You are on page 1of 5

Smart City: Solusi Permasalahan Masa Depan Perkotaan di Indonesia

(Sebuah Agenda Penelitian)

Achmad Djunaedi 1
1

Dosen Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fak. Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Abstract
Rapid urbanization increases the complexity of urban problems, encoraging cities to find a new way in
managing their urban areas. One of the methods to solve the problems is to build a smart city. Indonesia is
also experiencing the same problems, therefore smart city concepts become one of many solutions Indonesia
may adopt.
This paper suggest Indonesia to prepare smart cities for the future of its urban areas. The preparation
includes knowledge building through a research agenda on smart city. Proposed research agenda in this
paper consists of four research areas: (1) research on cyberculture in Indonesia, (2) research on cyberspace,
cybercity and cyber-region, (3) research on technologies supporting smart city, and (4) research on smart
city modelling applied to Indonesia. The research agenda is multidisciplinair in nature; it needs
collaboration among researcher from many fields. This paper proposes once every two years we conduct a
national seminar on smart city in Indonesia to share research findings.
Keywords: Smart City, research agenda, Indonesia

1. Mengapa Indonesia perlu mengembangkan


Smart City?
Kota-kota di dunia berkembang pesat, dan dalam
Milenium Ketiga ini akan banyak kota-kota di negara
berkembang yang akan menjadi kota besar. Kota besar
di negara berkembang seringkali menghadapi banyak
masalah, terkait kepadatan penduduk yang tinggi dan
juga pengangguran. Hal ini antara lain mungkin
karena manajemen kotanya yang belum baik. Kota
yang dikelola dengan (lebih) cerdas akan mengurangi
permasalahan yang dihadapinya.
Apa arti cerdas? Menurut Nam & Pardo (2011):
(1) dalam bidang perencanaan kota, cerdas diartikan
sebagai strategis, terutama dalam memilih prioritas,
arah, kebijakan, dan sebagainya, dan (2) terkait
teknologi, maka cerdas mengandung prinsip
komputasi otomatis (self-configuration, self-healing,
self-protection, self-optimization); ditunjukkan dengan
antara lain memiliki sensors dan actuators.
Dalam keilmuan perencanaan wilayah dan kota
serta ilmu-ilmu yang terkait, telah dilakukan upaya
terus-menerus untuk memberikan solusi cerdas
terhadap
permasalahan
perkotaan.
Upaya
Dipresentasikan dalam Seminar Nasional Smart City:
Solusi untuk Permasalahan Perkotaan di Indonesia?,
diselenggarakan di Yogyakarta, tanggal 1 Maret 2014.
Kontak penulis: Achmad Djunaedi, Profesor dalam bidang
Perencanaan Wilayah dan Kota, Jurusan Teknik Arsitektur
dan Perencanaan, FT Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Tel: (0274) 580095 Fax: (0274) 580852. E-mail:
achmaddjunaedi@ugm.ac.id; achmaddjunaedi@yahoo.com

mengembangkan solusi tersebut dapat dibagi menjadi


dua kelompok, yaitu: (1) cerdas tanpa teknologi,
misalnya gerakan smart growth; dan (2) cerdas
dengan dukungan teknologi, antara lain gerakan smart
city (kota cerdas).
Memilih untuk menggunakan atau tidak
menggunakan teknologi bagi negara berkembang
menjadi persoalan tersendiri. Bila tidak ikut
menggunakan teknologi terkini dalam manajemen
perkotaan maka dalam kehidupan global akan
terisolasi dan tertinggal; terisolasi dari komunikasi
dunia. Sebaliknya, bila mengikuti teknologi terkini,
memang akan mempunyai peluang untuk mewujudkan
smart city, tetapi bila tidak waspada mungkin akan
timbul ketergantungan terhadap teknologi impor, dan
dapat terjadi lompat kata teknologi (technology
leapfrog) dan masalah-masalah lainnya. Menurut
penulis, sebaiknya kita memilih untuk mengikuti
perkembangan teknologi dan memanfaatkannya untuk
meningkatkan kualitas manajemen perkotaan kita.
Bila ada masalah-masalah yang timbul karena
pemilihan tersebut, maka kita akan cari solusi untuk
mengatasinya.
Berdasar kajian literatur sampai saat ini, terdapat
alasan yang berbeda dari kota-kota di negara maju dan
negara berkembang dalam menggunakan teknologi
dalam smart city. Di negara maju, alasannya antara
lain untuk mengatasi masalah polusi udara,
mengupayakan penurunan emisi karbon, juga
mensubstitusi infrastruktur yang sudah tua (contoh
kota cerdas: Amsterdam). Di negara yang sedang

