Professional Documents
Culture Documents
HEPATOMA
PEMBIMBING:
Dr. R.A.H.I. Ariestina, Sp.PD
PENYUSUN:
Tarash Burhanuddin
030.10.265
BAB I
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
CAWANG, JAKARTA TIMUR
Nama Co-Ass
: Tarash Burhanuddin
NIM
: 030.10.265
Tanda Tangan
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. T
Jenis kelamin
: Laki-laki
Umur
: 25 tahun
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Belum Menikah
Pendidikan
: SMK
Pekerjaan
: Karyawan swasta
Tanggal Masuk RS
: 27-3-2016
Alamat
A. ANAMNESIS
Diambil dari
: Autoanamnesis
Tanggal
: 28 Maret 2016
Pukul
: 13.00 WIB
1. Keluhan utama
Nyeri pinggang bagian kanan sejak 1 Minggu SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang bagian kanan sejak 1
Minggu SMRS. Pasien juga mengeluh kulitnya menjadi kuning 6
bulan SMRS. Pada awalnya kuning hanya pada kedua mata, lama
kelamaan kuning pada seluruh tubuh. Demam dirasakan setiap sore
hari sejak 4 hari SMRS. BAK lancar, warna seperti air teh, BAB cair
warna kuning sejak 5 hari SMRS dengan frekuensi 5x. Dirasakan
nyeri pada perut kanan atas disertai rasa tidak enak diperut, mual (+),
muntah (-), tidak nafsu makan. Penurunan berat badan 10 kg dari 3
bulan yang lalu. Pasien memeriksakan diri ke klinik 4 hari SMRS dan
dianjurkan melakukan pemeriksaan lab kemudian dirujuk ke RSUD
Budhi Asih.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami hal yang sama. Pasien tidak memiliki
riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal. Pasien juga tidak
pernah rawat inap dan di operasi. Menurut ibu pasien, pasien lahir
dalam keadaan normal, tetapi tidak ingat vaksin apa saja yang sudah
diberikan pada anaknya.
Umum
Kepala
Muka
Mata
THT
Leher
Thoraks
Abdomen
: BB menurun
: Tidak ada keluhan
: Ikterik
: Sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis -/: Tidak ada keluhan
: Tidak ada kelainan
: Ikterik
: Ikterik, Mual (+), nafsu makan menurun, hepar teraba
B. PEMERIKSAAN FISIK
28 Maret 2016
: Kompos Mentis
Tanda Vital
: Tekanan darah
140/80 mmHg
: Nadi
68 x/menit
: Pernapasan
20 x/menit
: Suhu
36,9o C
Tinggi Badan
: 166 cm
Berat Badan
: 59 kg
BMI
: 21,7
Status Generalis
Kepala
: Normosefali
Muka
Mata
Hidung
Mulut
Leher
: Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak membesar, JVP
5+2
Jantung
Inspeksi
:
: Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
midklavikularis kiri
Perkusi
redup), batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea midklavikula kiri dengan suara
redup), batas kanan (ICS IV linea sternalis kanan dengan suara redup)
Auskultasi
Paru
Inspeksi
:
: Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris saat
Perkusi
Hepar (pada titik di garis midsternalis dextra ICS V terdengar bunyi pekak),
ketika dilakukan peranjakan pada titik di garis midsternalis dextra ICS V
terdengar bunyi redup, sedangkan pada titik garis midsternalis dextra ICS VI
terdengar bunyi pekak sehingga peranjakan paru hepar 1 cm.
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
tidak ada spider nevii, tidak tampak efloresensi bermakna, tidak tampak
dilatasi vena, tidak tampak smiling umbilicus.
