You are on page 1of 42

Bab - III

ANALISA CURAH HUJAN


DAERAH ALIRAN SUNGAI LOKASI STUDI
Krueng Keureuto tergolong sungai tipe kipas dengan beberapa anak sungai. Terdapat 6
anak sungai antara lain : a). Kr. Pirak, b). Kr. Ceuku, c). Kr. Aluleuhop, d). Kr. Kreh, e).
Kr. Peuto dan f). Kr. Aluganto, lebih detail tentang DAS Keureto dan anak sungainya
dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Debit sungai rata-rata diperoleh melalui perhitungan yang dilakukan Departemen
Pekerjaan Umum yang tertuang dalam Laporan RePPPrat Agustus 1988, Vol. Dua,
Anexxes 1 hingga Anexxes 5 yaitu 24 m3/dt.

No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tabel 3.1. Anak Sungai DAS Kr. Keureuto


DAS
Luas DAS
Panjang Sungai
Keterangan
(km2)
(km)
Kr. Ceuku
88,52
23,26 Sub DAS Kr. Pirak
Aluleuhop
45,71
21,45 Sub DAS Kr. Pirak
Kr. Pirak
216,48
37,26 Sub DAS Kr. Pirak
Kr. Kreh
35,52
6,42 Sub DAS Kr. Kreh
Kr. Peuto
276,00
61,98 Sub DAS Kr. Puto
Aluganto
37,28
13,47 Sub DAS Aluganto
Kr. Keureuto Hulu
309,73
71,22
DAS Keureuto
Kr. Keuruto Hilir
41,30
22,69
DAS Keureuto
Jumlah
916,31
257,75

Kemiringan tanah yang curam terdapat di wilayah hulu Krueng Keureuto hingga kurang
lebih 1/3 bagian panjang dari hulu dengan kemiringan rata-rata 0,049. Kemiringan di
wilayah hilir Krueng Keureuto cukup landai dengan kemiringan rata-rata 0,00042.
Bahkan di jembatan Simpang Lhoksukon yang merupakan perlintasan Kr. Keureuto dan
jalan propinsi, kemiringan lahan di sekitar sungai hanya 0,00011. Kemiringan yang
sangat landai ini ditandai dengan terbentuknya pola sungai bermeander pada muara
Krueng Keureuto.
Sebagaimana ditunjukkan Tabel 3.1 bahwa untuk lokasi studi Krueng Peuto merupakan
anak sungai dari Krueng Keureuto. Panjang sungai Kr. Peuto dari hulu hingga bertemu
dengan Kr. Keureuto 61,98 km dengan luas DAS 276,00 km. Sebagaimana Kr.
Keureuto, kemiringan dasar sungai Krueng Peuto paling curam berada di wilayah hulu
yaitu sebesar 0,078. Sedangkan kemiringan dasar sungai rata-rata bagian tengah hingga

hilir mendekati titik pertemuan dengan sungai utama Krueng Keureuto di desa Nga
Matang Ubi 0,002.
Sementara itu untuk lokasi studi yang ketiga yaitu Waduk Sawang berada dalam sistem
sungai utama Krueng Mane. Rencana waduk Sawang masuk dalam sistem sungai Gunci
dimana Krueng Gunci merupakan anak sungai Krueng Sawang selanjutnya Krueng
Sawang adalah anak sungai Krueng Mane. Panjang Krueng Gunci 14,88 km dengan
kemiringan dasar sungai rata-rata 0,005. Pertemuan Krueng Gunci dengan Krueng
Sawang berada di desa Lhok Cut dan pertemuan Krueng Sawang dengan Krueng Mane di
desa Lhok Geurondong. Untuk rencana site lokasi waduk Sawang yaitu Krueng Gunci,
memiliki luas Daerah Aliran Sungai 290,120 km 2 dan panjang Krueng Gunci 20,39
km.
KETERSEDIAAN DATA
III.1.1.Data Hujan Harian
Stasiun hujan terdekat untuk lokasi pekerjaan adalah Stasiun Malikussaleh.
Periode ketersediaan data dari setasiun tersebut adalah tahun 1986-2007. Data
hujan harian Stasiun Malikussaleh dikelola oleh Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) Malikussaleh.
Mengingat hanya terdapat satu stasiun hujan yang tersedia untuk daerah studi,
maka analisa curah hujan rata-rata daerah maksimum di analisa berdasarkan pada
data yang tersedia di stasiun Malikussaleh. Berikut ditunjukkan data hujan ratarata daerah maksimum pada Tabel 3.2 dan curah hujan tahunan Tabel 3.3.
Tabel 3.2. Hujan Daerah Rata-rata Daerah Maksimum

Hujan tahunan dalam bentuk grafik ditunjukkan pada Gambar 3.1 sedangkan
berdasarkan tahun data hujan tersedia (1986 2007) maka dilakukan analisa
tahun basah dan tahun kering sebagaimana Gambar 3.2.
Tabel 3.3. Hujan Tahunan Sta. Malikussaleh