tumbuh cepat dan tergolong negara kaya, dibangun


kota-kota baru yang sejak awal dirancang sebagai
smart city, menggunakan teknologi tinggi dan berdaya
saing kuat, misalnya: kota Masdar di Abu Dhabi, dan
kota Songdo di Korea Selatan.
Bagi negara berkembang, termasuk Indonesia,
mengembangkan smart city (dalam arti mengelola
kota secara cerdas) ditujukan untuk mengatasi
berbagai permasalahan perkotaan, antara lain:
peningkatan jumlah penduduk perkotaan yang pesat
dan berdampak pada timbulnya kemacetan, kepadatan
tinggi, polusi udara dan air tanah, dan sebagainya.
Alasan ini memperkuat pilihan untuk mengikuti
perkembangan teknologi dan memanfaatkannya untuk
meningkatkan kualitas manajemen perkotaan kita,
terutama menuju pewujudan smart city.
2. Apa itu Smart City?
Di atas telah dibahas panjang lebar alasan kita perlu
mewujudkan smart city untuk kota-kota di Indonesia,
tapi belum dijelaskan apa itu smart city?. Secara
sederhana, sebuah kota cerdas adalah kota yang sistem
manajemen kotanya secara otomatis mampu
memberitahu kita: (1) bahwa sedang timbul suatu
masalah perkotaan (diberitahu oleh sensor yang
dipasang di kota), (2) bahwa akan timbul suatu
masalah perkotaan (diberitahu oleh sensor dan sistem
prediksi), dan (3) sistem manajemen perkotaan
mampu memberikan usulan tindakan otomatis
(dimungkinkan
oleh
sistem
aktuator)
atau
tidak-otomatis untuk mengatasi masalah. Sebetulnya
kecerdasan tidak hanya dalam hal-hal tersebut, tapi
menyangkut juga kecerdasan pada warganya,
perekonomiannya, mobilitasnya, dan sebagainya.
Secara lebih lengkap, menurut salah satu situs
(yaitu: www.media.firabcn.es), smart city merupakan
visi yang mengintegrasikan energi, teknologi,
mobilitas, perencanaan kota, lingkungan hidup dan
tata kelola pemerintahan serta manajemen kota untuk
mengembangkan solusi-solusi bagi kota-kota inovatif
dan berkelanjutan. Senada dengan definisi di atas,
Mortensen dkk (2012: 15) mendefinisikan kota cerdas
(smart city) sebagai a city which systematically
makes use of ICTs to turn its surplus into resources,
promote integrated and multi-functional solutions,
and improve its level of mobility and connectedness. It
does all this through participatory governance based
on collaboration and opensource knowledge.
Berdasar definisi atau pengertian di atas, sebuah
kota cerdas mempunyai enam dimensi, yaitu: smart
economy, smart people, smart governance, smart
mobility, smart environment, dan
smart living
(Giffinger dkk, 2007). Dimensi smart economy terkait
daya saing, yang mencakup antara lain semangat
berinovasi, kewirausahaan, pencitraaan dan trademark
ekonomi, produktivitas, keluwesan pasar kerja,
embeddedness internasional, dan kemampuan untuk
bertransformasi. Dimensi smart people terkait modal
sosial dan sumberdaya manusia, yang mencakup:

