi belum lebih dari 8 jam
sebab, lewat dari 8 jam setelah terjadinya invaginasi, maka sudah dapat timbul
nekrosis dari dinding usus, dan mudah terjadi perforasi usus bila pada saat demikian
dibuatkan colon in-loop. Tujuan dari colon in-loop pada kasus invaginasi yaitu :
a. Tujuan diagnostik : untuk mengetahui dan memastikan penyakit serta
menentukan lokalisasi invaginasi.
b. Tujuan terapi : untuk mereposisi bagian usus yang masuk ke bagian distal dengan
cara mendorongnya dengan bantuan tekanan hidrostatik dari bahan kontras
sehingga intussusceptum terlepas dari intussuscepiens. (Grays Anatomy, 2008)
Foto polos abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen awal kemungkinan masih normal dan untuk
foto polos berikutnya mungkin menunjukkan berkurang atau menghilangnya udara
usus. Dijumpainya tanda obstruksi, dilatasi dan massa di kuadran tertentu dari
abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi.
Walaupun dengan foto polos perut sukar untuk mendiagnosa invaginasi,
namun sebelum dilakukan pemeriksaan colon in-loop sebaiknya dibuatkan dulu foto
polos abdomen, karena beberapa keterangan yang berarti dapat diperoleh dari foto
tersebut. (Pillitteri, 2007)
8. Penatalaksanaan Invaginasi
Dasar pengobatan adalah
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala
mual muntah.
4. Laparotomi eksplorasi.
9

Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan


diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosa yang lebih baik.

(Pillitteri, 2007)

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan :
1 . Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan
kateter dengan tekanan tertentu. Kontras memasuki rektosigmoid dengan gaya
gravitasi dengan panduan floroskopi. Pada kasus yang biasa, aliran kontras akan
bertemu dengan filling defek yang cekung pada kolon transversum yang mana
dapat direduksi pada retrograde ke cecum.
1. Reduksi dengan panduan USG.
Reduksi hidrostatik dengan panduan USG pada intususepsi dapat dilakukan.
Enema mengandung saline dan kontrras yang larut air (perbandingan 9:1) digunakan
untuk intususepsi dan kontras diharapkan refluks ke ileum terminal pada radiografi
abdominal supine.

3. Reduksi manual (milking) dan reseksi usus


Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka
leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang
ditandai dengan distensi abdomen, feses berdarah, gangguan sistem usus yang berat
sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi
Laparotomi dengan insisi transversal interspina. (Pillitteri, 2007)
10

Indikasi Operasi

Perdarahan.

Nyeri

Obstruksi

Strangulasi

Kegagalan reduksi secara hidrostatik

a). Pre-operatif
Perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah
terjadi defisit elektrolit
b). Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi.
c). Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inflamasi dan infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
9. Komplikasi Invaginasi
Invaginasi

menyebabkan terjadinya obstruksi pada saluran pencernaan

sehingga dapat menyebabkan gangguan pada peristaltik usus. Dehidrasi dan aspirasi
bisa terjadi karena muntah. Dehidrasi yang berat dapat menyebabkan gangguan pada
keseimbangan elektrolit sehingga dapat memperburuk keadaan umum pasien tersebut.

11

Iskemi dan nekrosis pada usus dapat terjadi disebabkan gangguan pada aliran darah
ke segmen usus yang masuk ke segmen usus yang lain sehingga akhirnya dapat
menyebabkan perforasi usus dan infeksi yang menjalar ke seluruh tubuh melalui
aliran darah sehingga terjadi sepsis. Nekrosis yang luas diusus dapat menyebabkan
short-bowel syndrome. (Pillitteri, 2007)
10. Prognosis Invaginasi
Kesempatan penyembuhan berhubungan langsung lamanya perlangsungan
invaginasi sebelum dilakukan reduksi. Kesembuhan yan baik jika invaginasi
direduksi sebelum 24 jam pertama, tetapi angka mortalitas meningkat setelah waktu
ini,khususnya setelah 2 hari. (Pillitteri, 2007)
B. Karsinoma Cecum
1. Definisi Karsinoma Cecum
Karsinoma cecum merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian cecum yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel yang tidak terkendali. (Sridianti,2010)
Selama periode sepuluh tahun sebuah penelitian retrospektif, 66 dari 1.451
pasien dengan kanker kolon dan rektum memiliki karsinoma cecum. Gejala yang
paling sering adalah spesifik dan disebabkan oleh anemia yang, dalam beberapa
kasus. (Sridianti,2010)
2. Epidemiologi Karsinoma Cecum
Di dunia, lebih dari 1 juta orang menderita kanker usus setiap tahunnya,yang
mengakibatkan kematian sekitar setengah juta orang.
Di Indonesia, rata-rata angka penderita kanker usus mencapai 19,1 per 100.000
populasi laki-laki di Indonesia, dan 15,6 per 100.000 populasi perempuan di
Indonesia.
Di (Amerika Serikat), berdasarkan data tahun 2007-2009 4,96% pria dan wanita
yang lahir sekarang didiagnosa akan menderita kanker usus di masa depan mereka.

12

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi kematian
pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. (World Health Organization, 2003).
Menurut data di RS Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal
menempati urutan keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana.
3. Anatomi dan Histologi
Usus besar terdiri dari cecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar
terdiri dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel
goblet, pada lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah
dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat
membentuk taenia koli. Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang
sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Didalam mukosa dan
submukosa banyak terdapat kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica
semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan submukosa ikut pula lapisan
otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli,
yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang. (Guyton A. C, et.al, 2008)
Diantara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra coli, yang
mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau kontraksi otot sirkuler. Letak
haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang. (Guyton A. C, et.al, 2008)
Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior
dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang
memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal
arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica
sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang
merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri
mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali
arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon
transversum dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal
yang sama dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah

13

vena mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior
dan arteri mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe
mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica
sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju
truncus intestinalis. (Guyton A. C, et.al, 2008)

Gambar 3. Anatomi Cecum


Cecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon
ascendens. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6cm dan 7,5 cm.
Cecum terletak pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale.

14

Gambar 3. Arteri Mesenterica Superior

Gambar 4. Anatomi Colon


Arterialisasi didapat dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri
haemorrhoidalis superior cabang arteri mesenterica inferior. Aliran vena yang
terpenting adalah adanya anastomosis antara vena haemorrhoidalis superior dengan
vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena ini yang bermuara
kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena haemorrhoidalis
superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat hubungan
antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang penting
bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar
sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang
berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan
arteri iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki
huruf V ini terdapat reccessus intersigmoideus. (Grays Anatomy, 2008)
Aliran pembuluh limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting
diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingan dalam reseksi
keganasan kolon. (Grays Anatomy, 2008)

15

Fungsi dari kolon ialah menyerap air, vitamin dan elektrolit, eksresi mukus
(lendir) serta menyimpan feses dan kemudian mendorongnya ke luar. Absorpsi
terhadap air dan elektrolit terutama dilakukan di kolon sebelah kanan yaitu di cecum
dan kolon ascenden dan sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. (Grays Anatomy,
2008)
Fungsi cecum pada titik persatuan ileum dan cecum, terdapat katup atau otot
sfingter yang membuka dan mendorong makanan dari ileum ke dalam perluasan
cecum. Cecum dari usus besar menerima makanan yang dicerna dari usus kecil dan
mendorong ke arah kolon asendens. Serat makanan tidak tercerna diterima dari
makanan yang dikonsumsi, air, vitamin, mineral dan garam. (Grays Anatomy, 2008)
3. Fisiologi colon

Pertukaran air dan elektrolit


Kolon ialah tempat utama bagi absorpsi air dan pertukaran elektrolit. Sebanyak
90 % kandungan air diserap di kolon yaitu sekitar 1-2 L per hari. Natrium
diabsorpsi secara aktif melalui NA-K-ATPase. Kolon dapat mengabsorpsi
sebanyak 400 mEq perhari. Air diserap secara pasif mengikuti dengan natrium
melalui perbedaan osmotik. Kalium secara aktif disekresikan ke dalam lumen
usus dan diabsorpsi secara pasif. Klorida diabsoprsi secara aktif melalui

pertukaran klorida-bikarbonat.
Asam lemak rantai pendek
Asam lemak rantai pendek seperti asetat, butirat dan propionat diproduksi oleh
fermentasi bakterial yang berasal dari karbohidrat. Asam lemak rantai pendek
ini berguna sebagai sumber energi bagi mukosa kolon dan metabolisme usus

seperti transportasi natrium.