Gambar 3.1. Histogram Hujan Tahunan Lokasi Studi

Gambar 3.2. Kurva Hujan Tahunan Lokasi Studi


Jika melihat kurva hujan tahunan pada lokasi studi sebagaimana Gambar 3.2,
maka periode tahun basah (berada di atas nilai rata-rata = 1.508 mm) terjadi pada
tahun 1987,1988, 1989, 1992, 1993, 1994,1996, 1998, 1999, 2000 dan 2005,
sedangkan periode sisanya merupakan tahun kering. Proporsi perbandingan
jumlah tahun basah dan tahun kering adalah 50% : 50%. Kondisi curah hujan 5
tahun terakhir menunjukkan bahwa peluang terjadinya tahun kering lebih besar
dibandingkan kejadian tahun basah. Mengenai kondisi data hujan pada 5 tahun
terakhir apakah mencerminkan adanya pola (trend) atau tidak terdapat trend

terhadap keseluruhan data yang tersedia maka dilakukan pembahasan secara


detail pada Sub Bab 3.3.
III.1.2.Data Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi adalah :
1) karakteristik topografi DAS yaitu bentuk dan ukuran DAS, kemiringan lereng,
dari peta topografi/rupa bumi skala 1 : 50.000.
2) karakteristik geologi dan tanah DAS meliputi :
jenis batuan
penyebaran jenis batuan dan luas batuan
sifat fisik batuan
keseragaman dari jenis batuan
tekstur dan struktur tanah
3) karakteristik tata guna lahan, yaitu luas dan jenis tata guna tanah yang sangat
berpengaruh terhadap koefisien aliran, kapasitas infiltrasi.
ANALISA DATA
Persyaratan data hujan dalam perhitungan ini meliputi ketersediaan dan kualitas datanya.
long record data sebaiknya lebih dari 20 tahun. Data hujan tersebut harus consistent,
ketiadaan trend, stationary dan persistensi sebelum digunakan untuk analisis frekuensi
atau untuk suatu simulasi hidrologi. Sebelum data hujan digunakan dalam analisis
hidrologi, terlebih dahulu dilakukan analisa statistik terhadap data hujan. Analisa statistik
yang digunakan untuk memastikan bahwa data hujan tersebut layak digunakan untuk
analisa selanjutnya meliputi :
a. Uji konsistensi (consistency test)
b. Uji ketiadaan trend
c. Uji stasioner
d. Uji persistensi

Pengamatan
atau
Pengukuran

Data
ditolak

Pengiriman data
Informasi
terkait

Collecting Data

tidak
Pemilahan

Melengkapi
data

Uji
Konsistensi
ya

Koreksi
data

Data Benar
siap pakai
informasi

Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Pengujian Data


III.1.3.Uji Konsistensi
Satu data hujan untuk stasiun tertentu, dimungkinkan sifatnya tidak konsisten
(inconsistent). Data semacam ini tidak dapat langsung dianalisa. Jadi sebelum
data hidrologi tersebut siap pakai atau sebagai bahan informasi lebih lanjut,
harus dilakukan pengujian terhadap konsistensinya. Metode-metode banyak
tersedia antara lain :
a). Kurva massa ganda (double mass curve)
b). Statistik antara lain : Von Neumann Ratio, Cummulative Deviation,
Rescaled Adjusted Partial Sums, Weighted Adjusted Partial Sums.
Metode-metode pengujian konsistensi data hidrologi, diantaranya adalah analisis :
a. Kurva massa ganda (double mass curve), kurva massa ganda dapat
diinterprestasikan sebagai berikut : (i) apabila data stasiun yang diuji
konsisten, maka garis yang terbentuk merupakan garis lurus dengan
kemiringan (slope) yang tidak berubah, (ii) apabila garis tersebut
menunjukkan perubahan kemiringan, berarti telah terjadi perubahan sifat data
hidrologi (tidak konsisten).

a. Data konsisten

b. Data tidak konsisten

Gambar 3.4 Deskripsi Data Konsisten dan Tidak Konsisten


Cara dengan kurva massa ganda ini masih mengundang pertanyaan karena
pengujian dilakukan atas data satu stasiun terhadap beberapa stasiun disekitarnya.
Jika semua stasiun harus diuji, maka stasiun yang semula diuji yang kemungkinan
tidak konsisten, pada gilirannya akan menjadi stasiun acuan.
b. Statistik
Beberapa metode yang menggunakan pendekatan statistik antara lain : Von
Neumann Ratio, Cummulative Deviation, Rescaled Adjusted Partial Sums,
Weighted Adjusted Partial Sums. Buishand (1982) menjelaskan cara-cara
pengujian Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS) sebagai berikut :
Metode ini ditunjukkan dengan nilai komulatif penyimpangannya terhadap nilai
rata-rata dengan persamaan berikut :
S 0* 0 : S k
*

Y
k

i 1

Y , dengan k =1, 2, 3,n.