tingkat kualifikasi, kemauan untuk terus-menerus


belajar seumur hidup, pluralitas sosial dan etnis,
keluwesan,
kreativitas,
kosmopolitanisme/
keterbukaan fikiran, dan partisipasi dalam kehidupan
publik. Dimensi smart governance terkait partisipasi,
yang mencakup: partisipasi dalam pengambilan
keputusan, layanan publik dan kemasyarakatan,
transparansi tata kelola kepemerintahan, strategi dan
perspektif politik. Dimensi smart mobility terkait
transportasi dan TIK (teknologi informasi dan
komunikasi),
yang
mencakup
unsur-unsur:
aksesibiltas lokal, aksesibilitas nasional (dan
internasional), ketersediaan infrastruktur TIK, serta
sistem transportasi yang berkelanjutan, inovatif dan
aman. Dimensi smart environment terkait sumberdaya
alam, yang meliputi unsur-unsur: daya tarik kondisi
alam, polusi, kelestarian lingkungan, dan manajemen
sumberdaya berkelanjutan. Dimensi smart living
terkait dengan kualitas kehidupan, yang meliputi
unsur-unsur: fasilitas kultural, kondisi kesehatan,
keselamatan perorangan, kualitas perumahan, fasilitas
pendidikan, daya tarik pariwisata, dan kohesi sosial.
Penjelasan enam dimensi tersebut di atas mengikuti
Giffinger dkk (2007: 12, Fig. 3). Selain enam dimensi
tersebut, kita perlukan juga dimensi smart disaster
management karena negara kita terletak di atas
cincin api bencana alam.
3. Bagaimana cara wewujudkan Smart City?
Dalam hal ini dibedakan dua cara mewujudkan kota
cerdas, yaitu: (1) membangun kota baru yang dari
awal dirancang sebagai smart city, atau (2) kota yang
sudah lama ada, kemudian diperbaiki dan dibangun
lebih lanjut menjadi smart city. Untuk negara
berkembang yang umumnya terbatas pendanaannya
maka pilihan untuk membangun kota baru yang cerdas
biasanya tidak menjadi prioritas. Tinggallah pilihan
untuk melakukan reorientasi pengembangan kota
menuju kota cerdas, sesuai permasalahan perkotaan
yang dihadapi, yang umumnya berbeda dengan
permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di negara
maju. Misalnya, manajemen kota di negara maju
sudah cukup lama mengalami reformasi birokrasi, dan
selain itu, tingkat kemajuan pemanfaatan TIK di
pemerintahan maupun di masyarakatnya sudah cukup
tinggi. Dengan kata lain, di kota-kota negara maju,
perjalanan menuju pewujudan enam dimensi smart
city lebih dekat. Contoh kota lama di negara maju
yang di-reorientasi ke smart city: Amsterdam,
Barcelona dan New York City (antara lain dibahas
dalam tesis Ponting, 2013).
Pengembangan kota lama yang dibangun menjadi
smart city di negara berkembang umum menghadapi
masalah, antara lain dalam hal pemanfaatan teknologi,
yaitu: ketergantungan pada teknologi impor dan
terjadi lompat katak teknologi. Fenomena lompat
katak ini terjadi karena masyarakat sebelumnya hanya
terbiasa menggunakan teknologi yang sederhana,
tiba-tiba loncat langsung harus menggunakan
2

