Professional Documents
Culture Documents
MODUL
: IV
PERTEMUAN
: MINGGU KE 5
67
5)
6)
7)
8)
9)
10)
wilayah?
Bagaimana konsep pergerakan airtanah?
Apa yang dimaksud dengan kerentanan airtanah?
Apakah yang dimaksud dengan kebutuhan air?
Bagaimana cara menghitung kebutuhan air domestik dan non domestik?
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kualitas air?
Bagaimana cara merepresentasikan dan menganalisis data kualitas air?
C. MATERI
IV.1 Ketersediaan Air Atmosferik
Data yang dipergunakan :
a. Elevasi stasiun klimatologi (mdpal)
b. Elevasi stasiun hujan (mdpal)
c. Suhu udara rata-rata tahunan stasiun klimatologi (0C)
d. Curah hujan tahunan (mm)
Rumus :
Eo = 325 + 21T + 0,9 T2 ; T = Suhu Udara 0C
Et = ( P ) x (( 0,9 + (P2/Eo2))0,5 ) -1
Ro = P Et; Volume RO = ( P ET) x A
Ketersediaan air mantap = (Volume R0) x (0,25 sdg 0,35)
Pendekatan Ketersediaan Air Atmosferik digunakan apabila tidak tersedia data
debit sungai.
Langkah-langkah perhitungan
Perhitungan hujan rata-rata DAS (P)mm/th
68
69
Metoda Mock
Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run of) tidak bisa
menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat
dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau
perkiraan. Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari
masing-masing metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data
yang tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock. Metoda Mock
adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep
water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu
daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa
data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai. Metoda Mock
dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metoda Mock
merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang menjelaskan hubungan
rainfal-runoff. Secara garis besar model rainfall-runoff bisa dilihat pada Gambar
4.2. Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-
70
data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah
data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area.
Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk,
keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk
adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah
akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda
Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam poripori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan
debit dengan Metoda Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air
total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang
bervariasi. Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metoda Mock dijelaskan
secara umum dalam Gambar 4.3. berikut ini.
Perhitungan Evapotranspirasi
Potensial (Metode Penman)
(
Perhitungan Evapotranspirasi
Aktual
(
71
Perhitungan Baseflow, Direct
Runoff, Storm Runoff
72
dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami
infiltrasi.
d. Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang
masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar,ini
berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih
besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.
e. Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan.
Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off.
Storm run of hanya dimasukkan kedalam total run off bila P lebih kecil dari
nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan
berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat
secara tidak beraturan sampai harga 37,3%.
Metode Thornthwaite-Matter
Data yang diperlukan:
Peta Topografi atau Rupa Bumi
Peta Penggunaan Lahan / Land Use (panjang zona perakaran)
Peta Jenis Tanah ( tekstur tanah )
Curah Hujan Bulanan (Rata-Rata DAS)
Evapotranspirasi Bulanan Rata-Rata DAS
Temperatur Udara Rata-Rata Bulanan
Persyaratan yang diperlukan dalam Metode Thornthwaite-Matter:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada DAS yang luas ( > 300 km2 )
50% dari surplus air yang masuk ke dalam tanah akan keluar menjadi
runoff dibulan berikutnya.
Letak Lintang dari DAS untuk penentuan standard koreksi 30 hari dan 12
jam
Hasil perhitungan Water Holding Capacity maksimum dari DAS (Tabel
WHC di MS-WORD)
Perhitungan dimulai dari awal musim hujan
DAS belum banyak dipengaruhi kegiatan manusia.
73
Langkah-langkah perhitungan:
1. Hitung hujan (P) bulanan
2. Hitung evapotranspirasi (EP) bulanan
3. Hitung (P EP)
4. Hitung Accumulation of Potential Water Loss (APWL)
5. Hitung Water Holding Capacity (WHC) maksimum DAS
6. Hitung Storage (St) bulanan
7. Hitung St bulanan
8. Hitung Aktual Evapotranpirasi (AE), bila (PPE) maka AE=PE dan bila
(P<PE) maka AE= P + St
9. Hitung defisit (D) = PE AE
10. Hitung Surplus (S) = (P-EP) (St)
11. Hitung Runoff / Debit bulanan
Rumus-rumus yang digunakan:
T = 0.006 (Z1 Z2)
EP
= f x EPx
EPx = 16 [ (10T)/I ]a
I
a
=i ,
= ( T/5 ) 1.514
= 0.675 x 10 -6 I3 0.77 x 10 -4 I2 +
0.01792 I + 0.49239
St = Sto . e {(-APWL)/Sto}
Keterangan Notasi Rumus:
T
: temperatur
Z1 dan Z2
EPx
(30)
Sto
75
Iklim/musim
Imbuh air (water recharge)
Kondisi geomorfologi
Kondisi geologi (macam batuan dan setiap batuan)
Aktivitas manusia
Vegetasi
Sebagian besar airtanah berasal dari air hujan yang meresap masuk ke
dalam tanah, airtanah tersebut disebut air meteorik. Selain air meteorik ada air lain
yaitu juvenile water (merupakan air yang baru), dapat diklasifikasikan menurut
asalnya yaitu magnetic water, volcanic water yang biasanya panas atau hangat
dan mempunyai kandungan sulfur yang tinggi dan cosmic water (berasal dari
ruang angkasa bersama dengan meteorit).