Palpasi
mulai pekak 3 jari di bawah arcus costae hingga arcus costae, shifting
dullness +
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
23 Maret 2016 di Laboratorium Swasta
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
AST/SGOT
839
<27 mU/dl
ALT/SGPT
120
<34 mU/dl
Gamma GT
144
15-90 mU/dl
87
0-15 mm/jam
2150
13.6 ng/mL
HATI
LED
Laju Endap Darah
IMUNOLOGI
PETANDA TUMOR
Alpha Fetoprotein
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Leukosit
10.300
3.6-11 ribu/L
Eritrosit
3.0
3.8-5.2 juta/L
Hemoglobin
9.1
11.7-15.5 g/dL
Hematokrit
27
35-47%
HEMATOLOGI
DARAH LENGKAP
Trombosit
396
150-440 ribu/L
MCV
89.5
80-100 fL
MCH
30.4
26-34 pg
MCHC
34.0
32-36 g/dL
RDW
14.0
<14%
AST/SGOT
155
<27 mU/dl
ALT/SGPT
37
<34 mU/dl
87
<110 mg/dL
Natrium
121
135-155 mmol/L
Kalium
4,5
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
97
98-109 mmol/L
Bilirubin total
29.06
< 1 U/L
Bilirubin direk
19.02
Bilirubin indirek
10.04
HATI
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah jam 16.00
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
KIMIA KLINIK
HATI
Laboratorium
Pemeriksaan
Hasil
Nilai normal
Bilirubin total
28.62
< 1 U/L
Bilirubin direk
21.79
Bilirubin indirek
6.83
AST/SGOT
120
<33 mU/dl
ALT/SGPT
28
<50 mU/dl
Natrium
125
135-155 mmol/L
Kalium
4.1
3.6-5.5 mmol/L
Klorida
99
98-109 mmol/L
Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
KIMIA KLINIK
HATI
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
IMUNOSEROLOGI
HEPATITIS
HBsAg Kualitatif
HEPATITIS C
Anti HCV
10
HEPAR
11
VESICA FELEA : Besar dan bentuk normal. Dinding tipis regular. Tidak tampak
batu/sludge.
LIEN
parenchim homogen. Tidak tampak lesi focal / SOL Ductus pancreaticus tidak
melebar.
AORTA : Bentuk dan caliber normal. Tidak tampak pembesaran pada KGB
para aorta.
REN DEXTRA : Besar dan bentuk normal. Permukaan regular. Batas cortex
dan medulla jelas. Sistem pelvicocalises normal. Tidak tampak batu/ SOL
REN SINISTRA : Besar dan bentuk normal. Permukaan regular. Batas cortex
dan medulla jelas. Sistem pelvicocalises normal. Tidak tampak batu/ SOL
BULI-BULI
12
D. RINGKASAN
Tn. T, usia 25 tahun datang dengan keluhan nyeri nyeri pinggang bagian kanan sejak
1 Minggu SMRS. Pasien juga mengeluh kulitnya menjadi kuning 6 bulan SMRS.
Pada awalnya kuning hanya pada kedua mata, lama kelamaan kuning pada seluruh
tubuh. Demam dirasakan setiap sore hari sejak 4 hari SMRS. BAK lancar, warna
seperti air teh, BAB cair warna kuning sejak 3 hari SMRS dengan frekuensi 5x.
Dirasakan nyeri pada perut kanan atas disertai rasa tidak enak diperut, mual (+),
muntah (-), tidak nafsu makan. Penurunan berat badan 10 kg dari 6 bulan yang lalu.
Pasien memeriksakan diri ke klinik 4 hari SMRS dan dianjurkan melakukan
pemeriksaan lab kemudian dirujuk ke RSUD Budhi Asih. Pasien tidak pernah
mengalami hal yang sama. Pasien mengaku sejak SMK sudah mengkonsumsi
alkohol, konsumsi alkohol tidak sering hanya pada acara-acara tertentu. Penggunaan
obat-obatan terlarang disangkal. Pasien merokok, hanya 4-5 batang per hari, dan
masih sampai sekarang, hanya berhenti beberapa hari terakhir. Riwayat imunisasi
hepatitis B kurang diketahui. Riwayat transfusi darah disangkal. Riwayat seks tanpa
menggunakan kondom disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik +/+, konjungtiva anemis , peranjakan
paru hepar 1 cm, hepar teraba membesar 3 jari b.a.c / 2 jari b.p.x, permukaan
berbenjol-benjol, tepi tumpul dan keras, pekak pada hipokondria kanan, perkusi hepar
kanan mulai pekak 3 jari di bawah arcus costae hingga arcus costae, shifting dullness
+.