teknologi tinggi. Salah satu literatur yang membahas


lompat katak teknologi adalah tulisan Davison dkk
(2000). Selain itu masalah kesiapan untuk
mewujudkan enam dimensi kota cerdas mendorong
kota-kota lama di negara berkembang mengikuti
proses pengembangan menuju smart city yang
berbeda dengan proses pewujudan smart city di negara
maju. Contoh penelitian terkait proses pewujudan
menuju smart city di Indonesia, antara lain, dilakukan
oleh Widyaningsih (2013) dengan mengambil kasus
kota Surabaya.
4. Agenda Penelitian: Menyiapkan kota-kota
cerdas di Indonesia
Berdasarkan pembahasan di atas, dalam bagian ini
dilontarkan usulan agenda penelitian sebagai payung
bagi pengembangan pengetahuan terkait smart city di
Indonesia. Agenda penelitian yang bersifat
multidisipliner ini mempunyai empat kelompok besar,
yaitu (1) kelompok penelitian terkait cyberculture, (2)
kelompok penelitian terkait cyber city & region, yang
didalamnya termasuk juga topik cyberspace, (3)
kelompok pengembangan teknologi pendukung smart
city, dan (4) kelompok penelitian berfokus pada smart
city. Empat kelompok ini mempunyai hubungan
seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Kerangka Agenda Penelitian Smart City

4.1. Agenda Penelitian Cyberculture


Pengetahuan yang berkembang atau dikembangkan
dalam agenda penelitian cyberculture diperlukan
sebagai dasar pemahaman untuk penelitian terkait
cybercity and region serta smart city. Alasan agenda
penelitian ini diperlukan karena pemanfaatan TIK
dalam kehidupan kita mendorong perubahan cara
hidup (cyberculture). Cyberculture yang terjadi perlu
dikaji, terutama dalam hubungannya dengan
keruangan siber (cyber city and region). Perlu juga
dikaji antara lain pengaruh loncat katak teknologi
terhadap kultur kita.
Pengkajian ini dapat dilakukan di bidang-bidang

ilmu, antara lain: Sosial & Budaya, dan Geografi, atau


kerjasama antarbidang ilmu tersebut (penelitian
multidisipliner). Beberapa referensi tersedia untuk
mendukung agenda penelitian ini, antara lain: buku
The World is Flat (karya Friedman, 2006), dan
Grown-up Digital (karya Tapscott, 2009).
.
4.2. Agenda Penelitian Cyberspace, Cybercity &
Region
Dapat dikatakan bahwa bidang pengetahuan ini
didasari oleh pengetahuan cyberspace. Telah lama kita
merasakan keberadaan cyberspace yang berjalan
beriringan dengan real-space (dunia nyata). Sudah
banyak literatur yang membahas cyberspace,
diantaranya buku Graham (2004).
Pengembangan pengetahuan di bidang cybercity
sudah cukup banyak. Telah lama disadari bahwa
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah
mempengaruhi kegiatan manusia dan selanjutnya
kegiatan manusia mempengaruhi wadah kegiatan
mereka yang berupa keruangan kota, termasuk
pembentukan kota dan manajemennya. Penelitian
disertasi yang terkait hal ini, antara lain oleh
Rachmawati (2011) berjudul: "Perubahan Pola Spasial
Pergerakan Penduduk dan Lokasi Pelayanan Ekonomi
yang Tersubstitusi oleh Teknologi Informasi dan
Komunikasi (Studi Kasus Perkotaan Yogyakarta).
Pengembangan penelitian cybercity & region dapat
dilakukan oleh berbagai bidang ilmu karena bersifat
multidisipliner, antara lain terkait ilmu-ilmu: Geografi,
Perencanaan Wilayah dan Kota serta Sosial-Budaya.
Pengetahuan cybercity & region diperlukan sebagai
dasar bagi pengembangan pengetahuan smart city.
4.3. Agenda Penelitian Pengembangan Teknologi
pendukung Smart City
Smart city memerlukan teknologi tertentu, antara
lain sensor, aktuator, dan sebagainya. Ragam
teknologi dapat mencakup dari yang relatif sederhana
sampai dengan yang canggih (teknologi tinggi).
Misalnya ada gerakan human smart city yang
mengembangkan pengetahuan kota cerdas berdasar
teknologi yang relatif sederhana, dan banyak juga
kota-kota cerdas dalam praktek saat ini yang
berkembang didukung oleh peralatan canggih.
Bagi negara-negara berkembang yang umumnya
bukan produsen teknologi tinggi, maka jangan sampai
upaya pengembangan smart city menjadi pendorong
ketergantungan ke negara maju produsen teknologi
tinggi. Terkait ini, penelitian pengembangan teknologi
yang diperlukan smart city perlu banyak dilakukan di
Indonesia. Bidang-bidang ilmu yang diharapkan
berpartisipasi dalam agenda penelitian ini, antara lain:
Ilmu Komputer, Elektronika dan Instrumentasi, serta
Teknik Elektro dan Teknologi Informasi.
4.4. Agenda Penelitian Pemodelan Smart City
Agenda penelitian ini merupakan hilir dari ketiga
agenda penelitian di muka (yang berperan sebagai

