You are on page 1of 57

RAPAT DENGAR PENDAPAT

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

DAN

KOMISI III DPR RI

JAKARTA, 28 APRIL 2010


PENJELASAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


ATAS PERTANYAAN

I. LEGISLASI

-1-
1. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang langkah-langkah yang
telah dan/atau akan dilakukan untuk mengatasi kendala atau hambatan
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi KPK dari aspek peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan KPK sebagaimana dijelaskan
dalam Rapat Dengar Pendapat tanggal 25 Januari 2010.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas pokok:


a. Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi (TPK);
b. Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
TPK;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap TPK;
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan TPK; dan
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, terdapat beberapa kendala dari aspek
peraturan perundangan-perundangan:

a. Dengan berlakunya UU Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor, maka


Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK harus menyesuaikan untuk melakukan
persidangan di daerah. KPK sampai saat ini belum memiliki kantor perwakilan di
daerah, sehingga belum memiliki fasilitas ruang kerja para JPU KPK pada saat
melaksanakan tugas persidangan di daerah. Selain itu, jumlah JPU pada KPK
sangatlah terbatas sehingga dapat diperkirakan tugas penuntutan akan mengalami
hambatan;

b. UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan


Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, hanya mengenakan sanksi administrasi
terhadap Penyelenggara Negara yang tidak melaporkan LHKPN sehingga
pelaksanaan tugas KPK dalam menerima pelaporan dan pemeriksaan LHKPN
menemukan hambatan tentang kepatuhan untuk melaporkan kekayaannya;

c. Dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi,
tercantum ketentuan yang memperbolehkan diberikannya insentif pemungutan
pajak (upah pungut). Dalam pelaksanaan tugas pokok KPK untuk melakukan
pencegahan TPK, ketentuan ini tanpa dibarengi Peraturan Pemerintah yang jelas,
akan menimbulkan hambatan (perbedaan persepsi).

Untuk mengatasi kendala tersebut di atas, KPK telah melakukan langkah-langkah


berikut:

a. Melakukan koordinasi dengan Kejaksaan untuk menggunakan ruang kerja


seandainya ada JPU yang sedang melaksanakan sidang di wilayah hukum
Kejaksaan setempat.

b. Mengusulkan revisi atau amandemen UU Nomor 28 Tahun 1999. Selain itu,


mengusulkan UU tentang Gratifikasi.

c. Mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk menyusun Peraturan Pemerintah


tentang biaya pemungutan pajak daerah yang antara lain memuat pejabat yang
dapat menerima upah pungut dan jenis pungutan yang diperbolehkan.

-2-
PENJELASAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


ATAS PERTANYAAN

II. ANGGARAN

-3-
1. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang alokasi dan realisasi
anggaran Tahun Anggaran 2010 pada setiap satuan kerja, pengadaan
barang dan jasa yang telah dilaksanakan sampai dengan April 2010,
rincian rencana penggunaan rencana penggunaan dana hibah luar
negeri dan realisasinya hingga April 2010, dan rincian rencana
penggunaan dana APBN Perubahan 2010

1.1. Alokasi dan Realisasi Anggaran Tahun 2010


Tahun Anggaran 2010, KPK memperoleh pagu anggaran (Rupiah Murni) sebesar
Rp398.694.431.000,00. Realisasi anggaran s.d. 25 April 2010 adalah sebesar
Rp62.402.437.765,00 atau 15,65% dari pagu, dengan rincian:

Unit (Kedeputian) Pagu (Rp) Realisasi (Rp) %

Penindakan 24.260.000.000,00 2.220.448.303,00 9,15


Pencegahan 22.957.032.000,00 1.606.962.557,00 7,00
INDA 104.617.026.000,00 4.122.140.020,00 3,94
PIPM 6.949.375.000,00 114.754.846,00 *) 1,65
Setjen 239.910.998.000,00 54.338.132.039,00 22,65
Total 398.694.431.000,00 62.402.437.765,00 15,65

*) masih dalam proses pertanggungjawaban.

1.2. Pengadaan Barang/Jasa Tahun 2010


Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) per 15 April 2010 yang telah dilakukan KPK
sebanyak 132 paket dengan nilai total Rp31.606.591.900,00. Dari hasil PBJ
tersebut, diperoleh penghematan Rp2.223.507.147,00 (selisih antara harga
perkiraan/HPS dan harga hasil lelang/tender), dengan rincian.

Jumlah Perkiraan Dana Hasil Penghematan %


No Unit Kerja
Paket / HPS (Rp) Pengadaan (Rp) (Rp) Penghematan

1 Pencegahan 12 4.114.757.993 3.912.781.813 201.976.180 4,91%

2 Penindakan 5 118.690.000 110.794.000 7.896.000 6,65%

3 INDA 34 8.456.449.992 7.484.510.072 971.939.920 11,49%

4 PIPM 3 19.971.710 18.899.100 1.072.610 5,37%

5 Setjen 78 18.896.722.205 17.856.099.768 1.040.622.437 5,51%

Jumlah 132 31.606.591.900 29.383.084.753 2.223.507.147 7,03%

1.3. Rencana Penggunaan Hibah 2010


Penjelasan dan rincian rencana penggunaan Hibah KPK Tahun 2010 telah
disampaikan melalui Surat Sekjen KPK Nomor: B-850/50-52/04/2010 tanggal 16
April 2010 dan telah dilakukan pembahasan dengan Banggar dan Kapoksi Komisi
III DPR sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada tanggal 12 dan 22 April 2010.

-4-
Tahun 2010, KPK menerima Hibah sebesar Rp27,686 Miliar yang masih diblokir
oleh DPR. Hibah tersebut berasal dari:

a. Uni Eropa senilai Rp11,743 Miliar; Project Strengthening of Rule of Law and
Security in Indonesia, untuk support to fighting against corruption.
Dasar perjanjian: Financing Agreement antara Pemerintah Indonesia dan
Masyarakat Ekonomi Eropa tanggal 23 Juni 2008.
Hibah dari Uni Eropa untuk KPK (Support to fighting against corruption)
digunakan untuk:
1. Bantuan teknis untuk menyusun kebijakan dan strategi KPK dalam
melakukan koordinasi dan supervisi dengan lembaga penegak hukum
lainnya;
2. Penyadaran anti korupsi melalui workshop, RAN-PK, termasuk reviu
kepatuhan terhadap UNCAC dan tindak lanjutnya oleh Indonesia;
3. Pelatihan, workshop, dan pengetahuan teknis, teknik koordinasi, dan
kerjasama operasional dengan lembaga penegak hukum lainnya;
4. Bantuan teknis dalam penyusunan sistem evaluasi dan pemantauan yang
efektif atas RAN-PK dan Kormonev.
Rencana penggunaan Hibah Uni Eropa tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Persiapan, Pelaksanaan Penguatan Kapasitas Koordinasi dan Supervisi
dianggarkan US$318,737 ;
2. Persiapan, Pelaksanaan Training dan Pelatihan di Bidang Asset Tracing dan
Keuangan dianggarkan US$247,137 ;
3. Persiapan, Pelaksanaan UNCAC Gap Analysis dan Strategy Kampanye KPK
dianggarkan US$206,286 ;
4. Managemen Proyek dianggarkan US$532,618.
Total anggaran 2010 adalah US$1,304,778 atau Rp11.743.000.000,00 (dengan
kurs 1 US$ = Rp9.000,00).
b. Kanada (CIDA) senilai Rp15,943 Miliar; Project Support to Indonesia`s
Island of Integrity Program for Sulawesi.
Dasar perjanjian: Memorandum of Understanding antara Pemerintah Indonesia
dan Kanada tanggal 14 Mei 2009.

Tujuan pemberian hibah dari CIDA (Kanada) adalah: untuk menjamin bahwa
konsep island of integrity dapat terus terpelihara pada pemerintah daerah yang
sudah berinisiatif, dan supaya praktik-praktik tersebut mulai digunakan oleh
pemerintah daerah lainnya di Sulawesi maupun di luar Sulawesi.
Rencana penggunaan Hibah Kanada tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Persiapan, Pelaksanaan Inception Work Plan dianggarkan US$422,500 ;
2. Persiapan, Pelaksanaan Training dan Pelatihan untuk Peningkatan
Kapasitas di Daerah dianggarkan US$550,000 ;
3. Persiapan, Pelaksanaan Training dan Pelatihan untuk Peningkatan
Kapasitas KPK dianggarakn US$50,000 ;
4. Managemen Proyek dianggarkan US$748,944.
Total anggaran 2010 adalah US$1,771,444 atau Rp15.943.000.000,00 (dengan
kurs 1 US$ = Rp9.000,00).

-5-
1.4. Rencana Penggunaan APBN-P Tahun 2010
APBN-P 2010 direncanakan untuk Belanja Pegawai. Penjelasan dan rincian
rencana penggunaan APBN-P Tahun 2010 telah disampaikan melalui Surat
Sekjen KPK Nomor: B-830/50-52/04/2010 tanggal 15 April 2010. Demikian pula
pembahasannya, untuk rencana penggunaan APBN-P Tahun 2010 telah dilakukan
pada tanggal 12 dan 22 April 2010.

Alokasi Belanja Pegawai KPK 2010 Sebelum APBN-P:


a. Alokasi Belanja Pegawai (DIPA 2010) …………………...... Rp165,99 Miliar;
b. Kebutuhan Belanja Pegawai ………………………………… Rp219,46 Miliar;
c. Kekurangan Belanja Pegawai (b-a) ……….......................… Rp 53,47 Miliar.

Kenaikan Belanja Pegawai 2010 diperlukan untuk:


a. Penambahan pegawai sebanyak 168 orang sebagaimana telah direncanakan
dalam Renstra;
b. Perubahan grade dan tingkat jabatan, tunjangan transport, THT, asuransi jiwa
dan kesehatan, dan insentif kinerja.

Rencana Alokasi Belanja Pegawai Setelah Pengusulan APBN-P:


Tambahan Belanja Pegawai sebesar Rp53,47 Miliar akan dialokasikan untuk:
a. Gaji ……………………………………………………………… Rp34,85 Miliar;
b. Tunjangan Transport …………………………….................... Rp 9,39 Miliar;
c. Tunjangan THT ……………………………........................... Rp 2,12 Miliar;
d. Asuransi Kesehatan dan Jiwa…………………..................… Rp 1,09 Miliar;
e. Insentif Kinerja …………………………………...................... Rp 5,95 Miliar.

-6-
2. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang pelaksanaan prinsip
transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran KPK,
antara lain masalah penggajian pegawai KPK, dan penjelasan KPK
tentang penanganan atau tindak lanjut atas ikhtisar Hasil Pemeriksaan
Semester II BPK RI Tahun Anggaran 2009

2.1. Penggajian Pegawai KPK


Prinsip-prinsip dasar pemberian kompensasi Pegawai KPK dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia KPK adalah:
a. Merit system;
b. Single Salary,
c. Pajak penghasilan ditanggung oleh Pegawai;
d. Biaya perjalanan at cost (tidak lumpsum);
e. Tidak ada honor atau tambahan penghasilan lain;
f. Tidak ada uang pensiun sebagaimana Pegawai Negeri lain.

Rujukan dalam sistem penggajian KPK adalah sebagai berikut :


1. Peraturan Pemerintah nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen
Sumber Daya Manusia KPK.
Pasal 15:
(1) Kompensasi diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan atas
kontribusi positif dan/atau jasanya, meliputi :
a. gaji;
b. tunjangan; dan
c. insentif berdasarkan prestasi kerja tertentu
(2) Gaji pegawai Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditetapkan berdasarkan kompetensi dan kinerja sesuai kontribusi pegawai
kepada Komisi.
(3) Gaji Pegawai Negeri yang dipekerjakan pada Komisi diperhitungkan
dengan mengurangi besarnya gaji dan tunjangan dari instansi asal
(4) Pajak Penghasilan atas kompensasi ditanggung oleh masing-masing
pegawai
(5) Besaran kompensasi pegawai Komisi ditetapkan melalui Peraturan Komisi
(6) Jumlah Pegawai dan kebutuhan belanja pegawai Komisi ditetapkan tidak
melampau pagu belanja pegawai pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan kepada Komisi.
Penjelasan Pasal 15 ayat (1) butir b:
Tunjangan pegawai Komisi meliputi tunjangan transportasi, tunjangan asuransi
kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua. Tunjangan transportasi dibayarkan
secara langsung kepada pegawai sedangkan tunjangan asuransi kesehatan
dan jiwa serta tunjangan hari tua dibayarkan kepada pihak ketiga sebagai
pemberi jasa.

-7-
Pasal 24:
(1) Tim Penasihat Komisi diberi kompensasi sebagai penghargaan atas
kontribusi positif dan/atau jasanya yang meliputi :
a. gaji;
b. tunjangan; dan
c. insentif berdasarkan prestasi kerja tertentu.
(2) Pajak Penghasilan atas kompensasi yang diberikan ditanggung oleh
masing-masing Tim Penasihat

Penjelasan Pasal 24 ayat (1) butir b:


Tunjangan Tim Penasihat Komisi meliputi tunjangan transportasi, tunjangan
asuransi kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua. Tunjangan transportasi
dibayarkan secara langsung kepada Tim Penasihat sedangkan tunjangan
asuransi kesehatan dan jiwa serta tunjangan hari tua dibayarkan kepada pihak
ketiga sebagai pemberi jasa.

2. Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor PER 01/2008 tentang


Sistem Penggajian bagi Penasihat dan Pegawai pada Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Pasal 3:
Menjelaskan tentang Filosofi Kompensasi bagi pegawai dan penasihat dalam
memberikan penghargaan/imbalan berdasarkan kepada prinsip 3 (tiga) P, yaitu:
a. Pay for Position berdasarkan bobot pekerjaan (job based) mencerminkan
tingkat bobot tugas, tanggung jawab dan wewenang.
b. Pay for Person berdasarkan kompetensi (competency based) mencerminkan
tingkat kompetensi yang meliputi perilaku dan kompetensi teknis
pengetahuan dan ketrampilan.
c. Pay for Performance berdasarkan kinerja (performance based)
mencerminkan tingkat prestasi kerja pegawai.

Pasal 5:
Menjelaskan tentang Strategi Kompensasi yang meliputi :
a. Menggunakan azas internal equity dengan tujuan menjaga keseimbangan di
internal Komisi melalui penerapan prinsip 3 (tiga) P di atas
b. Menggunakan azas external equity dengan tujuan menjaga keseimbangan
dengan pihak eksternal agar mampu mempertahankan pegawainya yang
unggul melalui membandingkan kompensasi atas pekerjaan sejenis
terhadap kondisi eksternal.
c. Menggunakan azas kontribusi positif pegawai dengan tujuan
mempertahankan dan meningkatkan motivasi dan kinerja pegawai melalui
pemberian variable pay berupa tunjangan transportasi dan insentif kinerja.
d. Pengadministrasian kompensasi melalui perencanaan, pengendalian
penggunaaan anggaran dan efektivitas anggaran. Dengan sistem
kompensasi yang digunakan maka sistem pengadministrasiannya menjadi
lebih sederhana, mudah dan cepat karena tidak terlalu banyak komponen
kompensasinya, mengandalkan teknologi serta mengurangi transaksi

-8-
langsung dengan pegawai melalui metoda transfer untuk seluruh proses
pembayaran kompensasi sehingga diharapkan akurasi dapat lebih terjamin.

Penjabaran Pasal 3 dan Pasal 5:


Gaji sebagai kompensasi dalam bentuk cash dan fixed pay dibayarkan secara
bulanan berdasarkan Struktur Gaji Kotor yang ditetapkan oleh Pimpinan.
Struktur Gaji pegawai dan penasihat terdiri dari perpaduan butir 1 dan butir 2
yaitu (job based) dan butir 2 (competency based) yaitu tingkat jabatan dan
tingkat kompetensi.

Tunjangan Transportasi sebagai kompensasi dalam bentuk cash dan


merupakan variable pay yang dibayarkan secara bulanan berdasarkan Tabel
Tunjangan Transportasi Kotor dan proporsional berdasarkan kontribusi positif
pegawai dan penasihat yang didokumentasikan melalui isian Timesheet. Isian
Timesheet merupakan pencatatan pelaksanaan tugas harian secara on-line.

Insentif Kinerja sebagai kompensasi dalam bentuk cash dan merupakan dan
merupakan variable pay. Insentif Kinerja ditetapkan setiap akhir tahun
berdasarkan capaian kinerja organisasi, unit kerja dan masing-masing pegawai
dan penasihat yang besarannya berdasarkan prosentasi dari Gaji Kotor dan
berdasarkan peringkat kinerja masing-masing pegawai atau penasihat.
Insentif Kinerja terdiri dari dua jenis yaitu Insentif Kinerja Tahunan yang
dibayarkan setiap akhir tahun dan Insentif Kinerja Bulanan yang dibayarkan
secara bulanan pada perode penilaian kinerja berikutnya. Insentif Kinerja
Bulanan diberikan kepada pegawai dan penasihat setelah minimal satu tahun
bekerja di KPK serta tidak carry over. Besarnya Insentif Kinerja dibayarkan
secara proporsional berdasarkan peringkat kinerja masing-masing pegawai
atau penasihat dan rentang waktu kontribusi pegawai atau penasihat sepanjang
periode penilaian kinerja.