Rejuvenad water adalah air yang berasal dari proses geologi seperti
kompaksi, metamorfosa dan sedimentasi. Selain itu, ada dua jenis airtanah yaitu
metamorphic water dan connater water yaitu air yang terperangkap dalam formasi
batuan sewaktu terjadi proses pengendapan (air ini biasanya berasa payau sampai
asin).
76
77
c. Akuitar (aquitard)
Akuitar adalah lapisan atau formasi batuan yang dapat menyimpan air
tetapi hanya dapat meloloskan air dalam jumlah terbatas.
d. Akuifug (aquifuge)
Akuifug adalah lapisan atau formasi batuan yang tidak dapat menyimpan
dan meloloskan air. Contoh : granit dan batuan yang kompak dan padat.
Tipe-tipe akuifer
Akuifer dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu :
confined aquifer
Gambar 4.5. menunjukkan beberapa tipe akuifer atas dasar sifat lapisan
batuan pembatasnya. Akuifer bebas adalah akuifer yang bagian bawahnya dibatasi
oleh lapisan oleh kedap air (impermeabel atau impervious) dan bagian atas
dibatasi oleh muka airtanah airtanah. Permukaan airtanah dari akuifer ini disebut
permukaan phreatic atau water table. Akuifer tertekan (confined aquifer) adalah
akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap air dan
mempunyai tekanan hidrostatik yang lebih besar dari tekanan atmosfer. Sumur
dibuat pada akuifer ini bersifat artesis (air sumur ada yang keluar sendiri atau
flowing well) dan ada yang tidak sampai mengalir keluar. Gambar 4.6.
menunjukkan macam-macam akuifer. Krusseman (1991) menjelaskan mengenai
akuifer yang kompleks dan terdiri dari perlapisan batuan yang berbeda sifat
terhadap air (permeabel, semi kedap air (bocor) dan kedap air, sehingga secara
keseluruhan disebut multi-layered leaky aquifer) .
78
79
80
Pada struktur volkan muda juga dijumpai beberapa sabuk mataair (spring
belt) pada setiap perubahan satuan geomorfologi gunungapi. Wilayah yang
berbatuan beku seperti lava sedimen yang consolidated (breksi) dan metamorfik
tidak mempunyai potensi airtanah, kalau ada airtanah biasanya bersifat lokal. Di
wilayah ini banyak dijumpai mata air yang berasal dari retakan batuan (fracture),
Joint dan patahan. Batu gamping seperti yang banyak terdapat di zone selatan
pulau Jawa mempunyai akuifer namun keberadaan airnya sulit dilacak. Namun
demikian tidak berarti bahwa daerah batu gamping tidak ada airnya, air banyak
dijumpai pada lubang-lubang sekunder hasil pelarutan dan keberadaannya sukar
dilacak.
Keterdapatan airtanah di suatu daerah ditentukan oleh faktor-faktor curah
hujan, evapotranspirasi, topografi, batuan dan kedudukan/struktur perlapisan
batuan, vegetasi, dan morfologi daerahnya. Berdasarkan atas faktor tersebut di
atas, maka suatu daerah dapat dibedakan menjadi beberapa wilayah satuan
airtanah. Menurut Badrudin Machbub (1984) Indonesia dapat dibedakan menjadi
lima kawasan satuan airtanah yaitu :
1. Kawasan yang terdiri atas batuan berumur Pre-Tersier dan Tersier terdiri dari
sedimen yang berliat kuat dan batuan kristalin. Pada daerah ini potensi
airtanah umumnya rendah karena sifat batuan dengan permeabilitas yang
rendah.
2. Beberapa cekungan sedimen di Indonesia mengandung airtanah disamping
minyak bumi. Air itu terperangkap selama proses sedimentasi dan pemadatan
sedimen. Jenis ini merupakan air fosil atau connate water yang merupakan
sumberdaya yang tidak terbarukan dan dapat habis setelah ditambang.
81
3. Di daerah yang dibentuk oleh satuan batugamping, sering dan bahkan sama
sekali tidak dijumpai air permukaan. Batugamping mempunyai porositas
sekunder sehingga secara setempat dapat menghasilkan air dalam jumlah
besar, Contoh : kawasan batugamping (karst) adalah Gunungkidul, Gombong,
dan Maros
4. Disekeliling lereng gunungapi yang tersebar luas di Indonesia dapat dijumpai
cadangan airtanah yang sangat kaya. Daerah gunungapi biasa mempunyai
curah hujan tinggi dan batuannya mempunyai permeabilitas tinggi. Lereng
gunungapi dengan permeabilitas batuan yang tinggi sebagai daerah imbuh air
untuk daerah di bawahnya. Pada teluk lereng (break of slope) sering muncul
mata air, lebih kearah lereng bawah pada topgrafi yang mulai datar dijumpai
akuifer yang sangat produktif.
5. Kawasan airtanah pada batuan dataran aluvial yang tersebar di Indonesia.
Kawasan ini terdiri dari sedimen klastik dataran pantai maupun cekungan
antara pegunungan berumur kuarter.