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan anemia (hemoglobin 10.3 g/dL), SGOT
meningkat (839 mU/dl), SGPT meningkat (120 mU/dl), Gamma GT (144 mU/dl),
Laju Endap Darah meningkat(87 ml/jam), bilirubin total meningkat (29.06 U/L),
bilirubin direk meningkat (19.02 U/L), bilirubin indirek meningkat (10.04 mg/dL),
hiponatremia (Na 125 mmol/L), hipoklorida (97 mmol/L), HBsAg kualitatif reaktif,
Anti HCV non reaktif. Pada pemeriksaan USG Abdomen didapatkan gambaran
13
berkesan hepatomegali e.c chronic liver diseases dengan massa lobus dextra DD/
hepatoma disertai ascites.
E. DAFTAR MASALAH
1. Hepatomegali e.c Hepatoma
2. Hepatitis B
3. Anemia
4. Hiponatremia
5. Ikterik
6. Asites
F. ANALISIS MASALAH
1. Hepatomegali e.c Hepatoma
Hepatomegali e.c hepatoma ditegakan berdasarkan pada anamnesis dengan
pasien, dimana pasien merasakan nyeri pinggang, kulitnya menjadi kuning,
BAK berwarna seperti air teh, dirasakan nyeri pada perut kanan atas disertai
rasa tidak enak diperut, mual (+), muntah (-), tidak nafsu makan, penurunan
berat badan 10 kg dari 6 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan SGOT meningkat (839 mU/dl),
SGPT meningkat (120 mU/dl), Gamma GT (144 mU/dl), Laju Endap Darah
meningkat (87 ml/jam), bilirubin total meningkat (29.06 U/L), bilirubin direk
meningkat (19.02 U/L), bilirubin indirek meningkat (10.04 mg/dL), HBsAg
kualitatif reaktif, Anti HCV non reaktif. Pada pemeriksaan USG Abdomen
didapatkan gambaran berkesan hepatomegali e.c chronic liver diseases dengan
massa lobus dextra DD/ hepatoma disertai ascites.
14
Hepatoma pada pasien ini belum dapat ditentukan kausanya, bisa terjadi
dikarenakan pasien sudah pernah terkena hepatitis B ketika pada saat
kelahirannya, walaupun dikatakan oleh ibunya kelahiran pasien normal.
Kriteria diagnosis HCC menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia),
yaitu :13
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP ( Alphafetoprotein ) yang menigkat lebih dari 500 mg/ml.
3. Ultrasonography ( USG ), Nuclear Medicine, Computed Tomography
Scan (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Angiogrphy,
ataupun Positron Emission Tomography ( PET ) yang menunjukkan
adanya Kanker Hati Selular.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker
Hati Selular.
Diagnosis HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau
hanya satu kriteria empat atau lima.13
Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah aspirasi biopsi halus dan
pemeriksaan AFP.
Rencana terapi pada masalah ini, antara lain :
Non medikamentosa
-
Diet Hepar II
15
kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini
cukup mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium
dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan
sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan diuresis belum
baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.
-
Monitoring :
Keadaan umum
Tanda-tanda vital
Tanda-tanda perdarahan
Mengedukasikan kepada pasien dan keluarganya mengenai
kondisi pasien, baik penyakit yang dialaminya maupun
komplikasi yang dapat terjadi
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
2. Hepatitis B
Hepatitis B ditegakan berdasarkan pada anamnesis dengan pasien, dimana
pasien kulitnya menjadi kuning, BAK berwarna seperti air teh, dirasakan
nyeri pada perut kanan atas disertai rasa tidak enak diperut, mual (+), muntah
(-).