Mikroflora kolon dan gas intestinal
Sebanyak kurang lebih 30% dari berat

feses

terdiri

dari

bakteri.

Mikroorganisme yang terbanyak ialah anaerob dan spesies terbanyak ialah


Bacteroides. Escherichia coli merupakan bakteri aerob terbanyak. Mikroflora
endogen ini penting dalam pemecahan karbohidrat dan protein di kolon dan
berpartisipasi dalam metabolisne bilirubin, asam empedu, estrogen dan

16

kolesterol. Bakteri ini juga diperlukan dalam produksi vitamin K dan


menghambat pertunbuhan bakteri patogen seperti Clostridium difficle. Tetapi
tingginya jumlah bakteri pada colon dapat menyebabkan sepsis, abses dan
infeksi. Gas intestinal dihasilkan dari air yang tertelan, difusi dari darah dan
produksi intraluminal. Komponen utama dari gas ini ialah nitrogen, oksigen,
karbon dioksida, hidrogen dan methan. Nitrogen dan oksigen dihasilkan dari
udara yang tertelan. Karbon dioksida diproduksi dengan reaksi bikarbonat dan
ion hidrogen dan perubahan trigliserid menjadi asam lemak. Hidrogen dan
methane diproduksi oleh bakteri kolon. Gas yang diproduksi sekitar 100-200

mL dan dikeluarkan melalui flatus.


Motilitas
Tidak seperti usus halus, usus besar tidak menampilkan karaktersistik dari
kompleks migrasi motorik. Usus besar memperlihatkan kontraksi intermiten.
Amplitudo rendah, kontraksi durasi pendek akan meningkatkan waktu transit di
kolon, dan meningkatkan absorpsi air dan perubahan elektrolit. Secara umum,

aktivasi kolinergik meningktkan motilitas kolon.


Defekasi
Defekasi ialah mekanisme yang kompleks dan terkoordinasi melibatkan
pergerakan massa kolon, peningkatan tekanan intra abdominal dan rektal serta
relaksasi lantai pelvis. Distensi dari rektum menyebabkan relaksasi dari sfingter
ani yang menyebabkan kontak dengan kanal anal. Refleks ini menyebabkan

epitel memisahkan feses padat dari gas dan cair. (Guyton A. C, et.al, 2008)
4. Etiologi Karsinoma Cecum
Adapun beberapa hal yang menjadi penyebab karsinoma cecum, diantaranya
adalah (Chang.,2012) :
1. Faktor usia, bukan berarti usialah yang menyebabkan tumbuhnya kanker usus
besar, hanya saja saat usia 50 tahun, dengan perbandingan 1 dari 4 orang ada
yang memiliki polip, dan polip ini memicu adanya peningkatan kanker.
2. Konsumsi alkohol dapat memicu tumbuhnya kanker kolorektal.
3. Faktor makanan yang mengandung lemak tinggi, kolesterol, dan makanan
rendah serat juga dapat mempengaruhi resiko kanker usus besar.

17

4. Kaitan genetik dapat menyebabkan terjadinya kanker usus besar sekitar 25%,
contohnya yang umum dari kanker ini termasuk ke dalam mutasi yang menuju
Familial Adenomatosa Poliposis (FAP) dan kanker kolorektal non-poliposis
herediter.
5. Penyakit peradangan usus yang ditandai dengan ulcerative colitis dan penyakit
Chron dapat meningkatkan dan mengembangkan resiko kanker kolorektal.
6. Olahraga yang kurang termasuk penyebab yang dapat mengembangkan
potensi tumbuhnya kanker pada usus besar. (Sehat center,2014)
5. Insiden dan Faktor Resiko
Kanker yang ditemukan pada kolon 16 % di antaranya menyerang cecum
terutama terjadi di negara-negara maju dan lebih tinggi pada laki-laki daripada
wanita. Beberapa faktor risiko telah diidentifikasi sebagai berikut (Chang, 2012):
1. Kebiasaan diet rendah serat.
2. Polyposis familial
3. Ulcerasi colitis
4. Deversi colitis
6. Patofisiologi Karsinoma Cecum
Tumor-tumor pada cecum merupakan lesi yang pada umumnya berkembang
dari polip yang meluas ke lumen, kemudian menembus dinding kolon dan jaringan
sekitarnya. Penyebaran tumor terjadi secara limfogenik, hematogenik atau anak sebar.
Hati, peritonium dan organ lain mungkin dapat terkena. (Townsend et.al, 2014)
Menurut P. Deyle perkembangan karsinoma cecum dibagi atas 3 fase. Fase
pertama ialah fase karsinogen yang bersifat rangsangan, proses ini berjalan lama
sampai puluhan tahun. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor tetapi belum
menimbulkan keluhan (asimtomatis) yang berlangsung bertahun-tahun juga.
Kemudian fase ketiga dengan timbulnya keluhan dan gejala yang nyata. Karena
keluhan dan gejala tersebut berlangsung perlahan-lahan dan tidak sering, penderita
umumnya merasa terbiasa dan menganggap enteng saja sehingga penderita biasanya
datang berobat dalam stadium lanjut. (Townsend et.al, 2014)
7. Gejala Klinis Karsinoma Cecum
Gejala kanker cecum bisa sulit untuk dideteksi. Manifestasi klinis dari
karsinoma ini muncul secara lambat disebabkan karena diameter lumen kolon kanan

18

yang besar serta pembentukkan polip pada cecum. Nyeri dan adanya massa, adanya
anemia mikrositik merupakan trias dari karsinoma cecum. (Williams et.al, 2008)
Terdapat kemungkinan pasien tidak akan menunjukkan gejala dan tanda kanker
cecum. Radang di cecum, tidak seperti rektum atau kolon sigmoid, tidak ada
dorongan untuk buang air besar atau menyebabkan penyimpangan kebiasaan buang
air besar, karena tinja melewati cecum yang cair dan dapat dengan mudah memotong
massa di bagian usus. (Williams et.al, 2008)
Sebagian besar gejala kanker cecum terlambat dan sudah tahap perkembangan
penyakit yang lebih lanjut. Gejala dari karsinoma cecum dapat berupa :
-

Gas dan kembung


Kelelahan/ menjadi mudah lelah
Nyeri perut
Penurunan berat badan
Mual dan muntah (tumor besar di sisi kanan usus dapat menyebabkan

makanan tertimbun)
Anemia

8. Metastase Karsinoma Cecum


Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase
sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan
tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari
rektum menuju vena cava inferior, maka metastase kanker cecum lebih sering muncul
pertama kali di paru-paru. (Williams et.al, 2008)

9. Penegakkan Diagnosis Karsinoma Cecum


Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dibantu dengan
pemeriksaan penunjang. (Williams et.al, 2008)
1. Anamnesis