Tunjangan Asuransi Kesehatan dan Jiwa sebagai kompensasi dalam bentuk


non cash dan merupakan salah satu jenis benefit yang diberikan kepada
pegawai, penasihat dan/atau keluarga serta bersifat variable dan proporsional
berdasarkan manfaat asuransi yang diberikan berupa rawat jalan, rawat inap,
rawat gigi, serta pilihan manfaat berupa bantuan melahirkan, kaca mata dan
asuransi jiwa (hanya untuk pegawai dan penasihat, tidak termasuk keluarga)
berdasarkan rumpun jabatan dan jenis pekerjaan. Premi atas asuransi
kesehatan dan jiwa dibayarkan oleh KPK kepada pihak pemberi jasa
sebagaimana diatur dalam PP 63 Tahun 2005. Penetapan Pemberi Jasa
ditentukan melalui tender yang mengacu kepada ketentuan PBJ.

Tunjangan Hari Tua (THT) sebagai kompensasi dalam bentuk cash dan
merupakan salah satu jenis benefit yang diberikan kepada pegawai dan
penasihat yang dibayarkan secara sekaligus kepada pegawai atau penasihat
saat berhenti dari KPK dan telah diterbitkan Surat Keputusan Pemberhentian
oleh Pimpinan KPK. Pegawai dan Penasihat KPK tidak menerima uang pensiun
bulanan lagi setelahnya. Besaran Iuran bulanan THT diberikan berdasarkan
prosentasi dari Gaji Kotor dan dibayarkan oleh KPK kepada pihak pemberi jasa
sebagaimana diatur dalam PP 63 Tahun 2005. Penetapan Pemberi Jasa
ditentukan melalui tender yang mengacu kepada ketentuan PBJ.

-9-
Pajak Penghasilan Pegawai dan Penasihat KPK :
a. Pajak atas gaji, tunjangan transportasi, insentif kinerja dan tunjangan
asuransi kesehatan dan jiwa dipotong secara bulanan.
b. Pajak atas THT dipotong saat dilaksanakan pencairan THT.

Pengadministrasian Kompensasi
a. Penerbitan Slip carbonize untuk Gaji dan Transportasi, Insentif Kinerja
kepada pegawai dan penasihat.
b. Penerbitan laporan tahunan, pemberitahuan pembayaran THT dan besaran
THT kepada pegawai atau penasihat.
c. Pembayaran kompensasi melalui sistem transfer dan kepada pegawai diberi
kebebasan untuk menetapkan bank yang ditunjuk untuk transfer.
d. Penggunaan aplikasi timesheet untuk dokumentasi kontribusi positif dan
produktivitas pegawai dan penasihat.
e. Penerbitan laporan bulanan rekapitulasi kehadiran dan produktvitas pegawai
dan penasihat.
f. Penggunaan aplikasi manajemen kinerja (KKO) untuk perencanaan,
monitoring, evaluasi dan penilaian kinerja.
g. Penerbitan SPT Pph 21 untuk masing-masing pegawai dan penasihat.

Kepada Pegawai dan Penasihat KPK tidak diberikan :


a. Uang lembur bagi Pegawai yang bekerja melebihi 8 jam/hari atau 40
jam/minggu;
b. Gaji ke-13 bagi Pegawai;
c. Tunjangan Hari Raya (THR);
d. Uang Pesangon;
e. Honor bagi yang mendapatkan tugas tambahan dan/atau tugas khusus (baik
di dalam KPK ataupun di luar KPK);
f. Fasilitas kendaraan dinas yang dapat dibawa ke rumah atau digunakan oleh
anggota keluarga lainnya selain untuk kedinasan;
g. Fasilitas bensin dan perawatan kendaraan bagi pejabat struktural eselon 1
dan eselon 2;
h. Fasilitas perumahan atau tunjangan perumahan;
i. Uang perjalanan dinas bukan merupakan bagian dari penghasilan
tambahan. Kepada pegawai diberikan uang saku sebesar Rp100.000,00 per
hari untuk Perjadin Dalam Negeri dan US$20.00 untuk Perjadin Luar Negeri.
Uang saku tersebut dapat dipergunakan untuk biaya komunikasi dan
laundry. Selain uang saku tersebut, dibayarkan secara at cost.

3. Kode Etik bagi penasihat dan pegawai, yang mengatur antara lain:
a. Penasihat dan Pegawai KPK tidak diperkenankan menerima honor apapun
terkait tugas tambahan atau tugas lainnya baik dari KPK ataupun dari pihak
eksternal selain kompensasi yang telah ditetapkan;
b. Penasihat dan Pegawai KPK tidak diperkenankan menerima fasilitas antar
jemput dan/atau fasilitas lainnya terkait tugas kedinasan dan/atau kegiatan
pribadi yang dapat menimbulkan conflict of interest;
c. Penasihat dan Pegawai KPK tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan
lainnya dalam rangka mencari atau menambah pengasilan lainnya sehingga
dapat menggagu fokus dan waktunya dalam melaksanakan tugas di KPK
dan mencegah timbulnya conflict of interest dari kegiatan memperoleh
penghasilan lainnya tersebut.

- 10 -
4. Peraturan lainnya terkait penghasilan Pegawai:
a. Penasihat dan Pegawai KPK wajib melaporkan gratifikasi kepada Direktorat
Gratifikasi KPK sebagai upaya mencegah terjadinya conflict of interest.
b. Penasihat dan Pegawai KPK wajib melaporkan LHKPN, setelah diangkat
menjadi Penasihat atau Pegawai KPK dan saat berhenti dari KPK.
Penjelasan tambahan tentang Implementasi 3P (Position, Person,
Performance) dalam sistem kompensasi mengenai Job Based, Competency
Based dan Performance Based yang digunakan di KPK sebagai berikut:
1. Job Based
KPK menggunakan tingkat jabatan dengan bobot kerja terendah Tingkat
Jabatan 5 dan bobot kerja tertinggi adalah Tingkat Jabatan 22. Jenis pekerjaan
dengan tingkat jabatan 1 s.d. 4 dikelola oleh pihak ketiga.
Penetapan Tingkat Jabatan ditentukan berdasarkan tiga aspek yaitu Bobot
Pengetahuan (Know-How), Pemecahan Masalah (Problem Solving) dan Hasil
Kerja (Accountability) dengan menggunakan metoda Hay Point System.
Rumpun Jabatan dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Rumpun Jabatan
Struktural (Tingkat Jabatan 14 s.d. Tingkat Jabatan 22), Rumpun Jabatan
Fungsional (Tingkat Jabatan 8 s.d. Tingkat Jabatan 18) dan Rumpun Jabatan
Adminsitrasi termasuk untuk jenis pekerjaan pendukung operasional dan teknis
(Tingkat Jabatan 5 s.d. Tingkat Jabatan 12).
Klasifikasi Jabatan dibagi ke dalam 3 (tiga) jenis yaitu Klasifikasi Jabatan Muda,
Klasifikasi Jabatan Madya dan Klasifikasi Jabatan Utama.
Komposisi jumlah pegawai untuk Rumpun Jabatan Struktural dan Fungsional
dibandingkan dengan Rumpun Jabatan Adminstrasi dan komposisi untuk area
pekerjaan operasional dan area pekerjaan pendukung adalah 70 : 30. Tujuan
dari pengaturan komposisi ini disesuaikan dengan karakteristik organisasi KPK
yang mengedepankan struktur organisasi yang landai dan berbasis teknologi
sehingga komposisi pekerjaan pendukung dan administrasi perlu dikendalikan
dengan memanfaatkan bantuan teknologi dan mengurangi pekerjaan secara
manual dan paperless.
2. Competency Based
KPK membagi tingkat kompetensi dimulai dari terendah Tingkat Dasar, Tingkat
Pemula, Tingkat Menengah, Tingkat Lanjut dan tertinggi adalah Tingkat Ahli.
Pemeringkatan tingkat kompetensi didasarkan kepada kompetensi perilaku
yang terdiri dari core competencies, primary competencies dan secondary
competencies dan kompetensi teknis yang terdiri dari pendidikan, pelatihan,
pengalaman kerja, dan peringkat kinerja.
Saat ini KPK masih dalam tahap capacity building sehingga pemetaan
kompetensi serta rincian kompetensi terus dikembangkan agar menjadi lebih
sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan.
Komposisi pegawai KPK saat ini mayoritas berada di klasifikasi jabatan muda
dan madya dan tingkat kompetensi menengah.
3. Performance Based
Peringkat Kinerja dibagi ke dalam 5 (lima) peringkat kinerja yaitu A (Sangat
Memuaskan, B (Memuaskan), C (Cukup Memuaskan), D (Kurang Memuaskan)
dan E (Tidak Memuaskan).

- 11 -
Penetapan Peringkat Kinerja ditetapkan berdasarkan :
a. Pencapaiana Kinerja (Bobot 50%) sebagai pencerminan prestasi pergawai
dalam mencapai hasil kerja berdasarkan program prioritas yang disepakati
antara atasan dan pegawai dengan menggunakan metoda Balance
Scorecard yang terdiri dari penetapan KRA (Key Result Area), Key
Performance Indicator (KPI) dan Objectives (O) atau disingkat KKO.
b. Evaluai Kompetensi Perilaku (Bobot 50%) sebagai pencerminan atas
perilaku dan pelaksanaan kode etik serta kepatuhan pegawai dalam rangka
menjaga integritas pegawai KPK sehingga bobot perilaku ditetapkan sebesar
50%, sama pentingnya dengan pencapaian prestasi kerja.
c. Menggunakan metoda Forced Rank, yaitu mengatur kuota untuk setiap
peringkat kinerjanya yaitu untuk peringkat kinerja A maksimal sekitar 30%
dan peringkat kinerja D dan E maksimal sekitar 10%. Tujuan dari
pemeringkatan ini adalah untuk dapat membedakan pegawai dalam
kaitannya promotability dan memilih diantara yang sama-sama berkinerja
baik, siapa yang lebih baik.

2.2. Penanganan atau tindak lanjut atas ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II
BPK RI Tahun Anggaran 2009
Sampai dengan tanggal 26 April 2010, KPK belum menerima ikhtisar HAPSEM II
Tahun Anggaran 2009 dari BPK.

- 12 -
PENJELASAN

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


ATAS PERTANYAAN

III. PENGAWASAN

- 13 -
1. Terkait tindak lanjut kesimpulan RDP Komisi III DPR dengan KPK
tanggal 25 Januari 2010, Komisi III DPR meminta penjelasan tentang:
1.1. Perkembangan hasil monitoring terhadap penerimaan negara dan
pelaksanaan pengelolaan APBN dan APBD, khususnya
pelaksanaan pembangunan yang menyerap anggaran terbanyak
seperti pendidikan, infrastruktur, dan subsidi.
1.2. Upaya mengefektifkan mekanisme pengawasan internal dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang penindakan, mulai dari
tahap penyelidikan hingga penuntutan, guna mencegah terjadinya
pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang personil KPK.
1.3. Perkembangan pelaksanaan kajian dan monitoring terhadap UU
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi yang
membolehkan diberikannya insentif pemungutan pajak (upah
pungut) yang dapat menimbulkan tindak pidana korupsi.

1.1. Monitoring terhadap penerimaan negara dan pelaksanaan pengelolaan APBN


dan APBD
KPK telah melakukan pencegahan korupsi melalui kegiatan penelitian, pengkajian
maupun pengembangan pada sisi:
1. Penerimaan Negara
a. Sektor Perpajakan
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2008 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat
Jenderal Pajak.
b. Sektor Bea Cukai
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2007 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
c. Sektor Keimigrasian
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2006 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat
Jenderal Imigrasi.
d. Sektor Pertanahan
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2005 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Badan
Pertanahan Nasional.
e. Sektor Kehutanan
Kajian sedang dilaksanakan pada tahun 2010 di Kementerian Kehutanan.
2. Pengelolaan APBN
KPK telah melakukan kajian terhadap pengelolaan APBN, di:
a. Direktorat Jenderal Anggaran
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2008 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat
Jenderal Anggaran.

- 14 -
b. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kajian telah dilaksanakan pada tahun 2008 dan saat ini dilakukan
pemantauan atas implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat
Jenderal Perbendaharaan.
3. Pelaksanaan Pembangunan yang Menyerap Anggaran Terbanyak
a. Sektor Pendidikan
Kajian mengenai Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan telah
dilaksanakan pada tahun 2009 dan saat ini dilakukan pemantauan atas
implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
b. Sektor kesehatan
KPK sedang melakukan monitoring atas pengadaan alat kesehatan
c. Sektor Infrastruktur
c.1. Jalan Nasional
• Kajian tentang penyelenggaraan jalan nasional telah dilaksanakan
pada tahun 2009 dan saat ini dilakukan pemantauan atas
implementasi saran perbaikan dari KPK kepada Direktorat Jenderal
Bina Marga.
• Monitoring pengadaan barang dan jasa pada penyelenggaraan jalan
nasional
c.2. Kelistrikan
Monitoring pengadaan alat kelistrikan.

1.2. Upaya mengefektifkan mekanisme pengawasan internal dalam bidang


Penindakan
Sistem pengawasan di KPK dilaksanakan melalui pelembagaan kode etik,
pengawasan masyarakat, pengawasan melekat dan pengawasan fungsional oleh
Direktorat PI.
a. Pelembagaan kode etik dilakukan melalui internalisasi kode etik dalam setiap
induksi pegawai KPK dan pelaksanaan Coaching, Mentoring, dan Counceling
(CMC) setiap semester dan akhir tahun.
b. Pengawasan Masyarakat
Pengawasan Masyarakat adalah pengawasan yang dilakukan oleh Masyarakat
dalam arti luas sebagai stakeholder KPK. Masyarakat dapat berperan aktif
dalam melakukan pengawasan dalam bentuk partisipasi berupa saran, kritik,
dan harapan terhadap pencapaian kinerja KPK maupun pengaduan mengenai
kinerja dan perilaku Pimpinan, pegawai dan unit kerja KPK, maupun
informasi/rekomendasi perbaikan atas kinerja KPK.
Informasi pengawasan masyarakat melalui pengaduan masyarakat, berita
media massa, permintaan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan,
ataupun informasi dalam bentuk dan dari sumber lainnya. Informasi tersebut
dapat berasal dari dalam organisasi mapun dari dari pihak-pihak lain di luar
organisasi.
c. Pengawasan Melekat
Pengawasan melekat dilakukan dengan cara pembahasan perkara secara
transparan, terus-menerus dalam setiap tingkatan kegiatan oleh Ka Satgas,
Direktur, Deputi dan Pimpinan melalui gelar perkara (ekspose) yang dihadiri
oleh Pimpinan KPK, Penyelidik, Penyidik, dan Jaksa.

- 15 -
Pelaksanaan seluruh kegiatan Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan
dilakukan perekaman audio visual.
Kewajiban Penyelidik dan Penyidik sebelum melakukan pemeriksaan untuk
membacakan edaran Pimpinan KPK kepada yang diperiksa untuk tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu berupa uang, barang, maupun fasilitas
kepada pegawai KPK atau siapapun yang mengaku dapat mengurus
perkaranya di KPK.
d. Pengawasan Fungsional
Pengawasan Fungsional antara lain:
• Dengan mewawancarai setiap orang yang dilakukan pemeriksaan di KPK
dan sekaligus diberitahukan bahwa orang yang diperiksa untuk tidak
melakukan upaya pengurusan perkaranya dengan cara pemberian sesuatu
dalam bentuk apapun kepada Pimpinan, Penyelidik, Penyidik, dan Penuntut
Umum serta pegawai di lingkungan KPK. Kepada yang diperiksa tersebut,
Pengawas Internal memberikan nomor kontak petugas yang dapat dihubungi
setiap saat apabila ada upaya pemerasan yang dilakukan terhadap yang
bersangkutan oleh siapapun; terutama petugas KPK atau pihak yang
mengatasnamakan KPK/petugas KPK.
• Tindak lanjut atas pengaduan masyarakat terhadap dugaan adanya praktik-
praktik makelar kasus yang diduga terjadi dengan melakukan penelitian/
pemeriksaan baik secara terbuka maupun tertutup.
• Apabila diperoleh bukti yang cukup atas terjadinya penyimpangan
sebagaimana yang diinformasikan/dilaporkan diproses lebih lanjut sesuai
dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan jenis penyimpangannya.

1.3. Perkembangan pelaksanaan kajian dan monitoring terhadap UU Nomor 28


Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Dasar Hukum:
a. PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah;
b. Kepmendagri No. 35 Tahun 2002 tentang Alokasi Biaya Pemungutan Pajak
Daerah
c. Kepmendagri No. 36 Tahun 2002 tentang Alokasi Biaya Pemungutan Bagian
Tim Pembina Pusat (Depdagri)
d. Perda pada masing-masing Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota mengenai
Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah
e. Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota pada masing-masing daerah mengenai
Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah

Langkah-langkah yang telah dilakukan:


a. Melakukan pemeriksaan LHKPN terhadap sejumlah Kepala Daerah
b. Meminta masukan kepada ahli keuangan daerah
c. Meminta masukan kepada sejumlah instansi terkait Pajak Daerah, misalnya
Kementerian Keuangan
d. Melakukan diskusi-diskusi dengan phak di Departemen Dalam Negeri yang
terkait dengan Pajak Daerah
e. Memantau penyusunan peraturan oleh Depdagri.