(3-1)

memperhatikan persamaan (3-1), maka jika < 0, maka nilai S k* akan bernilai
positif sedangkan untuk > 0 nilai S k* akan bernilai negatif.
Dengan membagi S k* dengan standart deviasi, diperoleh apa yang disebut
Rescaled Adjusted Partial Sums (RAPS).
S k*
**
Sk
(3-2)
S
dimana S adalah standar deviasi. Statistik yang digunakan sebagai alat penguji
konsistensi adalah :
Q max S k**

(3-3)

0 k n

atau nilai range

R max S k** min S k**


0 k n

0 k n

Tabel 3.4. Nilai Kritis Q dan R


Q
R
n
n

(3-4)

10
20
30
40
50
100

90%
1.05
1.10
1.12
1.13
1.14
1.17
1.22

95%
1.14
1.22
1.24
1.26
1.27
1.29
1.36

99%
1.29
1.42
1.46
1.50
1.52
1.55
1.63

90%
1.21
1.34
1.40
1.42
1.44
1.50
1.62

95%
1.28
1.43
1.50
1.53
1.55
1.62
1.75

Dengan melihat nilai statistik diatas maka dapat dicari nilai

99%
1.38
1.60
1.70
1.74
1.78
1.86
2.00
Q
n

hitung dan

R
n

hitung. Hasil yang didapat dibandingkan dengan nilai ijin, apabila lebih kecil
untuk tingkat kepercayaan tertentu maka data masih dalam batasan konsisten. Uji
konsistensi metode RAPS pada lokasi studi ditampilkan pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Perhitungan Uji Konsistensi Lokasi Studi

Dari hasil analisa sebagaimana Tabel 3.5 di atas, diketahui bahwa nilai Q = 1,44
dan nilai R = 2,10. Maka nilai

Q
n

hitung = 0,31 dan

R
n

hitung = 0,45; dimana

n adalah jumlah data. Untuk level of significant (tingkat kepercayaan) 95%

dengan melihat Tabel 3.4, maka nilai

Q
n

kritis = 1,22 dan

Berdasarkan nilai-nilai tersebut diatas maka untuk kriteria


hitung dan

R
n

kritis >

R
n

R
n
Q
n

kritis = 1,44.
kritis >

Q
n

hitung, dapat disimpulkan bahwa data hujan yang

tersedia pada lokasi studi yang tercatat pada stasiun Malikussaleh tahun data
1986-2007 adalah konsisten.

III.1.4.Uji Ketiadaan Trend


Deret berkala yang nilainya menunjukkan gerakan yang berjangka panjang dan
mempunyai kecendrungan menuju ke satu arah, arah naik atau turun disebut
dengan pola atau trend. Umumnya meliputi gerakan yang lamanya lebih dari 10
tahun. Deret berkala yang datanya kurang dari 10 tahun kadang-kadang sulit
untuk menentukan gerakan dari suatu trend. Hasilnya dapat meragukan, karena
gerakan yang diperoleh hanya mungkin menunjukkan suatu sikli (cyclical time
series) dari suatu trend. Sikli merupakan gerakan tidak teratur dari suatu trend.
Apabila dalam deret berkala menunjukkan adanya trend maka datanya tidak
disarankan untuk digunakan untuk beberapa analisis hidrologi, misalnya analisis
peluang dan simulasi.
Untuk deret berkala yang menunjukkan adanya trend maka analisis hidrologi
harus mengikuti garis trend yang dihasilkan, misal analisa regresi dan moving
average (rata-rata bergerak). Analisa trend sendiri sebenarnya dapat digunakan
untuk menentukan ada atau tidaknya perubahan dari variable hidrologi akibat
pengaruh manusia atau faktor alam.
Beberapa metode statistik yang dapat digunakan untuk menguji ketiadaan trend
dalam deret berkala antara lain :
a. Spearman
b. Mann and Whitney
c. Cox and Stuart
Dalam Feasibility Study (FS) Waduk Krueng Keureuto, Waduk Krueng
Peuto dan Waduk Krueng Sawang di Kabupaten Aceh Utara metode yang
digunakan adalah metode Spearman. Karena metode Spearman dapat bekerja
untuk satu jenis variabel hidrologi saja, dimana dalam hal ini adalah hujan
tahunan.
Metode Spearman menggunakan sistem koefisien korelasi peringkat sebagai
berikut :
n

KP 1

6 dt

(3-5)

i 1
3

n n

n2
t KP

KP 2

1
2

(3-6)

dimana :
KP
n
dt
Tt
Rt
t

=
=
=
=
=
=

koefisien korelasi peringkat Spearman


jumlah data
selisih Rt dangan Tt
peringkat dari waktu
peringkat dari variabel hidrologi dalam deret berkala.
nilai hitung uji t

Tabel 3.6. Perhitungan Koefisien Korelasi Peringkat Metode Spearman

Hipotesa :
H0 : tidak terdapat trend data
H1 H0 : terdapat trend data
dk = n 2 = 22 2 = 20
Berdasarkan persamaan (3-5) dan persamaan (3-6) maka nilai KP dan uji-t, dapat
dilihat pada Tabel 3.6, dimana diperoleh nilai KP = 0,28 sehingga nilai t hitung =
1,30. Untuk uji 2 sisi dengan level of significant 5% (masing-masing sisi menjadi

2,5%) dan derajat bebas (dk) = 20, maka berdasarkan Tabel 3.7 diperoleh nilai tc
kritis (t0,975) = 2,083. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa tc kritis (2,083)
> t hitung (1,30). Untuk kondisi t kritis > t hitung maka hipotesa H0 diterima
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data hujan periode tahun 1986 2007
yang tercatat pada Stasiun Malikussaleh tidak terdapat trend, sehingga data hujan
yang tersedia dapat digunakan untuk analisa peluang dan simulasi.

