You are on page 1of 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar
2.1.1 Gelombang Seismik
Gelombang seismik merupakan gelombang elastik yang menjalar ke seluruh bagian dalam
bumi dan melalui permukaan bumi akibat adanya lapisan batuan yang patah secara tiba -tiba atau
adanya ledakan. Gelombang utama gempabumi terdiri dari dua tipe yaitu gelombang badan (body
wave) dan gelombang permukaan (surface wave).
1. Gelombang Badan (Body wave).
Gelombang badan merupakan gelombang menjalar melalui bagian dalam bumi dan
biasanya disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang
badan terdiri dari gelombang primer dan gelombang sekunder.

Gelombang Primer
Gelombang primer Gelombang primer merupakan gelombang longitudinal atau
gelombang
kompresional,
gerakan
partikel
sejajar
dengan
arah
perambatannya.Sedangkan gelombang sekunder merupakan gelombang transversal
atau gelombang shear, gerakan partikel terletak pada suatu bidang yang tegak lurus
dengan arah penjalarannya.
Gelombang kompresional disebut gelombang primer (P) karena kecepatannya
paling tinggi antara gelombang lain dan tiba pertama kaligelombang atau getaran yang
merambat di tubuh bumi dengan kecepatan antara 7-14 km/detik. Getaran ini berasal
dari hiposentrum.

Gambar 2.1 Penjalaran gelombang primer


Gelombang Primer (P Wave) ini menjalar akibat adanya penekanan dan
peregangan. Kalau dilihat di gambar terlihat bergetar menekan dan meregang. kalau
anda menghadap ke kiri maka goyangan tersebut berarah kiri-kanan atau maju-mundur
(tergantung dimana arah menghadapnya). Gelombang primer ini memiliki kecepatan
rambat sekitar 8 km/detik. Gelombang inilah yg akan dirasakan lebih dahulu ketika
gempa, karena dia akan datang lebih dulu dibanding penjalaran gelombang yang lain.

Gelombang Sekunder

Gelombang sekunder (gelombang transversal) adalah gelombang atau getaran


yang merambat, seperti gelombang primer dengan kecepatan yang sudah
berkurang,yakni 4-7 km/detik. Gelombang sekunder tidak dapat merambat melalui
lapisan cair. gelombang shear disebut gelombang sekunder (S) karena tiba setelah
gelombang P.

Gambar 2.2 Penjalaran gelombang sekunder/shear

Gelombang Sekunder (S Wave) ini menjalar seperti gelombang air yang


mengalun-alun. Menjalar naik-turun. Jadi gelombang ini melempar-lemparkan
keatas kebawah ketika anda merasakan adanya gempa. Gelombang Sekunder ini
memilki kecepatan penjalaran sekitar 4 Km/detik, tentunya akan dirasakan lebih
lambat dari Gelombang Primer. Namun gelombang sekunder ini memiliki lebar
goyangan (amplitudo) yg besar sehingga gelombang ini akan memilki kekuatan yg
sangat besar dalam merontokkan bangunan, juga mengakibatkan longsoran tebingtebing yang curam.
2. Gelombang Permukaan (Surface Wave)

Gelombang permukaan merupakan gelombang elastic yang menjalar melalui


permukaan bebas yang disebut sebagai Tide Waves. Gelombang permukaan terdiri dari :

Gelombang Love
Gelombang love merupakan gelombang yang menjalar di permukaan bumi
yang karakteristiknya memiliki pergerakan yang mirip dengan gelombang S, yaitu
arah pergerakan partikel medan yang dilewati arahnya tegak lurus terhadap arah
perambatan gelombang. Yang membedakan adalah lokasi perambatan gelombang
cinta terdapat di permukaan bumi. Dan getarannya secara lateral (mendatar).

Gambar 2.3 Penjalaran gelombang love

Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh gelombang permukaan juga yang arah pergerakan
partikelnya bergerak berputar di permukaan.