- 16 -
Dampak Upah Pungut:
a. Menjadi sumber tambahan penghasilan bagi Kepala Daerah dan Pejabat
Daerah yang nilainya kurang memenuhi asas kepatutan, kewajaran, dan
rasionalitas serta tidak sesuai dengan filosofi pemberian upah pungut;
b. Menjadi sumber pendanaan operasional atau dana taktis bagi Depdagri dan
Kepala Daerah yang dikelola secara non budgeter.

Rekomendasi perbaikan:
a. Mengubah ketentuan perundang-undang mengenai biaya pemungutan pajak
daerah sesuai dengan filosofi upah pungut dan kinerja kegiatan pemungutan;
b. Melarang penggunaan upah pungut untuk dana operasional atau dana taktis
yang dikelola secara non budgeter;
c. Memperbaiki sistem renumerasi Kepala Daerah menjadi lebih wajar yang tidak
memerlukan dan memperbolehkan tambahan penghasilan

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan:


a. Pemberian Biaya Pemungutan Pajak Daerah berdasarkan kepada Peraturan
Pemerintah dan Kepmendagri yang kurang jelas sehingga pelaksanaannya
mengalami bias dan terjadi perbedaan persepsi baik di tingkat pusat maupun
daerah
b. Pada tanggal 18 Agustus 2009 DPR telah mensyahkan RUU tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, salah satu pasal mengatur mengenai insentif
pemungutan yang belum diatur pada UU No 34 Tahun 2000 tentang Pajak
Daerah;
c. Sebagai tindak lanjut pembahasan dengan KPK, pada tanggal 5 Februari 2009
Depdagri mengeluarkan surat mengenai penundaan sementara pemberian
biaya pemungutan pajak daerah TA 2009 kepada Gubernur dan
Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Penundaan dilakukan sampai perubahan
kebijakan pada tataran UU, PP, dan Kepmendagri selesai dilakukan;
d. Penundaan sementara pemberian biaya pemungutan pajak daerah
dikecualikan kepada aparat pelaksana dan penanggungjawab pemungutan
pajak daerah

Usulan Tindak Lanjut:


a. Mendorong percepatan penyusunan Peraturan Pemerintah dan Peraturan
lainnya mengenai insentif pemungutan terkait pengundangan RUU Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
b. Memberi saran agar peraturan tersebut diatas jelas, tegas, dan tidak ada
potensi multi tafsir.
c. Melarang pembentukan dana operasional atau dana taktis yang bersumber dari
biaya pemungutan pajak daerah atau biaya-biaya non-APBN;
d. Melakukan kajian komprehensif mengenai sistem renumerasi bagi Kepala
Daerah

- 17 -
2. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang pelaksanaan tugas dan
wewenang KPK selama tahun 2010, terutama pelaksanaan tugas yang
penting dan menonjol, di bidang:
2.1. Pencegahan tindak pidana korupsi;
2.2. Penindakan (Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan) TPK;
2.3. Untuk penindakan, harap diuraikan proses pengaduan, proses
penyelidikan hingga naik ke proses penyidikan, dan apa kriterianya
suatu perkara naik ke tingkat penyidikan;
2.4. Monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
2.5. Koordinasi dan supervisi dengan dan/atau terhadap Kepolisian RI
dan Kejaksaan RI, disertai data dan perkembangan kasus-kasus
korupsi yang disupervisi dan/atau diambil alih penanganannya oleh
KPK;
2.6. Apakah pelaksanaan fungsi supervisi sudah optimal, apa dan
bagaimana bentuk supervisinya, dan apa sanksinya bila Kepolisian
RI atau Kejaksaan RI tidak mematuhi supervisi dimaksud;
2.7. Kriteria yang digunakan KPK dalam pengambilalihan penanganan
suatu perkara dari Kepolisian RI atau Kejaksaan RI.

2.1. Pencegahan TPK


1. Penanganan LHKPN
Sebagai bagian dari upaya preventif dalam pemberantasan korupsi, KPK telah
melakukan upaya-upaya untuk membangun integritas dan akuntabilitas
Penyelenggara Negara (PN) melalui transparansi pelaporan kekayaan kepada
publik dan pemeriksaan LHKPN yang efektif.
a. Peningkatan Transparansi Pelaporan Kekayaan PN kepada Publik
Kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan transparansi PN
kepada publik, meliputi:
• Berbagai upaya peningkatan kepatuhan LHKPN (sampai dengan Maret
2010) yaitu Bimbingan teknis (bimtek) pengisian LHKPN sebanyak 20
kali kepada 1.027 PN dari berbagai instansi baik pusat maupun daerah
dan 1 kali bimtek secara berkala yang diselenggarakan di kantor KPK.
Bimtek ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman PN
terhadap LHKPN dan meningkatkan akurasi data LHKPN.
• Pengumuman LHKPN ke dalam Tambahan Berita Negara (TBN) melalui
PNRI: selama Januari s.d. Maret 2010 telah dilakukan pengumuman
LHKPN sebanyak 3.471 PN.
• Siaran pers pengumuman LHKPN untuk mengumumkan sejumlah
Pejabat dan Mantan Pejabat sebanyak 59 orang yang dilakukan di
Jakarta dan Samarinda.
b. Efektivitas Pemeriksaan LHKPN
• Dalam rangka pemeriksaan LHKPN yang efektif, sampai dengan Maret 2010
telah dilakukan klarifikasi terhadap 123 PN dan pemeriksaan subtantif
terhadap 3 PN.

- 18 -
RINGKASAN PELAPORAN KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA NASIONAL
St a t us La pora n : 0 9 April 2 0 1 0

JUMLAH YANG TELAH


JUMLAH JUMLAH YANG TELAH JUMLAH DALAM PROSES
DIUMUMKAN DALAM BERITA
BIDANG WAJIB MELAPORKAN KEKAYAAN PENGOLAHAN
NEGARA
LAPOR *
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
EKSEKUTIF 84,964 65,818 77.47 8,083 9.51 57,735 67.95
LEGISLATIF 16,056 15,850 98.72 572 3.56 15,278 95.15
YUDIKATIF 9,950 8,861 89.06 1,050 10.55 7,811 78.50
BUMN/BUMD 9,710 5,421 55.83 1,108 11.41 4,313 44.42
TOTAL 120,680 95,950 79.51 10,813 8.96 85,137 70.55

*) Jum lah Wajib LHKPN akan berfluktuasi tergantung pada keaktivan pelaporan dari instansi Status PN : Sem ua, UU: Sem ua

2. Penanganan Gratifikasi
a. Pelaporan Gratifikasi
Sampai dengan 21 April 2010, laporan gratifikasi yang diterima sebanyak 92
laporan dan sebanyak 45 laporan sudah ditetapkan status gratifikasinya
dengan SK Pimpinan KPK. Rincian dari penetapan status laporan gratifikasi
adalah sebagai berikut :
• Laporan gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik negara sebesar
Rp319.120.399,00 dan barang senilai Rp38.534.000,00.
• Laporan gratifikasi yang ditetapkan menjadi milik penerima sebesar
Rp6.101.051.200,00,- USD27,857.07, SGD468, AUD100, JPY200,000,
EUR330, RM250, dan barang senilai Rp345.769.000,00.
b. Kegiatan Penunjang Pemahaman Gratifikasi
• Sosialisasi
Dalam meningkatkan pemahaman PN terhadap pengertian dan pelaporan
gratifikasi, KPK telah melakukan 10 kali sosialisasi sejak bulan Januari –
Maret 2010 pada beberapa institusi berikut:
¾ Kementerian/Departemen/LPND: Dep. Pertanian, Dep. ESDM, dan
BKN.
¾ Pemda: Pemda Cilegon.
¾ BUMN/D: PT. Pos Indonesia.
¾ Lainnya (Swasta, Lembaga Pendidikan, dll): KPK.

- 19 -
Rekap Laporan Gratifikasi
Berdasarkan Provinsi dan Bidang
Per 21 April 2010

Menurut Provinsi
No Provinsi 2010
1 NAD 1
2 Sumatera Utara 3
3 Riau -
4 Kepulauan Riau -
5 Sumatera Barat -
6 Sumatera Selatan -
7 Kepulauan Bangka Belitung -
8 Jambi 2
9 Bengkulu 1
10 Lampung 1
11 Jawa Barat 5
12 Banten 1
13 Kalimantan Selatan 1
14 Kalimantan Tengah -
15 Kalimantan Barat 1
16 Kalimantan Timur -
17 DKI Jakarta 60
18 D.I. Yogyakarta -
19 Jawa Tengah 12
20 Jawa Timur -
21 Sulawesi Utara 1
22 Sulawesi Selatan -
23 Sulawesi Tengah -
24 Sulawesi Tenggara -
25 Gorontalo -
26 Papua 1
27 Bali 2
28 Nusa Tenggara Barat -
29 Nusa Tenggara Timur -
30 Maluku Utara -
31 Maluku -
32 Irian Jaya Barat -
33 Sulawesi Barat -
JUMLAH 92

- 20 -
Menurut Bidang:
No Bidang Instansi 2010
1 Konstitutif
MPR -
2 Legislatif
DPR 13
DPRD 6
DPD -
3 Eksekutif
Kepresidenan 1
Kementerian
Kementerian koordinator
Departemen 27
Kementerian negara -
Setingkat kementerian 8
LPND 7
Lembaga ekstra struktural -
4 Yudikatif 1
5 Inspektif (BPK) -
6 Lembaga independen 17
7 BUMN / BUMD 4
8 Pemprov 5
9 Pemkab 2
10 Pemkot 1
92

Perlu didorong untuk meningkatkan pelaporan gratifikasi yang diterima oleh


Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.

3. Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat


Sampai dengan awal April 2010, KPK telah melaksanakan kegiatan dalam
rangka menunjang Program Pembangunan Zona Integritas.
Zona Integritas adalah wilayah yang ada disebuah Daerah, Instansi
Pemerintah di pusat/daerah, Swasta, Lembaga Pendidikan dan Organisasi
Masyarakat yang dikembangkan sebagai wujud penerapan usaha-usaha nyata
dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan peningkatan kualitas
sistem kelembagaan dan sumber daya manusia dalam rangka penguatan
komitmen antikorupsi. Zona Integritas terdiri dari 3 pilar pemberantasan korupsi
yang pondasinya dibangun melalui pendekatan Pendidikan Antikorupsi,
Perbaikan Layanan Publik dan pembentukan komunitas antikorupsi.
Zona Integritas merupakan wilayah terkecil dari Island of Integrity yang
menandai adanya niat dan wujud nyata perubahan. Program ini merupakan
tindaklanjut program Koordinasi dan supervisi bidang Pencegahan dan
menyesuaikan dengan program Studi Integritas dan Survey Persepsi Nasional
yang dikembangkan oleh KPK.

- 21 -
Zona Integritas adalah status atau pengakuan terhadap keberhasilan
Provinsi/kota/kabupaten, Kementerian dan Lembaga, Instansi Pusat dan
Daerah serta Sektor Swasta yang telah berhasil melakukan implementasi
pencegahan korupsi dengan baik.
Implementasi pencegahan korupsi yang baik tersebut dicapai dengan
memenuhi kriteri-kriteria khusus yang dipersyaratkan untuk dapat disebut
sebagai Zona Integritas.
Untuk tahap awal, Khusus untuk Zona Integritas Kota/Kabupaten terdiri dari 3
unsur utama, yaitu :
a. Adanya sekolah (SD, SMP, SMA) dan Kampus yang memenuhi kriteria,
yang dalam hal ini disebut sebagai Zona Integritas Sekolah;
b. Adanya minimum 3 Unit Layanan Unggulan Kota/Kabupaten yang memenuhi
kriteria;
c. Adanya Komunitas yang berpartisipasi dalam mendorong pencapaian Zona
Anti Korupsi di Layanan Publik dan Zona Integritas sekolah di masing-
masing Kota/Kabupaten.
Target Pencapaian Pembangunan Zona Integritas tahun 2010 meliputi 10 Kota
yang terdiri dari :
a. Medan
b. Palembang
c. Jakarta
d. Bandung
e. Semarang
f. Yogyakarta
g. Surabaya
h. Samarinda
i. Makassar
j. Gorontalo
Untuk menunjang tercapainya target, telah dilaksanakan berbagai kegiatan
penunjang yang pada dasarnya mengacu kepada tugas pokok dan fungsi KPK
melalui program Pendidikan, Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi.
Selama Januari s.d. Maret 2010, telah dilaksanakan pula berbagai kegiatan di
38 Kota/Kabupaten di Seluruh Indonesia dengan 7 kegiatan utama antara lain :
a. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi implementasi Pendidikan Antikorupsi
di Kabupaten/Kota hasil TOT Guru 2009;
b. Mendukung kegiatan Pendidikan dan Pelatihan dalam Program Diklatpim
dan Prajab di berbagai Diklat Kedinasan antara lain pada Kemeterian
Keuangan, Kementerian Kesehatan, PT. PLN (Persero) dan Kementerian
Pertanian melalui materi Percepatan Pemberantasan Korupsi;
c. Melaksanakan Focus Group Discussion dalam rangka pengembangan
komunitas antikorupsi di masyarakat dan pembentukan Pusat Kajian
Antikorupsi di Perguruan Tinggi;
d. Melaksanakan persiapan implementasi Zona Integritas di 10 Kota sasaran
2010 dan Kota/Kabupaten yang berinisiatif menerapkan secara mandiri;

- 22 -
e. Melaksanakan dan meningkatkan kualitas Pendidikan Antikorupsi pada
setiap jenjang pendidikan melalui program PAK SD, SMP, SMA dan TOT
Mahasiswa dan Guru;
f. Pembinaan jaringan kerja mahasiswa, masyarakat dan profesional melalui
program Kampanye dan Sosialisasi;
g. Membangun Konsep Pusat Keunggulan Pendidikan Antikorupsi yang akan
menjadi Pusat Pembelajaran Pemberantasan Korupsi di Indonesia.
Sampai dengan triwulan pertama 2010 seluruh program Pendidikan dan
Pelayanan Masyarakat telah menyentuh langsung sasaran utama sebanyak
lebih kurang 10.000 orang.
Bersama dengan Kementerian Pendidikan Nasional, KPK akan melaksanakan
uji coba implementasi Modul Pendidikan Antikorupsi di 10 Provinsi, setelah
pada tahun 2009 diujicobakan di 8 Provinsi dan berjalan dengan baik serta
menghasilkan beberapa rekomendasi yang akan ditindaklanjuti bersama.

2.2. Penindakan (Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan) TPK


Penyelidikan

Kegiatan penyelidikan dilaksanakan terhadap 15 (lima belas) kasus.

Penyidikan

Kegiatan penyidikan dilaksanakan sebanyak 34 (tigapuluh empat) perkara, yang terdiri


dari perkara sisa tahun 2009 sebanyak 22 (duapuluh dua) perkara dan perkara tahun
2010 sebanyak 12 (dua belas) perkara, yaitu :

Bulan Januari
1. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan H Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati
Pelalawan) Dkk, melakukan TPK terkait dengan penilaian dan pengesahan RKT
UPHHKHT pada areal yang diberikan IUPHHKT-HT Tahun 2001 sd 2006 di
wilayah Kabupaten Pelalawan kepada sejumlah perusahaan tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara atas nama tersangka Ir. SYUHADA TASMAN, MM (Mantan
Kadishut Prop. Riau).

2. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan H Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati
Pelalawan) Dkk, melakukan TPK terkait dengan penilaian dan pengesahan RKT
UPHHKHT pada areal yang diberikan IUPHHKT-HT Tahun 2001 sd 2006 di
wilayah Kabupaten Pelalawan kepada sejumlah perusahaan tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara atas nama tersangka H ASRAL RACHMAN, SH (Mantan
Kadishut Prop. Riau).

3. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan H Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati
Pelalawan) Dkk, melakukan TPK terkait dengan penilaian dan pengesahan RKT
UPHHKHT pada areal yang diberikan IUPHHKT-HT Tahun 2001 sd 2006 di
wilayah Kabupaten Pelalawan kepada sejumlah perusahaan tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara atas nama tersangka Drs H BURHANUDDIN HUSIN, MM
(Mantan Kadishut Prop. Riau).

4. Perkara TPK sehubungan dengan permintaan dan penerimaan sejumlah dana


terkait dengan proses permohonan alih fungsi hutan lindung Pantai Air Telang
- 23 -
Sumatera Selatan atas nama tersangka AZWAR CHESPUTRA, HILMAN INDRA
dan FACHRI ANDI LELUASA (Anggota DPR RI).

5. Perkara TPK dalam penggunaan dana Kantor Bank Jabar untuk kepentingan
pribadi dan atau pihak lain yang terjadi antara tahun 2003 – 2005 atas nama
tersangka UCE KARNA SUGANDA (Mantan Direktur Operasi Bank Jabar) dan
ABAS SUHARI SOMANTRI (Mantan Direktur Pemasaran).

6. Perkara TPK terkait penerbitan ijin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada
hutan tanaman tahun 2001 - 2003 di wilayah kabupaten Siak kepada sejumlah
perusahaan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengakibatkan
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dan atau menerima hadiah
berkaitan dengan kekayaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya atas nama tersangka ARWIN AS (Bupati Siak) dkk.

7. Perkara TPK dalam penerimaan/pemberian travellers cheqeu (TC) oleh anggota


DPR RI periode 1999-2004 karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 atas
nama tersangka DUDHIE MAKMUN MUROD dkk (Anggota DPR RI).