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan SGOT meningkat (839 mU/dl),
SGOT meningkat (120 mU/dl), Gamma GT (144 mU/dl), bilirubin total
meningkat (29.06 U/L), bilirubin direk meningkat (19.02 U/L), bilirubin
16
indirek meningkat (10.04 mg/dL), HBsAg kualitatif reaktif, Anti HCV non
reaktif.
Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah pemeriksaan IgM Anti
HBc, IgG Anti HBc, HBeAg, anti-HBe, dan anti-HBc
Rencana terapi pada masalah ini, antara lain :
Non medikamentosa
-
Diet Hepar II
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
3. Hiponatremia
Hiponatremia ditegakkan berdasarkan pada pemeriksaan laboratorium
elektrolit, didapatkan hiponatremia (Na 125 mmol/L) dan hipoklorida (97
mmol/L). Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah pemeriksaan
elektrolit per hari. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:
Non medikamentosa
Monitoring kadar elektrolit
Medikamentosa
NaCl 0.9%
17
4. Anemia
Anemia ditegakkan berdasarkan keluhan lemas dan pada pemeriksaan
laboratorium hemoglobin didapatkan nilai hemoglobin 9.1 g/dL.
Anemia pada pasien ini bisa disebabkan oleh kurangnya asupan
makanan dikarenankan tidak nafsu makan. Selain itu anemia pada pasien ini
bisa berasal dari hepatoma. Pada pasien hepatoma dapat terjadi anemia yang
disebut anemia pada penyakit kronik atau anemia pada kanker. Anemia pada
penyakit kanker dapat disebabkan karena pemendekan masa hidup eritrosit,
gangguan metabolisme besi, atau gangguan produksi eritrosit akibat tidak
efektifnya rangsangan eritropoetin.
Adapun rencana diagnostik untuk masalah ini adalah pemantauan
darah rutin. Untuk rencana terapi pada masalah ini, antara lain:
Non medikamentosa
Konsumsi makanan dengan gizi seimbang
Medikamentosa
B. Complex 3x1
5. Ikterik
Ikterik ditegakkan berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik didapatkan
sclera ikterik +/+, pemeriksaan laboratorium fungsi hati yaitu tedapat SGOT
meningkat (839 mU/dl), SGOT meningkat (120 mU/dl), Gamma GT (144
mU/dl), bilirubin total meningkat (29.06 U/L), bilirubin direk meningkat
(19.02 U/L), bilirubin indirek meningkat (10.04 mg/dL). Ikterik pada pasien
ini disebabkan karena adanya gangguan saluran intra hepatik oleh hepatoma.
18
pemeriksaan
USG
Abdomen
didapatkan
gambaran
berkesan
hepatomegali e.c chronic liver diseases dengan massa lobus dextra DD/
hepatoma disertai ascites.
Ascites pada pasien ini disebabkan karena adanya bendungan vena porta oleh
hepatoma. Bendungan vena menyebabkan cairan tidak dapat dialirkan menuju
jantung dan menetap di abdomen.
G. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad malam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad malam
19
H. FOLLOW UP KOASS
28 Maret 2016
S
O
: 37,80C
Muka
: Kuning
Mata
: CA -/-, SI +/+
Leher
Thoraks
detik
1. Icterus susp hepatomegali
2. Anemia
3. Hiponatremi
Diagnostik
1. USG
2. Pemeriksaan Bilirubin total, direk dan indirek
Non medikamentosa
Diet Hepar
Medikamentosa
1. Aminofusin hepar : NaCl 0,9% 500cc = 1:1 / 12 jam
2. Curcuma 3x2
20
29 Maret 2016
S
O
: 37.20C
Muka
: Kuning
Mata
: CA -/-, SI +/+
Leher
Thoraks
detik
1. Icterus susp hepatomegali
2. Anemia
3. Hiponatremi
Non medikamentosa
Diet Hepar
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
21
30 Maret 2016
S
O
: 36,90C
Status generalis :
Muka : Kuning
Mata : CA -/-, SI +/+
Leher
Thoraks
detik
1. Icterus susp hepatoma
2. Anemia
3. Hiponatremi
Diagnostik
1. Pemeriksaan Fungsi hati
2. Pemeriksaan Bilirubin total, direk dan indirek
3. Pemeriksaan elektrolit
4. Pemeriksaan HBsAg dan Anti HCV
Non medikamentosa
22
Diet Hepar
Medikamentosa
1.
