Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I.
DEFINISI
Sklerosis sistemik (skleroderma sistemik/morfea sistemik) adalah penyakit
jarang, yang melibatkan multi sistem organ, karena adanya proses autoimun,
cedera sel endotel vaskuler dan aktivasi fibroblas yang meluas. Penyakit ini
ditandai dengan keterlibatan kulit berupa pengerasan dan penebalan, serta
organ dalam seperti esofagus, paru-paru, jantung dan ginjal.1
ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui secara pasti, diperkiran adanya reaksi kompleks
PATOMEKANISME
Patomekanisme terjadinya sklerosis sistemik sangat kompleks dan
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamenesis, tentang riwayat keluarga,
DIAGNOSIS BANDING3,4
Beberapa penyakit yang menjadi diagnosis banding yaitu
1. Myxedema.
Myxedema ditandai dengan penebalan kulit seperti pada skleroderma,
namun lebih lunak karena berisi cairan (edema), dan disertai gejalagejala hipotiroid (lemah, lesu, bradikardi, tidak tahan dingin).
2. Skleredema
Penyakit ini timbul sesudah penyakit infeksi (influenza, tonsilitis).
Gejala klinis terdapat indurasi keras seperti kayu pada leher, toraks, dan
wajah. Secara histopatologik, skleroderma terdapat penebalan kolagen
dengan hialinisasi, sedang pada sklerodema tidak ada hialinisasi.
3. Lupus eritematous sistemik
Pada penyakit ini terdapat makula eritema, papul polimorf, dan skuama
halus pada wajah, dan punggung. Gejala sistemiknya mirip dengan
skleroderma, namun ruam kulit biasanya muncul setelah paparan sinar
matahari, dan berbentuk kupu-kupu pada wajah (tanda khas).
VI.
PENATALAKSANAAN5
Tatalaksana penyakit ini yaitu dengan mengurangi gejala-gejala akibat
autoimunnya, yaitu dengan memberikan agent sistemik seperti kortikosteroid
VII.
PROGNOSIS5
Keadaan umum dapat membaik dalam 3-5 tahun, penebalan kulit melunak,
dan pigmentasi berkurang. Namun jika tidak ditangani dengan baik dapat
menyebabkan atrofi, dan kontraktur otot.
BAB II
DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis sklerosis sistemik, bergantung pada riwayat
pasien, pemeriksaan fisik dan status dermatologik klinik, dan pemeriksaan
penunjang. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut
I.
arthritis,
Systemic
Lupus
Erythematosus,
poliarteritis,
yang mengalami hal serupa, mengingat penyakit ini terkait dengan gen
(familial).
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa sindrom skelroderma ini dapat
terjadi akibat faktor lingkungan. Misalkan adanya riwayat paparan vinil
klorida, benzena, toluena, resin epoksida, obat-obatan seperti bleomicin,
pentazosin, kokain, docetaxel, metafenilediamina, dll. Adanya riwayat pernah
bekerja pada penambangan tembaga dan emas di bawah tanah juga beresiko
terkena sklerodema. Jika terjadi nyeri dada setelah makan, kemungkinan
sudah terjadi reflux, jika terjadi sesak kemungkinan terjadi hipertensi
pulmonal, fibrosis paru dan gagal jantung, jika terjadi edema, gangguan
II.
glomerulus).
PEMERIKSAAN PENUNJANG1,5,7
Dalam rangka membantu diagnosis sklerosis sistemik, maka dibutuhkan
pemeriksaan penunjang dalam hal ini pemeriksaan laboratorium dan
histopatologi.
Untuk pemeriksaan
laboratorium,
dibutuhkan
pemeriksaan
ANA
Gambar 4. Lesi awal pada kulit (kiri) terdapat infiltrasi sel radang, lesi
lanjut (kanan) terdapat hiperkolagenosa, kerusakan folikel rambut dan
keringat serta sedikitnya vaskularisasi.1
Gambar 5. Penebalan tunika media dan intima dari salah satu arteriol
akibat sklerosis sistemik 7
BAB III
PENATALAKSANAAN
DAFTAR PUSTAKA
1. P. Moinzadeh, Christopher P. Denton, T. Krieg, & Carol M. Black.
Scleroderma. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ. eds. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 8th ed.
New York: McGraw-Hill; 2012. p. 642, 1694-701
2. Frank Breuckmann, Thilo Gambichler, Peter Altmeyer and Alexander
Kreuter - UVA/UVA1 phototherapy and PUVA photochemotherapy in
connective tissue diseases and related disorders: a research based review,
BMC Dermatology 2004, 4:11. doi:10.1186/1471-5945-4-11
3. Djuanda, Suria . In : Adhi Djuanda, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
ed 5th. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.264-271.
4. James, William, et al. Andrews Disease of the Skin, Clinical Dermatology
ed 10. 2008. Canada : Elsevier Saunders.
5. Tony Burns, et al. Rooks textbook of Dermatology ed 8th. 2010.
Singapore : Wiley-Blackwell.
6. Siregar R. Atlas Berwarna Saripati Kulit ed 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003. p 154-155
7. Jens T Van Praet. Histopathological cutaneous alterations in systemic
sclerosis: a clinicopathological study. Arthritis Research & Therapy
February 2011, 13:R35. Open access.
8. Thomas Harr and Lars E French. Toxic epidermal necrolysis and StevensJohnson syndrome. Orphanet Journal of Rare Diseases 2010, p 5:39
9. de Prost N, Ingen-Housz-Oro S, Duong T, et al. Bacteremia in StevensJohnson syndrome and toxic epidermal necrolysis: epidemiology, risk
factors, and predictive value of skin cultures. Medicine (Baltimore). Jan
2010;89(1):28-36
10. David A. Wetter, MD and Michael J. Camilleri, MD. Clinical, Etiologic,
and Histopathologic Features of Stevens-Johnson Syndrome During an 8Year Period at Mayo Clinic. Mayo Clin Proc. Feb 2010; 85(2): 131138.
11. Rapini RP, Bolognia JL, Jorizzo JL (2007). Dermatology: 2-Volume Set.
St. Louis: Mosby.