8. Perkara TPK dalam penerimaan/pemberian travellers cheqeu (TC) oleh anggota


DPR RI periode 1999-2004 karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 atas
nama tersangka ENDIN A.J SOEFIHARA dkk (Anggota DPR RI).

9. Perkara TPK dalam penerimaan/pemberian travellers cheqeu (TC) oleh anggota


DPR RI periode 1999-2004 karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 atas
nama tersangka UDJU DJUHAERI dkk (Anggota DPR RI).

10. Perkara TPK dalam penerimaan/pemberian travellers cheqeu (TC) oleh anggota
DPR RI periode 1999-2004 karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya
berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada tahun 2004 atas
nama tersangka HAMKA YANDHU dkk (Anggota DPR RI).

11. Perkara TPK pemberian sejumlah uang kepada anggota Komisi IV DPR RI dan
pejabat Departemen Kehutanan RI terkait dengan Proses Pengajuan Anggaran
Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan tahun 2007 –
2008 atas nama tersangka ANGGORO WIDJOJO dkk (Swasta).

12. TPK dalam pengelolaan APBD pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta TA 2006-2007 atas nama tersangka JORNAL
EFFENDI SIAHAAN (Kepala Biro Hukum Setda DKI Jakarta).

13. TPK dalam pengadaan peralatan kesehatan untuk rumah sakit rujukan
penanganan Flu Burung dari DIPA APBN-P Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat TA 2006 atas nama tersangka SOETEDJO YUWONO
(Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat).

14. TPK dalam Pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu untuk Bagian Anggaran
69 pada Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan RI pada tahun 2006 dan
2007 atas nama tersangka WADJOJO SISWANTO (Kepala Biro Perencanaan dan
Keuangan Setjen Dephut RI).

15. TPK dalam Pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu untuk Bagian Anggaran

- 24 -
69 pada Sekretariat Jenderal Departemen Kehutanan RI pada tahun 2006 dan atas
nama tersangka PUTRONEFO A PRAYUGO (Swasta).

16. TPK orang yang secara bersama-sama atau turut serta terkait perbuatan Madiono
dkk dalam pelaksanaan pengadaan alat rontgen portable untuk pelayanan
Puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan pulau-pulau kecil di Biro
Perencanaan dan Anggaran Sekjen Departemen Kesehatan RI TA 2007 atas nama
tersangka EDI SURANTO (Direktur Bina Kesehatan Komunitas Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat Depkes RI).

17. TPK orang yang secara bersama- sama atau turut serta terkait perbuatan Madiono
dkk dalam pelaksanaan pengadaan alat rontgen portable untuk pelayanan
Puskesmas di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan pulau-pulau kecil di Biro
Perencanaan dan Anggaran Sekjen Departemen Kesehatan RI TA 2007 atas nama
tersangka BUDIARTO MALIANG (Swasta).

18. TPK dalam pengadaan Mobil Pemadam kebakaran Merek Morita Tahun Anggaran
2004 dan 2005 di Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atas nama
tersangka ISMETH ABDULLAH (Ketua Otorita Batam).

19. TPK dalam pengadaan Jasa Angkutan KRL Hibah Ex. Jepang Tahun 2006 – 2007
yang atas nama tersangka SOEMINO EKO SAPUTRO (Direktur Jenderal
Perkeretaapian Departemen Perhubungan RI).

20. TPK dalam pengadaan tanah untuk pasar pada Pemerintah Kabupaten Brebes TA
2003 atas nama tersangka INDRA KUSUMA dkk (Bupati Brebes).

21. TPK penerimaan hadiah oleh pemeriksa pajak Bank Jabar pada tahun 2004
sebagai imbalan atas pengurangan jumlah pajak kurang bayar Bank Jabar tahun
buku 2002 atas nama tersangka EDDI SETIADI (Kepala Kantor Pemeriksaan dan
Penyidikan Pajak Bandung Satu).

22. TPK sebagaimana orang yang bersama-sama atau turut serta Washington Mampe
Parulian Simanjuntak dalam TPK berupa penerimaan dana taktis pada kegiatan
proyek pembangunan jaringan distribusi gas (Pemjadig) yang menggunakan APBN
tahun anggaran 2003 atas nama tersangka DJOKO PRAMONO (Direktur
Keuangan PT PGN Persero).

23. Perkara TPK terkait perbuatan melakukan, menyuruh melakukan, turut serta
melakukan perbuatan dengan sengaja mencegah atau merintangi atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para
saksi dalam perkara korupsi, dan atau perbuatan melakukan percobaan memberi
atau menjanjikan sesuatu kepada pimpinan KPK dan atau pegawai KPK,
pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan TPK atas nama tersangka
ANGGODO WIDJOJO dkk (Swasta).

24. Perkara TPK dalam pengadaan mesin jahit dan sapi impor pada bagian proyek
pengentasan fakir miskin Departemen Sosial pada tahun 2004 dan 2006 yang
menggunakan Anggaran APBN atas nama tersangka BACHTIAR CHAMSYAH
(Menteri Sosial RI).

25. Perkara TPK pada proyek pembangunan jalan Palembang – Tanjung Api-api
Sumatera Selatan TA 2005-2008 atas nama tersangka DHARNA DACHLAN
(Kepala Dinas PU Bina Marga) dkk.

Bulan Februari

26. Perkara TPK penyalahgunaan dana APBD dan OTSUS Pemda Kabupaten Boven
Digoel Prop. Papua TA 2006-2007 atas nama tersangka YUSAK YALUWO (Bupati
- 25 -
Kab Boven Digoel).

27. Perkara TPK dalam pengadaan sarung yang dananya berasal dari pengelolaan
rekening pemerintah pada Departemen Sosial pada tahun 2006-2008 atas nama
tersangka BACHTIAR CHAMSYAH (Menteri Sosial RI).

28. Perkara TPK sebagai orang yang bersama-sama atau turut serta dalam perkara
TPK pada pengadaan mesin jahit pada bagian proyek pengentasan fakir miskin
Depsos Tahun 2004 dan 2006 yang dilakukan oleh tersangka Bachtiar Chamsyah
(Menteri Sosial RI periode 2004-2009) atas nama tersangka MUSFAR AZIZ
(Swasta).

29. Perkara TPK sebagai orang yang bersama-sama atau turut serta dalam perkara
TPK pada pengadaan sarung yang dananya berasal dari pengelolaan rekening
pemerintah pada Depsos Tahun 2006-2008 yang dilakukan oleh tersangka
Bachtiar Chamsyah (Menteri Sosial RI periode 2004-2009) atas nama tersangka
CEP RUHYAT (Swasta).

30. Perkara TPK dalam pengadaan Roll Out Customer Information System – Rencana
Induk Sistem Informasi (CIS – RISI) pada PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta
Raya dan Tangerang yang diduga dilakukan oleh tersangka EDDIE WIDIONO
SUWONDHO dkk (Direktur Utama PT PLN (Persero)).

31. Perkara TPK sebagai orang yang bersama-sama atau turut serta dalam perkara
TPK pada pengadaan sapi impor di bagian proyek pengentasan fakir miskin
Depsos Tahun 2004 dan 2006 yang dilakukan tersangka Bachtiar Chamsyah
(Menteri Sosial Republik Indonesia periode 2004-2009) atas nama tersangka IKEN
B.R NASUTION (Swasta).

Bulan Maret

32. Perkara TPK yaitu setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi karena
jabatan atau kedudukannnya wilayah Lampung Periode 11 Maret 2004 – 8
Februari 2008 atas nama tersangka BUDI HARSONO dkk (General Manager PP
PLN (Persero)).

33. Perkara TPK terkait dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim
atau pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat
atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya atau karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajibannya atas nama tersangka ADNER SIRAT SH (Pengacara).

34. Perkara TPK terkait dengan Hakim atau Pegawai Negeri atau Penyelenggara
Negara yang menerima hadiah, pemberian atau janji atas nama tersangka
IBRAHIM SH (Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) dkk.

- 26 -
Penuntutan
Kegiatan penuntutan dilaksanakan sebagai berikut :
Bulan Januari
Tingkat Pengadilan Negeri
a. Proses Persidangan
1. Perkara TPK atas nama terdakwa JULES FITZGERALD WARIKAR sehubungan
dengan pembangunan renovasi pasar sentral Supiori, terminal induk, rumah
dinas pejabat eselon, dan renovasi pasar sentral Supiori untuk Kantor Cabang
Bank Papua yang menggunakan dana APBD Kab. Supiori Prov. Papua TA. 2006
- 2008 Kab. Supiori
2. Perkara TPK atas nama terdakwa SURYADI SENTOSA sehubungan dengan
pembangunan renovasi pasar sentral Supiori, terminal induk, rumah dinas
pejabat eselon, dan renovasi pasar sentral Supiori untuk Kantor Cabang Bank
Papua yang menggunakan dana APBD Kab. Supiori Prov. Papua TA. 2006 -
2008 Kab. Supiori
3. Perkara TPK atas nama terdakwa UMAR SJARIFUDDIN sehubungan dengan
penggunaan dana Kantor Bank Jabar untuk kepentingan pribadi dan atau pihak
lain yang terjadi pada tahun 2003 – 2005
4. Perkara TPK atas nama terdakwa ACHMAD SUJUDI sehubungan dengan
penggunaan alat kesehatan untuk Rumah Sakit Kawasan Timur Indonesia (KTI)
dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
Dep. Kesehatan RI pada Tahun Anggaran 2003 dari Dana Anggaran Belanja
Tambahan (ABT)
5. Perkara TPK atas nama terdakwa GUNAWAN PRANOTO dan RINALDI YUSUF
sehubungan dengan penggunaan Alat Kesehatan untuk Rumah Sakit Kawasan
Timur Indonesia (KTI) dan Palang Merah Indonesia (PMI) oleh Ditjen Pelayanan
Medik Dep. Kesehatan RI
6. Perkara TPK atas nama terdakwa Dr. MADIONO, MPH sehubungan dengan
Pelaksanaan Pengadaan Alat Rontgen Portable untuk Pelayanan Puskesmas di
Daerah Tertinggal, Terpencil, Perbatasan, dan Pulau-pulau Kecil di Biro
Perencanaan dan Anggaran Setjen Dep. Kesehatan RI
7. Perkara TPK atas nama terdakwa WASHINGTON MAMPE PARULIAN
SIMANJUTAK berupa penyelenggara negara menerima atau memberikan
sesuatu, hadiah atau janji, dikarenakan atau dengan menyalahgunakan atau
dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang berhubungan atau melekat
dengan jabatannya pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) periode tahun
2001 sd 2006
8. Perkara TPK atas nama terdakwa R. SALEH ABDUL MALIK, ACHMAD
FATHONY ZAKARIA dan ARTHUR PELUPESSY yaitu orang yang bersama-
sama atau turut serta pada perkara TPK dalam pengadaan Outsourcing
Pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan (Customer Management System)
berbasis teknologi Informasi pada PT PLN (Persero) distribusi Jawa Timur Tahun
2004 – 2008
9. Perkara TPK atas nama terdakwa UCE KARNA SUGANDA dan ABAS SUHARI
SOMANTRI dalam penggunaan dana Kantor Bank Jabar untuk kepentingan
pribadi dan atau pihak lain yang terjadi antara tahun 2003 – 2005
b. Putusan PN
1) Putusan PN Berkekuatan Hukum Tetap
1. Perkara TPK atas nama terdakwa OENTARTO SINDUNG MAWARDI
sehubungan dengan penerbitan Radiogram dalam pengadaan mobil
- 27 -
pemadam kebakaran dengan menggunakan pompa merk Tohatsu type V
80 ASM dan pembebasab Bea Masuk/pajak mobil pemadam kebakaran
merk Morita di beberapa Pemprov/Pemkab/Pemkot dengan pembayaran
bersumber dari APBD tahun 2000 sd 2005
2. Perkara TPK atas nama terdakwa MUZNI TAMBUSAI sehubungan dengan
pengelolaan dana/aset Eks. Yayasan Tabungan Pensiun Pekerja
Pemborong Minyak dan Gas Bumi/YDTP-MIGAS
3. Perkara TPK atas nama terdakwa DJONI ANWIR ALGAMAR dan
TANSEAN PARLINDUNGAN MALAU sehubungan dengan Pelaksanaan
Pengadaan Kapal Patroli Klas III type FRP panjang 28,5 meter pada Ditjen
Perhubungan Laut Dep. Perhubungan
4. Perkara TPK atas nama terdakwa ABDUL HAMID RIZAL dan DAENG
RUSNADI sehubungan dengan enggunaan APBD Kabupaten Natuna
Tahun Anggaran 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dan
pengeluaran kas tidak sesuai dan pengeluaran kas tidak disertai bukti yang
lengkap dan sah
2) Banding
1. Perkara TPK atas nama terdakwa SAMUEL HENGKY DAUD, MBA. Als
HENGKY SAMUEL DAUD sehubungan dengan pengadaan mobil
pemadam kebakaran dengan menggunakan pompan merk Tohatsu type V
80 ASM dan merk Morita di berbagai Pemprov./Pemkab./Pemkot yang
dananya bersumber dari APBD Tahun 2002 – 2005
2. Perkara TPK atas nama terdakwa HARIADI SADONO sehubungan dengan
Pengadaan Outsourcing Pengelolaan Sistim Manajemen Pelanggan
(Customer Management System) berbasis Teknologi Informasi pada PT.
PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Tahun 2004 - 2008

Tingkat Pengadilan Tinggi


a. Proses Banding
Nihil
b. Putus PT
1) Putusan PT Berkekuatan Hukum Tetap
Nihil
2) Kasasi
Nihil

Tingkat Mahkamah Agung


a. Proses Kasasi
1. Perkara TPK atas nama terdakwa TRIJONO sehubungan dengan TPK
penyelenggara negara menerima sesuatu, hadiah atau janji yang terjadi pada
Strategic Business Unit (SBU) II wilayah Jawa bagian Timur PT Perusahaan
Gas Negara (Persero), Tbk (Kasasi).
2. Perkara TPK atas nama terdakwa BAGINDO QUIRINO sehubungan dengan
penerimaan uang oleh Auditor BPK- RI terkait Pemeriksaan BPK-RI terhadap
Penggunaan DPKK dan Dana Pembinaan Penempatan Penyelenggaraan TKI
(DP3TKI) T.A. 2004 pada Ditjen PPTKDN/Binapendagri Depnakertrans pada
periode Juli-Agustus 2005 dan dalam Pemeriksaan BPK-RI pada Proyek
Pengembangan Sistem Pelatihan dan Pemagangan TA. 2004 pada Ditjen
PPTKDN Depnakertrans periode Oktober - Nopember 2005 (Kasasi).

- 28 -
3. Perkara TPK atas nama terdakwa SYAHRIAL OESMAN sehubungan dengan
perbuatan turut serta terhadap pemberian sejumlah dana kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara terkait dengan proses permohonan alih
fungsi hutan lindung Pantai Air Telang Sumatera Selatan (Kasasi).
b. Putusan MA Berkekuatan Hukum Tetap
1. Perkara TPK atas nama terdakwa MOHAMAD IQBAL sehubungan dengan
TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji yang berhubungan dengan jabatan;
2. Perkara TPK atas nama terdakwa AULIA T POHAN, BUN BUNAN E.J
HUTAPEA, ASLIM TADJUDDIN dan MAMAN HUSEIN SOMANTRI
sehubungan dengan TPK dalam penggunaan dana Bank Indonesia yang
dikelola oleh Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk
kepentingan Bank Indonesia dengan tidak melalui mekanisme penganggaran
dan pertanggungjawaban;
3. Perkara TPK atas nama terdakwa ERRY FUAD sehubungan dengan TPK
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
yang berhubungan dengan jabatan;
4. Perkara TPK atas nama terdakwa MULYONO SUBROTO sehubungan dengan
TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji yang berhubungan dengan jabatan;
5. Perkara TPK atas nama terdakwa JIMMY RIMBA ROGI sehubungan dengan
TPK penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Pemerintah Kota Manado TA 2006;
6. Perkara TPK atas nama terdakwa ISMUNARSO sehubungan dengan TPK
penyalahgunaan APBD Kabupaten Situbondo TA 2005-2007;

Bulan Februari
Tingkat Pengadilan Negeri
a. Proses Persidangan
1. Perkara TPK atas nama terdakwa UDJU DJUHAERI sehubungan dengan
penerimaan / pemberian Travelers Cheque (TC) oleh Anggota DPR RI periode
tahun 1999 - 2004, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya, berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada
tahun 2004
2. Perkara TPK atas nama terdakwa H. DUDHIE MAKMUN MUROD, MBA
sehubungan dengan penerimaan/pemberian Travelers Cheque (TC) oleh
Anggota DPR RI periode tahun 1999 - 2004, karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya, berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank
Indonesia pada tahun 2004
3. Perkara TPK atas nama terdakwa ENDIN AKHMAD JALALUDIN SOEFIHARA
sehubungan dengan penerimaan/pemberian Travelers Cheque (TC) oleh
Anggota DPR RI periode tahun 1999 - 2004, karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya, berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank
Indonesia pada tahun 2004
4. Perkara TPK atas nama terdakwa HAMKA YANDHU YR sehubungan dengan
penerimaan/pemberian Travelers Cheque (TC) oleh Anggota DPR RI periode
tahun 1999 - 2004, karena atau berhubungan dengan sesuatu yang

