You are on page 1of 13

Makalah Keperawatan Jiwa (Gangguan Orientasi Realita)

BAB I
PENDAHULUHAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada
realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat,
sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan.
Gangguan orientasi realitas disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu yaitu fungsi kognitif dan
isi fikir; fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi sosial. Gangguan pada fungsi
kognitif dan persepsi mengakibatkan kemampuan menilai dan menilik terganggu. Gangguan
fungsi emosi, motorik dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons terganggu yang tampak
dari perilaku non verbal (ekspresi muka, gerakan tubuh) dan perilaku verbal (penampilan
hubungan sosial). Oleh karena gangguan orientasi realitas terkait dengan fungsi otak maka
gangguan atau respons yang timbul disebut pula respons neurobiologik.
Dalam makalah ini kami akan membahas gangguan orientasi realita yaitu waham dan halusinasi
1.2 Tujuan Penulisan
1. mengetahui pengertian gangguan orientasi realita.
2. Mengetahui factor penyebab gangguan orientasi realita
3. Mengetahui macam-macam gangguan orientasi realita
4. Mengetahui akibat dari gangguan orientasi realita
5. Mengetahui rentang respon dari klien dengan gangguan orientasi realita
6. Mengetahui epidemiologi dari pasien gangguan orientasi realita

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Orientasi Realita
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons pada
realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsangan internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara akurat,
sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkan. Gangguan orientasi
realita dibagi menjadi beberapa macam, dan dalam makalah ini kami akan membahas 2 macam
saja, yakni gangguan orientasi realita Waham dan Halusinasi.

Waham adalah suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan
kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun
individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas
keyakinan itu. Akan tetapi keyakinan dalam bidang agama dan budaya tidak dianggap sebagai
waham.
Halusinasi adalah persepsi yang kuat atas suatu peristiwa atau objek yang sebenarnya
tidak ada. Halusinasi dapat terjadi pada setiap panca indra (yaitu penglihatan, pendengaran,
perasa, penciuman, atau perabaan). Meskipun halusinasi adalah bagian dari banyak penyakit, ada
juga saat-saat di mana ia dianggap normal atau umum, misalnya ketika tertidur atau selama
pengalaman religius. Halusinasi dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang paralel dengan indra
manusia. Halusinasi visual melibatkan indra penglihatan, atau melihat sesuatu. Halusinasi
pendengaran umumnya melibatkan pendengaran suara, jenis paling umum dari halusinasi.
Kadang-kadang, halusinasi dapat mencakup pengalaman suara dan visual; profesional kesehatan
mental menggambarkannya sebagai halusinasi auditori-visual. Mencium adanya bau atau
merasakan ada sesuatu di kulit seseorang yang sebenarnya tidak ada adalah bentuk-bentuk
halusinasi somatik (berasal dari soma, kata Yunani untuk tubuh). Perbedaan halusinasi
dengan delusi adalah bahwa delusi merupakan kesalahpahaman atas hal-hal yang secara objektif
hadir.
2.2 Faktor Penyebab Gangguan Orientasi Realita
A. Waham
Waham merupakan salah satu contoh dari gangguan orientasi realita. Yang disebabkan oleh
perubahan pada fungsi otak terutama fungsi kognitif dan isi piker yang meliputi fungsi presepsi,
fungsi emosi, fungsi motorik dan fungsi social.
Namun, ada factor predisposisi yang mendukung seseorang menderita gangguan orientasi realita
waham, yakni :
Faktor Biologis
-Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
-Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbic
-Gangguan tumbuh kembang
-Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
Faktor Genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
Faktor Psikologis
-Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitive
-Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
-Konflik perkawinan
-Komunikasi double bind
Sosial budaya
-Kemiskinan
-Ketidakharmonisan sosial

-Stress yang menumpuk


Selain predisposisi, factor presipitasi yang mencetus seorang klien mengalami gangguan
orientasi waham, di antaranya :
Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan
dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari kelompok.
Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat halusinogen diduga
berkaitan dengan orientasi realita
Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi
masalah memungkinkan berkurangnya orientasi realita.