2.
3.
4.
5.
31 Maret 2016
S
O
Lemas, begah
KU : Kompos mentis, Tampak Sakit Sedang
TD : 130/80
HR : 76 kali/menit
RR : 18 kali/menit
S
: 37,20C
Status generalis :
Muka : Kuning
Mata : CA -/-, SI +/+
Leher
Thoraks
detik
1. Icterus susp hepatoma
2. Anemia
3. Hiponatremi
Boleh Pulang
23
Diagnostik
Besok kontrol ke poli untuk diberikan surat rujukan ke RSCM
Non medikamentosa
Diet Hepar
Medikamentosa
1. Curcuma 3x2
2. Bio curlif 3x1
3. Sistenol 3x1 k/p
4. Ranitidine k/p
24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumor
ganas
hati
lainya,
kolangiokarsinoma
25
dengan tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah, Prevalensi infeksi HCV
berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC. 1,3
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah
dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih muda daripada
umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC rendah. Pada semua
populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua-empat kali lipat) daripada
kasus HCC perempuan. Di Wilayah dengan angka kekerapan HCC yang tinggi,
rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai delapan berbanding satu, masih
belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh lebih rentannya laki-laki terhadap
HCC, atau karena laki-laki lebih banyak terpajan oleh factor resiko HCC seperti
virus Hepatitis dan alkohol. 1,3
Tabel 1 angka insidens kanker hati per 100.000 penduduk berdasarkan jenis
kelamin serta wilayah geografis.1
Wilayah geografis
Angka insidens
Global
Afrika
Afrika timur
Afrika Tengah
Afrika Utara
Afrika Selatan
Afrika Barat
Asia
Asia Timur
Asia Tenggara
Asia Tengah Selatan
Asia Barat
Kepulauan pasifik
Eropa
Eropa Timur
Laki-laki
Perempuan
14,97
5,51
14,44
24,21
4,95
6,16
13,51
6,02
12,98
2,68
2,07
6,16
35,46
18,35
2,77
5,60
12,66
5,70
1,45
2,04
12,98
6,38
5,80
2,55
26
Eropa Utara
Eropa Selatan
Eropa Barat
Amerika
Karibea
Amerika Tengah
Amerika Selatan
Amerika Serikat &kanada
Australia dan Selandia Baru
2,61
9,84
5,85
1,39
3,45
1,61
7,58
2,06
4,80
4,11
4,17
1,64
3,68
1,68
3,60
1,19
27
3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan factor resiko utama HCC di dunia dan melatar
belakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen
dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab utama
kematian SH. Otopsi pada pasien SH mendapat 20-80% di antaranya telah
menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler dan tiga sampai
sepuluh persen dari SH mikronodular dapat ditemukan adanya HCC.
Prediktor Utama HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan
28
alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktifitas
proliferasi sel hati. 1,3
4. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan
terjadi nya peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati
pada kelompok individu dengan berat badan tinggi (indeks masa tubuh: IMT
35-40KG/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMTnya
normal. Sepeti diketahui, obesitas merupakan factor resiko utama nonalcoholic
fetty
liver
disease
(NAFLD),
khususnya
non-alkoholic
29
kemungkinan berkontribusi
terhadap potensi karsinogenik dari NASH. Obesitas dan diabetes jelas telah
ditetapkan sebagai faktor risiko terjadinya NASH, dan telah terlibat dalam
pertumbuhan beberapa kanker, termasuk HCC. Resistensi insulin terkait
dengan obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes yang
menyebabkan
perkembangan
steatosis
hati
dan
inflamasi
hati.