- 29 -
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya, berkaitan dengan pemilihan Deputi Senior Bank Indonesia pada
tahun 2004
b. Putusan PN
1) Putusan PN Berkekuatan Hukum Tetap
Perkara TPK atas nama terdakwa DJONI ANWIR ALGAMAR dan TANSEAN
PARLINDUNGAN MALAU sehubungan dengan Pelaksanaan Pengadaan
Kapal Patroli Klas III type FRP panjang 28,5 meter pada Ditjen Perhubungan
Laut Dep. Perhubungan
2) Banding
Perkara TPK atas nama terdakwa SAMUEL HENGKY DAUD, MBA. Als
HENGKY SAMUEL DAUD sehubungan dengan pengadaan mobil pemadam
kebakaran dengan menggunakan pompan merk Tohatsu type V 80 ASM dan
merk Morita di berbagai Pemprov./Pemkab./Pemkot yang dananya bersumber
dari APBD Tahun 2002 – 2005

Tingkat Pengadilan Tinggi


a. Proses Banding
Perkara TPK atas nama terdakwa SAMUEL HENGKY DAUD, MBA. Als HENGKY
SAMUEL DAUD sehubungan dengan pengadaan mobil pemadam kebakaran
dengan menggunakan pompan merk Tohatsu type V 80 ASM dan merk Morita di
berbagai Pemprov./Pemkab./Pemkot yang dananya bersumber dari APBD Tahun
2002 – 2005
b. Putusan PT
1) Putusan PT Berkekuatan Hukum Tetap
Nihil
2) Kasasi
Nihil

Tingkat Mahkamah Agung


a. Proses Kasasi
Nihil
b. Putusan MA Berkekuatan Hukum Tetap
1. Perkara TPK atas nama terdakwa ERRY FUAD sehubungan dengan TPK
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji
yang berhubungan dengan jabatan
2. Perkara TPK atas nama terdakwa MOHAMAD IQBAL sehubungan dengan
TPK pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji yang berhubungan dengan jabatan

Bulan Maret
Tingkat Pengadilan Negeri
a. Proses Persidangan
1. Perkara TPK atas nama terdakwa EDDI SETIADI sehubungan dengan
penerimaan hadiah oleh Pemeriksa Pajak Bank Jabar pada tahun 2004
sebagai imbalan atas pengurangan jumlah pajak kurang bayar Bank Jabar
tahun buku 2002

- 30 -
2. Perkara TPK atas nama terdakwa Drs. DJOKO PRAMONO sebagai orang
yang bersama-sama atau turut serta menerima dana taktis dari Rekanan
Pelaksana Proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Gas pada PT.
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. yang menggunakan dana APBN
Tahun Anggaran 2003
3. Perkara TPK atas nama terdakwa BUDIARTO MALIANG sehubungan dengan
secara bersama-sama atau turut serta dalam pelaksanaan pengadaan alat
roentgen portable untuk pelayanan Puskesmas di daerah tertinggal, terpencil,
perbatasan, dan pulau-pulau kecil di Biro Perencanaan dan Anggaran
Sekretariat Jenderal Dep. Kesehatan RI tahun anggaran 2007
4. Perkara TPK atas nama terdakwa ISMETH ABDULLAH sehubungan dengan
pelaksanaan pengadaan mobil pemadam kebakaran merk Morita pada tahun
anggaran 2004 - 2005 di Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
b. Putusan PN
1) Putusan PN Berkekuatan Hukum Tetap
Perkara TPK atas nama terdakwa ABDUL HAMID RIZAL dan DAENG
RUSNADI sehubungan dengan penggunaan APBD Kabupaten Natuna Tahun
Anggaran 2004 yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dan pengeluaran
kas tidak sesuai dan pengeluaran kas tidak disertai bukti yang lengkap dan sah
2) Upaya Hukum Banding
Perkara TPK atas nama terdakwa HARIADI SADONO sehubungan dengan
Pengadaan Outsourcing Pengelolaan Sistim Manajemen Pelanggan (Customer
Management System) berbasis Teknologi Informasi pada PT. PLN (persero)
Distribusi Jawa Timur Tahun 2004 – 2008

Tingkat Pengadilan Tinggi


a. Proses Banding
Perkara TPK atas nama terdakwa HARIADI SADONO sehubungan dengan
Pengadaan Outsourcing Pengelolaan Sistim Manajemen Pelanggan (Customer
Management System) berbasis Teknologi Informasi pada PT. PLN (persero)
Distribusi Jawa Timur Tahun 2004 – 2008
b. Putusan PT
1) Putusan PT Berkekuatan Hukum Tetap
Nihil
2) Kasasi
Nihil

Tingkat Mahkamah Agung


a. Proses Kasasi
Nihil
b. Putusan Berkekuatan Hukum Tetap MA
1. Perkara TPK atas nama terdakwa ISMUNARSO sehubungan dengan TPK
penyalahgunaan APBD Kabupaten Situbondo TA 2005-2007
2. Perkara TPK atas nama terdakwa JIMMY RIMBA ROGI sehubungan dengan
TPK penyalahgunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)
Pemerintah Kota Manado TA 2006

- 31 -
3. Perkara TPK atas nama terdakwa AULIA T. POHAN, BUN BUNAN E.J
HUTAPEA, ASLIM TADJUDDIN dan MAMAN HUSEIN SOMANTRI
sehubungan dengan TPK dalam penggunaan dana Bank Indonesia yang
dikelola oleh Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) untuk
kepentingan Bank Indonesia dengan tidak melalui mekanisme penganggaran
dan pertanggungjawaban

Eksekusi

Pelaksanaan putusan (eksekusi) tahun 2010 dilaksanakan sebanyak 5 (lima) perkara


sebagai berikut :

Bulan Januari

1. Perkara atas nama terpidana DAVID KURNIAWAN WIRANATA sehubungan


dengan TPK penyimpangan dan rekayasa pada kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi sektor perikanan tangkap pasca gempa dan gelombang tsunami,
pada Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Tengah dan
Dinas Perikanan Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan anggaran APBN-P
tahun 2006;
Putusan tingkat MA : Pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun, denda sebesar
Rp250.000.000,- subsidair 6 (enam) bulan kurungan, uang pengganti sebesar
Rp1.120.000.000,- subsidair 3 (tiga) tahun penjara. Biaya perkara Rp 10.000,-

2. Perkara TPK atas nama terpidana AGUS SAFIIN PANE sehubungan dengan TPK
berupa penerimaan sejumlah uang terkait dengan proses impor barang yang
masuk atau diperiksa oleh Pejabat Fungsional Pemeriksa Dokumen (PFPD) jalur
hijau pada kantor pelayanan utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok;
Putusan tingkat PT : Pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan, denda
sebesar Rp200.000.000,- subsidair 4 (empat) bulan penjara, biaya perkara
Rp2.500,-.

3. Perkara TPK atas nama terpidana MUZNI TAMBUSAI sehubungan dengan


pengelolaan dana/aset Eks. Yayasan Tabungan Pensiun Pekerja Pemborong
Minyak dan Gas Bumi/YDTP-MIGAS
Putusan tingkat PN : Pidana penjara selama 3 (dua) tahun, denda sebesar
Rp150.000.000,- subsidair 6 (enam) bulan penjara, uang pengganti
Rp1.202.000.000,- subsidair 3 (tiga) tahun, biaya perkara Rp10.000,-.

Bulan Februari
4. Perkara TPK atas nama terdakwa DJONI ANWIR ALGAMAR dan TANSEAN
PARLINDUNGAN MALAU sehubungan dengan Pelaksanaan Pengadaan Kapal
Patroli Klas III type FRP panjang 28,5 meter pada Ditjen Perhubungan Laut Dep.
Perhubungan
Putusan tingkat PN :
Terpidana I : Pidana penjara selama 3 (dua) tahun, denda sebesar Rp
100.000.000,- subsidair 3 (tiga) bulan penjara, uang pengganti Rp155.000.000,-,
biaya perkara Rp10.000,-;
Terpidana II : Pidana penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan, denda sebesar
Rp100.000.000,- subsidair 3 (tiga) bulan penjara, uang pengganti Rp2.500.000,-
biaya perkara Rp 10.000,-.

- 32 -
Bulan Maret
5. Perkara TPK atas nama terdakwa OENTARTO SINDUNG MAWARDI sehubungan
dengan penerbitan Radiogram dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran
dengan menggunakan pompa merk Tohatsu type V 80 ASM dan pembebasab Bea
Masuk/pajak mobil pemadam kebakaran merk Morita di beberapa Pemprov /
Pemkab / Pemkot dengan pembayaran bersumber dari APBD tahun 2000 s/d
2005;
Putusan Tingkat PN : Pidana penjara selama 3 (tiga) tahun, denda sebesar
Rp100.000.000,- subsidair 3 (tiga) bulan penjara, uang pengganti sebesar
Rp25.000.000,- subsidair 1 (satu) tahun penjara, dan biaya perkara Rp10.000,-.

- 33 -
2.3. Proses pengaduan, penyelidikan hingga naik ke Penyidikan; Kriteria suatu
perkara naik ke tingkat penyidikan

Penanganan di Direktorat Pengaduan Masyarakat:


a. Penerimaan Pengaduan: registrasi dan pencatatan pengaduan masyarakat;
b. Verifikasi: pemilahan antara pengaduan berindikasi TPK dengan yang bukan;
c. Penelaahan: (a) pemilahan pengaduan TPK yang merupakan wewenang KPK
atau bukan (Pasal 11 UU 30 Tahun 2002); (b) pengaduan TPK sudah ditangani
oleh Aparat Penegak Hukum lainnya.
d. Pengumpulan bahan dan keterangan dari pelapor.

Penanganan di Direktorat Penyelidikan:

- 34 -
Suatu perkara dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan setelah melalui proses
penyelidikan. Penyelidikan, berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), adalah serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang
diatur dalam Undang-undang ini.
Selain itu, berdasarkan Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK, suatu perkara dapat ditingkatkan ke tingkat penyidikan apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya bukti permulaan yang cukup adanya TPK;
2. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan
sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada
informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara
biasa maupun elektronik atau optik.

Karena KPK tidak berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian


Penyidikan dan Penuntutan, maka dalam pelaksanaan penyelidikan KPK harus
benar-benar meyakini bahwa bukti permulaan yang cukup berupa 2 (dua) alat bukti
telah diperoleh dengan nyata dan benar, dapat dipertanggungjawabkan secara
yuridis, serta menemukan siapa tersangkanya.

- 35 -
2.4. Monitoring terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara
1. Penelitian
a. Survey Integritas
Survei integritas dilakukan setiap tahun untuk mengukur integritas penyedia
layanan publik. Survei ini bertujuan untuk memetakan tingkat integritas unit
layanan yang disurvei, menyampaikan tingkat integritas tersebut kepada
masyarakat luas serta unit layanan untuk melakukan upaya perbaikan.
Pada tahun ini 2010 unit layanan yang menjadi sampel adalah sebagai
berikut: unit layanan instansi pusat terdiri dari 42 unit layanan pada 21
instansi pemerintah pusat, unit layanan instansi vertikal terdiri dari 14 unit
layanan pada 7 instansi vertikal, dan unit layanan pemerintah kota terdiri
dari 3 unit layanan yang terletak di 22 ibukota propinsi. Saat ini sedang
dilakukan tender dan dalam tahap seleksi.
b. Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK)
Program penilaian insiatif anti korupsi (PIAK) merupakan salah satu alat
untuk menilai, mendorong dan mengupayakan munculnya inisiatif instansi
dalam melakukan upaya nyata pemberantasan korupsi dan peningkatan
kualitas layanannya.
Berbeda dengan survei integritas yang menilai pengalaman integritas dan
potensi integritas dari pengguna jasa, program penilaian inisiatif anti korupsi
bertujuan untuk memberikan gambaran keseluruhan tentang inisiatif dan
komitmen dari tiap instansi terhadap upaya pemberantasan korupsi dan
mendorong instansi agar bertanggung jawab terhadap keberhasilan upaya
pencegahan korupsi di instansinya. Penilaiaan insiatif anti korupsi
merupakan penilaian komprehensif yang mengkombinasikan penilaian
kuantitatif dan kualitatif secara terukur yang dilakukan dengan metode self
assessment.
PIAK telah dilakukan pada 2009 sebagai pilot project di dua kementerian.
Tahun ini PIAK akan kembali diselenggarakan dengan melibatkan 26
instansi, yang terdiri dari 17 Kementerian, 1 Lembaga, dan 8 Pemerintah
Daerah. Dalam pelaksanaannya, KPK bekerjasama dengan Inspektorat
Jenderal/Inspektorat Utama/Inspektorat Daerah.
Pada triwulan I 2010, KPK telah melakukan:
• Sosialisasi telah dilakukan kepada Inspektorat pada tanggal 17 Maret
2010;
• Monitoring dan asistensi pelakasanaan PIAK 2010 di 26 instansi.
c. Survey Persepsi Masyarakat (SPM)
Secara umum, survey ini dilakukan untuk mengetahui gambaran persepsi
dan pengetahuan masyarakat terhadap korupsi dan KPK, mengetahui
pencapaian KPK di mata masyarakat serta mendapatkan kritik serta
masukan langsung dari masyarakat.
Tujuan pelaksanaan Survei Persepsi Masyarakat terhadap Korupsi dan KPK
tahun 2010 adalah :
• Mendapatkan gambaran mengenai pengetahuan dan persepsi
masyarakat terhadap korupsi, perilaku korupsi, dan bahaya korupsi.
• Mengetahui penilaian dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja KPK.
• Mengetahui harapan masyarakat terhadap pemberantasan korupsi di
Indonesia

- 36 -
Saat ini kerangka acuan kegiatan telah selesai dibuat dan kuesioner sedang
dalam proses penyelesaian.

2. Kajian Sistem
a. Perijinan Kehutanan
Kajian ini dilakukan untuk menemukan titik potensi korupsi pada mekanisme
perijinan kehutanan. Kerangkan acuan kerja telah diselesaikan.
Pengumpulan data awal dilaksanakan antara lain ke CIFOR, Kementerian
Kehutanan, Greenomics, BPK, Direktorat Jenderal Minerba, Ditjen Planologi
Kehutanan. Sedangkan kajian lapangan telah dilakukan di Direktorat
Penggunaan Kawasan Hutan.
b. Pengelolaan Ibadah Haji
Kajian ini adalah kelanjutan dari kajian pengelolaan ibadah haji tahun lalu.
Mengingat proses haji berlangsung hingga akhir tahun, maka finalisasi
laporan diselesaikan tahun ini. Target penyelesaian kajian ini pada akhir
April 2010.

3. Kajian Kebijakan
a. Corruption Impact Assessment (CIA) Departemen Kehutanan
CIA adalah instrumen untuk menganalisis draft-draft aturan untuk
menemukan titik-titik potensi korupsi dan conflict of interest yang mungkin
terdapat di dalamnya. Output dari CIA ini adalah saran perbaikan klausul
dalam drat aturan sehingga diharapkan aturan tersebut nantinya tidak
menimbulkan peluang terjadinya tindak pidana korupsi. Pada tahun ini, CIA
akan dilakukan pada draft-draft aturan yang terkait dengan perijinan pada
Departemen Kehutanan. Pada kuartal 1 telah dilakukan pertemuan dengan
Direktorat penggunaan kawasan hutan dan analisis draft beberapa aturan di
lingkungan Kementerian Kehutanan.
b. Kajian Gratifikasi
Kajian Kebijakan Gratifikasi dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas dan
kepastian hukum dari proses pelaporan dan penatapan status gratifikasi
KPK. Kajian ini dilakukan dengan melakukan observasi pada Direktorat
Gratifikasi KPK dan ditargetkan selesai pada bulan Juni 2010. Pendekatan
analisis dalam kajian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan mengandalkan
Focus Group Discussion, In Depth Interview dan Penyebaran kuesioner
untuk menggali data primer disamping kajian literatur yang dilakukan untuk
melengkapi data tersebut. Serangkaian tahapan kegiatan dikembangkan
untuk menyelesaikan kajian ini. Tahapan tersebuat meliputi :
ƒ Perencanaan yang terdiri dari sub kegiatan Penyusunan TOR Kajian,
presentasi TOR, Koordinasi dengan Direktorat/Biro Lain dan Pencarian
Narasumber,
ƒ Tahapan Pencarian data yang terdiri dari sub kegiatan observasi/file
review, diskusi, in Depth interview, dan pencarian data sekunder
ƒ Tahap Analisis dan Penyusunan Laporan terdiri dari pengolahan data,
penyusunan LHKS, presentasi ke Direktur, dan Penyusnan LHKA
ƒ Tahapan terakhir berupa diseminanasi dan penggandaan laporan. Saat ini
pekerjaan berada pada penyelesaian kegiatan tahapan kedua dengan
tingkat persentase penyelesaian 50% dari keseluruhan kegiatan.