Gambar 2.4 Penjalaran gelombang Rayleigh

Gambar 2.5 Arah pergerakan gelombang Rayleigh berupa ellips


2.1.2 Hukum Dasar
Bentuk muka gelombang seismik untuk jarak yang jauh dari sumber dapat dianggap datar.
Dengan demikian rambatan gelombang seismik dapat diperlakukan bagaikan sinar seismik. Berkas
sinar seismik di dalam medium mematuhi pula hokum-hukum fisika pada sinar optic seperti hukum
Snellius, hokum Huygens dan Azas Fermat, yang secara singkat dapat dikatakan sebagai berikut:
a. Azas fermat
Sinar gelombang selalu melintas pada lintasan optik yang terpendek (garis lurus).
b. Hukum Huygens
Setiap titik pada muka gelombang akan menjadi sumber gelombang baru
c. Hukum Snellius
1) Gelombang datang, gelombang pantul dan gelombang bias terletak pada satu bidang
2) Sudut pantul sama dengan sudut datang
3) Sinus sudut bias sama dengan sinus sudut datang kali perbandingan kecepatan medium
pembias terhadap kecepatan medium yang dilalui gelombang datang.
2.1.3 Asumsi Dasar

Medium bawah permukaan bumi :


a) Medium bumi dianggap berlapis-lapis dan tiap lapisan menjalarkan gelombang seismik
dengan kecepatan berbeda.
b) Makin bertambahnya kedalaman batuan lapisan bumi maka lapisannya makin padat.
1)
2)
3)
4)

Penjalaran gelombang seismik :


Panjang gelombang seismik jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan ketebalan lapisan
bumi. Sehingga memungkinkan setiap lapisan bumi akan terdeteksi.
Gelombang seismik dipandang sebagai sinar seismik yang memenuhi Hukum Snellius
dan Prinsip Huygens.
Kecepatan gelombang bertambah dengan bertambahnya kedalaman
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang seismik menjalar dengan kecepatan
gelombang pada lapisan bawahnya.

2.2 Seismik Refraksi


Bila gelombnag elastik yang menjalar dalam medium bumi menemui bidang batas perlapisan dengan
elastisitas dan densitas yang berbeda, maka akan terjadi pemantulan dan pembiasan gelombang
tersebut. Bila kasusnya adalah gelombang kompresi (gelombang P) maka terjadi empat gelombang
yang berbeda yaitu, gelombang P-refleksi (PP1), gelombang S-refleksi (PS1), gelombang P-refraksi
(PP), gelombang S-refraksi (PS). Dari hukum Snellius yang diterapkan pada kasus tersebut diperoleh :

Gambar 2.6 Pemantulan dan pembiasan gelombang seismik


2.2.1 Pembiasan pada Batas Bidang Lapisan
Prinsip utama metode refraksi adalah penerapan waktu tiba pertama gelombang baik langsung
maupun gelombang refraksi. Mengingat kecepatan gelombang P lebih besar daripada gelombang S
maka kita hanya memperhatikan gelombang P. Dengan demikian antara sudut datang dan sudut bias
menjadi :

Pada pembiasan kritis sudut r = 90 sehingga persamaan menjadi :

Hubungan ini dipakai untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang kritis.
Gambar 2 memperlihatkan gelombang dari sumber S menjalar pada medium V, dibiaskan kritis pada
titik A sehingga menjalar pada bidang batas lapisan. Dengan memakai perinsip Huygens pada bidang
batas lapisan, gelombang ini dibiaskan ke atas setiap titik pada bidang batas itu sehingga sampai ke
detektor P1 yang ada di permukaan.

Gambar 2.7 Pembiasan gelombang seismik pada sudut datang kritis


2.2.2 Travel Time Gelombang Langsung, Bias, dan Pantul
Bila dibandingkan waktu tempuh gelombang langsung, bias dan pantul maka pada jarak
relatif dekat TL < TB < TP, dengan TL, TB, dan T berturut-turut adalah waktuh tempuh gelombang
langsung, bias dan pantul. Sedangkan pada jarak yang relatif jauh TB < TL < TP . Jelas bahwa
gelombang pantul akan sampai di titik penerima dalam waktu yang paling lama.