reseptor
sel
dengan
(M6P/IGF2R)
terlibat
mengaktifkan
inhibitor
dalam
mengatur
pertumbuhan
dan
sebagai
penekan
tumor. Mutasi
menyebabkan
hilangnya
heterozigositas pada reseptor ini telah ditemukan di 61% dari pasien dengan
HCC. Adiponektin adalah spesifik anti-inflamasi polipeptida pada jaringan
adiposa yang menurun dalam insulin-resisten, dan telah terbukti menghambat
30
31
kronis ini,
32
33
3. Multifokal
Tipe ekspansif lebih sering ditemukan pada hati nonserotik. Menurut WHO
secara histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan organisasi structural sel
tumor sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
Tubercular (sinusoidal)
Pseudoglandular (asiner)
Kompak (padat)
Sirous
tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10cm di
separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5 cm di kedua belahan hati
kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan 10 cm di
separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan 5 cm di kedua belahan
hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe
peritoneal ataupun jauh
34
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama
vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh
Penyebaran
Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe, atau
infiltrasi langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika, vena
porta atau vena cava. Dapat terjadi metastasis pada varises esofagus dan di paru.
Metastasis sistemik seperti kekelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang
terjadi, dan dapat juga sampai kemediastinum. Bila sampai ke peritoneum, dapat
menyebabkan asites hemoragik yang berarti sudah memasuki stadium terminal. 1,3
II.6 Patogenesis Hepatocellular carcinoma (Hepatoma) 1,3
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Adapun agen
penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turn-over) sel hati yang diinduksi oleh cidera (injury) dan regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetic seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang
baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi factorfaktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit
hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan
sirosis), Dilaporkan bahwa HBV dan mungkin juga HCV dalam keadaan tertentu
juga berperan langsung pada pathogenesis molekular HCC.
Aflatoksin dapat
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa
factor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya
prose hepato karsinogenesis. 1,3
35
36
37
38
fucosidase serum, dll. Tapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas &
spesifisitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2.3
Sensitivitas alphafenoprotein (AFP) untuk mendiagnosis pasien HCC adalah
60-70%, artinya hanya 60-70% pasien dengan HCC yang mengalami
peningkatan AFP, sedangkan pada 30-40% penderita memiliki nilai AFP
normal. Nilai normal sering ditemukan pada HCC stadium lanjut. Spesifisitas
AFP hanya 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP
yang tinggi, belum bisa dipastikan pasien tersebut menderita HCC, sebab AFP
dapat meninggi pada keadaan sirosis hepatis, hepatitis kronis, kanker testis,
dan terratoma.14
Aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
Aspirasi jarum halus terutama ditujukan untuk menilai apakah lesi yang
ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu
benar pasti suatu HCC. Tindakan biopsi ini hendaknya dipandu dengan
menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scan fluoroscopy sehingga
berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang
bisa berkapsul.13
Ultrasonografi abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati
dianjurkan menjalani pemeriksaan USG setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada
pasein dengan resiko tinggi USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang.
Sensitivitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70% hingga 80%.
Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran Mosaik, formasi
39
40
masih tetap merupakan alat diagnostik yang paling populer dan bermanfaat.3.