- 37 -
4. Tindak lanjut dan Pemantauan
a. Sistem Penempatan dan Pemulangan TKI di BNP2TKI
Sebagai kelanjutan atas kegiatan pengkajian sistem penempatan TKI, KPK
telah meminta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (BNP2TKI) untuk menyusun action plan atas rekomendasi
perbaikan sistem yang disampaikan KPK. BNP2TKI telah menyampaikan
action plan sesuai arahan KPK dan menyerahkan laporan progres
implementasinya untuk posisi Pebruari 2009 pada Maret 2009. Pada tahun
ini, pematauan terhadap implementasi saran perbaikan dilanjutkan kembali.
b. Direktorat Jenderal Pajak
Sebagai tindak lanjut atas rekomendasi Hasil Kajian KPK terhadap Sistem
Pelayanan Perpajakan yang telah dipaparkan kepada Menteri Keuangan dan
Dirjen Pajak pada tanggal 28 Agustus 2008, Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
telah mengirimkan tanggapan dan action plan kepada KPK pada Januari
2009. Pemantauan kemudian dilakukan mulai tahun 2009 dan berlanjut
tahun ini. Pemantauan tindak lanjut pengembangan kajian sistem
perpajakan telah meminta tanggapan dari pihak DJP terkait rekomendasi
KPK yang masih berstatus open (7 item) dan sudah mendapatkan
tanggapan sebagai dasar pemantauan ke lapangan pada tahun 2010. serta
menyusun draft surat rekomendasi terkait adanya kasus markus pajak
kepada Menkeu.
c. Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan
Laporan Hasil Kajian Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan telah
terselesaikan. Selanjutnya KPK meminta hasil kajian ini ditindaklanjuti oleh
berbagai pihak terkait terutama Depdiknas dan Depkeu sebagai upaya
memperbaiki sistem penyaluran dan pelaksanaan DAK bidang pendidikan di
tahun yang akan datang. Tindak lanjut atas rekomendasi KPK oleh berbagai
pihak, khususnya Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah dan Inspektorat Jenderal Depdiknas, berbentuk rencana tindak
yang dilaporkan kemajuan pelaksanaannya secara berkala ke KPK.
Pada tahun 2009 telah dilakukan pengkajian mengenai Dana Alokasi Khusus
Bidang Pendidikan. Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun ini dilakukan
pemantauan atas implementasi dari saran perbaikan yang diberikan. Pada
pemantauan kajian sistem DAK Bidang pendidikan sejauh ini telah dilakukan
verifikasi action plan Kemendiknas pada februari 2010. kemudian
berdasarkan hasil verifikasi dari 9 rekomendasi terdapat 3 rekomndasi yang
telah dilaksanakan dan berstatus Closed I dan sisa rekomendasi yang
status open di pantau pada tahap selanjutnya di tahun 2010 ini.
d. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Pemantauan implementasi atas saran perbaikan pada sistem pertanahan di
Badan Pertanahan Nasional dilakukan sebagai tindak lanjut dari kajian yang
dilakukan pada 2008. Pada kuartal 1 telah dilakukan koordinasi dengan
Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian.
e. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
Kegiatan ini merupakan langkah tindak lanjut kajian terhadap pengelolaan
APBN pada Direktorat jenderal Anggaran. Pemantauan difokuskan pada
perbaikan sistem penganggaran di DJA agar lebih transparan dan
mengurangi titik-titik lemah yang berpotensi koruptif, dimana KPK
mengobservasi keadaan lapangan sesuai dengan action plan yang dibuat
oleh DJA terkait rekomendasi. Pada Kuartal 1 telah dilakukan pertemuan

- 38 -
dengan Sekertaris Jenderal DJA dan Kasubbag Ortala untuk membahasa
progress action plan.
f. DAU (Dana Abadi Umat)
Pemantauan terhadap Pengelolaan Dana Abadi Umat dilakukan sebagai
langkah tindak lanjut terhadap kajian atas pengelolaan DAU tahun lalu. KPK
telah memberikan saran dan perbaikan untuk ditindaklanjuti oleh pihak
kementerian Agama, sehingga tahun ini perlu pemantauan atas
pelaksanaannnya. Beberapa tahapan yang telah dilakukan pada kuartal 1
adalah:
ƒ Menerima Tanggapan Ditjen PHU terhadap rekomendasi hasil kajian
kebijakan Dana Abadi Umat, yang diberikan KPK kepada Depag (9
Februari 2010)
ƒ Meminta action plan terhadap rekomendasi KPK (Memberikan format time
plan pelaksanaan rekomendasi) (12 Maret 2010)
ƒ Menerima laporan progress action plan pelaksanaan rekomendasi (23
Maret 2010)
ƒ Melakukan analisa terhadap action plan pelaksanaan rekomendasi.

g. Pengelolaan Jalan Nasional (PJN)


Dalam upaya untuk mencegah tindak pidana korupsi dan untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan jalan nasional, KPK
telah melakukan kajian terhadap sistem penyelenggaraan jalan nasional di
Direktorat Jenderal Bina Marga (DJBM) – Departemen Pekerjaan Umum
(Dep. PU) pada Bulan April 2008 – Juli 2009. Terhadap hasil kajian tersebut,
DJBM telah membuat action plan terhadap saran perbaikan yang diberikan
oleh KPK. Pada tahun ini dilakukan pematauan atas pelaksanaan action plan
tersebut. Pada kuartal 1 telah dilakukan beberapa rapat koordinasi dengan
pihak DJBM untuk memantau progress pelaksanaan action plan tersebut.
h. SIN (Single Identification Number) / NIK
Selain konsep yang dikembangkan oleh Depardagri untuk mewujudkan NIK
tunggal, besarnya anggaran yang diperlukan untuk membangun identitas
tunggal (NIK tunggal) menjadi perhatian utama KPK. Saat ini KPK telah
menyurati Mendagri untuk memberikan rekomendasi yang intinya antara lain
perlu diperbaikinya grand design yang telah disusun dan mutlak diperlukan
biometrik dalam pembersihan database kependudukan untuk menghasilkan
NIK tunggal. Direncanakan KPK akan berkoordinasi dengan Wapres/UKP4
untuk membantu implementasi SIN yang dilakukan oleh Ditjen Adminduk
Depdagri.
i. Pemantauan Sistem Layanan di Lembaga Pemasyarakatan
Observasi terhadap sistem layanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
merupakan tindak lanjut terhadap hasil Survei Integritas yang menunjukkan
masih rendahnya skor integritasi di lapas. Hasil survei integritas selama dua
tahun berturut-turut (2007 dan 2008), menunjukkan pelayanan yang
diberikan oleh lapas masih rendah bahkan menurun dari 4,33 (2007) menjadi
2,99 (2008).
Hasil observasi menunjukkan adanya kelemahan-kelemahan pada aspek
kelembagaan, tata laksana, sumber daya manusia, dan faktor lain yang
berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi. Action plan (rencana
perbaikan) telah dibuat oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan juga
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta.
Pada triwulan I 2010 KPK telah melakukan :

- 39 -
a. Paparan Laporan Hasil Observasi Layanan di Lembaga Pemasyarakatan
kepada Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Inspektorat Jenderal
Kementerian Hukum dan HAM, dan Kepala Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM DKI Jakarta pada tanggal 17 Februari 2010;
b. Rapat koordinasi dalam penyusunan action plan (rencana perbaikan)
dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta;
c. Action plan (rencana perbaikan) dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta telah
diterima pada akhir Maret 2010.
KPK akan melakukan pemantauan terhadap implementasi action plan
tersebut secara periodik dan insidentil dan direncanakan dimulai pada bulan
April-November 2010.
j. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Alat Kesehatan
PBJ Alkes merupakan kegiatan yang amat rentan korupsi, untuk itu pada
tahun ini dilakukan pemantauan atas pelaksanaannya. Pada kuartal 1 telah
dilakukan pengumpulan data PBJ Alkes dari Depkes sejumlah 55% dari total
nilai pengadaan B/J tahun 2010 untuk kemudian dibuat dalam suatu
database. Sisa data yang belum didapat akan terus dikoordinasikan dengan
pihak Kemenkes.
k. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Trafo PT. PLN
Pemantauan dilakukan atas kegiatan PBJ trafo di PLN mengingat jumlah
dan kerentanannya terhadap korupsi yang sangat besar. Kegiatan yang
telah dilakukan adalah berkoordinasi dengan pihak PLN pusat,
mengumpulkan data terkait pengadaan, diskusi teknis, serta audiensi antara
jajaran Direksi PLN dan Pimpinan KPK.
l. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Jalan Nasional
Menindaklanjuti salah satu temuan Hasil Kajian Sistem PJN oleh Dit. Litbang
KPK pada Tahun 2009: yaitu belum optimalnya pengawasan penanganan
jalan nasional, maka salah satu item action plan yang akan dilaksanakan
oleh DJBM adalah meningkatkan sistem pengawasan penanganan jalan
nasional terkait PBJ di Direktorat Jenderal Bina Marga. Untuk
mewujudkannya maka akan diselenggarakan workshop yang akan diadakan
oleh KPK pada akhir bulan April 2010, untuk memperoleh format monitoring
penyelenggaraan jalan nasional yang efektif dan dapat mencegah terjadinya
kerugian keuangan negara serta untuk menegaskan kembali komitmen dari
pihak Kementrian Pekerjaan Umum untuk membangun suatu sistem
monitoring penyelenggaraan jalan nasional yang efektif dan dapat mencegah
terjadinga kerugian keuangan negara. Selain pelaksanaan workshop,
kegiatan pemantauan atas pelaksanaan action plan lainnya juga masih terus
dilakukan.

5. Koordinasi dan Pengembangan


a. Observasi terhadap Sistem Layanan di Kementerian Komunikasi dan
Informasi
Merupakan tindak lanjut terhadap hasil survey integritas yang menepatkan
Kementerian Komunikasi dan Informasi pada peringkat 36 dari 39 instansi
pusat dengan skor integritas 6,05. Observasi akan dilakukan di beberapa
daerah untuk mengidentifikasi permasalaha-permasalahan dalam layanan
sertifikasi operator radio dan izin jasa penyelenggaraan telekomunikasi.

- 40 -
Pada triwulan I 2010, KPK telah melakukan :
• Paparan hasil Survei Integritas 2009 kepada jajaran Kementerian
Komunikasi dan Informasi;
• Rapat koordinasi dengan Tim Kementerian Kominfo;
• Pengumpulan data awal.

b. Observasi terhadap Sistem Layanan Keimigrasian

Merupakan tindak lanjut terhadap hasil survei integritas 2009 yang


menunjukkan masih rendahnya skor integritas layanan keimigrasi, yaitu 5,34.
KPK akan melakukan observasi lapangan di beberapa kantor imigrasi,
tempat pemeriksaan imigrasi di beberapa daerah.
Pada triwulan I Tahun 2010, KPK telah melakukan:
• Paparan tentang hasil survey integritas 2009 kepada jajaran Kementerian
Hukum dan HAM;
• Rapat koordinasi dengan Tim Supervisi Layanan Keimigrasian, Direktorat
Jenderal Imigrasi;
• Observasi lapangan di Kantor Imigrasi Klas I Khusus Jakarta Barat.

c. Kementerian Komunikasi dan Informatika

Survei Integritas Sektor Publik setiap tahun telah memotret integritas layanan
publik pada instansi pusat maupun Pemerintah Daerah. Sebagai tindak
lanjut hasil Survei Integritas tahun 2009, Direktorat Litbang KPK lebih jauh
melakukan observasi terkait layanan publik pada instansi dengan nilai
integritas rendah. Terkait dengan hal ini, salah satu unit layanan yang
menjadi fokus KPK adalah layanan publik di bawah Kementerian Komunikasi
dan Informatika. Observasi dilakukan dengan tujuan dapat memberikan
saran perbaikan terhadap layanan publik kepada masyarakat.
d. Direktorat Jenderal Imigrasi

Survei Integritas Sektor Publik setiap tahun telah memotret integritas


layanan publik pada instansi pusat maupun Pemerintah Daerah. Sebagai
tindak lanjut hasil Survei Integritas tahun 2009, Direktorat Litbang KPK lebih
jauh melakukan observasi terkait layanan publik pada instansi dengan nilai
integritas rendah. Terkait dengan hal ini, salah satu unit layanan yang
menjadi fokus KPK adalah layanan keimigrasian di bawah Kementerian
Hukum dan HAM. Observasi dilakukan dengan tujuan dapat memberikan
saran perbaikan terhadap layanan publik kepada masyarakat.
e. Kementerian Perindustrian (Kemenperin)

Hasil Survey Integritas 2009 menunjukkan bahwa layanan publik pada


Kemenperin menempati posisi terendah. Untuk merespon hal ini, maka KPK
melakukan koordinasi pada pihak Kemenperin untuk bekerjasama dalam
upaya meningkatkan integritas layanan publik di lingkungan Kemenperin.
Selama kuartal 1 tahun 2010, telah KPK telah melakukan:
ƒ Rapat koordinasi dengan tim reformasi birokrasi Kemenperin
ƒ Memberi masukan atas pakta integritas, kode etik, dan beberapa
peraturan menteri perindustrian terkait integritas layanan publik
ƒ Melakukan observasi pada layanan terpadu dan unit layanan pengadaan
tingkat pusat
ƒ Menganalisis rencana tindak yang telah dibuat oleh tim Kemenperin
Selanjutnya akan dilakukan observasi untuk memantau implementasi
rencana tindak tersebut.
- 41 -
f. Reformasi Birokrasi
Untuk meningkatkan pencapaian kinerja yang sesuai telah dilakukan
pertemuan dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
mengarah pada Reformasi Birokrasi mengenai tindak lanjut program
tersebut dan dapat diperoleh informasi bahwa akan dibentuk suatu Komite
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Nasional yang dipimpin oleh Wakil
Presiden. KPK disebutkan akan menjadi bagian dari Tim Independen dalam
Komite tersebut, namun kejelasannya masih perlu diklarifikasi. Beberapa
masalah utama antara lain adalah belum adanya grand design reformasi
birokrasi nasional serta implementasi reformasi birokrasi nasional yang
masih jauh dari ideal.
g. Monitoring dan Evaluasi Good Governance

Dalam pengembangan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang


baik saat uini telah melakukan monitoring dan evaluasi ke beberapa lokasi
yaitu terdiri dari 3 Kabupaten dan Kota salah satunya Kabupaten Jembrana,
Kota Denpasar dan Kota Jogjakarta. Dalam kegiatan ini memantau progres
tatakelola pemerintahan yang baik yang telah dilakukan di Kabupaten dan
Kota berdasarkan hasil pemantauan sebelumnya pada taun 2006-2007 dan
telah melihat inovasi yang dikembangkan oleh daerah untuk menjadi daerah
acuan bagi daerah lainnya. Dalam laporan hasil pemantauan yang berisi
hasil pemantauan dan rekomendasi telah disusun untuk kemudian
disampaikan ke daerah yang telah dikunjungi sebagai bahan evaluasi dan
perbaikan.

6. Supervisi Layanan Publik


SebagaI upaya pencegahan korupsi di berbagai pelayanan publik, KPK telah
melakukan supervisi peningkatan pelayanan publik sejak tahun 2009, di kota:
a. Kota Bandung
b. DKI Jakarta
c. Medan
d. Semarang
e. Surabaya
serta ditambah lagi 4 kota pada tahun 2010:
f. Makasar
g. Manado
h. Palembang
i. Samarinda

Adapun jenis layanan publik yang disupervisi adalah:


a. Kantor Pertanahan
b. Dinas Perhubungan
c. Samsat
d. Kantor Imigrasi
e. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
f. Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
g. Kantor Pelayanan Terpadu
h. Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya
i. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota
Proses supervisi pelayanan publik sejak tahun 2010 melibatkan Ombudsman RI.

- 42 -
2.5. Koordinasi dan supervisi dengan dan/atau terhadap Kepolisian RI dan
Kejaksaan RI, disertai data dan perkembangan kasus-kasus korupsi yang
disupervisi dan/atau diambil alih penanganannya oleh KPK;
Koordinasi dan Supervisi terhadap penanganan perkara TPK yang dilaksanakan
oleh Kepolisian dan Kejaksaan periode Januari sd Maret 2010, adalah :
1. Penerimaan SPDP dari Kepolisian dan Kejaksaan sebanyak 358 SPDP, terdiri
dari 76 SPDP dari Kepolisian dan 282 SPDP dari Kejaksaan.

INSTANSI Jan Feb Mar TOTAL

Kepolisian 20 8 48 76

Kejaksaan 65 105 112 282

Jumlah 85 113 159 358

2. Permintaan SPDP dan perkembangan penyidikan kepada Kepolisian dan


Kejaksaan sebanyak 23 permintaan, terdiri dari 11 permintaan kepada
Kepolisian dan 12 permintaan kepada Kejaksaan yaitu :

INSTANSI Jan Feb Mar TOTAL

Kepolisian - 8 3 11

Kejaksaan - 8 4 12

Jumlah - 16 7 23

3. Jawaban permintaan SPDP dan perkembangan penyidikan dari Kepolisian dan


Kejaksaan sebanyak 39 jawaban, terdiri dari 13 jawaban dari Kepolisian dan 26
jawaban dari Kejaksaan yaitu :

INSTANSI Jan Feb Mar TOTAL

Kepolisian 9 2 2 13

Kejaksaan 6 15 5 26

Jumlah 15 17 7 39

4. Pelimpahan penanganan perkara TPK kepada Kepolisian dan Kejaksaan


sebanyak 22 perkara TPK, terdiri dari pelimpahan 8 perkara TPK kepada
Kepolisian dan pelimpahan 14 perkara TPK kepada Kejaksaan.

INSTANSI Jan Feb Mar TOTAL

Kepolisian - 5 3 8

Kejaksaan - 10 4 14

Jumlah - 15 7 22

5. Pelaksanaan Supervisi Perkara TPK Langsung (on the spot) sebanyak 3


perkara, terdiri dari 2 perkara TPK dengan Kepolisian dan 1 perkara TPK
dengan Kejaksaan.