hulu). Selain itu, agenda penelitian keempat ini


menjadi medan besar perjuangan pengembangan
penelitian smart city, sehingga perlu dirinci lebih
lanjut langkah-langkahnya seperti terlihat pada
Gambar 2.

Indonesia: ditarik pelajaran bagi kota-kota lainnya


di Indonesia. Penelitian yang sudah dilakukan
terkait dengan hal ini, antara lain tesis
Widyaningsih (2013).
4.4.3. Pemodelan Deskriptif Smart City
Dalam hal ini tidak hanya lessons learned, tapi
sampai dengan memodelkan secara deskriptif
kota-kota cerdas yang sudah ada. Kegiatan yang dapat
masuk langkah ini, antara lain:
(a) Tipologi/model-model deskriptif Smart City di
negara-negara maju.
(b) Tipologi/model-model deskriptif Smart City di
negara-negara berkembang.
(c) Model deskriptif Smart City di Indonesia:
berangkat dari kasus satu atau beberapa kota;
model yang didapat dapat dikembangkan lebih
lanjut dengan kasus-kasus berikutnya. Mungkin
juga diperoleh beragam model atau tipologi untuk
kota-kota cerdas yang sudah ada di Indonesia.

Gambar 2: Langkah-langkah Agenda Penelitian Pemodelan


Smart City di Indonesia

4.4.1. Pengembangan Teori/Konsep Smart City


Sudah cukup banyak tulisan tentang konsepsi smart
city, yang perlu dikumpulkan, dikaji dan
dikembangkan lebih lanjut untuk kebutuhan Indonesia.
Kegiatan yang dapat masuk langkah ini, antara lain:
(a) Pengkajian pustaka terkait teori/konsep smart city
yang sudah ada sampai terumuskannya menjadi
kajian perkembangan sampai ujung pengetahuan,
atau sering disebut sebagai state of the art
topik tersebut.
(b) Pengujian teori/konsep smart city yang ada pada
kasus-kasus empiris.
(c) Pengkayaan teori/konsep smart city yang ada
dengan kasus-kasus unik (sehingga teori/konsep
menjadi lebih kaya; teori/konsep dimodifikasi,
dirinci lebih lanjut).
4.4.2. Belajar dari Pengalaman Smart City yang ada
Sampai saat ini sudah banyak smart city yang
dikembangkan di dunia, maka kita dapat melakukan
kaijan-kajian yang menghasilkan lessons learned dari
kasus-kasus di negara maju, dan negara berkembang,
termasuk di Indonesia. Pembelajaran ini akan menjadi
pengetahuan berharga dalam rangka mengembangkan
kota-kota cerdas di masa depan untuk Indonesia.
Kegiatan yang dapat masuk langkah ini, antara lain:
(a) Evaluasi/studi kasus-kasus smart city di
negara-negara maju: ditarik pelajaran bagi
kota-kota di Indonesia.
(b) Evaluasi/studi kasus-kasus smart city di
negara-negara berkembang lainnya: ditarik
pelajaran bagi kota-kota di Indonesia.
(c) Evaluasi/studi kasus-kasus smart city di