Tabel 3.7. Nilai tc untuk Distribusi Dua Sisi

III.1.5.Uji Stasioner
Deret berkala umumnya dibedakan menjadi dua tipe yaitu : a). Stasioner dan b).
Tidak Stasioner.
Deret berkala disebut stasioner apabila nilai dari parameter statistiknya (rata-rata
dan varian) relatif tidak berubah dari bagian periode/runtun waktu yang ada. Jika
ditemukan salah satu parameter statistiknya berubah dari bagian periode/runtun
waktu yang ada maka deret berkala tersebut disebut tidak stasioner. Deret berkala
tidak stasioner menunjukkan bahwa datanya tidak homogen/tidak sama jenis.
Apabila data deret berkala tidak menunjukkan adanya trend, maka dilanjutkan uji
Stasioner dengan tujuan menguji kestabilan nilai varian dan rata-rata dari deret
berkala.
Pengujian nilai varian dari deret berkala dapat dilakukan dengan uji-F (Fisher
test) dengan bentuk persamaan :

N 1 . S12 N 2 1
N 2 . S 22 N 1 1

(3-7)

dimana :
F
= nilai hitung uji F
N1 = jumlah data kelompok 1
N2 = jumlah data kelompok 2
S1 = standar deviasi data kelompok 1
S2 = standar deviasi data kelompok 2
dengan derajat bebas (dk) :
dk1 = N1 1
dk2 = N2 - 1
Hipotesa nol untuk parameter statistik data adalah stasioner, sebaliknya hipotesa
tidak sama dengan satu untuk parameter statistik data tidak stasioner. Untuk hasil
pengujian hipotesa nol ditolak, berarti nilai varian tidak stabil atau tidak
homogen. Deret berkala yang nilai variannya tidak homogen berarti deret berkala
tidak stasioner dan tidak perlu melakukan pengujian lanjutan.
Sedangkan stabilitas nila rata-rata data deret berkala diuji dengan uji-t (student
test) dengan persamaan sebagai berikut :
X1X

1
1

N1 N 2

1
2

(3-8)

N 1 S12 N 2 S 22

N1 N 2 2

1
2

(3-9)

dimana :
t
= nilai hitung uji t
N1 = jumlah data kelompok 1
N2 = jumlah data kelompok 2
X1

= nilai rata-rata data kelompok 1

X2

= nilai rata-rata data kelompok 2


= Standar Deviasi data kelompok 1
= Standar Deviasi data kelompok 2

S1
S2

Dengan derajat bebas dk = N1 + N2 2


Dalam uji stasioner ini data dibagi menjadi dua kelompok, sehingga data hujan
pada lokasi studi dibagi menjadi Kelompok I untuk periode hujan tahunan 19861996 dan Kelompok II untuk periode 1997-2007, lebih jelas dapat dilihat pada
Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Kelompok Data Hujan Tahunan Uji Stasioner

Uji Kestabilan Varian


Menggunakan persamaan (3-7) diperoleh Fhitung = 0,326; sedangkan nilai Fkritis =
2,980 (lihat Tabel 3.9) maka Fkritis > Fhitung. Sehingga disimpulkan bahwa data
hujan pada lokasi studi berdasarkan uji kestabilan varian adalah stasioner atau
homogen.
Tabel 3.9. Nilai F kritis Untuk Level of Significant 5%

Uji Kestabilan Rata-rata


Menggunakan persamaan (3-8) dan persamaan (3-9) diperoleh = 278,667
sehingga nilai thitung = 1,216. Sedangkan nilai tkritis berdasarkan Tabel 3.7 untuk dk
= 20 dan uji 2 arah diperoleh nilai 2,083 sehingga tkritis > thitung. Sehingga
disimpulkan bahwa data hujan adalah stasioner.
III.1.6.Uji Persistensi
Anggapan bahwa data berasal dari sampel acak (random) haruslah diuji, yang
umumnya merupakan persyaratan dalam analisis distribusi peluang. Persistensi

(persistence) adalah ketidaktergantungan dari setiap nilai dalam seret berkala.


Untuk melaksanakan pengujian persistensi harus dihitung besarnya koefisien
korelasi serial. Salah satu metode untuk menentukan koefisien korelasi serial
adalah metode Spearman.
Koefisien korelasi serial metode Spearman dapat dirumuskan sebagai berikut :
n

KS 1

6 di

(3-10)

i 1
3

m m

m2
t KS
2
1 KS

1
2

(3-11)

dimana :
KS = koefisien korelasi serial Spearman
m = jumlah data
di = selisih antara peringkat ke Xi dang Xi-1
t
= nilai hitung uji t
Dengan derajat bebas dk = m 2
Tabel 3.10 menunjukkan koefisien korelasi serial data hujan tahunan lokasi studi.
Dengan menggunakan persamaan (3-10) diperoleh nilai KS = -0,178 dan dengan
persamaan (3-11) diperoleh nilai thitung = -0,788. Dengan uji 2 arah dan dk = 20
maka berdasarkan Tabel 3.7 diperoleh nilai tkritis = 2,093.
Dari hasil analisa uji persistensi dimana nilai tkritis > thitung maka dapat disimpulkan
bahwa data hujan yang tersedia adalah persisten.
Berdasarkan dari keseluruhan analisa statistik yang telah diuraikan secara detail
yaitu meliputi : uji konsistensi, uji ketiadaan trend, uji stasioner dan uji
persistensi, maka secara teoritis dapat disimpulkan bahwa data hujan periode
1986 2007 hasil pencatatan stasiun Malikussaleh layak dan valid untuk
digunakan dalam analisa hidrologi meliputi analisa peluang dan simulasi.