- 43 -
INSTANSI Jan Feb Mar TOTAL

Kepolisian 1 1 - 2

Kejaksaan - - 1 1

Jumlah 1 1 1 3

6. Pengambilalihan Perkara
Perkara TPK dalam penyalahgunaan dana pengelolaan kas daerah APBD
Kab. Langkat – Sumatera Utara TA 2000-2007 an. Tersangka SYAMSUL
ARIFIN (Gubernur Sumatera Utara) diambilalih dari Kejaksaan Tinggi Sumatera
Utara.

2.6. Apakah pelaksanaan fungsi supervisi sudah optimal, apa dan bagaimana
bentuk supervisinya, dan apa sanksinya bila kepolisian RI atau Kejaksaan RI
tidak mematuhi supervisi dimaksud.
Pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi dilaksanakan dalam bentuk :
a. Penerimaan SPDP dari Kejaksaan dan Kepolisian;
b. Permintaan SPDP dan perkembangan penyidikan terhadap perkara yang
dilaporkan masyarakat kepada KPK, yang penanganannya dilaksanakan oleh
Kejaksaan atau Kepolisian;
c. Pelimpahan penanganan perkara TPK kepada Kejaksaan atau Kepolisian
terhadap perkara yang dilaporkan masyarakat kepada KPK, dimana perkara
tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002;
d. Pelaksanaan supervisi langsung (on the spot) terhadap pelaksanaan
penyidikan di Kejaksaan dan Kepolisian;
e. Pengambilalihan perkara.
Pelaksanaan supervisi yang selama ini dilaksanakan adalah dengan
mengikutsertakan instansi terkait (Bareskrim, Kejagung RI, BPKP, Ahli) dan
melakukan ekspose/gelar perkara di wilayah.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, tidak mengatur sanksi yang
dapat dikenakan kepada Kepolisian dan Kejaksaan atas ketidakpatuhan hasil
supervisi.

2.7. Kriteria yang digunakan KPK dalam pengambilalihan suatu perkara dari
Kepolisian RI atau Kejaksaan RI
Kriteria yang digunakan oleh KPK dalam melakukan pengambilalihan suatu
perkara adalah berdasarkan ketentuan Pasal 9 UU No. 30 Tahun 2002 tentang
KPK, yaitu:
a. Laporan masyarakat tentang suatu tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
b. Proses penanganan TPK berlarut-larut/tertunda tanpa alasan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan;
c. Penanganan TPK ditujukan untuk melindungi pelaku TPK yg sesungguhnya;
d. Penanganan TPK mengandung unsur korupsi;
e. Hambatan penanganan TPK karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif
atau legislatif;
f. Keadaan lain yang menurut pertimbangan Kepolisian atau Kejaksaan,
penanganan TPK sulit dilaksanakan secara baik dan dapat
dipertanggungjawabkan.

- 44 -
3. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang prioritas dalam
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi pada tahun
2010, yaitu penjelasan tentang:
3.1. Apa saja prioritas dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi, dan apa alasan penentuan prioritas tersebut;
3.2. Apakah penanganan kasus-kasus korupsi yang merugikan
keuangan negara dalam jumlah besar termasuk dalam prioritas
tersebut;
3.3. Kasus-kasus tindak pidana korupsi apa saja yang telah masuk
daftar prioritas;
3.4. Apa target dan prioritas dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi pada tahun 2010, dan apa tolok ukur
keberhasilan pencapaian target tersebut.

Berdasarkan hasil Rapat Kerja internal KPK tahun 2010, telah ditetapkan:
1. Strategy Map KPK Tahun 2010
STRATEGY MAP KPK 2010
Berkurangnya
S.1
Korupsi di
Indonesia
Stakeholder

Niat Kesempatan Perbuatan


S.2
S.3 S.4
Terwujudnya Perilaku Anti Tercegahnya Penindakan
Korupsi dan Dukungan Kesempatan untuk yang Kuat dan Pro
Masyarakat terhadap Korupsi Aktif
Pemberantasan korupsi

I.1 I.4 I.5 I.6 I.9 I.10


Korsup
Pendidikan Anti Pembangunan Percepatan Penyelamatan Penindakan Penuntutan
Korupsi & Pembinaan reformasi Keuangan dan
Jejaring sektor publik Aset Negara/
Daerah I.11

Penyidikan
I.8

I.3
Pengkajian
I.2 I.7 Sistem I.12
Pelaporan Administrasi di
Pelaporkan Gratifikasi Lembaga Negara
Internal Process

Korsup
LHKPN Pencegahan Penyelidikan

I.13

Pemeriksaan
DUMAS

I.14 I.15 I.16 I.17 I.18 I.19

Penyediaan Infrastruktur
Integritas Dukungan Pencitraan Manajemen
Data dan Teknologi
Organisasi Hukum Organisasi Sumber Daya
Informasi Informasi

Dalam Strategy Map tersebut, ditetapkan sasaran strategis yang akan dicapai pada
perspektif Stakeholder, yakni:

- 45 -
1. Berkurangnya korupsi di Indonesia;
2. Terwujudnya Perilaku Anti Korupsi dan Dukungan Masyarakat terhadap
Pemberantasan Korupsi;
3. Tercegahnya Kesempatan untuk Korupsi;
4. Penindakan yang Kuat dan Pro Aktif.

2. Kebijakan Operasional di Bidang Penindakan dan Pencegahan


(1) Bidang Penindakan
1. Optimalisasi kualitas dan keberhasilan pelaksanaan tugas penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, serta koordinasi dan supervisi.
2. Sinergi kegiatan dengan pihak eksternal KPK, antara lain dengan Kepolisian,
Kejaksaan, BPK, BPKP, PPATK, Ditjen Pajak, dan Bank Indonesia.
3. Antisipasi terbentuknya pengadilan TIPIKOR di daerah.
4. Optimalisasi kerja sama dengan Direktorat Pengawasan Internal dalam
pengawasan dan eksaminasi kasus/perkara.
5. Peningkatan kegiatan pelacakan dan pengembalian aset.
6. Penyusunan dan diseminasi cetak biru penanganan kasus/perkara tindak
pidana korupsi dalam rangka mekanisme penggerak (trigger mechanism).
(2) Bidang Pencegahan
1. Optimalisasi kualitas dan keberhasilan pelaksanaan tugas pendaftaran dan
pemeriksaan LHKPN, gratifikasi, penelitian dan pengembangan, serta
pendidikan dan pelayanan masyarakat.
2. Optimalisasi kualitas dan keberhasilan pelaksanaan tugas monitoring
reformasi birokrasi dan supervisi layanan publik.
3. Peningkatan fungsi pencegahan terhadap penyimpangan yang berpotensi
menimbulkan TPK.
4. Prioritas kajian diarahkan pada sistem administrasi negara yang krusial,
aktual yang berpotensi menimbulkan TPK.
5. Pembentukan Satuan Tugas di Kedeputian Pencegahan.
6. LHKPN:
a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang LHKPN.
b. Upaya mendorong penyelenggaraan pelaporan kekayaan Pegawai
Negeri diluar Penyelenggara Negara dilakukan oleh instansi yang
bersangkutan.
c. Optimalisasi pemeriksaan LHKPN yang didasarkan kepada upaya
pencegahan dan penindakan.
d. Optimalisasi pengumuman dan publikasi LHKPN, baik di pusat maupun
di daerah.
7. Gratifikasi:
a. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang gratifikasi.
b. Optimalisasi pelaporan gratifikasi dengan tetap berpedoman pada self
assesment.
8. Litbang:
a. Evaluasi pelaksanaan tindak lanjut atas rekomendasi hasil kajian.

- 46 -
b. Perluasan implementasi Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK).
c. Peningkatan pelaksanaan survei Integritas Sektor Publik.
d. Pengkajian sistem perijinan di sektor kehutanan.
9. Dikyanmas:
a. Koordinasi dengan instansi terkait dengan penyebarluasan modul di
setiap jenjang pendidikan.
b. Sosialisasi lebih diarahkan kepada Pegawai Negeri dan Penyelenggara
Negara.
c. Pembangunan Zona Integritas dan Anti Corruption Learning Center
(ACLC).
d. Pendidikan anti korupsi difokuskan pada pendidikan dan pelatihan
kedinasan Pegawai Negeri dan sektor swasta melalui Focus Group
Discussion (FGD).
e. Pelaksanaan kampanye untuk mempertahankan semangat anti korupsi di
masyarakat secara proporsional.

3. Sasaran dan Target Bidang Penindakan dan Pencegahan


(1) Bidang Penindakan
1. Prioritas penanganan kasus-kasus:
a. Bidang pelayanan publik, yang mencakup: Pertanahan, Pelayanan
Perbendaharaan Negara, Pendidikan Nasional, Agama, Kesehatan,
Kependudukan, dan BKPM;
b. Bidang penegakan hukum;
c. Bidang penerimaan keuangan negara, yang mencakup Penerimaan
Pajak dan Pinjaman Luar Negeri;
d. Bidang pengelolaan sumber daya alam, yang mencakup Sektor
Pertambangan, ESDM dan Kehutanan;
e. Bidang infrastruktur, yang mencakup: Sektor Pembangunan Jalan,
Perhubungan dan Telekomunikasi, dan PLN (Kelistrikan);
f. Pendidikan dan kesehatan;
g. Jasa Keuangan, yang mencakup: Perbankan dan Pasar Modal
/Lembaga Keuangan;
h. Mafia hukum, yang mencakup Penanganan kasus-kasus penyuapan
pada aparat penegak hukum;
i. Penggunaan Anggaran (APBN dan APBD);
2. Penuntasan penanganan kasus-kasus yang belum selesai.

Target:
Target penyelesaian penanganan TPK:
1. Penyelidikan 28 kasus solid;
2. Penyidikan 55 perkara;
3. Penuntutan 45 berkas perkara;
4. Supervisi terhadap 12 kasus yang ditangani aparat penegak hukum lainnya.

- 47 -
(2) Bidang Pencegahan
1. Area pencegahan difokuskan pada area perkara yang telah dilakukan
penindakannya pada tahun-tahun sebelumnya.
2. Penertiban aset K/L, BUMN/D, dan aset K/L yang dikelola yayasan.
3. Penyelesaian penanganan fee bank.
4. Penyelamatan kekayaan negara di bidang migas.
5. Penuntasan kajian biaya pemungutan pajak daerah.
6. Penertiban fasilitas umum dan fasilitas sosial.
7. Koordinasi dan supervisi layanan publik.

Target
1. Penyelamatan BMN
2. Pengembalian keuangan negara serta penyempurnaan sistem
3. Pengembalian kekayaan negara dan perbaikan sistem.
4. Rekomendasi dan pemantauan tindak lanjut

2.1. Gratifikasi
1. Kepatuhan pegawai negeri dan penyelenggara negara untuk
melaporkan penerimaan gratifikasi.
2. Ketentuan gratifikasi internal.
3. Rekomendasi hasil pemeriksaan gratifikasi ke bidang pencegahan dan
penindakan.
Target
1. Meningkatnya jumlah laporan gratifikasi.
2. Implementasi program pengendalian gratifikasi di instansi/lembaga.
3. Terbentuknya peraturan internal tentang penetapan status kepemilikan
gratifikasi.
4. Penyampaian rekomendasi hasil pemeriksaan gratifikasi kepada
Deputi Penindakan dan/atau Pencegahan.

2.2. LHKPN
1. Kepatuhan Pelaporan LHKPN melalui beberapa kegiatan:
a. Koordinasi perumusan Peraturan Pemerintah dengan Biro Hukum
mengenai pelaporan LHKPN
b. Penyusunan format baru Formulir LHKPN.
2. Rekomendasi hasil pemeriksaan LHKPN ke bidang pencegahan dan
penindakan.
Target
1. Finalisasi revisi formulir LHKPN, perubahan bisnis proses, dan sarana
pendukung lainnya.
2. Penyampaian rekomendasi hasil pemeriksaan LHKPN kepada Deputi
Penindakan dan/atau Pencegahan.

- 48 -
2.3. Dikyanmas
1. Mendorong Terbentuknya Zona Integritas di kementerian/lembaga/
instansi pusat dan daerah.
2. Menumbuhkan budaya anti korupsi di masyarakat.
Target
1. Terbentuknya Zona Anti Korupsi di Unit Pelayanan Publik.
2. Terimplementasinya Modul pendidikan Anti Korupsi di setiap jenjang
dan bidang pendidikan.
3. Terbangunnya Komunitas Anti Korupsi.
4. Pembentukan Anti Corruption Learning Center (ACLC).

2.4. Litbang
1. Perbaikan sistem administrasi di K/L.
2. Mengukur tingkat kualitas pelayanan publik dan inisiatif anti-korupsi di
K/L dan daerah.
3. Mendorong pelaksanaan reformasi birokrasi di K/L dan daerah.
Target
1. Terselesaikannya kajian sistem secara komprehensif di bidang
layanan publik dan kajian kebijakan.
2. Terlaksananya tindak lanjut hasil kajian sistem dan pengembangan.
3. Terwujudnya perubahan layanan publik di kabupaten/kota.
4. Terlaksananya survei integritas 2010 pada ibukota provinsi, instansi
vertikal, dan instansi pusat.
5. Rekomendasi implementasi NIK oleh Ditjen Adminduk – Depdagri.
6. Terlaksananya survey persepsi masyarakat terhadap pemberantasan
korupsi.
7. Terlaksananya penilaian inisiatif anti korupsi pada instansi pusat dan
daerah.

4. Tolok Ukur Keberhasilan di Bidang Penindakan dan Pencegahan.

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Target Kinerja KPK Tahun 2010, tolok ukur
keberhasilan di Bidang Penindakan dan Pencegahan adalah sebagai berikut:

- 49 -
TARGET KINERJA KPK TAHUN 2010
No. Sasaran Strategis Key Performance Indicator (KPI) Target Deskripsi PIC

Perpektif Stakeholder (Pemangku Kepentingan)


Berkurangnya Korupsi di 1 IPK Indonesia 3.0 Skor IPK diperoleh dari Survey TII Seluruh
S.1
Indonesia 2 IIN (Pusat dan Daerah) 6.7 Skor IIN diperoleh dari Survey Integritas Seluruh
Terwujudnya Perilaku Anti Peningkatan pemahaman Masyarakat Skor diperoleh dari Survey Persepsi Masyarakat
3 10% Pencegahan
Korupsi dan Dukungan terhadap Bahaya Korupsi terhadap bahaya korupsi
S.2
Masyarakat terhadap Peningkatan Jumlah Jaringan Anti Jumlah jaringan anti korupsi yang berhasil Pencegahan
4 10%
Pemberantasan Korupsi Korupsi dibangun (Instansi, LSM, Komunitas) dan INDA
Indeks PIAK merupakan skor yang diperoleh dari
Tercegahnya Kesempatan 5 Rata-rata Indeks PIAK 6,0 penilaian inisiatif anti korupsi di instansi yg Pencegahan
S.3
untuk Korupsi menjadi target
6 IIN (Pusat dan Daerah) 6.7 Skor IIN diperoleh dari Survey Integritas Seluruh
% Keberhasilan Penuntutan di Putusan Hakim yang menyatakan terdakwa
7 90%
Penindakan yang Kuat dan Pro Pengadilan bersalah
S.4 Penindakan
Aktif % Peningkatan Keberhasilan perkara Keberhasilan tindak lanjut penanganan perkara
8 10%
yang disupervisi yang disupervisi

Perpektif Internal Process (Proses Internal)

Jumlah implementasi zona integritas di Implementasi zona integritas di KL/instansi pusat


