Professional Documents
Culture Documents
NIM
: 13713054
Kelompok
:2
Anggota (NIM)
Tanggal Praktikum
: 20 Oktober 2015
: 26 Oktober 2015
: Rieza (13711005)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu metode pemrosesan logam yang banyak dilakukan di industri
manufaktur adalah pengerolan logam. Pembuatan baja modern dan produksi
logam ferro, nonferro, maupun paduan secara umum melibatkan kombinasi
pengecoran kontinu dengan proses rolling (Kalpakjian,2009). Tujuan utama
proses pengerolan logam adalah untuk mereduksi ketebalan logam yang akan di
rol. Proses ini dapat dilakukan pada logam temperatur panas (hot rolling) maupun
temperatur dingin (cold rolling), tergantung dari aplikasinya.
Pemrosesan awal logam dari bentuk ingot menjadi bloom dan billet biasanya
dengan proses hot rolling. Bloom dan billet ini jika di hot rolling lebih lanjut lagi
akan menghasilkan pelat, rel, pipa dan lainnya. Selain hot rolling, cold rolling
juga menjadi proses yang tak kalah penting dalam industry. Produk-produk cold
rolling antara lain pelat lembaran dan foil dengan permukaan akhir yang halus
dan menaikkan kekuatan mekanik dengan dimensi yang tidak banyak berubah.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Menentukan daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan perhitungan dan
pengukuran
2. Menentukan besarnya kekerasan pelat tembaga setelah melalui proses
pengerolan
BAB II
TEORI DASAR
Pengerolan merupakan proses mendeformasi plastis logam dengan gaya
kompresi antara 2 rol yang berputar konstan. Gaya ini akan mereduksi ketebalan
logam dan mempengaruhi struktur butirnya. Reduksi ketebalan ini dapat diukur
dengan melihat perbedaan ketebalan sebelum dan sesudah reduksi. Selama operasi
pengerolan logam, bentuk geometri benda kerja berubah tapi volumenya tetap sama.
Berdasarkan temperatur kerjanya, proses pengerolan logam dibagi menjadi hot
rolling dan cold rolling. Hot rolling merupakan proses pengerolan logam dimana
benda kerja sebelum dirol dipanaskan sampai diatas temperatur rekristalisasinya.
Pemanasan diatas temperatur rekristalisasinya ini akan memberikan reduksi ketebalan
yang besar dan tidak terjadi fenomena strain hardening. Selain itu, hot rolling dapat
menimbulkan toleransi dimensi yang besar dan permukaan benda kerja menjadi
kasar.
Cold rolling merupakan proses pengerolan logam pada temperatur dibawah
temperatur rekristalisasinya. Proses cold rolling ini akan memberikan produk hasil
pengerolan memiliki toleransi dimensi yang sempit dan permukaan benda kerja
menjadi halus. Namun, cold rolling ini dapat menimbulkan fenomena strain
hardening dan jika diberi gaya yang sama dengan hot rolling reduksinya akan lebih
kecil. Dalam proses cold rolling ini, ada beberapa asumsi yang digunakan yakni :
1.
Permukaan kontak rol dengan logam berbentuk circular. Tidak ada deformasi
elastis roll
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pada proses pengerolan logam terdapat dua gaya yang bekerja, yaitu gaya
radial (Pr) dan gaya tangensial (F). Arah gaya radial keluar bidang lingkaran pada roll
sedangkan arah gaya tangensial tegak lurus terhadap gaya radial. Gaya- gaya yang
terjadi pada proses pengerolan dapat dijelaskan berikut ini :
Keterangan:
ho: tebal awal spesimen
hf: tebal akhir spesimen
Pr: gaya radial
F: gaya gesek tangensial
Lp: panjang kontak spesimen dan rol
vo: kecepatan awal spesimen
N: Titik Netral
vf: kecepatan akhirl spesimen
Gambar 2.1 Gaya selama pengerolan
R: jari-jari rol
: sudut kontak
Titik netral merupakan titik dimana kecepatan rol sama dengan kecepatan
pelat. Antara bidang masuk dan titik netral, kecepatan benda lebih rendah daripada
kecepatan rol sehingga gaya gesek tangensial searah pengerolan. Sedangkan antara
titik netral dan bidang keluar, kecepatan benda lebih besar daripada keccepatan rol
sehingga gaya gesek tangensial berlawanan arah pengerolan.