Strategi skrining dan surveilans
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi
umum, sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan
diagnostic pada populasi yang beresiko untuk suatu penyakit sebelum ada bukti
bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.Karena sebagian dari pasien HCC,
dengan atau tanpa sirosis, adalah tanpa gejala, untuk mendeteksi dini HCC
diperlukan strategi khusus terutama bagi pasien sirosis hati dengan HBsAg
atau anti-HCV positif. Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan
(doubling time) diameter HCC yang berkisar antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6
bulan), dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP serum dan USG
abdomen setiap 3 hingga 6 bulan bagi pasien sirosis maupun hepatitis kronik B
atau C. Cara ini di Jepang terbukti dapat menurunkan jumlah pasien HCC yang
terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan identifikasi tumor kecil
(dini). Namun hingga kini masih belum jelas apakah dengan demikian juga
terjadi penurunan mortalitas (liver-related mortality). 1,3
II.9
Diagnosis
41
Untuk tumor dengan diameter lebik dari 2cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP serum
400ng/mL adalah: 1,3
Table.2.2 Kriteria diagnostic HCC menurut Barcelona EASL Conference.1
Kriteria sito histologis
Kriteria non-Invasif (khusus untuk pasien sirosis hati):
Kriteria
radiologis:
koinsidensi
2
cara
imaging
spiral/MRI/angiografi)
Lesi fokal >2cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:
Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kadar AFP serum 400ng/mL
(USG/CT-
42
43
Tabel 5. American Joint Comitte Cancer (AJCC) TNM Staging for Liver
Tomors6
44
II.10
Penatalaksanaan
Pilihan terapi yang diberikan pada pasien HCC didasarkan pada staging yang
diperoleh dari penilaian pada pasien tersebut. Karena sirosis hati yang
melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan multinodularitas, resektabilitas HCC
sangat rendah. Beberapa terapi yang digunakan dalam penanganan HCC adalah. 1,3
45
1. Reseksi
Tujuan terapi reseksi hepatik yaitu menghilangkan keseluruhan tumor dari
jaringan hepar. Terapi ini dapat dilakukan pada pasien yang mempunyai tumor
kurang 3 cm dan fungsi hepar masih baik, idealnya tanpa adanya sirosis karena
dapat memicu timbulnya gagal hati dan menurunkan angka harapan hidup. Oleh
karena itu diperlukan kriteria seleksi pada pasien dengan sirosis. Parameter yang
dapat digunakan untuk seleksi adalah scor child pugh dan derajat hipertensi portal
atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek dengan
bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya
dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis
ekstrahepatik, HCC difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit
penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien selama menjalani proses
operasi reseksi. 1,3
2. Transplantasi
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan
untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami
disfungsi. Dilaporkan angka harapan hidup 3 tahun mencapai 80%, bahkan
perbaikan seleksi pasien dan terapi preoperatif dengan obat antiviral dapat dicapai
angka harapan hidup 5 tahun sebesar 92%.1,3
3. Ablasi
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan modifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser, dan
crioablation). Injek etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor
kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah.
Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang lebih
tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3
cm, namun tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Guna mencegah
terjadinya rekurensi dari tumor, pemberian asam poliprenoik (polypreoic acid)
selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi secara bermakna.
1,3
4. Terapi paliatif
46
pada
stadium
embolization/chemoembolization)
ini
saja
hanya
yang
TAE/TACE
menunjukkan
(transarterial
penurunan
pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien HCC
yang tidak resektabel. 1,3
Beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel adalah
imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, androgen, okreotid, radiasi
internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan. 1,3
Medika mentosa
a. Sorafenib
Sorafenib merupakan inhibitor tirosin kinase. Sorafenib bekerja dengan cara
membidik sel tumor dan sistem pendarahan tumor. Dalam uji preklinis, Sorafenib
terbukti mampu menghambat dua jenis kinase yakni profilerasi sel dan angiogenesis
(pembentukan pembuluh darah) di mana keduanya berperan besar dalam proses
pertumbuhan kanker. Proses ini penting pula bagi sel normal, sehingga terapi target
dari Sorafenib juga bisa mempengaruhi beberapa sel normal. Sorafenib sudah
menjadi sistem standar untuk terapi kanker hati stadium lanjut. Obat ini adalah satusatunya terapi yang telah menunjukkan adanya peningkatan survival rate bagi para
penderita kanker hati hingga 47 persen.
b. Bevacizumab
Bevacizumab merupakan suatu rekombinan monoklonal antibody yang mengalami
humanised dan berikatan pada vascular endothelial growth factor (VEGF), suatu
protein yang telah diidentifikasi sebagai mediator kunci angiogenesis tumor. Ini
adalah anti-angiogenic yang pertama dan satu-satunya yang terbukti meningkatkan
harapan hidup penderita kanker pada studi fase 3. Dengan menghambat VEGF (
47
48
kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel kanker jadi diracuni dengan obat
yang mematikan. Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar
terjamin mati dan tak berkembang lagi. Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi
kemoterapi intra-arterial dikembangkan.