Tabel 3.10. Koefisien Korelasi Serial

CURAH HUJAN RENCANA


Besarnya curah hujan rencana dihitung dengan analisis probabilitas frekuensi curah
hujan. Beberapa metoda tersedia yang akan disesuaikan dengan distribusi datanya, antara
lain : a). Metoda E.J. Gumbel dan b) Metoda Log Pearson III
a. Analisis Distribusi Frekuensi EJ. Gumbel
Persamaan metode E.J. Gumbell adalah sebagai berikut :
X

X K .S

dimana :
XT = Variate yang diekstrapolasikan yaitu besarnya curah hujan rancangan untuk
periode ulang tertentu.
X = Harga rerata curah hujan
n

Xi

X=

i =1

n
n

X i - X

Sd =

i=l

dimana :

n -1

Sd =
X =
Xi =
N =
K =

standar deviasi
nilai rata-rata
nilai varian ke i
jumlah data
faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return period)
dan tipe distribusi frekuensi.

Untuk menghitung faktor frekuensi E.J. Gumbel Type I digunakan rumus :


K =

YT Yn
Sn

dimana :
YT =
=
Yn =
Sn =

Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T


- Ln - Ln (T - 1)/T
Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Reduced standard deviasi sebagai fungsi dari banyaknya

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan diatas diperoleh :


XT = X

Sx
Sn

.(YT Yn )

Jika :
1
Sx
=
a
Sn
b = X

Sx
.Yn
Sn

Persamaan diatas menjadi :


XT = b

1
.YT
a

Koefisien Skewness :

Cs =

n
n
(Xi - X) 3
(n - 1) (n - 2) i = l

Sd 3

dimana :
Cs = koefisien skewness

X
Xi
n

= nilai rata-rata
= nilai varian ke i
= jumlah data

Koefisien Kurtosis :
n

n2
Ck =

i=l

Xi - X 4

(n - 1) (n - 2) (n - 3) Sd 4

dimana :
Ck =
X =
Xi =
N =

koefisien kurtosis
nilai rata-rata
nilai varian ke i
jumlah data

b. Analisis Distribusi frekuensi Log Pearson Type III


Persamaan yang digunakan adalah :
Nilai rerata :
Log x

log x
n

Standard Deviasi :

Log x
n

- Log x

i=l

Sd =

n -1

dimana :
x
Log x

= curah hujan (mm)


=
rerata Log x
= faktor frekuensi

c. Analisis Distribusi frekuensi Iwai - Kadoya


= c. log

xb
.
xo b

dengan

= faktor frekuensi
c = faktor Iwai Kadoya
log (xo + b ) adalah harga rata-rata dari log (xi + b) dengan ( i = 1, 2, n ) dan
dinyatakan dengan (Xo, b, c dan xo) diperkirakan dari rumus-rumus sebagai berikut :

Harga perkiraan pertama dari xo


Log xo = 1/n log xi
b = 1/m bi ; m = n/10
bi =

xs.xt xo 2
.
2 xo - (xs xt)

Xo = log (xo +b)


= 1/n log (xi + b)
1/c = c. 2 /( n 1) log (
=. 2n /( n 1).

xi b
)^ 2.
xo b

x 2 xo 2

Dimana :
Xs = harga pengamatan dengan nomor urut (m) dari yang terbesar
Xt = harga pengamatan dengan nomor urut (m) dari yang terkecil
n

= banyaknya data

d. Pemilihan Jenis Sebaran


Penentuan jenis sebaran diperlukan untuk mengetahui suatu rangkaian data cocok
untuk suatu sebaran tertentu dan tidak cocok untuk sebaran lain. Untuk mengetahui
kecocokan terhadap suatu jenis sebaran tertentu, perlu dikaji terlebih dahulu
ketentuan-ketentuan yang ada, yaitu :

Hitung parameter-parameter statistik Cs dan Ck, untuk menentukan macam


analisis frekuensi yang dipakai.
Koefisien kepencengan/skewness (Cs) dihitung dengan persamaan :
Cs

n. X X 3
n 1 n 2 . S3

Koefisien kepuncakan/curtosis (Ck) dihitung dengan persamaan :


Ck

n2 . X X 4
n 1 n 2 n 3 . S4

dimana :
n = jumlah data
X = rerata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standar deviasi)
X = data hujan (mm)
Bila Cs > 1.0 : Sebaran mendekati sebaran Gumbel

Bila Cs < 1.0 : Sebaran mendekati sifat-sifat sebaran Log Normal atau Log
Pearson III
Bila Cs = 1.0 : Sebaran mendekati sebaran Normal

Tabel 3.11. Pemilihan Jenis Sebaran

Tabel 3.12. Syarat Pengujian Agihan Data Dalam Analisis Frekuensi

UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI


Selanjutnya setelah ditetapkan distribusi yang sesuai yang dipakai, kemudian harus
dilakukan uji kesesuaian distribusi yang dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran
analisa curah hujan baik terhadap simpangan data vertikal ataupun simpangan data
horisontal.
Untuk menguji apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam perhitungan curah
hujan rencana diterima atau ditolak, maka perlu dilakukan uji kesesuaian distribusi. Uji

ini dilakukan secara vertikal dengan metode Chi Square dan secara horisontal dengan
metode Smirnov Kolmogorof.
1)