Besarnya gaya pengerolan dapat dihitung melalui persamaan :
P=p.b. Lp.
dengan :
Lp =
Dimana :
p=
Karena
dalam
, Q = .
kondisi
P=
plane
maka
gaya
pengerolan,
(kW)
diameter rol
semakin besar diameter rol, semakin besar pula area kontak dan length of
contact (Lp) sehingga semakin besar pula gaya pengerolannya karena gaya
pengerolan sebanding dengan length of contact
2.
3.
F cos Pr sin
Pr cos Pr sin
tan
umumnya nilai pada cold rolling berkisar antara 0.05-1 dan hot rolling >0.2.
4.
ada tidaknya front tension dan back tension pada pelat yag dirol.
Front tension merupakan tegangan yang dihasilkan dari bidang masuk ke arah
titik netral yang menghasilkan gaya tekan terhadap pelat sehingga
menyebabkan kecepatan benda lebih tinggi dari rol dan titik netral bergeser ke
belakang. Sedangkan back tension merupakan tegangan tarik ke belakang dari
titik netral ke arah bidang keluar (exit plane) sehingga menyebabkan
kecepatan benda lebih rendah dari rol dan titik netral bergeser ke depan.
Kedua tegangan tersebut dapat mereduksi gaya pada proses pengerolan.
Secara garis besar, cacat pada proses pengerolan antara lain roll flattening dan
roll bending. Rol flattening merupakan cacat berupa rol lebih datar akibat kekerasan
benda kerja lebih besar dari rol. Sedangkan roll bending merupakan fenomena cacat
benda kerja yang menjadi bengkok karena gaya tarik di tepi benda kerja lebih besar
daripada bagian tengah.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Menyiapkan
mesin
roll
menentukan reduksi 25%
dan
Mengulangi
percobaan
seperti
langkah sebelumnya menggunakan
pelat sisa dengan proses reduksi
berikutnya (50%, 75%)
BAB IV
DATA PENGAMATAN
4.1 Pengujian tarik
Data uji tarik :
panjang : 97.59 mm
yield strength
: 242.7966 MPa
lebar
: 12.81 mm
luas
: 64.05 mm2
% elongasi
: 7.14
Dari data uji tarik diatas dapat diplot kurva engineering stress-strain. Untuk
mengkonversi agar menjadi true stress-strain, maka data pada engineering stressstrain diubah dengan :
Engineering Stress-Strain
Stress (MPa)
300
200
100
0
0
0.02
0.04
0.06
Strain
0.08
0.1
0.12
0
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
True Strain
2.44
2.435
y = 0.043x + 2.4871
2.43
2.425
2.42
-1.6
-1.5
-1.4
-1.3
-1.2
-1.1
-1
= 22,83 mm
Lebar akhir
= 24,08 mm
Tebal awal
= 10,09 mm
Kekerasan
Diameter Roll = 80 mm
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
daya pengukuran
20.00
daya perhitungan
0.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
HRA
26
35
39.4
41.5
34.5
39.1
41.1
34.6
38.9
41.8
kekerasa
50
40
30
20
10
0
0
20
40
60
reduk
80
HRA mean
26
34.7
39.13
41.47
BAB IV
ANALISIS DATA
Praktikum proses pengerolan ini dilakukan dengan menggunakan specimen
pelat tembaga. Data yang diperoleh pada pengujian ini adalah tebal pelat sebelum dan
sesudah dirol, voltase, dan harga kekerasan di masing- masing tahap reduksi
pengerolan. Selain itu juga diperoleh kurva uji tarik yang sudah dilakukan pada pelat
tembaga sebelumnya.
Dari data uji tarik tersebut diperoleh yield strength sebesar 242.7966 MPa.
Nilai ini menjadi batasan dalam menentukan daerah plastis pada kurva uji tarik pelat
tersebut. Dari pengolahan data pada daerah plastis, diperoleh harga K dan n yaitu
sebesar 306.973 MPa dan 0.043. Penentuan nilai K dan n ini diambil dari data
logaritma true stress-strain di daerah plastis selama masih uniform elongation. Nilai
ini berbeda dengan data literature dimana besarnya K dan n adalah 320 MPa dan 0,54
untuk tembaga yang telah mengalami proses annealing. Perbedaan nilai K dan n ini
mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti ketidaktelitian selama percobaan
maupun kesalahan pada interpretasi data dan perhitungan. Dalam percobaan ini data
uji tarik tidak diambil secara langsung oleh praktikan melainkan data yang sudah
diuji oleh teknisi sehingga praktikan tidak tahu apakah pelat tersebut telah mengalami
perlakuan sebelumnya atau tidak, dengan kata lain praktikan tidak mengetahui sejarah
pelat tersebut. Selain itu, perbedaan hasil K dan n ini juga dapat berasal dari
pengolahan data baik dalam hal pembulatan maupun ketidakpastian data.