19

Gejala dari karsinoma cecum sulit untuk dideteksi. Gejala yang paling
banyak ditemukan karsinoma colorectal adalah berupa perasaan penuh dan tidak
nyaman pada rectum, perdarahan per rectal dan urgensi untuk defekasi. Tetapi
pada karsinoma cecum tidak akan ditemukan gejala- gejala tersebut. Inflamasi
pada cecum, tidak seperti inflamasi pada rectum atau kolon sigmoid, tidak
ditemukan perasaan ingin segera buang air besar (urgensi) ataupun menyebabkan
defekasi yang tidak teratur, oleh karena feses yang melewati cecum encer dan
dengan mudah dapat melewati bagian usus.
Pada kenyataannya kebanyakan gejala dari karsinoma cecum terlambat
muncul, sehingga ketika gejala tersebut muncul sudah memasuki fase lanjut dari
karsinoma.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik difokuskan pada region abdomen yang mengalami
ketidaknyamanan, adanya massa yang teraba pada abdomen, pembesaran hepar,
adanya cairan atau pembengkakkan pada abdomen, pembesaran nodus limfe
ditemukan pada karsinoma yang telah mengalami metastasis. Pemeriksaan feses
penting untuk dilakukan untuk mengetahui adanya darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Proktosigmoidoskopi
Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus besar.
Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma kolon di
bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada daerah
rektosigmoid.
b. Endoskopi colon dengan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi, doublecontrast bowel enema
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan standar dalam penegakkan diagnosis
karsinoma cecum.
c. X- ray photo thorax, ultrasonography (USG), computed tomography (CT) dan
magnetic resonance imaging (MRI)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam menentukkan tahapan karsinoma.
d. Virtual colonoscopy (VC)

20

Merupakan jenis dari CT scan, modalitas diagnotik terbaru dan bersifat noninvasif. Pemeriksaan dilakukan setelah pembersihan dan pemasukkan udara
atau karbon dioksida kedalam kolon. Virtual colonoscopy ditoleransi dengan
baik oleh pasien pemeriksaan hanya membutuhkan periode waktu yang
singkat dan tidak memerlukan tindakan anastesi.
Tidak adanya atau kehadiran tumor sisa setelah reseksi ditunjuk oleh huruf R
sesuai dengan faktor prognosis AJCC, seperti yang ditunjukkan di bawah ini, dan jika
mungkin harus ditunjukkan dalam laporan operasi:8

Reseksi tumor R0-lengkap dengan semua margin histologis negatif


Reseksi tumor R1-lengkap dengan mikroskopis keterlibatan marjin reseksi bedah

(margin terlalu tidak terlibat)


Reseksi R2-lengkap tumor dengan tumor residu kotor yang tidak direseksi
(tumor primer, kelenjar regional, keterlibatan marjin makroskopik)
TNM klasifikasi dan AJCC 7 edisi Staging Kanker Colon
Klasifikasi tumor primer (T)
T0
Tidak ada bukti tumor primer
Tis
Karsinoma in situ
T1
Tumor menginvasi submukosa
T2
Tumor menginvasi muskularis propria
T3
Tumor menginvasi melalui propria
muskularis ke jaringan pericolonic
T4a
Tumor menembus ke permukaan
peritoneum visceral (serosa)
T4b
Menginvasi tumor dan / atau patuh
terhadap organ atau struktur lainnya
Kelenjar getah bening regional (N)
N0
Tidak ada metastasis kelenjar getah
bening daerah
N1a
Metastasis di kelenjar getah bening
daerah 1
N1b
Metastasis pada 2-3 kelenjar getah
bening regional
N1c
Deposito
tumor
di
subserosa,
mesenterium,
atau
perikolik
nonperitonealized
atau
jaringan
perirectal tanpa metastasis nodal daerah
21

N2a

Metastasis pada 4-6 kelenjar getah


bening regional
Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar
getah bening regional

N2b
Jauh metastasis (M)
M0
M1a

Tidak ada metastasis jauh


Metastasis terbatas pada 1 organ atau
situs
Metastasis di lebih dari 1 organ / situs
atau peritoneum

M1b

10. Terapi Karsinoma Cecum


Pengobatan pada stadium dini memberikan hasil yang baik.
1. Pilihan utama adalah pembedahan
- Hemikolektomi
a. Definisi
Suatu tindakan pembedahan dengan mengangkat sebagian dari kolon
beserta pembuluh darah dan saluran limfe.
b. Ruang lingkup
- Keganasan pada cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan kolon
-

tranversum kanan
Keganasan pada kolon transversum kiri, fleksura lienalis, kolon desenden.
Poliposis kolon
Trauma kolon.

Hemikolektomi kanan dilakukan untuk mengangkat suatu tumor atau


penyakit pada kolon kanan . Dilakukan pada kasus tumor bersifat kuratif dengan
melakukan reseksi pada kasus karsinoma cecum, kolon asenden . Pembuluh
darah ileokolika, kolika kanan dan cabang kanan pembuluh darah kolika media
diligasi dan dipotong. Sepanjang 10 cm ileum terminal juga harus direseksi, yang
selanjutnya

dibuat

anastomosis

antara

ileum

dan

kolon

transversum.

(Wilkinson,2015)

22

Gambar 5. Jenis- jenis Hemikolektomi


2. Radiasi pasca bedah diberikan jika:
- sel karsinoma telah menembus tunika muskularis propria
- ada metastasis ke kelenjar limfe regional
- masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal tetapi

belum ada

metastasis jauh.
Obat sitostatika diberikan bila :
a. Inoperabel
b. Operabel tetapi ada metastasis ke kelenjar limfe regional, telah menembus
tunika muskularis propria atau telah dioperasi kemudian residif kembali.
Obat yang dianjurkan pada penderita yang operabel pasca bedah adalah:
1. Fluoro-Uracil 13,5 mg/kg BB/hari intravena selama 5 hari berturut-turut.
Pemberian berikutnya pada hari ke-36 (siklus sekali 5 minggu) dengan total
6 siklus.
2. Futraful 3-4 kali 200 mg/hari per os selama 6 bulan
3. Terapi kombinasi (Vincristin + FU + Mthyl CCNU)
Pada penderita inoperabel pemberian sitostatika sama dengan kasus operabel
hanya lamanya pemberian tidak terbatas selama obat masih efektif. Selama
pemberian, harus diawasi kadar Hb, leukosit dan trombosit darah. Pada stadium
lanjut

obat

sitostatika

tidak

memberikan

hasil

yang

memuaskan.

(Wilkinson,2015)
11. Komplikasi Karsinoma Cecum
23

Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau lengkap,
perforasi, perdarahan, dan penyebaran ke organ lain. (AR Gennaro, 2012)
12. Prognosis Karsinoma Cecum
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering terjadi.
Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama setelah operasi.
Faktor faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan
ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemampuan untuk memperoleh batas - batas
negatif tumor. (AR Gennaro, 2012)
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32% penderita.
Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus, keterlibatan kelenjar
limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi tumor diduga sebagai faktor
yang mempengaruhi rekurensi lokal. (AR Gennaro, 2012)

BAB III
LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS
a. Nama
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Pekerjaan

: Tn. S
: 40 tahun
: Laki- laki
: Guru

24

II.

e. Tanggal masuk
: 25 januari 2016
f. Ruangan
: Garuda bawah
ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Nyeri perut bagian bawah
b. Anamnesis terpimpin
Pasien merupakan rujukan dari Rumah sakit Toli- toli dengan keluhan nyeri
perut bagian bawah yang dialami 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri perut terasa seperti kram. Perasaan mendesak ingin BAB namun
pasien tidak dapat BAB. Muntah sebanyak 2 kali, isi muntahan makanan.
Selama 2 hari kotoran disertai darah dan lendir. Pasien juga mengeluh mual,
muntah frekuensi 2 kali, tidak ada kentut, serta mengalami penurunan nafsu
makan. Dalam waktu 1 tahun terakhir, pasien sering mengeluh perut
kembung dan nyeri, tidak nyaman, serta teraba benjolan pada perut bagian
kanan dan mudah lelah. Dalam 2 bulan terakhir pasien mengalami
penurunan berat badan dari 67 kg ke 54 kg. Pasien memiliki kebiasaan
makan makanan berminyak dan makanan instan, jarang makan makanan
berserat seperti buah dan sayur.
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Hipertensi (+),
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama
e. Riwayat pengobatan
Pasien pernah berobat ke klinik di Toli- toil dan mendapatkan anti nyeri
sehingga pasien merasa keluhannya berkurang

III.