Kondisi airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta pernah diteliti oleh
MacDonald & Partners (1984) bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan
Umum. Hasil penelitiannya adalah bahwa airtanah di Daerah Istimewa Yogyakarta
dapat dikelompokkan menjadi beberapa satuan airtanah. Airtanah potensial
dijumpai di satuan Gunungapi Merapi dan airtanah potensi rendah dijumpai di
Pegunungan Kulon Progo dan Pegununungan Baturagung. Sementara Gambar
4.9. menunjukkan konsep akuifer di bentang lahan hasil pelarutan (solusional).
82
83
Gambar 4.9.
84
85
Gambar 4.10. Fluktuasi Muka airtanah Freatik pada dua formasi yang
berbeda (MacDonald & Partners ,1984)
86
Sy
Specific Yield
Maximum
Minimum
Rata-rata
Clay
Sandy clay
12
Selt
19
18
Fine sand
26
10
21
Medium sand
32
15
26
Coarse sand
35
20
27
Gravelly sand
35
20
25
Fine gravel
35
31
25
Medium gravel
26
13
23
Coarse gravel
26
12
22
87
h2o h2 w
Q = K -------------lnro/rw
Keterangan :
Q = debit pemompaan m3/hari (pada akondisi aliran tetap atau steady flow)
K = koefisien permeabilitas m3/hari/m2
ho = jarak muka freatik awal sampai pada lapisan kedap air (meter)
hw = jarak muka freatik dalam sumur sampai pada lapisan kedap air (meter)
rw = jari-jari sumur (meter)
ro = jari-jari lingkaran pengaruh (meter)
88
h21 - h2-w
Q = K ---------------ln (r1 / rw)
h1 = jarak muka freatik sampai lapisan kedap air pada sumur 1 (sumur
pengamatan) dalam meter
r1 = jarak sumur pompa dengan sumur pengamatan (sumur 1 dalam meter)
Q ln (r1/ rw)
K = ----------------- (h12 hw2)
89
Porositas
- Kerikil
25 - 25
Koefisien
permeabilitas
(m3/hari/m2)
100 - 100
- Pasir
30 - 40
5 - 40
- Konglomerat
10 - 25
5 - 15
- Loess
25 - 50
= 0,1
5 - 20
5 - 20
- Batu pasir
dengan lipatan dan Hingga 40
retakan
- Batu gamping dengan permeabilitas 20 - 35
primer
- Batu gamping dengan permeabilitas > 35
sekunder
. 50
= 25
>> 25
(Seyhan, 1977)
Penentuan permeabilitas akuifer dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan penunjuk. Bahan larutan penunjuk yang dapat digunakan adalah zat
pewarna, garam, dan radioaktif. Larutan penunjuk digunakan untuk menentukan
kecepatan aliran, sumur bagian hilir tempat mengamati larutan penunjuk (Gambar
4.13). Dengan mengetahui gradient hidraulik dari muka freatik, kecepatan ratarata larutan penunjuk dan porositas material akuifer, maka permeabilitas dihitung
dengan menggunakan persama Darcy (Seyhan, 1977).
(Vt) dh
K = --------------d1
Keterangan :
90
= permeabilitas akuifer
Vt
91
6.
7.
Gambar 4.14 Penentuan Arah Aliran Airtanah dengan Three Point Problem
(Todd, 1959)
92
Tanda (-) menyatakan bahwa aliran berada dalam arah bagian atas yang menurun
Keterangan :
Q
= luas penampang
= porositas batuan
= kecepatan aliran airtanah
Debit Aliran
93
Q = TIL
Keterangan :
Q
= transmisibilitas m2/hari
=KxD
Gambar 4.16. Sketsa Ilustrasi Debit Aliran Airtanah per Satuan Lebar
(2) Analisis kontour muka airtanah (equipotential line). Untuk menghitung debit
airtanah menurut Todd (1959) sebagai berikut:
Mempertimbangkan arah aliran dalam Gambar 4.15, maka hydraulic gradient
(1) adalah :
i = dh/dl
dan aliran tetap dq antara dua jenis aliran airtanah adalah :
dq = K x dh/d1 x dm
Untuk satuan tebal. Untuk bujur sangkar dari jaringan aliran maka :
94
d1 = dm
sehingga :
dq = K dh
Untuk seluruh jaringan aliran, total beda tinggi yang dibatasi oleh garis
aliran, maka total aliran menjadi :
Kmh
Q = m dq = ---------------n
Gambar 4.17 Bagian dari Jaringan Aliran Orthogonal yang Dibentuk oleh Aliran
dan Kontour Muka Freatik (equipotential line) (Todd, 1980)
3.2. Ketersediaan Airtanah
Data yang diperlukan:
- peta sistem akuifer
- luas akuifer (Aa)
permeabilitas satuan
- porositas batuan
- fluktuasi muka airtanah (F)
material
akuifer
atau
nilai
95
b. Pendekatan dinamis
96
perikanan
dan
penggelontoran/perawatan
sungai.
Untuk
qr
Pu
Pr
98
qs
= Baku kebutuhan air untuk sawah (1 liter/detik/ha)
atau dihitung dengan program cropwat.