Gambar 2.8 Hubungan jarak dan waktu tempuh gelombang direct, refleksi, dan refraksi

2.2.3 Penjalaran Gelombang Seismik pada Medium 2 Lapis Horizontal (Sebuah Reflektor)
Untuk menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang dari medium dua lapis horizontal,
dapat dilakukan pengukuran seperti pada Gambar berikut:

Gambar 2.9 Skema raypath gelombang seismik refraksi pada batas lapisan tunggal
Pada titik A diadakan getaran sehingga timbul gelombang seismik yang menjalar ke arah
penerima (geophone) di titik D. Dengan mengamati waktu tiba dapat dibuat grafik hubungan jarak
dengan waktu tiba sebagaimana ditunjukkan pada Gambar dibawah:

Gambar 2.10 Grafik hubungan jarak dan waktu tiba gelombang seismik refraksi
Berdasarkan grafik hubungan jarak dengan waktu tiba dapat ditentukan harga V1,V2, Ti, dan
Xo. V1 adalah kecepatan gelombang seismik pada medium 1 sedang V adalah kecepatan gelombang
seismik pada medium 2, T adalah waktu penggal (intercept time), dan Xo adalah jarak kritis. Untuk
menentukan kedalaman di bawah sumber gelombang h, ditinjau terlebih dahulu tentang lintasan
penjalaran gelombang bias waktu yang diperlukan untuk penjalaran dari lintasan A-B-C-D adalah T.

Dengan menggunakan
disederhanakan menjadi:

persamaan

pada

hokum

Snellius

maka

persamaan

Sedangkan, kedalaman lapisan di bawah geophone dapat ditentukan dengan dua cara yaitu:

dapat

1. Berdasarkan Waktu Penggal (intercept time) Ti


Dari persamaan diatas, untuk X=0 maka besarnya T=Ti adalah

Sehingga

Nilai Ti dicari dari grafik hubungan antara waktu tiba dengan jarak.
2. Berdasarkan Jarak Kritis X0
Pada gambar 5, grafik T1 dan T2 berpotongan di titik (Xo, To). Di titik potong ini berlaku T1
= T2 = To dan X = Xo . Dengan demikian besarnya h adalah:

Untuk sejumlah n refraktor datar, secara umum dapat waktu rambat gelombangnya sebagai :

2.3 Seismik Refleksi


Ketika menjalar didalam medium atau lapisan batuan kemudian mengenai batas lapisan yang
akustik impedance nya berbeda, maka selain gelombang akan dibelokkan, sebagian berkasnya ada
yang di pantulkan (refleksi).
Seismik refleksi merupakan salah satu metoda geofisika yang sering digunakan dalam
eksplorasi migas, ini dikarenakan :
Hasil seismic pantul yang dihasilkan mempunyai kemiripan dengan penampang geologi
bawah permukaan
Dalam kondisi tertentu (misalkan pada lapisan sedimen horizontal), profile seismic
memberikan resolusi yang tinggi dari kondisi subsurface

Gambar 2.11 Skema penjalaran gelombang pantul (refleksi)

Gambar 2.12 Kurva travel time untuk gelombang seismik refleksi


Total travel time dari sumber ke receiver :
;

T 2t =T 20 +(

1 2 2
) X
V

Ketebalan lapisan:

2.4 Pengolahan Data Seismik


Pengolahan data seismik ini bertujuan menghasilkan penampang seismik yang mempunyai
resolusi yang cukup tinggi untuk melihat zona target yang diinginkan, dan dapat menampilkan kondisi
bawah permukaan yang sesuai dengan interpretasi kondisi geologi daerah tersebut. Tahapan utama
dalam pengolahan data seismik refleksi (Yilmaz,1994), yaitu : Dekonvolusi, Stack dan Migrasi.
Dekonvolusi membantu dalam memperbaiki resolusi temporal dengan cara mengkompresi wavelet.
Stack merupakan hasil rekaman yang dilakukan dengan menggabungkan beberapa tras seismik dari
rekaman yang berbeda. Penerapan migrasi bertujuan untuk mengembalikan reflektor pada posisi yang