PEMERIKSAAN FISIS (Tanggal 9 februari 2016 setelah operasi dilakukan pada


pasien)
Status generalisata
: Sakit berat/ Gizi baik/Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu aksilla : 36,3o C
Kepala
Bentuk : Normocephal
Konjungtiva : Anemis (+/+)

25

Sklera
: Ikterik (-/-)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid
(-)
Thorax
Paru- paru
a. Inspeksi
: Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi dinding dada(-)
b. Palpasi
: Vocal fremitus kanan= kiri, nyeri tekan (-), massa (-)
c. Perkusi
: Sonor
d. Auskultasi : Vesikular (-/-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung
a.
b.
c.
d.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Ictus cordis tidak tampak


: Ictus cordis teraba di ICS V linea midklavicularis sinistra
: Batas jantung dalam batas normal
: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Abdomen
a. Inspeksi

: Datar (+) kesan lemas, tampak luka post laparotomi,

terpasang drain pada abdomen kiri dan kanan


b. Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
c. Perkusi
: Timpani, batas paru- hepar dalam batas normal
d. Palpasi
: Nyeri tekan (-), teraba massa pada abdomen regio inguinal
dextra sampai suprapubik, konsistensi keras, batas kurang tegas, terfiksasi.
Hepatomegali (-), splenomegali (-).
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah lengkap
WBC
: 9,3.103 u/L
RBC
:3,4.106 u/L (rendah dari rentang normal)
HGB
: 7 g/dl (rendah dari rentang normal)
HCT
: 21,2 % (rendah dari rentang normal)
MCV
:62,2 fL (rendah dari rentang normal)
MCH
:20,5 pg (rendah dari rentang normal)
MCHC :33 g/dL
PLT
:514.103 u/L (lebih dari rentang normal)
b. Fungsi hepar
SGOT
: 12 U/L
SGPT
: 2 U/L
c. Fungsi ginjal
Urea
: 22 mg/dl

26

Creatinin : 1,43 mg/dl


d. USG abdomen
Tampak massa hipoechoic inhomogen berlapis membentuk sausage shape/
target sign pada paraumbilical kanan
Kesan : Intusussecption (Suspek colocolica type), Multiple cholelith,
sonografi hepar, pancreas, lien, kedua ginjal dan vesica urinary normal
V.

RESUME
Pasien laki- laki umur 40 tahun rujukan dari Rumah sakit Toli- toli dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah seperti spasme yang dialami 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Perasaan mendesak ingin defekasi namun pasien
tidak dapat defekasi, flatus (-), emesis (+) sebanyak 2 kali, isi muntahan
makanan, red currant jelly stool (+) anoreksia (+). Dalam waktu 1 tahun terakhir,
malaise (+), meteorismus (+) dan nyeri, tidak nyaman, serta teraba massa pada
perut bagian kanan perasaan tidak nyaman pada perut bagian kanan. Dalam 2
bulan terakhir pasien mengalami penurunan berat badan dari 67 kg ke 54 kg.
Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berminyak dan makanan instan,
jarang makan makanan berserat seperti buah dan sayur.
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu aksilla : 36,3o C
Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi

: Datar (+) kesan normal, tampak luka post laparotomi,

Auskultasi
Perkusi
Palpasi

terpasang drain pada abdomen kiri dan kanan


: Peristaltik usus (+) kesan normal
: Timpani, batas paru- hepar dalam batas normal
: Nyeri tekan (-), teraba massa pada abdomen regio inguinal

dextra sampai suprapubik, konsistensi keras, batas kurang tegas, immobile.


Hepatomegali (-), splenomegali (-).
Pemeriksaan penunjang
Darah lengkap
WBC
: 9,3.103 u/L
RBC
:3,4.106 u/L (rendah dari rentang normal)

27

HGB
: 7 g/dl (rendah dari rentang normal)
HCT
: 21,2 % (rendah dari rentang normal)
MCV
:62,2 fL (rendah dari rentang normal)
MCH
:20,5 pg (rendah dari rentang normal)
MCHC :33 g/dL
PLT
:514.103 u/L (lebih dari rentang normal)
USG abdomen
Tampak massa hipoechoic inhomogen berlapis membentuk sausage shape/
target sign pada paraumbilical kanan
Kesan : Intusussecption (Suspek colocolica type), Multiple cholelith,
VI.
VII.

sonografi hepar, pancreas, lien, kedua ginjal dan vesica urinary normal
DIAGNOSA
Invaginasi Colocolica et causa Suspek Tumor cecum
PENATALAKSAAAN
IVFD RL 20 TPM
Inj. Ketorolac 30 mg/8 Jam/IV
Inj.Ranitidin 50 mg/8 Jam/Iv
Transfusi PRC 500 cc (2 kantung)

FOLLOW UP
Tanggal

Subjective

Objective

Assessment

26/1/2016

Nyeri
perut
(+),mual
(+),muntah (+),
BAB (-), BAK
(+)

TD : 110/70 mmHg
N : 80x/m
RR : 20x/m
S : 36,6o C

Massa
intra
abdomen.
DD : Tumor
kolon,
intususepsi

Peristaltic usus (+)


Teraba
massa

Planning

Ketera
ngan
IVFD RL Pasien
masih
20 TPM
dirawat
Inj.
Ketorolac di
30 mg/8 Paviliu
n Walet
Jam/IV
Inj.Raniti atas
28

intraabdomen
kanan,
batas
kurang
tegas,
kurang mobile,
Anemia (+/+)

Massa

O
0

27/1/2016

Nyeri perut (+),


BAB (+) BAB
cair, darah (-),
terakhir BAB
tadi pagi, mual
(-),muntah (-)

TD : 120/80 mmHg
N : 80x/m
RR : 20x/m
S : 36o C
peristaltik usus (+)
Teraba
massa
intraabdomen
kanan,
batas
kurang
tegas,
kurang mobile
Hasil
USG
abdomen :
Invaginaasi
colocolica
HGB : 7,0 g/dl

Massa
intra
abdomen.
DD : Tumor
kolon,
intususepsi

din
50
mg/8
Jam/Iv
Transfusi
PRC 500
cc
(2
kantung)
USG
Abdomen

IVFD RL
20 TPM
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Transfusi
PRC 500
cc
(2
kantung)
s/d HGB
10 g/dl
CT Scan
abdomen
dengan
kontras

Massa
O
0

29

28/1/2016

Nyeri
perut
(+),BAB
(+)
BAB cair, darah
(-),mual
(-),muntah (-)

TD : 120/80 mmHg
N : 80x/m
RR : 20x/m
S : 36o C
Peristaltik usus (+)
Teraba
massa
intraabdomen
kanan,
batas
kurang
tegas,
kurang mobile
HGB : 9,1 g/dl

Massa
intra
abdomen.
DD : Tumor
kolon,
intususepsi

Massa
O
0

29/1/2016

Nyeri
perut
(+),BAB
(+)
BAB cair, darah
(-)

TD : 120/80 mmHg Invaginasi


N : 80x/m
colocolica
RR : 20x/m
S : 36o C
KU baik

Massa invaginasi
O
0

IVFD RL
20 TPM
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Transfusi
PRC 500
cc
(2
kantung)
s/d HGB
10 g/dl
Tunggu
hasil CT
Scan
abdomen
dengan
kontras
IVFD
RL:
D5%:
KAEN
3B 1:1:1
Inj.
Ceftriaxo
ne
1
gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV

Pasien
pindah
ruang
perawat
an
di
paviliu
n Beo
kelas 2

30

Hasil CT Scan
Abdomen dengan
kontras :
Invaginasi
Colocolica, tanpa
tandatanda
strangulasi

30/1/2016

BAB
darah TD : 120/80 mmHg
(+),mual
N : 80x/m
(-),muntah (-)
RR : 20x/m
S : 36o C
KU baik
peristaltik usus (+)

Invaginasi
colocolica

Massa invaginasi
O
0

Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj Asam
Traneksa
mat/8
jam/IV
Transfusi
PRC 500
cc
(2
kantung)
Edukasi
dan
motivasi
pasien
Release
invaginas
i
Bila ACC
rencana
operasi
senin
1/2/2016
IVFD
RL:
D5%:
KAEN
3B 1:1:1
Inj.
Ceftriaxo
ne
1
gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
31