Ft
= Frekwensi tanam dalam setahun
Tahapan Perhitungan Kebutuhan Air Irigasi:
1. EVAPORASI (Eo, dalam mm/hari): Dihitung dengan rumus Penman
2. Consumtive use ( Cu);
Cu = kc x Eo , dalam mm/hari,kc : crop
factor ( tabel)
3. Farm water requirement (CWR), dalam mm/hari
CWR = (Cu + In) Pef
In : infiltrasi (mm/hari)
Pef : hujan efektif (hujan yang bermanfaat utuk tanaman)
4. Project Water Requirement (PWR): dalam l/det
PWR = f x (CWR x A) x ( Eir -1)
Keterangan:
A
= luas tanam (ha)
Eir
= irrigation efficiency
f
= faktor konversi mm/hari /ha ke satuan debit;
1mm/hari/ha =0,11574 l/dt/ha
PWR = liter/det atau m3/det
Tabel 4.5.
Koefisien Tanaman (kc) menurut FAOdan Nedeco/Prosida (PT. Indra arya,2003)
tanaman
Prosida
0,5
1,5
2.5
3.5
- LV
1,2
1,2
1,32
1,4
1,35
1,24
1,12
- HYV
1,2
1,27
1,33
1,3
1,3
- LV
1,1
1,1
1,1
1,1
1,1
1,05
0,95
- HYV
1,1
1,1
1,05
1,05
0,95
-kedelai
0,5
0,75
0,82
0,45
- Jagung
- kac.tnh
0,5
0,5
0,59
0,51
0,96
0,66
1,05
0,85
1,02
0,85
0,95
0,95
0
0,95
0
0
Padi
FAO
Padi:
Palawija:
IR = M ( e k) ( e k 1) -1
IR = Kebutuhan air di petak sawah
M = kebutuhan air untu mengganti evaporasi dan perkolasi
M = Eo + In
k = M x ( T/S )
T = Jangka waktu persiapan lahan (hari)
S = Penjenuhan air dan tebal genangan (mm)
4. Kebutuhan Air untuk Ternak
Rumus yang digunakan:
Qt = 0.365 { ( qskk x Pskk) + ( qkd x Pkd) + (qb x Pb) + ( qun x
Pun)}
Keterangan :
Qt
qskk
qkd
qb
qun
Psk
Pkd
Pb
Pun
0,365
KEBUTUHAN AIR
(Lt/Kep./hari)
Sapi / Kerbau /
40,0
Kuda
Kambing / Domba
5,0
Babi
6,0
Unggas
0,6
100
mm/hari,
air
tersebut
nantinya
akan
dimanfaatkan
untuk
101
jatuh di daerah beriklim tropis akan berbeda pula dengan hujan yang jatuh di
daerah dengan iklim kutub.
b.Batuan / geologi
Komposisi kimia air, terutama airtanah merupakan kombinasi dari air
hujan yang jatuh ke dalam tanah dan terjadinya reaksi-reaksi kimia antara air dan
mineral batuan penyusun akuifer tempat air berada. Beberapa proses kimia antara
air sebagai media pelarut dan mineral batuan dapat membuat komposisi kimia air
berubah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sebagai contoh adalah kualitas air
di daerah karst Gunung Sewu mengandung lebih banyak unsur karbonat
dibanding airtanah di daerah vulkan Merapi.
c.Waktu
Komposisi kimia air juga tergantung dari waktu tinggal (residence time)
air di dalam media untuk bereaksi dengan mineral batuan. Semakin lama air
berada di dalam tanah, maka semakin lama pula air bereaksi dengan mineral
batuan. Akibatnya, jumlah unsur yang terlarut dalam air akan semakin banyak dan
mempengaruhi komposisi kimia air. Sebagai contoh adalah airtanah yang terdapat
pada cekungan (basin) yang sangat luas dimana gerakan airtanah sangat lambat,
komposisi unsur terlarutnya sudah sangat jenuh dan kadang-kadang terasa asin.
Hal ini diakibatkan lamanya waktu kontak airtanah dan mineral batuan.
d. Vegetasi
Tumbuhan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kualitas air suatu
wilayah. Akar tumbuhan yang menyerap air dan kemudian ditranspirasikan
menurut Appelo dan Postma (1993) ternyata tidak menyerap semua ion yang ada
dalam air sehingga tentu saja merubah komposisi kimia dalam air. Selain itu
vegetasi juga menyerap gas dari atmosfer, sebagai contoh (SO 2, NH3, dan NO2)
sehingga akan merubah pula komposisi air hujan sebagai komponen utama air
yang ada di bumi (Jankowski, 201).
e. Manusia
Faktor ini dapat dikategorikan sebagai faktor non-alami. Akhir-akhir ini,
faktor manusia ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kondisi
102
kualitas air di suatu wilayah. Adanya polusi air seperti nitrat dari limbah rumah
tangga, hujan asam, limbah industri dan tempat pembuangan sampah merupakan
contoh paling mutakhir bahwa aktivitas manusia mampu merupah komposisi
kualitas air secara cepat. Perlu diingat bahwa faktor-faktor penentu kualitas air
seperti yang diuraikan di atas tidak berdiri sendiri, melainkan dapat terjadi
bersama-sama, sehingga tidak ada faktor yang paling dominan. Secara detail
Appelo dan Postma (1993) mengilustrasikan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas air seperti yang disajikan pada Gambar 4.19.