Chi-Kuadrat ( test)
Uji ini mengkaji ukuran perbedaan yang terdapat di antara frekuensi yang
diobservasi dengan yang diharapkan dan digunakan untuk menguji simpangan secara
vertikal, yang ditentukan dengan persamaan :

(O

hitung

j1

Ej ) 2

Ej

dimana :

=
uji statistik
= frekuensi pengamatan (observed frequency)
= frekuensi teoritis kelas j (expected frequency)

hitung

Ej
Oj

Langkah-langkah dalam memakai jenis uji ini adalah sebagai berikut :


Mengurutkan data curah hujan harian maksimum dari nilai terkecil ke terbesar.
1. Memplot harga curah hujan harian maksimum Xt dengan harga probabilitas
Weibull :
Sn x

n
. 100%
N 1

dimana:
Sn (x) = probabilitas (%)
n
= nomer urut data dari seri yang telah diurutkan
N
= jumlah total data
2.
3.
4.
5.

Tarik garis dengan bantuan titik curah hujan rancangan yang mempunyai
periode ulang tertentu pada kertas semi-log probabilitas vs curah hujan
Hitung harga frekuensi teoritis dari kertas semi-log
Hitung nilai 2 hitung dengan persamaan diatas
Hitung harga 2 cr dengan menentukan taraf signifikan = 5 % dan dengan
derajat kebebasan yang dihitung dengan persamaan :
n (m 1)

6.

dimana :
= derajat kebebasan
n = jumlah data
m = jumlah parameter untuk 2 hitung
Dengan nilai dan nilai tingkat kepercayaan/ significant level maka
didapatkan nilai 2cr yang akan dibandingkan dengan nilai 2hitung. Data akan
diterima jika dari uji nilai 2hitung < 2cr.

2) Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kesesuaian ini digunakan untuk menguji simpangan secara horisontal. Uji ini
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
Mengurutkan data hujan harian maksimum dari nilai terkecil ke terbesar
Memplot harga curah hujan harian maksimum Xt dengan harga probabilitas,
Sn(x) seperti pada persamaan diatas
3. Pengujian terhadap kesesuaian data dengan menggunakan tabel yang tersedia
dengan parameter banyaknya data (n), tingkat kepercayaan atau level of
significant (), dan cr
4. Hitung nilai selisih maksimum antara distribusi teoritis dan distribusi empiris
dengan persamaan :
1.
2.

maks =

Px x - Sn x

dimana :
maks = selisih antara probabilitas empiris dan teoritis
Sx(x) = peluang empiris
Px(x) = peluang teoritis
5.

Membandingkan nilai cr dan maks dengan ketentuan apabila :


cr > maks
maka distribusi tidak diterima
cr < maks
maka distribusi diterima

Hasil Analisa Curah Hujan hingga pengujian kesesuaian Distribusi untuk data hujan
Stasiun Lhokseumawe disajikan dalam Tabel 3.13 hingga Tabel 3.25.

Tabel 3.13. Analisa Hujan Rancangan menggunakan Distribusi Gumbel

Tabel 3.14. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi Gumbel

Tabel 3.15. Probabilitas Curah Hujan Rancangan Distribusi Gumbel

Tabel 3.16. Uji Chi-Square Untuk Distribusi Gumbel

Tabel 3.17. Analisa Hujan Rancangan menggunakan Distribusi Log Pearson III

Tabel 3.18. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi Log Pearson Tipe III

Tabel 3.19. Probabilitas Hujan Rancangan Distribusi Log Pearson Tipe III

Tabel 3.20. Uji Chi-Square Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III

Tabel 3.21. Analisa Hujan Rancangan Metode Distribusi IWAI-Kadoya

Tabel 3.22. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi IWAI-Kadoya

Tabel 3.23. Probabilitas Curah Hujan Rancangan Distribusi IWAI-Kadoya

Tabel 3.24. Uji Chi-Square Untuk Distribusi IWAI-Kadoya

Tabel 3.25. Rekapitulasi Analisa Hujan Rancangan

CURAH HUJAN MAKSIMUM BOLEH JADI (Probable Maximum


Precipitation, PMP)
Curah hujan maksimum boleh jadi (Probable Maximum Precipitattion, PMP) dihitung
dengan menggunakan metode Hersfield. Sebagai berikut :
X PMP X K . S

dimana:
XPMP =
=
X
K
=
S
=

hujan banjir maximum boleh jadi


nilai rata-rata hujan / banjir
faktor koefisien Hersfield
standard deviasi

Tabel 3.26. Perhitungan PMP Metode Hersfield

Besarnya nilai probable maximum precipitation untuk semua lokasi studi pada pekerjaan
Feasibility Study (FS) Waduk Krueng Keureuto, Waduk Krueng Peuto dan Waduk

Krueng Sawang di Kabupaten Aceh Utara ditampilkan pada Tabel 3-27.