31/1/2016

BAB
darah TD : 120/80 mmHg
(+),mual
N : 80x/m
(-),muntah (-)
RR : 20x/m
S : 36o C
KU baik
peristatik usus (+)
Massa
intraabdomen (+)

Invaginasi
colocolica

Massa invaginasi

O
0

din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj Asam
Traneksa
mat/8
jam/IV
Cek
HGB jika
<10 g/dl,
transfusi
PRC
rencana
operasi
senin
1/2/2016
IVFD
RL:
D5%:
KAEN
3B 1:1:1
Inj.
Ceftriaxo
ne
1
gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj Asam
Traneksa
mat/8
jam/IV
Cek

32

1/2/2016

BAB
darah TD : 120/80 mmHg
(+),mual
N : 80x/m
(-),muntah (-)
RR : 20x/m
S : 36,5o C
KU baik
peristatik usus (+)
Massa
intraabdomen (+)

Invaginasi
colocolica

Massa invaginasi
O
0

Darah lengkap :
WBC : 8,4 (4,810,8)
RBC : 4,3 (4,7-6,1)
HGB : 10,9 (14-18)
MCV : 70,3 (8099)
MCH : 25,1 (2731)
MCHC : 35,7 (3337)

HGB jika
<10 g/dl,
transfusi
PRC
Rencana
operasi
senin
1/2/2016
IVFD
RL:
D5%:
KAEN
3B 1:1:1
Inj.
Ceftriaxo
ne
1
gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj Asam
Traneksa
mat/8
jam/IV
Rencana
operasi
selasa
2/2/2016

33

HCT : 30,5 (42-52)


PLT : 361 (150450)

2/2/2016

CT : 7 menit
BT : 3 menit
BAB berlendir TD : 120/80 mmHg
(+) bercampur N : 80x/m
darah
sedikit RR : 20x/m
berkurang,
S : 36,5o C
BAK lancar
KU baik
peristatik usus (+)
Massa
intraabdomen (+)
Massa invaginasi
O
0

Balance cairan
Input
Infus : 1750 cc
Inj : 24 cc
Transfusi : 350 cc
Spuling : 100 cc
Air metabolisme :
277 cc
total 2311
Output
Urin : 1200 cc
IWL : 831 cc
Drain I : 100 cc
Drain II : 300 cc
total 2431
Balance
cairan

Invaginasi
colocolica

Pro
op Pasien
invaginasi
pindah
colocolica
rawat
di ICU
Laparotomi +
Adhesiolisis
Post
op
reseksi + end
to end colon
anastomosis
+
insisi
biopsy
Adhesi
intestine
Invaginasi ec.
Tumor colon
+
massa
extraperitone
al

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
1:1:1 28
TPM
Drips
santagesi
k
2
amp/kolf
Inj.
Ceftriaxo
ne
1

34

2311- 2431
- 120 (deficit)

gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj Asam
Traneksa
mat/8
jam/IV
Puasa

Laporan operasi
Tanggal operasi : 2 februari 2016
Jam operasi : 10.30
Jam operasi selesai : 12.00
Lama operasi berlangsung : 1 jam 30 menit
Nama/ macam operasi : Laparotomi+Adhesiolisis+Reseksi colon+End to end anastomose+
insisi biopsi
1. Pasien disiapkan dimeja operasi dengan posisi supinasi
2. Dilakukan spinal anastesi
3. Disinfeksi lapangan operasi
4. Dilakukan insisi midline diperdalam sampai cavum abdomen
5. Cavum abdomen dibuka
6. Didapatkan adhesi intestinal dan dilakukan adhesiolisis
7. Identifikasi kembali, didapatkan invaginasi colocolica
8. Dilakukan reseksi colon, end to end anastomosis antara ileum dan colon ascendens
9. Identifikasi kembali, didapatkan tumor pada ekstraperitoneal melekat pada aorta abdominal
10. Dilakukan pemasangan drain I pada intraabdomen kiri dan drain II pada intraabdomen
kanan
11. Jahit luka operasi, dan bersihkan dengan povidon iodine dan NaCl 0,9%
12. Operasi selesai
3/2/2016
Nyeri
bekas TD : 110/70 mmHg Post
Op IVFD RL:
operasi
(+), N : 84 x/m
laparotomi
D5%: Pan
mual
(-), RR : 20x/m
reseksi colon
Amin 6

35

S : 36,8o C
KU sedang nampak
lemah
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
kembung (+)
Peristaltik usus (-)

muntah
(-),
nyeri pada perut
kanan
bawah
(+), flatus (-),
BAB (-),flatus
(-),
BAK
terpasang
kateter

4/2/2016

Nyeri
operasi
mual

Balance cairan
Input
Infus : 126 cc
Inj : 37 cc
Spuling : 100 cc
Air metabolisme :
277 cc
total 540
Output
Urin : 850 cc
IWL : 831 cc
Drain I : 50 cc
Drain II : 50 cc
total 1781
Balance
cairan
540-1781
- 1241 (deficit)

H-1 + end to
end

anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
iinvaginasi ec.
Tumor cecum+
massa
extraperitoneal

Darah lengkap
WBC : 12
RBC : 4,1
HGB : 10,4
MCV : 72,8
MCH : 25,7
MCHC : 35,3
PLT : 279
bekas TD : 110/70 mmHg Post
Op
(+), N : 94 x/m
laparotomi
(-), RR : 20x/m
reseksi colon

2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj
tranexid/
8 jam/IV
Puasa
Cek HGB
Pasang
NGT
Balance
cairan

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6

36

muntah
(-),
nyeri pada perut
kanan
bawah
(+), flatus (-),
BAB
(+)
berwarna
kuning,
BAB
sedikit, flatus
(-),
BAK terpasang
kateter

5/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(+),
mual
(+),
muntah (+) tadi
malam,
nyeri

S : 36,3o C

H-2 + end to
end

KU sedang nampak anastomosis


lemah
ec.
Adhesi
Kesadaran compos intestine
mentis
iinvaginasi ec.
Abdomen :
Tumor cecum
kembung (+)
+
massa
Peristaltik usus (+) extraperitoneal
lemah

Balance cairan
Input
Infus : 1500 cc

Inj : 66 cc
Spuling : 120 cc
Air metabolisme :

350 cc
total 2.036

Output
Urin : 750 cc
Cairan lambung :
60 cc
IWL : 1058 cc
Drain I : 15 cc
Drain II : 50 cc
total 1925
Balance
cairan
2036 - 1925
111 (excess)
Pem. Lab
Albumin : 2,69 g/dl
TD
:
160/100
mmHg
N : 89 x/m
RR : 20x/m
S : 36,7o C

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-3 + end to
end

2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/Iv
Inj
tranexid/
8 jam/IV
Balance
cairan
Mobilisasi

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
2:1:1 28
TPM

37

anastomosis

KU sedang nampak ec.


Adhesi
lemah
intestine
Kesadaran compos iinvaginasi ec.
mentis
Tumor cecum
Abdomen :
+
massa
kembung (+)
extraperitoneal
Peristaltik usus (+)
lemah

pada
perut
kanan
bawah
(+), flatus (-),
BAB (+), BAK
terpasang
kateter

6/2/2016

Balance cairan
Input
Infus : 1500 cc
Inj : 66 cc
Spuling : 120 cc
Air metabolisme :
350 cc
total 2.036
Output
Urin : 750
Cairan lambung :
60 cc
IWL : 1058 cc
Drain I : 15 cc
Drain II : 50 cc
total 1925
Balance
cairan
2036 - 1925
111 (excess)
TD : 130/90 mmHg
N : 81 x/m
RR : 20x/m
S : 37,5o C

Nyeri
bekas
operasi
(+),flatus (+),
BAB (+) encer,
BAK terpasang
kateter
KU sedang nampak
lemah
Kesadaran compos
mentis

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-4 + end to
end
anastomosis

ec.
Adhesi
intestine
iinvaginasi ec.

Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Inj
tranexid/
8 jam/IV
Balance
cairan
Human
albumin
Sanmol
infus (k/p)
Inj
Ondancetr
on
8
jam/IV
IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV

Pasien
pindah
ruang
perawat
an
di
Paviliu
n
Garuda
bawah

38

Abdomen :
Tumor cecum
kembung (+)
+
massa
Peristaltik usus (+) extraperitoneal
lemah

Balance cairan
Input
Infus : 1500 cc

Inj : 66 cc
Spuling : 120 cc
Air metabolisme :

35

Output
Urin : 900 cc
Cairan lambung :
250 cc
IWL : 1058 cc
Drain I : 5 cc
Drain II : 5 cc
total 2210
Balance
cairan
1888 - 2210
-322 (defisit)

7/2/2016

Pem.Lab
Albumin : 2,90 g/dl
Nyeri
bekas TD : 120/90 mmHg
operasi
(+) N : 79 x/m
berkurang,
RR : 18 x/m
flatus (+), BAB S : 36,4o C
(+),
BAK
terpasang
KU baik
kateter, demam Kesadaran compos
(-), mual (-), mentis
muntah (-)
Abdomen :
Peristaltik usus (+)
mulai
terdengar
auskultasi

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-5 + end to
end
anastomosis

ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Inj
tranexid/
8 jam/IV
Balance
cairan
Mobilisasi
Sanmol
infus (k/p)
Inj
Ondancetr
on
8
jam/IV

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8

39

nyeri tekan di regio


abdomen (-)
Balance cairan
Input : 2036

8/2/2016

Output
Urin : 1300 cc
Cairan lambung :
20 cc
IWL : 1058 cc
Drain I : 5 cc
Drain II : 8 cc
total
Balance
cairan
2036 - 2391
111 (defisit)
TD : 120/80 mmHg
N : 81 x/m
RR : 20x/m
S : 36,5o C

Cairan
Output
Urin : 1500
Cairan lambung :
40
Drain I : 5 cc
Drain II : 450 cc

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-6 + end to
end
KU baik
anastomosis

Kesadaran compos ec.


Adhesi
mentis
intestine
Abdomen :
invaginasi ec.
Peristaltik usus (+), Tumor cecum
nyeri tekan di regio +
massa
abdomen (-)
extraperitoneal

Nyeri
bekas
operasi
(+)
berkurang,
flatus (+), BAB
(+),
BAK
terpasang
kateter, demam
(-), mual (-),
muntah (-)

Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Sanmol
infus (k/p)
Minum
Balance
cairan
Mobilisasi

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Aff
kateter
Mobilisasi

40


9/2/2016

10/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(+)
berkurang,
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-7 + end to
end
KU baik
anastomosis

Kesadaran compos ec.


Adhesi
mentis
intestine
Abdomen :
invaginasi ec.
Peristaltik usus (+), Tumor cecum
Nyeri tekan di +
massa
regio abdomen (-)
extraperitoneal
Keluar
cairan
disertai feses dari

sela- sela antara


luka pemasangan
drain dengan drain

Cairan
Output

Cairan lambung :
10
Drain I : 7 cc

Drain II : 400 cc
TD : 130/80 mmHg
N : 80 x/m
RR : 20x/m
S : 36,3o C

Pemeriksaan
elektrolit
K+ : 2,66 mmol/L
(3,48-5,50)
Cl
:
106,56
mmol/L
(96- 106)
Nyeri
bekas TD : 110/70 mmHg
operasi
(+) N : 72 x/m
berkurang,
RR : 20x/m
flatus (+), BAB S : 36,3o C
(+), BAK (+),

minum

IVFD RL:
D5%: Pan
Amin 6
2:1:1 28
TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
Aff NGT

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-8 + end to
end

IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
41

demam
mual
muntah (-)

(-), KU baik
(-), Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar darah dari
pada
luka
pemasangan drain,
pus (-), feses (-)

ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.
Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-9 + end to
end
KU baik
anastomosis
Kesadaran compos ec.
Adhesi
mentis
intestine

IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Inj.

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 300 cc
Darah lengkap
WBC : 7,7
RBC : 3,5
HGB : 8,8
MCV : 73,9
MCH : 25
MCHC : 34
HCT : 25,9
PLT : 345
Albumin : 4,62 d/dl
Urea : 52 mg/dl
Creatinin : 1,03
mg/dl
11/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(+)
berkurang,
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 110/80 mmHg
N : 72 x/m
RR : 20x/m
S : 36,3o C

anastomosis
ec.
Adhesi

intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

42

Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 200 cc

12/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 110/60 mmHg
N : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-10 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Ketorolac
30 mg/8
Jam/IV
Inj.Raniti
din
50
mg/8
Jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi

IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
43

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 100 cc

13/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 110/70 mmHg
N : 78 x/m
RR : 20x/m
S : 36o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-11 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 30 cc

14/2/2016

Nyeri
bekas TD : 100/60 mmHg Post
Op
operasi
(-), N : 78 x/m
laparotomi
flatus (+), BAB RR : 20x/m
reseksi colon

3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
Ganti
verband
IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM

44

(+), BAK (+), S : 36o C


demam
(-), KU baik
mual
(-), Kesadaran compos
muntah (-)
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

H-12 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine

invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 30 cc

15/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 110/60 mmHg
N : 82 x/m
RR : 20x/m
S : 36,5o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-13 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
45


Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 10 cc

16/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 120/60 mmHg
N : 86 x/m
RR : 20x/m
S : 36,5o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-14 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : kosong

17/2/2016

Nyeri

bekas TD : 110/70 mmHg Post

Op

VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
Ganti
verband
IVFD RL:
46

operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

18/2/2016

N : 86 x/m
RR : 20x/m
S : 36,5o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 10 cc
Darah rutin
WBC : 8,1
RBC : 4,1
HGB : 10,4
MCV : 74,8
MCH : 25,2
MCHC : 33,7
HCT : 30,9
PLT : 496
Nyeri
bekas TD : 120/70 mmHg
operasi
(-), N : 86 x/m
flatus (+), BAB RR : 20x/m
(+), BAK (+), S : 36,5o C
demam
(-), KU baik
mual
(-), Kesadaran compos
muntah (-)
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di

laparotomi
reseksi colon
H-14 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi

intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-15 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine

invaginasi ec.
Tumor cecum

D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
Ganti
verband

IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
47

regio abdomen (-)


+
massa
Keluar
cairan extraperitoneal
disertai feses dari
sela- sela antara

luka pemasangan
drain dengan drain

Cairan
Output

Drain I : kosong
Drain II : 10 cc

19/2/2016

Nyeri
bekas
operasi
(-),
flatus (+), BAB
(+), BAK (+),
demam
(-),
mual
(-),
muntah (-)

TD : 110/70 mmHg
N : 74 x/m
RR : 20x/m
S : 36,5o C
KU baik
Kesadaran compos
mentis
Abdomen :
Peristaltik usus (+),
Nyeri tekan di
regio abdomen (-)
Keluar
cairan
disertai feses dari
sela- sela antara
luka pemasangan
drain dengan drain

Post
Op
laparotomi
reseksi colon
H-16 + end to
end
anastomosis
ec.
Adhesi
intestine
invaginasi ec.
Tumor cecum
+
massa
extraperitoneal

Cairan
Output
Drain I : kosong
Drain II : 10 cc

Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
Ganti
verband
IVFD RL:
D5%: 1:1
28 TPM
Inj.
Ceftriaxo
ne 1 gr/12
jam/IV
Metronida
zol infus/8
jam/IV
Meloxica
m 7,5 mg
3x1
Ranitidine
150 mg
3x1
VIP
albumin
3x1
Diet lunak
tinggi
48

Pemeriksaan
Patologi Anatomi
Diffuse large B cell
lymphoma

kalori
tinggi
protein
Mobilisasi
jalan
Aff drain
Aff
hecting
Pasien
direncana
kan
berobat
lanjut

BAB IV
PEMBAHASAN

49

Pasien laki- laki umur 40 tahun rujukan dari Rumah sakit Toli- toli dengan
keluhan nyeri perut bagian bawah seperti spasme yang dialami 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Perasaan mendesak ingin defekasi namun pasien tidak dapat
defekasi, flatus (-), emesis (+) sebanyak 2 kali, isi muntahan makanan, red currant
jelly stool (+) anoreksia (+). Dalam waktu 1 tahun terakhir, malaise (+), meteorismus
(+) dan nyeri, tidak nyaman, serta teraba massa pada perut bagian kanan. Dalam 2
bulan terakhir pasien mengalami penurunan berat badan dari 67 kg ke 54 kg. Pasien
memiliki kebiasaan makan makanan berminyak dan makanan instan, jarang makan
makanan berserat seperti buah dan sayur. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, pernapasan : 20 x/menit dan suhu 36,3o C. Pemeriksa
melalukan pemeriksan fisik setelah pasien dioperasi, didapatkan perut datar tampak
luka post laparotomi, terpasang drain intraabdomen kiri dan kanan, tidak ada nyeri
tekan, teraba massa pada abdomen region inguinal dextra sampai suprapubik,
konsistensi keras, batas kurang tegas, immobile, batas paru- hepar dalam batas
normal, hepatomegali (-).