34
5 67
1
2
1
clay
1
11
8
5
1. Evaporation
2. Transpiration
3. Selective Uptake
by Vegetation
4. Oxidation/ Reduction
5. Cation Exchange
6. Dissolution of Mineral
h
fres
salt
7. Precipitation
of Secondary Mineral
8. Mixingof Water
9. Leaching
of Fertilisers, Manure
10. Pollution
1. Evaporation
2. Tra10
nspiration
3. Selective Uptake
by Vegetation
4. Oxidation/ Reduction
5. CatioE
nxchange
9 6. Dissolution of Mineral
7. Precipitation
1ndary Mineral
of Seco
8. Mix11
ing of Water
9. Leaching
of Fertilisers, Manure
10. Pollution
11. Lake/Sea
11. Lak
/Sea l Processes
Be
iologica
Biological Processes
Gambar 4.19. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas air dalam siklus
hidrologi (Appello dan Postma, 1993)
103
pH
TDS
Na+
K+
Ca2+
Mg2+ HC
O3-
SO42-
Cl-
mg/l
Air hujan oceanic island
5,8
12,2
1,5
0,5
0,6
0,4
4,7
0,5
4,0
161,8
11,5
8,6
22,0
4,3
34,8
60,0
18,1
1050 320
0
364
1220
113
2410
1961
1
1,6
1,8
5,4
0,5
17,9
0,8
2,6
166
6,1
148
81
256
794
24
0,5
0,2
0,2
0,1
0,5
0,9
0,4
433
5,0
23
25
220
79
615
13
15
15
32
68
56
438
29
252
226
316
63
2382 10
376
16
206
388
286
95
32
sand
dune
14100
104
Sumber : Jankowski (2001) (* cetak tebal menunjukkan ion positif dan negatif
yang dominan
Dari Tabel 4.7. terindikasi bahwa air laut mempunyai komposisi kimia
unsur yang didominasi ion natrium dan klorida dengan jumlah yang sangat besar,
selain itu kandungan unsur-unsur yang lain juga sangat tinggi dan jauh diatas jenis
air lainnya. Dari laut, air menguap dan terbawa angin keatas daratan dan
kemudian jatuh ke bumi sebagai hujan. Pada masa tersebut, air dapat terpengaruh
oleh kandungan gas di atmosfer. Selain itu kualitas air hujan sangat bervariasi dan
tergantung dari kontaminasi pada atmosfer. Hujan pada daerah yang dekat laut
mempunyai kandungan unsur Cl-, SO4-, Na+, dan Mg2+ yang lebih tinggi daripada
hujan yang jatuh di daratan yang luas.
Air permukaan yang tawar biasanya mengandung unsur terlarut yang
sedikit. Selanjutnya, airtanah secara umum memiliki kandungan mineral terlarut
yang lebih tinggi dibanding dengan air permukaan (sungai/danau). Hal ini terjadi
sebagai akibat adanya interaksi antara CO2 yang ada pada tanah dan batuan yang
larut oleh airtanah. Selain itu CO2 dapat bertambah karena adanya aktivitas pada
mikroorganisme tanah (Jankowski, 2001).
5
.3. Parameter-Parameter Kualitas Air Alami
5.3.1. Kadar Keasinan
Kadar keasinan air dapat diukur berdasarkan dua kriteria yaitu: Total
Dissolved Solids (TDS) dan Daya Hantar Listrik (DHL).
5.3.1.1. Total Dissolved Solids (TDS)
TDS menunjukkan banyaknya zat yang terlarut atau yang mengendap
(padat) dalam air. TDS biasanya diukur secara gravimetri, dan mempunyai satuan
mg/l. Keuntungan memakai parameter ini adalah bahwa TDS tidak tergantung
/independen terhadap suhu, dan tidak terpengaruh oleh jenis garam maupun
kombinasinya yang berasal dari sumber yang berbeda. Besarnya nilai TDS juga
tidak tergantung dari aspek fisik air yang lain.
Nilai TDS dapat diperoleh di laboratorium secara gravimetri atau secara
sederhana adalah sebagai berikut :
TDS = (anion + kation + silika + unsur minor + metal + unsur terlarut lain)
105
ECt
106
Sumber : http://waterquality.montana.edu/docs/methane
Gambar 4.20. Hubungan linier antara DHL dan TDS
Dari Gambar 4.20. terlihat bahwa antara nilai DHL dan TDS mempunyai
korelasi yang sangat positif (mendekati 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa
semakin banyak jumlah ion yang terlarut dalam air, maka akan semakin tinggi
pula nilai TDS dan EC-nya.
5.3.2. pH (aktivitas ion hidrogen)
Aktivitas ion hidrogen dalam air dapat dikenali dari nilai pH yang
merupakan unit logaritmik, pada suhu sekitar 25oC. Dalam Bahasa Indonesia pH,
lebih dikenal sebagai derajat kebasaan/derajat keasaman. Skala asam-basa ini
mempunyai variasi nilai 0 14. Tabel 4.8. berikut ini menyajikan klasifikasi
tingkat asam-basa airtanah.