Pada percobaan ini juga diperoleh perbandingan kurva daya pengerolan
berdasarkan pengukuran maupun perhitungan terhadap hm. Dari kurva tersebut
terlihat bahwa pola garis pada kurva hampir sama namun besarnya berbeda jauh.
Adanya perbedaan daya pengerolan ini disebabkan oleh beberapa factor, antara lain
perbedaan nilai K dan n, cacat selama pengerolan (roll bending), dan lebar pelat
bertambah. Pada daya perhitungan, data K dan n yang dipakai berasal dari
oleh posisi pelat saat masuk ke mesin roll tidak tegak lurus terhadap mesin roll. Oleh
karena itu sebelum pelat masuk mesin roll seharusnya ujung pelat yang belum masuk
mesin roll ditekan ke papan base untuk memastikan pelat tetap datar dan tegak lurus
mesin roll. Sedangkan pelebaran kesamping pelat hasil rolling disebabkan oleh
pembebanan yang dilakukan melebihi tegangan ultimatenya sehingga menyebabkan
terjadinya aliran material dan pelat mengalami deformasi terlokalisasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Daya pengerolan pelat tembaga berdasarkan perhitungan dan pengukuran
DAFTAR PUSTAKA
1. DeGarmos. Materials and Processes in Manufacturing 10th edition. John Wiley
& Sons, Inc. 2008.
2. Dieter, G.E. Mechanical Metallurgy SI Metric Edition. McGraw Hill Book Co.
1988.
3. Kalpakjian,S & Schmid, S. Manufacturing Engineering and Technology 6 th
edition. Pearson. 2009.
4. Groover,M.P. Fundamental of Modern Manufacturing 4 th edition. John Wiley &
Sons, Inc. 2010.
RANGKUMAN
Ada 2 jenis proses pengerolan pelat, yaitu hot rolling dan cold rolling. Hot
rolling merupakan proses pengerolan logam dimana benda kerja sebelum dirol
dipanaskan sampai diatas temperatur rekristalisasinya. Pemanasan diatas temperatur
rekristalisasinya ini akan memberikan reduksi ketebalan yang besar dan tidak terjadi
fenomena strain hardening. Selain itu, hot rolling dapat menimbulkan toleransi
dimensi yang besar dan permukaan benda kerja menjadi kasar karena adanya oksida
yang menempel di permukaan. Pada hot rolling, butir yang semula berbentuk
equiaksial setelah di rolling bentuknya akan tetap equiaksial karena temperatur
kerjanya masih diatas temperatur rekristalisasi.
Cold rolling merupakan proses pengerolan logam pada temperatur dibawah
temperatur rekristalisasinya. Proses cold rolling ini akan memberikan produk hasil
pengerolan memiliki toleransi dimensi yang sempit dan permukaan benda kerja
menjadi halus. Namun, cold rolling ini dapat menimbulkan fenomena strain
hardening dan jika diberi gaya yang sama dengan hot rolling reduksinya akan lebih
kecil. Pada cold rolling, butir yang semula berbentuk equiaksial setelah di rolling
bentuknya menjadi elongated karena temperatur kerjanya dibawah temperatur
rekristalisasi. Dalam proses cold rolling ini, ada beberapa asumsi yang digunakan
yakni :
1. Permukaan kontak rol dengan logam berbentuk circular. Tidak ada deformasi
elastis roll
2. Koefisian gesek konstan sepanjang titik pada bidang kontak.
3. Tidak adanya lateral spread (penyebaran lateral) sehingga rolling bisa
dianggap plane strain.