4.4.4. Pemodelan Preskriptif Smart City dan Uji


Coba
Dalam hal ini kita siapkan formula/model kota
cerdas masa depan untuk Indonesia. Salah satu hal
yang perlu diwadahi oleh model-model preskriptif ini
adalah tujuh dimensi smart city, yaitu: smart economy,
smart people, smart governance, smart mobility, smart
environment, smart living dan smart disaster
management. Kegiatan yang dapat masuk langkah ini,
antara lain:
(a) Pemodelan (preskriptif) & simulasi dengan
bantuan aplikasi komputer, dan/atau diskusi
dengan stakeholders.
(b) Action Research: menguji model preskriptif di
suatu kasus atau kasus-kasus, sampai terwujud,
lalu dievaluasi (lessons learned) untuk
memperbaiki model.
5. Penutup dan Saran
Pengatasan problema perkotaan yang semakin
komplek memerlukan solusi yang cerdas. Salah satu
solusi yang berkembang saat ini adalah
pengembangan smart city. Tulisan ini mengusulkan
suatu agenda penelitian untuk mengembangkan
pengetahuan smart city di Indonesia. Untuk
menjalankan agenda penelitian yang bersifat
multidispiliner ini diperlukan kerjasama berbagai
pihak, antara lain para peneliti berbagai bidang
keilmuan, pemerintah, pihak swasta (termasuk
pengembang perumahan dan kota baru), serta
masyarakat. Disarankan diadakan seminar nasional
tiap dua tahun sekali untuk berbagi hasil penelitian
dan pengembangan terkait agenda penelitian smart
city ini. Selain itu, disarankan juga agar ada
lembaga-lembaga penelitian yang bersedia mengawal
pelaksanaan agenda penelitian smart city yang
diusulkan ini (lembaga tersebut di UGM, misalnya
PSPPR).
4

Referensi
Davison, Robert; Vogel, Doug; Harris, Roger & Jones, Noel
(2000). Technology Leapfrogging in Developing
CountriesAn Inevitalel Luxury?. The Electronic
Journal on Information Systems in Developing
Countries (http://www.ejisdc.org), 1, 5, pp. 1-10.
Friedman, Thomas L. (2006). The World Is Flat. Terjemahan.
PT Dian Rakyat, Jakarta.
Giffinger, R.; Fertner, C.; Kramar, H.; Kalasek, R.;
Pichler-Milanovi, N. & Meijers, E. (2007). Smart cities
Ranking of European Medium-sized Cities. Final report.
October 2007. Centre of Regional Science, UT, Vienna.
Graham, Stephen (2004). Cybercities Reader. Routledge,
London.
Mortensen, Jonas; Rohde, Frederik Jonsbak; Kristiansen, Klaus
Rovsing;
Kanstrup-Clausen, Maria & Lubanski,
Marianna (eds) (2012). Danish Smart Cities:
Sustainable Living in an Urban World. Copenhagen
Capacity, A part of Copenhagen Cleantech Cluster
(http://www.cphcleantech.com), Copenhagen.
Nam, Taewoo; & Theresa A. Pardo (2011). Conceptualizing
Smart City with Dimensions of Technology, People, and
Institutions, The Proceedings of the 12th Annual
International Conference on Digital Government
Research.
Ponting, Anna (2013). High-Tech Urbanism: The Political and
Economic Implications of the Smart City. Honors
Thesis, Program on Urban Studies, Stanford University,
Stanford, CA.
Rachmawati, Rini (2011). Perubahan Pola Spasial Pergerakan
Penduduk dan Lokasi Pelayanan Ekonomi yang
Tersubstitusi oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi
(Studi Kasus Perkotaan Yogyakarta). Disertasi Doktor,
Fakultas Geografi, Yogyakarta.
Tapscott, Don (2009). Grown Up Digital: How the Net
Generation is Changing Your World. McGraw-Hill
Professional, New York.
Widyaningsih, Dwita (2013). Kota Surabaya Menuju Smart
City. Tesis S2 Magister Perencanaan Kota dan Daerah
FT UGM, Yogyakarta.

You might also like