107
Kategori
<5
asam
57
agak asam
netral
79
agal basa
>9
basa
Sumber : Jankowski (2001)
Sumber :http://www.fs.fed.us/r6/colville/waterfest/images/phdiagram.gif
Gambar 4.21. nilai pH berbagai jenis dan penggunaan air di bumi
5.3.3. Eh (tingkat oksidasi-reduksi air)
Banyak sekali reaksi dalam air, terutama airtanah yang mengalami
perpindahan elektron antara zat cair, gas, maupun unsur terlarut. Kehilangan
elektron (ion negatif) berarti terjadi reaksi oksidasi, sedangkan unsur memperoleh
108
ion tambahan merupakan indikasi terjadinya proses reduksi. Reaksi reduksi dan
oksidasi tidak dapat berdiri sendiri karena tidak mungkinterdapat ion yang bebas
dalam air. Nilai Eh merupakan nilai potensial reksi reduksi-oksidasi yang
dinyatakan dalam satuan milivolt (mV). Jika nilai Eh = + maka reaksi yang
dominan terjadi adalah oksidasi, sebaliknya jika nilai Eh = - maka reaksinya
adalah reduksi, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.22.
Reaksi Oksidasi
- 400 300 -200
-100
+ 100
+ 200
+ 300
+400 (mV)
Reaksi Reduksi
Gambar 4.22. Nilai Eh pada airtanah
Air hujan yang masuk ke tanah melalui infiltrasi merupakan larutan yang
sangat teroksidasi dengan kandungan oksigen yang berlebih. Airtanah dalam pada
akuifer tertekan biasanya didominasi oleh proses reduksi dimana jumlah O 2 sangat
sedikit. Sementara itu airtanah yang terkontaminasi oleh limbah berpotensi
memicu proses reduksi.
5.3.4. Dissolved Oxygen (DO)
Dalam Bahasa Indonesia dikenal sebagai oksigen yang terlarut dalam air.
Parameter ini penting untuk mengetahui banyak tidaknya O2 yang terlarut dalam
air. Jika banyak O2 yang terlarut, maka air yang dievaluasi tentu saja sering
kontak dengan udara, sebagai contoh airtanah dangkal. Sebaliknya airtanah dalam
pada akuifer tertekan mengandung O2 yang lebih sedikit. Pada airtanah yang
tercemar, kandungan O2 biasanya lebih sedikit dibanding air yang tidak tercemar.
5.3.5. Ion Mayor
Ion mayor dikenal sebagai ion yang mempunyai prosentase terbesar yang
dapat larut dalam air. Ion mayor diklasifikasikan menjadi dua yaitu :
a. Ion yang mempunyai muatan negatif (anion); dan
b. Ion yang mempunyai muatan positif (cation)
Secara alami, dikenal 7 ion mayor yang dapat larut dalam air yaitu : Ca 2+
(kalsium), K+ (kalium), Mg2+ (magnesium), Na2+ (natrium), Cl- (klorida), HCO3(bikarbonat), dan sulfat (SO4-). Unsur atau ion mayor ini biasanya memiliki
konsentrasi diatas 1 mg/l dalam air.
109
Kalsium
Kalsium merupakan ion dominan yang berada pada semua mineral di bumi
yang mengandung metal. Ion ini sangat penting untuk kelangsungan hidup
tumbuhan dan hewan. Dalam air yang masih bersifat alami ion ini mempunyai
prosentase yang cukup besar. Sebagai contoh, pada air tawar jumlah kalsium
biasanya kurang dari 100 mg/l, dan pada air laut dapat mencapai 400 mg/lt,
sementara pada air payau hasil proses evaporasi dapat mencapai 75000 mg/l
(Jankowski, 2001). Kalsium mempunyai notasi Ca 2+ yang berarti mempunyai
muatan positif berjumlah 2. berat atom kalsium adalah 40,078. Dalam air, kalsium
dapat berupa larutan, gas, maupun padatan tegantung dari fase/tingkat reaksi
kimia yang terjadi.
Di alam, sumber kalsium terbesar adalah dari batuan beku terutama yang
menandung meineral-mineral silikat, piroxin, amphibol, dan feldspar (Hem,
1985). Mineral penghasil kalsium terbesar jika larut oleh air adalah batuan
karbonat yang dapat mengandung mineral kalsit, aragonite dan dolomite. Unsur
kalsium terdapat pula pada mineral di batuan sediment yang berasosisi dengan
sulfat, gypsum dan anhidrit (Hem, 1985). Selanjutnya, Tabel 4.9. menunjukkan
mineral yang sering dijumpai mengandung kalsium. Di air, mineral yang
mengandung kalsium dapat mengahsilkan rekasi pelarutan yang dapat membentuk
padatan dan ada pula yang tidak.
110
Mineral
Rumus kimia
Kalsit
CaC03
Aragonit
CaCO3
Dolomit
CaMg(CO3)2
Ca-feldspar
CaAl2Si2O8
Fluoroapathite
Ca(PO4)3F
Gypsum
CaSO4. 2H2O
Anhydrite
CaSO4
Camonmorilonit
Ca0,33 Al4,67
(OH)4
Glauberite
CaSO4.Na2SO4
10
Tachyhydrite
Si7,33
O20
Magnesium
Magnesium mempunyai muatan 2+ dengam notasi Mg dan berat atom
24,305. Ion ini juga sangat penting untuk kelangsungan hidup makhluk hidup
(Hem, 1985). Sumber magnesium di alam menurut Jankowski (2001) sebagian
besar terkandung pada ferromagnesian mineral yang berwarna gelap seperti
olivine, piroksin, amphibol dan mika. Selain itu pada batuan sedimen ion ini
berasosiasi dengan ion-ion karbonat pada mineral magnesit dan hidromagnesit,
sementara pada batuan metamorf magnesium terkandung dalam chlorite dan
serpentin.Di air, konsentrasi magnesium biasanya kurang dari 50 mg/l, di laut
dapat mencapai 1350 mg/l. Tabel 4.10 menunjukkan mineral batuan yang
mengandung magnesium.