Gambar 4. Luka Post Laparotomi

50

Gambar A
Gambar B
Gambar 5. Drain Intraabdomen : A.Drain intra abdomnen dextra, keluar feses
diantar celah drain dengan kulit. B.Drain intrabdomen sinistra
Dari anamnesis didapatkan tanda-tanda dari invaginasi seperti pada teori yang
menunjukkan keadaan obstruksi usus pada umumnya yaitu perubahan frekuensi
defekasi berupa pasien tidak dapat defekasi dan flatus disertai urgensi (kebutuhan
mendesak untuk defekasi), kram spasme perut, dan emesis sebanyak 2 kali. Proses
obstruksi sudah dimulai sejak invaginasi terjadi, tetapi penampilan klinik obstruksi
memerlukan waktu umumnya 10-12 jam sampai menjelang 24 jam gejala. Perubahan
patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum. Perubahan
pada intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi sedemikian
besarnya sehingga menghambat reduksi dan umumnya menutup lumen usus sehingga
akan menunjukkan gejla obstruksi usus. Adanya bendungan menimbulkan
perembesan lendir dan darah ke dalam lumen yang biasa disebut red currant jelly,
selain itu dapat juga terjadi ulserasi pada dinding usus. Sebagai akibat strangulasi
tidak jarang terjadi gangren yang dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami
prolaps. (Marinis A, 2009)
Crampy abdominal pain yang mendadak dan intermiten, disertai. Nyeri dari
intususepsi hilang dan timbul, biasanya setiap 15 sampai 20 menit pada awalnya.
episode ini bertahan lebih lama dan lebih sering terjadi seiring berjalannya waktu.
Nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang ber invaginasi. (Marinis A,
2009)
Hasil pemeriksaan USG abdomen dan CT Scan abdomen menunjukkan
Tampak massa hipoechoic inhomogen berlapis membentuk sausage shape/ target sign
pada paraumbilical kanan dengan kesan invaginasi (Suspek colocolica type) tanpa
tanda- tanda strangulasi.

51

Gambar 6. USG Abdomen Pada Invaginasi Colocolica

Gambar 7. CT Scan Abdomen Pada Invaginasi colocolica


Menurut teori, invaginasi tipe colocolica merupakan keadaan dimana colon
sebagai intussusceptum dan colon sendiri sebagai intussuscipiens. Dan merupakan
jenis yang paling sering terjadi pada dewasa. Kasus yang ditemui sekitar 80%,
kebanyakan disebabkan oleh karsinoma kolon primer. Intususepsi pada dewasa kausa
terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu suatu neoplasma baik yang
bersifat jinak dan atau ganas, seperti yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa
antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah
neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels, polip) 12/25 kasus, sedangkan
pada kolon adalah bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya
yang frequensinya lebih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diare,
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks, juga pernah
dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS, karena trauma tumpul abdomen
dan idiopatik. (Brunicardi et.al, 2007)
Terdapat berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya invaginasi
pada orang dewasa yang pada intinya adalah gangguan motilitas usus/ peristaltik yang
berlebihan yang terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus yang bergerak

52

bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir atau kurang bebas dibandingkan
bagian lainnya. Karena peristaltik bergerak dari oral ke anus, sehingga bagian yang
masuk ke lumen usus adalah yang arah oral atau proksimal. (Brunicardi et.al, 2007)
Pada tanggal 2 februari 2016 dilakukan tindakan bedah berupa laparotomi+
Adhesiolisis+ Reseksi colon+ End to end anastomose+ insisi biopsi.
Tatalaksana invaginasi secara umum mencakup beberapa hal penting sebagai berikut:
1. Resusitasi cairan dan elektrolit
Resusitasi cairan dan elektrolit dilakukan karena dapat terjadi dehidrasi yang
disebabkan oleh muntah. Dehidrasi yang berat dapat menyebabkan gangguan
pada keseimbangan elektrolit sehingga dapat memperburuk keadaan umum pasien
tersebut. Pada pasien diberikan cairan berupa RL: D5%: KAEN 3B 1:1:1. Ringer
laktat merupakan cairan kristaloid dengan komposisi elektrolit dan konsentrasinya
yang sangat serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluleryang dibutuhkan
untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi. Dextrose 5% cairan
resusitasi untuk keperluan hidrasi selama dan setelah ooerasi. KAEN 3B adalah
larutan rumatan untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan
kandungan kalium cukup untuk mengganti eksresi harian, pada keadaaan
asupannoral terbatas.
2. Dekompresi untuk menghilangkan peregangan pada usus dan muntah dengan
pemasangan Nasogastric tube. Antibiotik spektrum luas diberikan sebagai
profilaksis. Pada pasien ini diberikan inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV.
Ceftriaxone merupakan antibiotik golongan cephalosporin generasi III yang
berkerja dengan cara menghambat sintesis dari dinding sel bakteri sehingga
dinding sel menjadi rupture dan menyebabkan kematian bakteri.
3. Reposisi bisa dilakukan dengan konservatif / non operatif dan operatif
Berdasarkan teori, untuk menangani invaginasi harus dilakukan reduksi berupa
reduksi konservatif atau reduksi operatif. Pada pasien dilakukan reduksi operatif
berupa Milking atau massage manual dengan mendorong intususeptum secara
perlahan dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang mengalami
invaginasi kea rah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi normalnya.

53

Namun pada pasien ini tidak berhasil sehingga dilakukan reseksi kolon. Reseksi
kolon adalah prosedur pembedahan untuk mengangkat sebagian

kolon yang

mengalami gangguan. Reseksi dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direduksi
secara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis
sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi, dilakukan End to end
anastomose untuk menyambungkan dua bagian yang sehat yaitu pada pasien ini
antara ileum dan colon. (Brunicardi et.al, 2007)

Gambar 8. Reduksi Manual Milking pada Invaginai

Gambar 9. End to end Anastomose Antara Ileum dan Colon


Laparotomi merupakan tindakan membuka dinding abdomen dengan tujuan
menemukan organ visceral yang ada didalam ruang abdominal/ peritoneal.
Adhesiolosis dilakukan karena didapatkan adhesi pada intestinal. Insisi biopsi
dilakukan setelah ditemukan massa ekstraperitoneal pada cecum dan melekat pada
aorta abdominal. Hasil pemeriksaan patologi anatomi adalah Diffuse large B cell
lymphoma.