4. Bidang vertikal tidak mengalami perubahan
5. Kecepatan rol konstan
Gaya-gaya yang terjadi pada proses pengerolan dapat dijelaskan berikut ini :
Keterangan:
ho: tebal awal spesimen
hf: tebal akhir spesimen
Pr: gaya radial
F: gaya gesek tangensial
Lp: panjang kontak spesimen dan rol
vo: kecepatan awal spesimen
N: Titik Netral
vf: kecepatan akhirl spesimen
R: jari-jari rol
: sudut kontak
Dalam pengerolan logam, terdapat beberapa parameter yang memengaruhi
proses tersebut, antara lain
1. diameter rol
semakin besar diameter rol, semakin besar pula area kontak dan length of contact
(Lp) sehingga semakin besar pula gaya pengerolannya karena gaya pengerolan
sebanding dengan length of contact
2. tegangan alir material
LAMPIRAN
Tugas Setelah Praktikum 1
1. Pada cold rolling ini, deformasi yang diukur adalah deformasi plastis, sedangkan
gaya yang terukur menunjukan gaya pengerolan yang dibutuhkan untuk deformasi
total. Jelaskan mengapa demikian dan dengan kurva terhadap buatlah
hubungan antara f dan i lalu berikan analisa
2. Buatlah kurva antara daya (baik perhitungan maupun pengukuran) terhadap tahap
reduksi. Analisislah hasilnya dan kaitkan dengan pengertian steady state pada
proses cold rolling
3. Gambarkan kurva kekerasan mikro terhadap regangan. Diskusika n hasilnya.
4. Dari perhitungan dan pengukuran terhadap gaya dan daya, apabila terjadi
perbedaan diantara keduanya, tunjukan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
dan berikan saran saudara
5. Tunjukan dan jelaskan perbedaan struktur mikro dan sifat mekanik antara plat asal,
plat yang telah mengalami cold rolling dan plat yang telah mengalami proses
annealing.
Jawab :
1. Dalam cold rolling, deformasi elastis tidak perlu diukur karena pengukuran akan
berfokus pada perubahan ketebalan pelat yang merupakan deformasi plastis selain
untuk mencari nilai K dan n.
305.00
Gaya
295.00
yang
pengerolan
diperlukan
juga
pada
mengandung
sehingga
gaya
285.00
ef
275.00
ei
265.00
yang
255.00
0.00
0.50
1.00
1.50
100
disamping
merupakan
80
60
perhitungan
40
pengukuran
20
0
0
disamping
merupakan
50
100
kurva
45
40
35
30
25
0.2
0.4
0.6
0.8
4. Adanya perbedaan daya pengerolan ini disebabkan oleh beberapa factor, antara
lain perbedaan nilai K dan n, cacat selama pengerolan (roll bending), dan lebar
pelat bertambah. Saran saya pembebanan tidak terlalu besar karena spesimennya
bersifat lunak. Selain itu dipastikan pelat sebelum masuk mesin roll tegak lurus
terhadap mesin roll.
5. Plat asal butirnya cenderung quiaksial, setelah mengalami cold rolling butirnya
menjadi elongated, dan setelah diannealing akan tumbuh butir baru yang
equiaksial.
sampai temperatur
tertentu
di bawah
temperatur
rekristalisasinya.
- Terjadi peristiwa difusi atau pergerakan atom dalam keadaan padat
- Terjadi penataan ulang atau rekonfigurasi dislokasi
- Terjadi pembebasan lattice strain energy
- Hasil recovery adalah pelunakan logam
Rekristalisasi merupakan fase kedua dari proses annealing yang memiliki
karakteristik sebagai berikut :
- Terjadi
ketika
proses
pemanasan
logam
telah
mencapai
temperatur
rekristalisasinya
- Inti butir baru dengan regangan bebas mulai terbentuk
- Inti dari butir baru tersebut terus tumbuh dan berkembang
- Terbentuk butir Kristal yang berbentuk bulat (equiaxial) dengan densitas
dislokasi yang dihasilkan rendah
- Restorasi sifat mekanik dari logam
- Kekerasan berkurang, tensile strength berkurang, dan keuletan meningkat
Grain growth merupakan fase akhir dari proses annealing yang memiliki tahapan
sebagai berikut :
- Pertumbuhan butir baru akan berlanjut pada temperatur tinggi di atas temperatur
rekristalisasi
- Terjadi migrasi dari batas butir
- Terjadi fenomena grain cannibalism dimana butir Kristal yang besar akan
mengekspansi butir Kristal yang kecil
- Terjadi proses reduksi area batas
butir