Tabel 3-27. PMP Masing-masing DAS
DAS
Kr.Keureuto
Kr. Peuto
Kr. Sawang

Luas (km2)
235,61
107,57
225,32

Faktor Reduksi

PMP (mm)
0,87
0,93
0,84

476,18
507,57
458,56

Gambar 3.5 Grafik Hubungan Xn-m/Xn dengan Faktor Penyesuaian Xn (Hersfield,


1961)

Gambar 3.6 Gambar B Grafik Penyesuaian Terhadap Panjang Data

Gambar 3.7 Grafik Hubungan antara Sn-m/Sn dengan Faktor Penyesuaian Sn

Gambar 3.8 Grafik Hubungan Km, durasi hujan dan hujan harian maksimum
tahunan rata-rata (Hersfield, 1965)

Gambar 3.9 Grafik Penyesuaian terhadap Periode Waktu Pengamatan (Weiss,


1964)
HUJAN NETTO HUJAN JAM-JAMAN
Hujan netto adalah curah hujan yang akan berubah menjadi aliran permukaan yaitu curah
hujan rancangan dikurangi dengan losses karena infiltrasi.
1). Distribusi Hujan Jam-jaman
Bila tidak tersedianya data curah hujan jam-jaman di lokasi rencana bendungan
maka untuk perhitungan distribusi hujan digunakan rumus Mononobe sebagai
berikut :

Tt

R 24

t
T

2 / 3

dimana :
RT
R24
t
T

=
=
=
=

intensitas hujan rerata dalam T jam


curah hujan dalam 1 hari (mm)
waktu konsentrasi hujan (jam)
waktu mulai hujan

Lamanya hujan terpusat di Indonesia berkisar antara 5 - 7 jam/hari. Untuk daerah


sekitar bendungan diperkirakan sebesar 6 jam/hari.
2). Hujan Efektif
Hujan efektif adalah curah hujan total dikurangi kehilangan pada awal hujan turun
akibat intersepsi dan infiltrasi atau bagian dari curah hujan total yang
menghasilkan limpasan langsung (direct run-off). Limpasan langsung ini terdiri
dari limpasan permukaan (surface run-off) dan aliran antara atau interflow, yaitu
air yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah permukaan tanah dengan

permeabilitas rendah, dimana keluar lagi di tempat yang rendah dan berubah
menjadi limpasan permukaan.
Salah satu metode yang dipakai untuk menentukan hujan efetif adalah Metode
Horton. Metode Horton mengasumsikan bahwa kehilangan debit aliran berupa
lengkung eksponensial, sehingga makin besar jumlah hujan yang meresap akan
mengakibatkan tanah menjadi cepat jenuh akibatnya besar resapan akan
berkurang dan mengikuti rumus berikut :
Fp = fc + ( fo fc ) e -kt
dimana :
Fp = kapasitas infiltrasi pada waktu t
fc = harga akhir dari infiltrasi
fo = kapasitas infiltrasi prasi permulaan yang tergantung dari sebelumnya.
K = konstanta yang tergantung dari tekstur tanah
t = waktu sejak hujan dimulai

Gambar 3.10. Pola Prosentase Sebaran Hujan Lokasi Studi

DISTRIBUSI HUJAN JAM-JAMAN

Lamanya Hujan terpusat = 6 jam


Durasi Hujan (jam)
Curah Hujan (%)
Rasio Sebaran Hujan (%)

1
60
60

2
75
15

3
88
13

4
92
4

5
96
4

6
100
4

100

Curah Hujan Rancangan


Kala Ulang
2
5
10
20
25
50
100
200
1000
PMP

Rasio Sebaran Hujan (%)


13
4
4

60

15

59.60
76.99
87.99
96.75
101.45
111.21
120.77
130.27
152.21

14.90
19.25
22.00
24.19
25.36
27.80
30.19
32.57
38.05

12.91
16.68
19.06
20.96
21.98
24.10
26.17
28.22
32.98

3.97
5.13
5.87
6.45
6.76
7.41
8.05
8.68
10.15

3.97
5.13
5.87
6.45
6.76
7.41
8.05
8.68
10.15

3.97
5.13
5.87
6.45
6.76
7.41
8.05
8.68
10.15

285.71

71.43

61.90

19.05

19.05

19.05

Hujan
Rancangan
(mm)
99.34
128.31
146.65
161.25
169.08
185.35
201.28
217.11
253.68
476.18

Sumber: Hasil Perhitungan

Perhitungan Kehilangan Debit karena Infiltrasi metode Horton

k
=
fc
=
fo
=
fp=fc+(fo*Rpoint)-fc)*exp(-k*t)

0.27
4.00
0.80

Kala Ulang
2
5
10
20
25
50
100
200
1000
PMP

Durasi Hujan (jam)


3
4

37.35
47.96
54.68
60.03
62.90
68.86
74.70
80.50
93.90

8.62
10.64
11.92
12.95
13.49
14.63
15.74
16.85
19.41

6.82
8.16
9.01
9.68
10.04
10.80
11.53
12.27
13.96

3.72
4.04
4.24
4.39
4.48
4.66
4.83
5.00
5.40

3.79
4.03
4.18
4.30
4.37
4.50
4.63
4.76
5.07

3.84
4.02
4.14
4.23
4.28
4.38
4.48
4.58
4.81

175.43

34.97

24.25

7.82

6.91

6.22

Sumber: Hasil Perhitungan

Perhitungan Curah Hujan Efektif

Infiltrasi
(mm)
64.12
78.85
88.17
95.58
99.56
107.83
115.92
123.97
142.55
255.60

Kala Ulang
2
5
10
20
25
50
100
200
1000
PMP

Durasi Hujan (jam)