54

Secara teori pada karsinoma cecum dapat ditemukan trias berupa nyeri dan
adanya massa pada perut sebelah kanan serta anemia mikrositik. Pada pasien ini
ditemukan trias karsinoma cecum tersebut yaitu pasien mengeluh nyeri, tidak nyaman
dan teraba benjolan diperut sebelah kanan yang dialami sejak 1 tahun terakhir. Gejala
ini seringkali tidak disadari oleh pasien sebagai tanda dan gejala dari keganasan
karena diameter lumen cecum yang besar serta adanya polip pada cecum.
Pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksa setelah dilakukan operasi sehingga tidak lagi
ditemukan tanda dari invaginasi maupun karsinoma cecum selain teraba massa pada
abdomen regio inguinal dextra sampai suprapubik, konsistensi keras, batas kurang
tegas, terfiksasi, batas paru- hepar normal, tidak ada hepatomegali. Dimana secara
teori seharusnya dalam menegakkan diagnosis invaginasi akan didapatkan :
- Obstruksi mekanis ditandai darm steifung (peristaltik usus biasa terlihat) dan darm
contur (kontur usus terlihat)
- Pireksia
- Distensi abdomen.
- Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan.
- Nyeri tekan (+)
- Dances sign (+).Daerah yang ditinggalkan intususeptum akan teraba kosong
- Rectal Toucherr : Pseudoportio (+), lendir darah (+) Sensasi seperti portio vagina
akibat invaginasi usus yang lama.
Tanda- tanda anemia ditemukan konjungtiva anemis (+/+) dengan kadar
hemoglobin 7 gr/dl, MCV 62,2 fL, MCH

:20,5 pg , MCHC 33 g/dL. Dengan

rendahnya kadar dari MCV< MCH dan MCHC menunjukkan anemia mikrositik
hipokrom. Secara teori pada pasien dengan karsinoma cecum akan terjadi anemia
karena adanya perdarahan samar (occult bleeding) dalam jangka lama. Sehingga
pasien mendapatkan transfusi PRC sebanyak 2 kantung (500 cc).
Traktus gastrointestinal adalah tempat ekstranodus yang paling terlibat dari
limfona non Hodgkin. Diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) adalah jenis
patologis yang paling sering limfoma traktus gastrointestinal. Meskipun limfoma
dapat mengenai selurun bagian traktus gastrointestinal, namun bagian yang paling

55

sering adalah gaster, diikuti usus halus dan region ileocecal. 1-4% dari keganasan
saluran cerna adalah limfoma. Limfoma traktus gastrointestinal primer sangat jarang,
yang sering terjadi adalah limfoma sekunder yang merupakan penyebaran dari
kelenjar getah bening. Berdasarkan definisi, limfoma traktus gastrointestinal primer
tidak memperlihatkan keterlibatan hati, limpa atau sumsum tulang saat didiagnosis,
limfoma sporadic adalah bentuk tersering disunia dan berasal dari sel B jaringan
limfois terkait mukosa. Diffuse large B cell lymphoma banyak terjadi pada laki- laki
dekade 4 sampai ke 7, dengan gejala nyeri abdomen, penurunan berat badan, adanya
massa intrabdomen atau perdarahan dari traktus gastrointestinal bawah, tanda- tanda
obstruksi dan perforasi. Pada pasien ini telah menunjukkan gejala- gejala dari Diffuse
large B cell lymphoma. (Townsend,2012)
Faktor resiko terjadinya Diffuse large B cell lymphoma termasuk infeksi dari
Helicobacter pylori, HIV, penyakit celiac, Campylobacter jejuni, Epstein barr virus
(EBV), virus hepatitis B (HBV), inflammatory bowel disease dan immunosupresi,
diet. Dalam sebuah penelitian menyatakan bahwa diet rendah serat dalam
meningkatkan resiko terjadinya karsinoma karena serat dalam memperpendek transit
time karsinogen dalam usus. Pada pasien ini terpata faktor resiko diet yang rendah
serat dimana sangat jarang mengkonsumsi buah dan sayur. (Scotish Intercollegiate
Guidelines Network, 2015)
Dalam menentukan apakah limfoma pada pasien ini termasuk primer atau
sekunder masih harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan lakta
dehidrogenase, kadar potassium, kalsium dan fosfor, aspirasi sumsum tulang untuk
menentukan keterlibatan sel limfoma dan mamantau respon terapi. Pemeriksaan lain
termasuk elektroforesis protein serum dan identifikasi paraprotein. Pemeriksaan
serologi tertentu dapat menentukan etiologi limfoma. CT scan thorax, abdomen dan
pelvis penting untuk menentukan stadium pada Diffuse large B cell lymphoma.
(Scotish Intercollegiate Guidelines Network, 2015)
Pada hari post operasi ke 6 ditemukan keluar cairan disertai feses dari selasela antara luka pemasangan drain dengan drain. Hal ini terkait dengan adanya
gangguan dalam persambungan anastomosis antara ileum dan kolon. Hal ini dapat

56

disebabkan karena adanya hipoalbuminemia. Kadar albumin pasien adalah 2,69 g/dl
sehingga mendapatkan infus human albumin dan vip albumin dan kadar albumin
terkahir pasien adalh 4,62 g/dl. Secara teori pada penderita kanker dapat terjadinya
kakeksia sehingga pasokan asam amino dalam hepar tidak dapat mencukupi dan
terjadi penurunan kadar serum albumin. Pada pasien terjadi penurunan berat badan
namun belum menunjukkan tanda- tanda kakeksia berupa penuruan berat badan
secara progresif diserati dengan menurunnya jaringan lemak dan otot. (Bruce et.al,
2007)

DAFTAR PUSTAKA
America Joint committee on Cancer Colon and Rectum Cancer staging 7 th Edition,
2007, USA
American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006. American Cancer
Society Inc Atlanta
American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2016. Atlanta, Ga: American
Cancer
Anatomi

dan

Fisiologi

Usus

Besar.

Available

from

URL

www.sridianti.com/anatomi-dan-fisiologi-usus-besar.html
AR.,

Gennaro.

Carcinoma

of

the

caecum.

Available

from

URL

www.ncbi.nih.gov/pubmed/847603
Bruce et.al, 2007. The ASCRS Textbook of Colon and Rectal Surgery. Sfinger. USA

57

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dun DL, Hunter JG, Pollock RE, 2007.
Schwartzs Principle of Surgery. 9th ed. United Stated of America: The
MacGraw-Hill Companies.
Chang., J., George. M.D., etc. Practice Parameters for the Management of Colon
Cancer. 2012. P834
David et.al, 2001 ABC of Colorectal Cancer, BMJ Book, UK
Gian, 2005 Cecum Cancer- New Frontiers in Diagnosis Treatment and Rehabilitatio.
Sfinger, USA
Grays Anatomy, 2008. The Anatomical Basis of Clinical Practice, 14th ed
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Hee sang hwang et.al, 2014. Intestinal Diffuse Large B Cell Lymphoma An
Evaluation of Different Staging Systems. Journal of Korean Medical Science ;
29(1);53-60
Marinis A, Yiallourou A, Samanides L, Dafnios N, Anastasopoulos G, Vassiliou S, et
al. Intussusception of The Bowel in Adults: a review. World Journal
Gastroenterology. 2009; 15(4):407-11.
National centre for health statistics, division of health interviewstatistics. 2014,
USA
National Comprehensive Cancer Network, 2014. NCCN Guidelines for Patient Colon
Cancer version1, Washington DC
Penyebab munculnya gejala kanker usus besar. 2014. Available from URL :
www.sehatcenter.com/penyebab-munculnya-gejala-kanker-usus-besar/
Pillitteri, Adele. 2007. Maternal and Child Health Nursing: Care of the Childbearing
and Childrearing Family. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins

58

Prassana et.al, 2011. Primary Gastrointestinal Lymphoma, World Journal of


Gastroenterology 14;17(6);697-707
Robbins et.al, 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2, Jakarta, EGC
Scotish Intercollegiate Guidelines Network, 2015. Diagnosis and Management of
Colorectal Cancer
Sjamsuhidajat, R, De jong, Wim. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. EGC, Juni
Townsend, M, Beauchamp, D, Mark, B. 2012. Sabiston Textbook of Surgery,19th ed,
Wilkinson., J., BSN., RN. Cecum Cancer. A Type of Colon Cancer. Available from
URL : www.coloncancer.about.com/od/coloncancerbasics/a/cecum-cancer.
Williams, S, Bulstrode, J, Ronan, O. Bailey and Loves Short Practice of Surgery,
25th ed. 2008

59

You might also like