b. Infus Sitostatika Intra-arterial
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal berasal dari
vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas mendapat nutrisi dan
oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor
maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut
akan mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada
penyumbatan vena porta ini. Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena
porta sampai kecabang besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien
tidak dapat dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau
karena pasien menolak atau karena ketidak mampuan pasien. Sitostatika yang dipakai
adalah mitomycin C 10 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20 Mg dicampur
dengan NaCl (saline) 100 200 cc. Atau dapat juga cisplatin dan 5FU (5
FluoroUracil). Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infus
sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen ballon
catheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah ballon
dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan
ballon mengembang selama 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak
sitostatika dengan tumor.
c. Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak semua tindakan
atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak mampu membiayai
tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan
injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan, aman,efek samping ringan, biaya
murah, dan hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada
49
pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Pemeriksaan histopatologi
setelah tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang lengkap.
d. Terapi Non-bedah Lainnya
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya dilakukan bila
terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi (TAE) ataupun Trans Arterial
Chemoembolisation ataupun Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan
lagi. Di antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA), Proton
Beam Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy(3DCRT), Cryosurgery
yang ke semuanya ini bersifat palliatif bukan kuratif keseluruhannya.
50
51
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadiasubrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006.
2. Parikh S, Hyman D. Hepatocellular cancer: a guide for the internist. AJM. 2007.
[ cited 2012 August 3
3. Budihusodo U. Karsinoma hati dalam buku ajar ilmu penyakit dalam. Aru W,
Bambang S, Idrus A, Marcellus S, Siti S editor. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2007: 455-9
4. Price SA, Lorraine MW. Hepatocellular carcinoma. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit.Vol. 1. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2009 : 493-501.
5. Axelrod DA. Hepatocellular carcinoma. Emedicine. 2012. [ cited 2012 August 3].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/197319
6. Schafer DF, Sorrel MF. Hepatocellular carcinoma. Lancet. 1999
7. Smith CS, Paauw. Hepatocellular carcinoma identifying and screening populations
at increased risk. Postgrad. Med. 1993.
8. El-serag HB, Marero JA, Rudolph J, Reddy KR. Diagnosis and treatment of
hepatocellular carcinoma. Gastroenterology. 2008; 134: 1752-1763.
9. Davila JA, et.al. use of surveilence for hepatocellular carcinoma among patients
with cirrhosis in the United States. Hepatology. 2010; 52 (1). 132-141
10. Blum HE. Hepatocellular carcinoma. Theraphy and prevention. World J.
gastroenterol. 2005; 11 (47): 7391-7400
11. Hamid NA. Update to risk factors for hepatocellular carcinoma. Int J. Med. Med.
Sci. 2009; 1 (3): 038-043Blum HE. Hepatocellular carcinoma. Theraphy and
prevention. World J. gastroenterol. 2005; 11 (47): 7391-7400
12. Starley BQ, Calcagno CJ, Harrison SA. Nonalcoholic fatty liver disease and
hepatocellular carcinoma: a weight connection. Hepatology. 2010. [ cited 2012
August3].Availablefrom: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/hep.23594/pdf
52
13. Rasyid A. pentingnya peranan radiologi dalam deteksi dini dan pengobatan kanker
hati primer. USU press.2006
14. Soresi M, Maglirisi C, Campgna P. alphafetoprotein in diagnosis of hepatocellular
carcinoma. Anticancer Research. 2003.
15. Richard LB, Mark S, Peterson. Screening the cirrhotic liver for hepatocellular
carcinoma with CT and MRI imaging opportunities and pitfalls RSNA. 2001
16. Ryder SD. Guidelines for the diagnosis and treatment of hepatocellular carcinoma
(HCC) in adults. 2003.
17. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 60th ed. Sugiharto L,Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jajarta: EGC. 2006
18. Putz R., Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi . 22nd ed. Suvono J.Sugiharto L.
Novrianti A. Liena, Penerjemah. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Edisi 22.
Jakarta: EGC, 2007
53