111
Mineral
Rumus kimia
Dolomit
CaMg(C03)2
Forsterit
Mg2SiO4
Magnesit
MgCO3
Brucit
Mg(OH)2
Talk
Mg3Si4 O10(OH)2
Chlorit
Mg5Al2Si3O10(OH)2
Biotit
KMg3AlSi3O10(OH)2
Sepiolit
Mg4Si6O15(OH)2 . 6H2O
Epsomit
MgSO4. 7H2O
No
Mineral
Rumus kimia
Halite
NaCl
Albite
feldspar)
Na-montmorilonit
Thenardite
Na2SO4
Glauberite
CaSO4 . Na2SO4
Mirabilite
Na2SO4 . 10H2O
Trona
Dawstone
NaAlCO3(OH)2
(Na- NaAlSi3O8
Kalium
Mempunyai notasi K+ dengan muatan ion positif = 1, dalam Bahasa
Inggris lebih dikenal sebagai potassium. Berat atom kaliumj adalah 39,098.
Jumlah kalium pada batuan beku lebih sedikit dibanding jumlah natrium. Tetapi
jumlah kalium pada batuan sediment lebih banyak (Hem, 1985).
Sumber utama dari kalium adalah mineral dari batuan yang mengandung
silica seperti ortoclas dan mikrokline. Di alam, mineral yang mengandung kalium
mudah untuk dilarutkan oleo air (Jankowski, 2001). Dalam air jumlah kalium
biasanya tidak lebih dari 10 mg/l, sementara di laut sekitar 380 mg/l. Beberapa
jenis mineral batuan yang mengandung kalium disajikan pada Tabel 4.12.
Mineral
Rumus kimia
113
Silvit
KCl
Orthoclase
feldspar)
Mika
KAlSi3O8
Biotit
KMg3AlSi3O10(OH)2
Karnalit
(K- KAlSi3O8
Klorida
Klorida atau lebih dikenal sebagai chloride merupakan salah satu ion
(anion) negatif terpenting di alam. Klorida mempunyai muatan negatif berjumlah
satu dengan notasi Cl- dan berat atom = 35,453. Sumber utama Cl- di bumi adalah
dari air laut yang terbawa angin ke darat setelah diuapkan oleh sinar matahari dan
jatuh ke bumi. Jumlah kandungan klorida dalam air sekitar 25 mg/l dan di laut
dapat mencapai 350000 mg/l.
Sumber klorida yang utama adalah batuan sedimen terutama hasil
evaporasi. Pada batuan beku hampir tidak ditemukan unsur ini terlarut dalam air,
kecuali pada jumlah yang sangat kecil. Selain itu mineral utama penghasil klorida
adalah halite dan silvit. Secara spasial, jumlah klorida yang terlarut dalam air
semakin banyak kearah pantai. Beberapa jenis mineral batuan yang mengandung
klorida disajikan pada Tabel 4.13.
Mineral
Rumus kimia
114
Halit
NaCl
Silvit
KCl
Anarktitit
CaCl2 . H2O
Biskofit
MgCl2 . 6H2O
Karnalit
Tachyhidrit
Rumus kimia
115
Gipsum
CaSO4 . 2 H2O
Anhidrit
CaSO4
Glauberit
CaSO4 . Na2SO4
Thenardit
Na2SO4
Mirabilit
Na2SO4 . 10 H2O
Kieserit
MgSO4 . H2O
Epsomit
MgSO4 . 7H2O
Pirit
FeS2
Galena
PbS
Sphalerit
ZnS
Rumus kimia
Kalsit
CaCO3
116
Dolomit
CaMg(CO3)2
Siderit
FeCO3
Magnesit
MgCO3
Otavit
CdCO3
Strontianit
SrCO3
Nahkolit
NaHCO3
Trona
Dawsonit
NaAlCO3(OH)2
Unsur minor
Unsur ini biasanya juga terlarut pada hampir semua air di bumi, hanya
jumlahnya tidak sebanyak unsur mayor. Tetapi kadang-kadang jumlah yang
terlarut dalam air dapat mencapai konsentrasi yang sama dengan unsur mayor.
Pengukuran unsur minor yang terlarut dalam air penting dilakukan untuk
keperluan tertentu terutama yang menyangkut aspek penggunaan air untuk
keperluan domestik. Aktivitas yang lain yang mensyaratkan distribusi untuk minor
terlarut dalam air misalnya: irigasi, perikanan, air untuk industri, ekosistem
akuatis, dll). Unsur minor yang biasanya dianalisis adalah : nitrat, fluorid, fosfat,
amoniak, besi, mangaan, dan aluminium dan logam berat (seng, timbal, nikel, dll).