I.1 Pendidikan Anti Korupsi 9 10 Pencegahan
KL/instansi pusat dan daerah dan daerah
10 Jumlah Pengumuman LHKPN di BN/TBN 21.000 Jumlah LHKPN yang diumumkan
1.2 Pelaporan LHKPN Persentase rekomendasi atas hasil pemeriksaan Pencegahan
Tingkat pemenuhan rekomendasi hasil
11 50% LHKPN yang ditindaklanjuti
pemeriksaan LHKPN
(Dumas/Penindakan/Pencegahan)
% Jumlah SK Penetapan Gratifikasi yang
SK penetapan gratifikasi disampaikan
1.3 Pelaporan Gratifikasi 12 100% disampaikan ke penerima gratifikasi dalam waktu Pencegahan
tepat waktu
7 hari kerja setelah ditetapkan
Pembangunan dan Pembinaan Tingkat Kepuasan Layanan Kerja sama Skor yang diperoleh dari Survey terhadap internal
1.4 13 70 INDA
Jejaring Antar Lembaga (Indeks) KPK dan Partner Kerjasama
% Unit layanan dengan Indeks Integritas Persentase dengan Indeks Integritas rendah
14 100%
rendah yang menyusun action plan yang menyusun action plan
Percepatan reformasi sektor
I.5 Pencegahan
publik % Action plan yang diimplementasikan
Action plan yang diimplementasikan oleh unit
15 oleh unit layanan dengan indeks 30%
layanan dengan indeks integritas yang rendah
integritas yang rendah
Penyelamatan Keuangan dan Jumlah penyelamatan keuangan dan Nilai penyelamatan keuangan dan asset negara
I.6 16 500 M Pencegahan
Aset Negara/ Daerah Asset negara/Daerah /daerah melalui kegiatan pencegahan
% Peningkatan skor IIN pada instansi
Peningkatan kualitas layanan publik yang
I.7 Korsup Pencegahan 17 yang dilaksanakan Koordinasi dan 20% Pencegahan
disupervisi dan berkurangnya korupsi
supervisi
Prosentase pelaksanaan implementasi
Kajian Sistem Administrasi di % Rekomendasi hasil kajian yang rekomendasi yang disampaikan kepada instansi
I.8 18 55% Pencegahan
Lembaga Negara dan K/L diimplementasikan oleh instansi pemerintah dan berkurangnya korupsi di instansi
yang bersangkutan
Perkara yang disupervisi KPK berdasarkan Sprin-
19 Jumlah perkara yang dilakukan supervisi 12 Dik yang dikeluarkan oleh Kepolisian dan
Kejaksaan
I.9 Korsup Penindakan Penindakan
Jumlah penerimaan SPDP dibandingkan dengan
% kepatuhan penyampaian SPDP dari
20 60% SprinDik yang diterbitkan Kepolisian dan
Kepolisian dan Kejaksaan
Kejaksaan
Jumlah perkara yang dlimpahkan dan
21 45 Perkara yang dlimpahkan dan disidangkan di PN
disidangkan di PN
I.10 Penuntutan Pengembalian kerugian negara dari Pelaksanaan Penindakan
% Pengembalian kerugian negara dari
22 60% Eksekusi Denda, Uang Pengganti serta
Pelaksanaan Eksekusi
perampasan Barang Sitaan
Perkara yang dinyatakan lengkap dan
I.11 Penyidikan 23 Jumlah perkara yang diselesaikan 45 Penindakan
dilimpahkan ke Penuntutan (P21)
I.12 Penyelidikan 24 Jumlah kasus yang solid 28 Kasus yang dilanjutkan ke tahap Penyidikan Penindakan
Jumlah kasus potensial dari Dumas yang Kasus yang dilimpahkan dari Dit. Dumas ke Dit.
I.13 Pemeriksaan dumas 25 56 PIPM
dapat ditindaklanjuti Penyelidikan

- 50 -
4. Terkait adanya putusan Praperadilan yang membatalkan Surat
Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas perkara Bibit S. Rianto
dan Chandra M. Hamzah sehingga kedua Pimpinan KPK itu kembali
berstatus Tersangka, Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang:
4.1. Sikap atau tanggapan KPK atas status hukum Bibit dan Chandra;
4.2. Bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja pelaksanaan tugas
Pimpinan KPK yang didasarkan pada prinsip kolektif kolegial;
4.3. Apakah menimbulkan hambatan atau kendala dalam pelaksanaan
tugas Pimpinan KPK, dan bila ada apa solusinya.

Sebelumnya perlu kami jelaskan bahwa dengan diterimanya permohonan praperadilan


yang diajukan oleh Anggodo Widjojo, tidak secara serta merta Bibit dan Chandra
menjadi Tersangka kembali, karena sepengetahuan kami pihak Termohon (Kejaksaan)
mengajukan upaya hukum yaitu Banding.

4.1. Sikap atau tanggapan KPK atas status hukum Bibit dan Chandra
KPK menganggap bahwa perkara yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra
adalah perkara yang tidak pernah terjadi.

4.2. Pengaruhnya terhadap kinerja pelaksanaan tugas Pimpinan KPK yang


didasarkan pada prinsip kolektif kolegial

KPK bekerja berdasarkan atas sistem yang telah dibangun berdasarkan


penguatan kapasitas kelembagaan. Seluruh jajaran KPK bekerja secara
profesional sesuai dengan bidang tugasnya. Pimpinan KPK berfungsi
mengkoordinasikan dan mengendalikan pencapaian kinerja yang optimal.

4.3. Apakah menimbulkan hambatan atau kendala dalam pelaksanaan tugas


Pimpinan KPK, dan bila ada apa solusinya.

Apabila status hukum Bibit dan Chandra masih dipermasalahkan, maka akan
menimbulkan hambatan.

Solusi mengenai hal ini, bukan merupakan kewenangan KPK.

- 51 -
5. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang perkembangan
penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi, terutama kasus-kasus
yang menonjol dan menarik perhatian publik atau menyangkut jumlah
kerugian negara yang besar antara lain:
5.1. Kasus Bank Century, bagaimana perkembangan penanganan
kasus ini, hasil gelar perkara kasus ini, siapa saja yang telah
diperiksa dan apa status hukumnya;
5.2. Kasus dana BLBI yang pernah ditangani Kejaksaan Agung di
bawah supervisi KPK, dan kini sedang dilakukan penyelidikan oleh
KPK;
5.3. Kasus dugaan suap (traveller’s cheque) dalam pemilihan Deputi
Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Gultom;
5.4. Kasus dugaan suap sebesar US$8 Juta pada dua mantan pejabata
migas oleh Innospec LTD terkait impor bahan tetraethyl lead (TEL)
untuk bensin bertimbal;
5.5. Kasus dugaan suap hakim PTUN Jakarta; siapa saja yang telah
diperiksa dan apa status hukumnya;
5.6. Kasus dugaan korupsi di daerah-daerah, antara lain kasus Bupati
Boven Digul Papua, dikaitkan adanya dugaan unsur persaingan
politik menjelang pemilihan kepala daerah;
5.7. Kasus-kasus menonjol selain yang ditanyakan di atas.

5.1. Kasus Bank Century

Kasus dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan Bank Century
dan penggunaan dana LPS terkait dengan upaya penyehatan Bank Century pada
saat ini sedang dalam tahap penyelidikan.
Kegiatan penyelidikan yang telah dilakukan adalah :
a. Permintaan keterangan dan klarifikasi terhadap 90 orang yang diduga
mengetahui sendiri atau mengalami sendiri atau mendengar sendiri peristiwa-
peristiwa yang tertuang didalam temuan-temuan BPK. Pihak-pihak yang
dimintakan keterangan sebagai berikut:
- Pihak BI sebanyak 28 orang;
- Pihak BC sebanyak 37 orang;
- Pihak LPS sebanyak 10 orang;
- Pihak Depkeu sebanyak 2 orang;
- Lainnya sebanyak 13 orang.
b. Telah diperoleh dokumen-dokumen yang relevan dan terkait dengan peristiwa-
peristiwa dimaksud.
Kesimpulan Sementara Hasil Penyelidikan adalah :
a. Bahwa 9 temuan audit investigasi BPK tidak semua berindikasi TPK;
b. Bahwa temuan audit investigasi BPK yang berindikasi TPK sedang dalam
proses penyelidikan.

- 52 -
5.2. Kasus BLBI yang pernah ditangani Kejaksaan Agung di bawah supervisi
KPK.
Pelaksanaan koordinasi dan supervisi atas penanganan penanganan kasus BLBI
adalah berdasarkan Surat Perintah Tugas Nomor: Sprin.Gas-106/01/X/2008
Tanggal 31 Oktober 2008 guna melakukan koordinasi dan supervisi
dengan/terhadap Kejaksaan Agung RI atas penanganan kasus BLBI oleh
Kejaksaan Agung.
Berdasarkan hasil koordinasi dan supervisi, Kejaksaan Agung menangani kasus
BLBI yang terbagi ke dalam 4 kelompok, yaitu:
1. Dilimpahkan ke Pengadilan;
2. Dihentikan karena telah memperoleh SKL;
3. Dihentikan karena unsur tindak pidana korupsi tidak ditemukan;
4. Diserahkan kepada Menteri Keuangan RI untuk tindaklanjutnya secara Out of
Court Settlement.
Tindak lanjut koordinasi dan supervisi tersebut, KPK memonitor pelaksanaan Out
of Court Settlement oleh Kementerian Keuangan.

5.3. Kasus dugaan suap (travellers checque) dalam pemilihan Deputi Gubernur
Senior Bank Indonesia

Penanganan perkara dugaan suap (traveller’s cheque) dalam pemilihan Deputi


Gubernur Senior Bank Indonesia sampai saat ini masih dilaksanakan dengan:

• 4 (empat) terdakwa masing-masing atas nama UJ, HY, ES, dan DMM dalam
tahap persidangan.

• Berkas perkara atas nama DY, RS, dan S sehubungan yang bersangkutan
pada saat terjadinya peristiwa TPK berstatus TNI aktif dilimpahkan kepada
Panglima TNI dengan surat KPK Nomor: R-866/01-20/03/2010 tanggal 11
Maret 2010

• KPK sedang melakukan evaluasi terhadap perkara lainnya yang terkait dengan
perkara atas nama UJ, HY, ES, dan DMM yang sedang dalam proses
persidangan.

5.4. Kasus dugaan suap sebesar US$ 8 juta pada dua mantan pejabat migas oleh
Innospec LTD terkait impor bahan tetraethyl lead (TEL) untuk bensin
bertimbal

Kasus dugaan penyuapan kepada pejabat Pertamina dan atau Ditjen Migas oleh
Innospec Limited – Inggris terkait kebijakan penggunaan dan pengadaan tetra
ethyl lead (TEL) dalam tahap penyelidikan, pelaksanaannya berkoordinasi dengan
Serious Fraud Office (SFO) Inggris.

- 53 -
5.5. Kasus dugaan suap hakim PTUN Jakarta; siapa saja yang telah diperiksa
dan apa status hukumnya;

Perkara TPK an. tersangka ADNER SIRAIT SH (Pengacara) dan an. tersangka
IBRAHIM SH (Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) dkk pada saat ini
sedang dalam proses penyidikan dan dalam tahap pengembangan perkara yang
tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lainnya.

Dalam proses penyidikan telah dilakukan pemeriksaan terhadap 19 orang


(termasuk tersangka).

5.6. Kasus dugaan korupsi di daerah-daerah, antara lain kasus Bupati Boven
Digul Papua, dikaitkan adanya dugaan unsur persaingan politik menjelang
pemilihan kepala daerah

Penyidikan perkara TPK pengelolaan dana APBD dan OTSUS Kab. Boven Digoel
tahun 2005 s.d. 2007 an. tersangka YUSAK YALUWO (Bupati Boven Digoel) tidak
ada kaitannya dengan unsur persaingan politik menjelang pemilihan kepala
daerah.
Perkara ini didasarkan atas temuan BPK dan informasi lainnya bulan Oktober
tahun 2008 yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan penyelidikan.
Berdasarkan hasil penyelidikan, kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan pada
Februari 2010.

5.7. Kasus-kasus Menonjol Lain

a. Perkara TPK dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban kas daerah


Pemerintah Daerah Kabupaten Langkat periode 2000-2007 A.n. tersangka
SYAMSUL ARIFIN (Gubernur Sumatera Utara).
b. Perkara TPK pada pengadaan jasa pengangkutan KRL eks Jepang yang terjadi
pada tahun 2006 dan tahun 2007 A.n. tersangka SOEMINO EKO
SAPUTRA,dkk (Dirjen Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian
Departemen Perhubungan)
Masih dalam proses penyidikan, direncanakan Tim Penyidik akan berangkat ke
Jepang untuk mengambil keterangan saksi-saksi di Jepang termasuk
koordinasi dengan Kepolisian Jepang.
c. Perkara TPK turut serta terkait perbuatan H Tengku Azmun Jaafar, SH (Bupati
Pelalawan) Dkk, melakukan TPK terkait dengan penilaian dan pengesahan
RKT UPHHKHT pada areal yang diberikan IUPHHKT-HT Tahun 2001 sd 2006
di wilayah Kabupaten Pelalawan an. tersangka ASRAL RACHMAN (Mantan
Kadishut Prop. Riau) pada saat ini sedang dalam tahap koordinasi dengan JPU
untuk pelimpahan tahap II (tersangka dan barang bukti). Sedangkan 2 perkara
lain an. tersangka SYUHADA TASMAN dan BURHANUDDIN HUSIN sedang
dalam tahap penyidikan.
d. Perkara A.n. Tersangka BACHTIAR CHAMSYAH (Menteri Sosial RI)
ƒ Perkara TPK dalam pengadaan mesin jahit dan sapi impor pada bagian
proyek pengentasan fakir miskin Departemen Sosial pada tahun 2004 dan
2006 yang menggunakan Anggaran APBN;
ƒ Perkara TPK dalam pengadaan sarung yang dananya berasal dari
pengelolaan rekening pemerintah pada Departemen Sosial pada tahun
2006-2008.

- 54 -
6. Komisi III DPR meminta penjelasan KPK tentang tindak lanjut terhadap
laporan-laporan pengaduan masyarakat yang diterima Komisi III DPR
dan telah disampaikan KPK dalam Rapat Kerja tanggal 25 Januari 2010,
dan penjelasan tersebut agar diberikan dalam bentuk tabel yang
menjelaskan bagaimana perkembangan kasus tersebut.

Tindak lanjut terhadap laporan-laporan pengaduan masyarakat yang diterima Komisi III
DPR dapat dilihat pada tabel berikut:

No dan tgl Surat No. Agenda Keterangan/Tindak Lanjut


No Pelapor
Disposisi DPR
DPR
Pengaduan
Pengaduan

1 94/B.6/DPK 206/Kom -- Permohoanan KPK untuk Pengaduan sejenis pernah


MPI/LKT/XI/2009, III/MP I/2009; menindaklanjuti diterima, dan saat ini sudah
4 November 2010 pengaduan sebelumnya dalam tahap penyidikan.
tentang dugaan TPK di Kepada pelapor telah
Kab. Langlkat sesuai hasil diinformsaikan tindak lanjut
pemriksaan BPK atas KPK.
kebocoran kas Pemkab
Langkat Rp.
102.787.739.067
2 086/B.6/DPK- 70/Kom III/MP -- Permohonan agar s.d.a
MPI/LKT/X/2009; I/2009; memproses pengaduan
21 Oktober 2009 BPK-RI tentang kerugian
kas negara/daerah Kab.
Langkat sebesar Rp 102,7
miliar
3 086/B.6/DPK- Bagian TU 132/Ketua/D Permohonan agar s.d.a
MPI/LKT/X/2009; DPR RI (tanpa PR- memproses pengaduan
21 Oktober 2009 nomor) RI/X/2009 BPK-RI tentang kerugian
kas negara/daerah Kab.
Langkat sebesar Rp 102,7
miliar
4 105/Komid -- -- Permohonan memproses s.d.a
SBY/LKT/X/2009, pengaduan BPK RI
26 Oktober 2009 tentang Kerugian Kas
Negara/Daerah Kab.
Langkat Sumatera Utara
sebesar Rp 102,7 miliar.
5 30/GM/XI/2009, -- -- Laporan tentang dugaan Berdasarkan penelaahan
25 November 2009 tindak pidana korupsi dan belum ada indikasi TPK. Fakta
penyalahgunaan kejadian lebih cenderung
kewenangan dari Bupati kepada kebijakan Pemda
dan Sekretaris Daerah setempat dalam
Kab.Kepulauan Talaud mengeluarkan SK tentang
atas Mark-up harga bahan penetapan harga BBM yg
bakar minyak (BBM) sesungguhnya berlaku secara
nasional. Pengaduan
sementara masih diarsipkan.
6 01/YKPC/Nov-2009, 82/Kom III/MP -- Permintaan hasil tindak Dalam proses penyelidikan.
2 November 2009 I/2009 lanjut atas penanganan
kasus dugaan
penyalahgunaan
keuangan negara oleh
Pertamina dalam
penyelamatan PT
Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri
7 031/BPP/AM-X/2009, 41/Kom III/MP 91/Ketua/DP Permohonan pemeriksaan Berdasarkan penelaahan
15 Oktober 2009 I/2009 R-RI/X/2009 terhadap Dirjen Bea dan belum ditemukan adanya
Cukai atas dugaan indikasi TPK, lebih kepada
pelanggaran kewenangan masalah kepabeanan.
dalam penetapan nilai Pengaduan akan menjadi
pajak sepihak bahan kajian pencegahan
TPK.
8 Surat tanpa nomor 119/Kom 116/Ketua/D Surat ditujukan ke Jaksa Berdasarkan penelaahan,
dan tanggal III/I//MP I/2009 PR- Agung RI atas dugaan belum ditemukan indikasi
RI/X/2009 penjualan aset negara situ TPK, sementara pengaduan
atap Tangerang Selatan diarsipkan.

- 55 -
9 140/MIP-MI/XI/2009, 125/Kom 186/Ketu/DP Surat ditujukan ke Tim Penanganan kasus di KPPU
4 November 2009 III/MP I/2009 R-RI/X/2009 Independen Pencari Fakta sebelum perkara yang
dan Proses Hukum, menyangkut M. Iqbal dengan
tentang Penyalahgunaan Billy Sindoro terungkap,
kewenangan oleh KPK terdapat perkara lain yang
dalam penanganan sedang dilakukan
perkara Mohammad Iqbal penyelidikan.
dalam hal penyadapan
10 B.004/XI/2009/SPJ, 152/Kom -- Surat ditujukan ke Ketua Berdasarkan penelaahan
7 November 2009 III/MP I/2009 Komisi III DPR RI atas belum ditemukan indikasi
laporan tentang dugaan TPK, sementara pengaduan
penerimaan gratifikasi diarsipkan. Pengaduan lebih
oleh Mantan Kasal merupakan kasus perdata,
H.Slamet Soebijanto dan dana yang diterima oleh
Laksamana TNI Angkatan pejabat AL dimasukkan ke kas
Laut(Purn) Dinas (AL).

-----oooOooo-----

- 56 -

You might also like