3
4

22.26
29.02
33.31
36.72
38.55
42.35
46.07
49.77
58.31

6.29
8.61
10.07
11.24
11.87
13.17
14.45
15.72
18.64

6.10
8.52
10.06
11.28
11.94
13.30
14.63
15.96
19.02

0.25
1.10
1.63
2.06
2.28
2.76
3.22
3.68
4.75

0.19
1.11
1.69
2.15
2.40
2.91
3.42
3.92
5.08

0.14
1.11
1.73
2.22
2.48
3.03
3.57
4.10
5.33

110.28

36.46

37.65

11.23

12.13

12.82

Hujan
Efektif
(mm)
35.21
49.47
58.49
65.67
69.52
77.52
85.36
93.15
111.13
220.58

Sumber: Hasil Perhitungan

III.1.

DAERAH ALIRAN SUNGAI LOKASI STUDI............................................................1

III.2.

KETERSEDIAAN DATA...............................................................................................2
III.2.1. Data Hujan Harian...................................................................................................2
III.2.2. Data Karakteristik DAS...........................................................................................5
III.3.
ANALISA DATA.............................................................................................................5
III.3.1. Uji Konsistensi........................................................................................................6
III.3.2. Uji Ketiadaan Trend.................................................................................................9
III.3.3. Uji Stasioner..........................................................................................................12
III.3.4. Uji Persistensi........................................................................................................15
III.4.
CURAH HUJAN RENCANA.......................................................................................16
III.5.
UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI................................................................................22
III.6.
CURAH HUJAN MAKSIMUM BOLEH JADI (Probable Maximum Precipitation,
PMP)
33
III.7.
HUJAN NETTO HUJAN JAM-JAMAN.....................................................................37

Tabel 3.1. Anak Sungai DAS Kr. Keureuto.....................................................................................1


Tabel 3.2. Hujan Daerah Rata-rata Daerah Maksimum...................................................................2
Tabel 3.3. Hujan Tahunan Sta. Malikussaleh...................................................................................3
Tabel 3.4. Nilai Kritis Q dan R........................................................................................................8
Tabel 3.5. Perhitungan Uji Konsistensi Lokasi Studi......................................................................8
Tabel 3.6. Perhitungan Koefisien Korelasi Peringkat Metode Spearman.....................................10
Tabel 3.7. Nilai tc untuk Distribusi Dua Sisi.................................................................................12
Tabel 3.8. Kelompok Data Hujan Tahunan Uji Stasioner..............................................................14
Tabel 3.9. Nilai F kritis Untuk Level of Significant 5%................................................................14
Tabel 3.10. Koefisien Korelasi Serial............................................................................................16
Tabel 3.11. Pemilihan Jenis Sebaran.............................................................................................21
Tabel 3.12. Syarat Pengujian Agihan Data Dalam Analisis Frekuensi..........................................21
Tabel 3.13. Analisa Hujan Rancangan menggunakan Distribusi Gumbel.....................................24
Tabel 3.14. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi Gumbel................................................24
Tabel 3.15. Probabilitas Curah Hujan Rancangan Distribusi Gumbel..........................................25
Tabel 3.16. Uji Chi-Square Untuk Distribusi Gumbel..................................................................26
Tabel 3.17. Analisa Hujan Rancangan menggunakan Distribusi Log Pearson III.........................27
Tabel 3.18. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi Log Pearson Tipe III............................27
Tabel 3.19. Probabilitas Hujan Rancangan Distribusi Log Pearson Tipe III.................................28
Tabel 3.20. Uji Chi-Square Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III..............................................29
Tabel 3.21. Analisa Hujan Rancangan Metode Distribusi IWAI-Kadoya.....................................30
Tabel 3.22. Curah Hujan Rancangan menurut Distribusi IWAI-Kadoya......................................31
Tabel 3.23. Probabilitas Curah Hujan Rancangan Distribusi IWAI-Kadoya.................................31
Tabel 3.24. Uji Chi-Square Untuk Distribusi IWAI-Kadoya.........................................................32
Tabel 3.25. Rekapitulasi Analisa Hujan Rancangan......................................................................32
Tabel 3.26. Perhitungan PMP Metode Hersfield...........................................................................33

Gambar 3.1. Histogram Hujan Tahunan Lokasi Studi.....................................................................4


Gambar 3.2. Kurva Hujan Tahunan Lokasi Studi............................................................................4

Gambar 3.3. Diagram Alir Tahap Pengujian Data...........................................................................6


Gambar 3.4 Deskripsi Data Konsisten dan Tidak Konsisten...........................................................7
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Xn-m/Xn dengan Faktor Penyesuaian Xn (Hersfield, 1961)........35
Gambar 3.6 Gambar B Grafik Penyesuaian Terhadap Panjang Data............................................35
Gambar 3.7 Grafik Hubungan antara Sn-m/Sn dengan Faktor Penyesuaian Sn...........................36
Gambar 3.8 Grafik Hubungan Km, durasi hujan dan hujan harian maksimum tahunan rata-rata
(Hersfield, 1965)............................................................................................................................36
Gambar 3.9 Grafik Penyesuaian terhadap Periode Waktu Pengamatan (Weiss, 1964).................37

You might also like