Satuan berat per berat merupakan dimensi dari perbandingan berat unsur
terlarut dan berat dari larutan, biasanya dikalikan dengan faktor 10 6 dikenal
sebagai parts per millions (ppm) dan jika dikalikan 109 dikenal sebagai parts of
billions (ppb). Satuan ini menguntungkan jika digunakan sebagai penanda
konsentrasi massa kualitas air karena mempunyai keuntungan tidak terpengaruh
oleh perubahan suhu ataupun tekanan pada air.
massa unsur terlarut (mg)
ppm =
massa larutan (kg)
118
jika kerapatan airtawar = 1,00 g/cm3 ; air laut 1,025 g/cm3, maka pada p = 1
kg/liter
ppm (mg/kg) = mg/liter
Molalitas
Konsentrasi pada molalitas ini sangat diperlukan dalam rangka pemodelan
hidrokimia airtanah, terutama untuk mencari kesetimbangan reaksi kimia yang
terjadi di air. Molalitas juga dapat dipakai untuk menjelaskan kecepatan reaksi
pelarutan mineral batuan di alam.
Molalitas = konsentrasi unsur terlarut / berat atomnya
Molaritas
Molaritas atau konsentrasi molar (M) adalah angka yang menunjukkan jumlah
mol dari unsur pada 1m3 larutan. Satuan internasional dari molaritas adalah
mol/m3. Satuan yang sering dipakai adalah mmol/liter yang setara dengan 1
mol/m3 . Mol/liter dengan simbol mol/lt sering dipakai dalam merepresentasikan
data dalam studi airtanah dan penting untuk menghitung termodinamika air.
Molaritas = (mg/liter) x 10-3 / berat atom
Milimol = (mg/liter) / berat atom
Contoh : pada air terdapat Na+ terlarut sebesar 125 mg/lt, maka molalitasnya
adalah
Contoh : pada air terdapat Mg2+ terlarut sebesar 80 mg/lt, maka berat ekuivalennya adalah :
1. Diagram
Diagram Bar Vertikal
Diagram bar vertikal ditunjukkan pada Gambar 4.23. Diagram yang
ditunjukkan pada Gambar 4.23 mengartikan bahwa tinggi total menunjukkan
prosentase dari konsentrasi anion dan kation. Biasanya, anion dan kation
120
dibedakan dan diposisikan pada sebelah kiri atau kanan yang dibatasi oleh garis
vertikal di tengah.
121
122
garis horisontal yang paralel dengan nilai 0 berada di garis vertikal di tengahtengan anion dan kation (Gambar 4.26) Satuan yang digunakan adalah meq/l.
Diagram Trilinier-Piper
Diagram ini mengasumsikan bahwa bahwa semua air di alam mempunyai
total konsentrasi yang mendekati jumlah anion dan kation unsur mayor
(asumsi=100%). Jika satuan yang dipakai adalah meq/l makan asumsinya
komposisi kimia air dapat diplot pada tiga trilinier segitiga Piper seperti yang
diilustrasikan pada Gambar 4.27.
124
Dari Gambar 4.27 terlihat bahwa ion mayor diplot pada dua segitiga
dibawah dan diproyeksikan menuju segitiga yang diatas untuk menganalisis
hubungan antara total ion yang ada. Diagram ini sangat efektif untuk
memperkirakan tipe kimia airtanah serta menghitung adanya proses mixing
(percampuran) antara dua jenis sampel air.
Selain beberapa cara representasi data kualitas air diatas, ada beberapa
cara yang dilakukan diantaranya adalah : diagram plot komulatif, diagram
semilog, diagram Durov (Gambar 4.28) expanded, diagram vektor, dll. Selain
itu, ada pula beberapa cara untuk menggambarkan data kimia kualitas air secara
spasial atupun data cross section kualitas air.
125
D. LATIHAN
Identifikasi daerah rawan kekeringan di DIY
Buat kelompok (10 orang per kelompok)
Kumpulkan data dari sumber:
a.
Kajian keserasian
kependudukan dan lingkungan hidup DIY;
b.
c.
126
Daftar Pustaka
Todd, D. 1959. Groundwater Hydrology. John Willey & Sons Inc.
Jankowski, J., 2002. HYdrogeocgemistry, Short Course Note, School of Geology,
University Of New South Wales, Sydney, Australia
Fetter, C.W. 1988. Applied Hydrology 2nd Edition. Mexrill Publishing
Hem, J.D., 1985, Study and Interpretation of The Chemical Characteristics of
Natural Water-3rd edition. USGS Water Supply Paper 2254.
ILRI. 1974. Drainage Principles and Applications, Volume III. ILRI, Wageningen
The Netherlands
Nagle G, and K.Spencer. 1997. Advanced Geography.Oxford University
Press,New York.
Seyhan E. 1977. Fundamental Hydrology. Institut der Rijkuniversiteit Utrecht,
Netherland.
Seyhan E. 1977. Watershed as a Hydrological Unit Geografisch Institut der
Rijkuniversiteit Utrecht, Netherland.
Thornth Waite C.W. and Mather J.R. 1957. Instructions and Tables for Computing
Potential Evapotranspiration and Water Balance. Centerton, New Jersey.
Van Dam J.C., Raaf W.R. and Volker A. 1972. Veldboek Volume D: Climatology.
ILRI: Wageningen, The Netherlands.
127