B. Halusinasi
Halusinasi merupakan contoh lain dari gangguan orientasi realita yang kami bahas. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus. Salah
persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata bagi pasien.
Menurut Stuart (2007), factor penyebab terjadinya halusinasi juga dibedakan menjadi factor
predisposisi dan presipitasi.
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun
keluarganya, factor predisposisi yang dapat membuat seseorang terkena gangguan orientasi
realita halusinasi antara lain :
Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan Interpersonal terganggu maka
individu akan mengalami stres dan kecemasan.
Faktor sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan tempat klien dibesarkan.
Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan adanya stres yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dhasilkan suatu zay yang dapat bersifat
halusinogenik neuorokimia seperti buffofenon dan dimitytranferase (DMP)
Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda yang bertentangan dan
sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stres, kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan
gangguan orientasi realitas.
Faktor genetic

Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan
bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman
atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsangan lingkungan yang
sering yaitu seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu diajak komunikasi, objek yang ada
dilingkungan suasana sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal
tersebut dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
2.3 Macam-macam gangguan orientasi realita
a. Waham
Menurut Mayer Gross, waham dibagi 2 macam :
Waham Primer
Timbul secara tidak logis sama sekali serta tanpa disertai penyebab apapun dari luar. Misal
seseorang merasa istrinya sedang selingkuh sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti
dua kali.
Waham Sekunder
Biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk
menerangkan gejala-gejala skizofrenia lainnya.
Menurut beberapa referensi yang kami baca ada beberapa jenis waham yakni :
Waham Kejar
Klien mempunyai keyakinan ada orang atau komplotan yang sedang mengganggunya atau
mengatakan bahwa ia sedang ditipu, dimata-matai atau kejelekannya sedang dibicarakan
Waham Somatik
Keyakinan tentang (sebagian) tubuhnya yang tidak mungkin benar, umpamanya bahwa ususnya
sudah busuk, otaknya sudah cair, ada seekor kuda didalam perutnya.
Waham Kebesaran
Klien meyakini bahwa ia mempunyai kekuatan, pendidikan, kepandaian atau kekayaan yang luar
biasa, umpamanya ia adalah Ratu Kecantikan, dapat membaca pikiran orang lain, ataupun
mempunyai puluhan rumah atau mobil.
Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan secara berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Waham Dosa
Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang besar, yang tidak dapat diampuni
atau bahwa ia bertanggung jawab atas suatu kejadian yang tidak baik, misalnya kecelakaan
keluarga, karena pikirannya yang tidak baik.
Waham Pengaruh
Yakin bahwa pikirannya, emosi atau perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau
suatu kekuatan yang aneh

Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusah merugikan atau
mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia atau meninggal yang dinyatakan secara
berulang-ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
Delusion of reference
Pikiran yang salah bahwa tingkah laku seseorang ada hubunganya dengan dirinya

b. Halusinasi
Halusinasi Pendengaran
Beberapapendapatparaahlimengenaipengertiandarihalusinasipendengaran:
Halusinasipendengaranadalahmendengarsuaraataubunyiyangberkisardarisuarasederhana
sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi
tersebut(kliat,2006).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian
alamiahdanmusikdalamkeaadansadartanpaadanyarangsanganapapun(maramis,2005).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra
pendengaran(isaac,2002).
Halusinasi Penglihatan
stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar geometric, gambar karton, dan/atau
panorama yang luasdan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau
yang menakutkan seperti monster. ( Stuart and Sundeen, Alih bahasaAchir Yani S. Hamid, 1998 :
306 )
Halusinasi Penciuman
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan
(darah,urine,atau feces).
Halusinasi Pengecap
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan.
Halusinasi Raba/Taktil
Halusinasi yang seolah-olah mengalami sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat,
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
2.4 Akibat gangguan orientasi realita
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan
pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar
dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Sedangkan pada pasien dengan gangguan orientasi
halusinasi dapat berakibat adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik

dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien dapat melakukan
bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan
merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan
penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009).
2.5 Rentang respon pada klien dengan gangguan orientasi realita
Gangguan isi pikir merupakan ketidakmampuan individu memproses stimulus eksternal dan
internal secara akurat. Gangguannya adalah dapat berupa waham, dan juga dapat berupa
halusinasi. Berikut kami akan memaparkan rentang respon pada klien dengan gangguan orientasi
baik itu waham atau halusinasi.
Adaptif
Maladaptif
Pikiran logis
Proses pikir
Gangguan proses pikir : waham
Persepsi akurat
Kadang ilusi
PSP : halusinasi
Emosi konsisten
Emosi+/Kerusakan emosi
Perilaku sesuai
Perilaku tidak sesuai
Perilaku tidak sesuai
Hubungan sosial
Menarik diri
Isolasi sosial terorganisir
2.6 Epidemiologi
Pasien-pasien (cenderung berusia 40 thn) mungkin tidak dapat dikenali sampai waham
mereka dikenali oleh keluarga dan teman temannya. Ia cenderung mengalami isolasi baik karena
keinginan mereka sendirian atau akibat ketidakramahan mereka (misalnya pasangan
mengabaikan mereka). Apabila terdapat disfungsi pekerjaan dan sosial,biasanya hal ini
merupakan respon langsung terhadap waham mereka. Isi waham bergantung pula pada latar
belakang sosio kultural dan taraf pendidikan seseorang. misalnya seorang pasien suku dayak
mempunyai waham kebesaran,tidaklah mungkin pasien itu mengatakan ia adalah
sisingamangaraja. Oleh karena dalam kultur kaya kita tidak dikenal seseorang yang bernama
sisingamangaraja tersebut. Lain halnya kalau pasien tadi telah tinggal lama di daerah tapanuli
atau pasien ini pernah membaca tentang sisingamangaraja. Contoh lainnya yaitu pasien yang
tidak pernah sekolah yang mempunyai waham kebesaran,tidaklah mungkin ia mengatakan kalau
sinar X itu dialah yang menemukan.

BAB III
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Orientasi Realita
3.1 Waham
Dalam bab asuhan keperawatan ini, pertama-tama kami akan mengangkat masalah keperawatan
perubahan proses pikir Waham.
Yang meliputi data subjektif berupa klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak

sesuai dengan kenyataan.sedangkan data objektifnya klien tampak curiga, panik, bermusuhan,
merusak diri sendiri, lingkungan maupun orang lain. Terkadang terlihat sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan atau realitas serta menunjukan ekspresi wajah tegang.
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Tujuan khusus : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah atau mendukung waham klien. Katakan perawat menerima keyakinan klien
saya menerima keyakinan anda disertai dengan ekspresi menerima, katakana perawat tidak
mendukung disertai dengan ekspresi ragu dan empati, serta tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani
klien dan klien berada di tempat yang aman. Gunakan keterbukaan dan kejujuran serta jangan
pernah tinggalkan pasien sendiri.
Observasi apakah waham yang diderita klien ini mengganggu aktivitas harian dan perawatan
diri.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.
Rasional : dengan kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan perawat untuk
mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien daripada hanya memikirkannya.
Tindakan :
beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat ini realistis.
Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan
dengan aktivitas sehari-hari dan perawatan diri).
Jika klien selalu berbicara mengenai wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham tidak ada,
dan perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.
3. klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat
merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga
klien merasa aman dan nyaman.
Tindakan
Observasikebutuhanklienseharihari
Diskusikankebutuhanklienyangtidakterpenuhibaikselamadirumahmaupundirumahsakit

(rasasakit,cemas,marah)
Hubungkankebutuhanyangtidakterpenuhidantimbulnyawaham.
Tingkatkanaktivitasyangdapatmemenuhikebutuhankliendanmemerlukanwaktudantenaga
(buatjadwaljikamungkin)
Atursituasiagarklientidakmempunyaiwaktuuntukmenggunakanwahamnya.
4. klien dapat berhungan dengan realita.
Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu benar daripada apa
yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri. Orang lain, tempat dan waktu).
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
5. klien dapat menggunakan obat dengan benar.
Rasional : penggunaan obat secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses penyembuhan.
Tindakan :
Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat.
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan
waktu).
Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. klien dapat dukungan dari keluarga.
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan membantu proses
penyembuhan klien.
Tindakan :
Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara merawat
klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
2. Diagnosa 2 : perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan proses pikir : waham dan klien akan meningkat
harga dirinya.
Tujuan khusus :
1. klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan :

Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang
realistis
Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.


Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
4. Klien dapat menetapkan atau merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tindakan :
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan.
Tindakan :
Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Evaluasi
1. Klien percaya dengan perawat, terbuka untuk ekspresi waham.
2. Klien menyadari kaitan kebutuhan yg tdk terpenuhi dg keyakinannya (waham) saat
ini.
3. Klien dapat melakukan upaya untuk mengontrol waham.
4. Keluarga mendukung dan bersikap terapeutik terhadap klien.
5. Klien menggunakan obat sesuai program.
3.2 Halusinasi
A. Pengkajian

1.

2.

3.

4.

Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi halusinasi klien. Karena
mungkin saja klien mendengar perintah menyakiti orang lain, membunuh, atau loncat jendela.
Maka dari itu pengkajian pada klien halusinasi dilakukan dengan cara :
Membina hubungan saling percaya
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina
hubungan saling percaya, sebagai berikut :
Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam. Misalnya: Assalamualaikum, selamat
pagi/siang atau sesuai dengan konteks agama pasien.
Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat termasuk
peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa.
Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada paien tujuan kita merawat klien, aktivitas apa yang akan
dilaksanakan untuk mencapai tujua itu, kapan aktivitas akan dilaksanakan, dan berapa lama akan
dilaksanakan aktivitas tersebut.
Bersikap empati yang ditunjukkan dengan: Mendengar keluhan paasien dengan penuh perhatian;
Tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien; Segera menolong pasien jika pasien
membutuhkan perawat.
Mengkaji data objektif dan subjektif
Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan
secara verbal apa yang sedang dialami pasien. Data objektif dikaji perawat dengan cara
mengobservasi perilaku pasien, memeriksa, mengukur, sedangkan data subjektif didapatkan
dengan cara wawancara, curahan hati, ungkapan-ungkapan klien, apa-apa yang dirasakan dan
didengar klien secara subjektif.
Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami
oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak
larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan apa respons klien ketika halusinasi itu
muncul, perawat dapat menanyakan pada klien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan klien.
Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada klien jika halusinasi timbul.
Selain mengkaji mengenai halusinasinya perawat juga mengkaji factor predisposisi, perilaku,
fisik dan status emosi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori halusinasi

3.
4.
C.
1.

Isolasi social
Harga diri rendah kronis
Tindakan Keperawatan
Membantu klien mengenali halusinasi
Perawat mencoba menanyakan pada klien tentang isi halusinasi, waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan perasaan
pasien saat halusinasi muncul.
2. Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara :
Menghardik halusinasi
Yaitu upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Tahapan tindakannya meliputi menjelaskan cara menghardik halusinasi, memperagakan
cara meghardik halusinasi, meminta pasien memperagakan ulang, memantau penerapan cara ini
dengan menguatkan perilaku pasien, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktifitas
yang terjadwal, menggunakan obat secara teratur.
Melatih bercakap-cakap dengan orang lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika
pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi; focus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan orang lain. Sehingga salah satu cara yang
efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang lain.
Melatih klien beraktivitas secara terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukan diri dengan membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Tahapan intervensinya sebagai berikut : menjelaskan pentingnya
aktivitas yang teratur, mendiskusikan aktivitas yang teratur, mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan pasien, melatih pasien melakukan aktivitas, menyusun jadwal aktivitas sehari-hari,
memantau pelaksanaan jadwal kegiatan.
Melatih pasien menggunakan obat secara teratur
Agar klien mampu mengontrol halusinasi maka perlu dilatih untuk menggunakan obat secara
teratur sesuai program. Klien yang mengalami putus obat seringkali mengalami kekambuhan.
Bila kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Tahapan
intervensinya sebagai berikut : jelaskan pentingnya penggunaan obat, jelaskan akibat bila obat
tidak digunakan sesuai program, jelaskan akibat bila putus obat, jelaskan cara mendapat obat,
jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
Pemberian psikofarmaterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala skizofernia biasanya diatas dengan menggunakan
obat-obatan anti psikotik antara lain : haloperidol. Haldol, serenance, dan chlorpromazine.
Memantau efek samping obat

Perawat perlu memahami efek samping yang sering ditimbulkan oleh obat-obat psikotik seperti :
mangantuk, tremor, kaku otot, otot bahu tertarik sebelah, hipersalivasi. Biasanya dokter
memberikan obat untuk mengatasinya dengan obat anti parkinsone yaitu Trihexyphenidile.
Melibatkan keluarga dalam tindakan
Di antara penyebab kambuh yang paling sering adalah factor keluarga dan klien itu sendiri.
Keluarga adalah support system terdekat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan
membuat klien mandiri dan patuh mengikuti pengobatan. Perawat perlu memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga, informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi :
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi, cara merawat pasien halusinasi, cara berkomunikasi, pengaruh pengobatan
dan tata cara pemberian obat, pemberian aktivitas kepada klien, sumber-sumber
pelayanankesehatan yang bisa dijangkau, pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan
klien.

BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan
sumber dari luar yang meliputi semua system panca indra. Factor predisposisi penyebab
halusinasi seperti factor perkembangan, sosialcultural, biokimia, psikologis, genetic dan pola
asuh. Sedangkan factor prepitasi dilihat dari perilaku dari segi dimensi fisik, emosional,
intelektual, social dan spiritual. Tipe halusinasi ada beberapa macam yaitu halusinasi dengar,
halusinasi penglihatan, halusinasi penghidu, halusinasi perabaan, halusinasi pengecapan dan
halusinasi kinestik. Sedangkan tahap terjadinya halusinasi terdiri dari empat fase. Tindakan
dalam melakukan pengkajian klien dengan halusinasi adalah membina hubungan saling percaya,
mengkaji data objektif dan subjektif, mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya
halusinasi dan mengkaji respons terhadap halusinasi. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien halusinasi seperti membantu klien mengenali halusinasi dan melatih mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik halusinasi, melatih bercakap-cakap, melatih beraktivitas, melatih
menggunakan obat secara teratur dan melibatkan keluarga dalam tindakan.
Sedangkan gangguan waham merupakan salah satu gangguan spesifik pada isi pikiran.
Waham adalah keyakinan palsu yang didasarkan pada kesimpulan yang salah tentang kenyataan
eksternal yang tidak sejalan denganintelegensia pasien dan latar belakang kultural yang tidak
dapat dikoreksi dengan suatu alasan. Waham dari seorang pasien tidak boleh ditentang secara
langsung. Waham mungkin merupakan pikiran sebagai suatu pertahanan dan perlindungan diri
pasien untukmelawan kecemasan,penurunan harga diri,dan kebingungan. Waham mungkin
sangat terfiksasi,tetap dan kronis atau mungkin merupakan subjek pertanyaan dan keraguan dari
pasien dan dapat berlangsung hanya dalam waktu relatif singkat. Pasien mungkin dipengaruhi
atau tidak dipengaruhi oleh keyakinan waham dan mungkin mampu mengenali efeknya.

Waham serta sebagian besar gejala psikatri ini terjadi dalam spektrum dari berat sampai ringan
dan harus diperiksa tentang derajat beratnya terfiksasinya,kerumitannya, kekuatan untuk
mempengaruhi tindakan pasien dan penyimpangannya dari perilaku normal.
Gangguan waham ditandai keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam
kenyataan
4.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, suatu saat nanti mungkin kita akan dihadapkan pada
pasien jiwa dengan gangguan orientasi realita, entah itu waham ataupun halusinasi. Pada pasien
waham kita diharapkan untuk bisa menyadarkan dan membawa keyakinan klien kita ke realita
tanpa membuat klien tersebut merasa digurui. Kita dianjurkan untuk tidak membenarkan waham
klien tapi kita mengajak klien untuk berfikir sesuai dengan logika.
Sedangkan untuk klien dengan gangguan orientasi realita berupa halusinasi, kita diharapkan
mampu membantu klien mengatasi halusinasi yang sering dialaminya, dan ada beberapa metode
pengobatan yang dapat dipraktekan seperti yang sudah dibahas di atas. Akan tetapi, salah satu
kunci agar kita bisa sukses dalam membantu klien dengan masalah kejiwaan adalah adanya rasa
percaya yang harus ada antara pasien dengan perawat, dan rasa percaya tersebut timbul melalui
komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat. Jika rasa percaya sudah timbul antara pasien dan
perawar, maka rencana keperawatan akan dapat dilakukan secara lebih optimal lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC, 1995
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Depkes, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III.1995.Jakarta;
depkes

You might also like