sebenarnya dan menghilangkan difraksi. Yilmaz (1994) juga menguraikan tentang urutan dasar
pengolahan data seismik. Urutan tersebut adalah sebagai berikut :
Pra-pengolahan (Preprocessing)
Dekonvolusi
Pemilahan menurut CMP
Analisis Kecepatan
Koreksi NMO
Pengolahan Poststack
Migrasi
Pra-pengolahan data mengutamakan persiapan data yang akan diproses pada tahap
selanjutnya. Persiapan ini misalnya mengubah data lapangan menjadi format yang sesuai dengan
sistem atau perangkat lunak yang akan digunakan untuk pengolahan data tersebut. Pemindahan data
geometri dari laporan lapangan menjadi data yang akan dibaca pada tahap selanjutnya. Tahap ini juga
meliputi pengeditan tras seismik, misalnya muting dan kill trace.

Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah sebuah proses yang berguna untuk memperbaiki resolusi
temporal dari data seismik. Untuk memahami dekonvolusi, pertama perlu ditinjau suatu
lapisan litologi di bawah permukaan. Bumi tersusun oleh lapisan batuan dengan litologi dan
sifat fisik yang berbeda. Perbedaan impedansi lapisan batuan yang berdekatan menyebabkan
adanya refleksi dan terekam sepanjang permukaan. Kebalikan dari sebuah proses konvolusi
untuk memperoleh respon reflektivitas disebut dengan dekonvolusi. Persamaan untuk model
konvolusi adalah sebagai berikut :

x(t)
w(t)
e(t)
n(t)
*

: rekaman seismik,
: wavelet seismik
: respon dari bumi,
: noise dan
: konvolusi

Pemilahan menurut CMP


Setelah pengolahan diatas kemudian data diubah dari source receiver menjadi
midpoint offset koordinat. Dalam tahapan ini sangat dibutuhkan informasi geometri di
lapangan. Istilah common depth point (CDP) juga digunakan untuk menggantikan CMP. CMP
gather identik dengan CDP gather jika depth point berada pada bidang reflektor yang
horizontal dan medium diatasnya merupakan lapisan yang horizontal.

Analisis kecepatan
Pada prinsipnya, masing - masing CMP mempunyai informasi kecepatan, tetapi
dalam prakteknya dipilih CMP CMP tertentu setiap beberapa kilometer sepanjang
panampang tersebut. Jika memungkinkan analisis ini seharusnya dipilih yang mempunyai
hubungan dengan geologi daerah tersebut dan berusaha untuk menghindari daerah anomali
kecepatan seperti bidang sesar. Proses migrasi akan sangat tergantung dari analiss kecepatan
ini.

Koreksi MNO
Normal Moveout (NMO) bertujuan meluruskan suatu reflektor pada CMP gather
untuk memperbaiki rasio S/N data yang distack. Dalam suatu limit, kecepatan bumi
mendekati kecepatan konstan, persamaan NMO harus mendekati hasil yang nyata :

t(x) : waktu tempuh dari sumber reflektor dan reflektor penerima.


t(0) : two-way time waktu tempuh vertikal dari permukaan reflektor.
x : jarak antara sumber dan penerima
V : kecepetan gelombang pada media
Dimana t0 merupakan waktu zero-offset dan v adalah kecepatan pada mediannya.
Normal Moveout (NMO) ini dapat menyebabkan terjadinya peregangan (stretching) yang
menyebabkan terjadinya distorsi frekuensi. Karena itu sebelum dilakukan penjumlahan
beberapa CMP gather (stack) perlu dilakukan penghapusan atau muting.

Pengolahan Poststack
Salah satu proses yang diterapkan pada tahap ini adalah Automatic Gain Control
(AGC) yang berguna untuk memperkuat refleksi refleksi yang lemah. AGC ini juga
dapat dilakukan setelah migrasi.

Migrasi
Migrasi merupakan suatu proses yang memindahkan amplitudo seismik dari
posisi rekaman ke posisi titik refleksi. Proses ini juga berguna untuk menghilangkan
difraksi.

You might also like