Professional Documents
Culture Documents
PEMBIMBING:
dr. Elhamida Gusti Sp. PD
DISUSUN OLEH:
Tarash Burhanuddin
030.10.265
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi
klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan ( mild undifferentiated febrile
illness ), demam dengue, demam berdarah dengue ( DBD ), demam berdarah dengue
disertai syok ( dengue shock syndrome = DSS ), dan DIC (Disseminated
Intravascular Coagulation). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini
memperlihatkan sebuah fenomena gunung es, DBD, DSS, dan DIC sebagai kasus
yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang kelihatan diatas
permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan ( silent dengue infection dan demam
dengue ) merupakan dasarnya. 1
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit. Sejak pertama
kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam
jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi KLB
setiap tahun.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun. Departemen kesehatan telah
mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. pada awalnya strategi
yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan, kemudian
strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke tempat
penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode tersebut sampai
sekarang belum memeperlihatkan hasil yang memuaskan. Titik berat upaya
pemberantasan vektor demam berdarah oleh masyarakat dengan melaksanakan
pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). 2,3
Pertolongan yang cepat dan tepat sangat membantu penyelamatan hidup pada
kasus kegawatan demam berdarah dengue. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,
dengue shock syndrome (DSS), disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular
yang pada akhirnya mengakibatkan turunnya perfusi organ. Sedangkan Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC) adalah sindrom klinik yang disebabkan oleh
deposisi fibrin sistemik dan pada saat yang sama terjadi perdarahan. Keadaan ini
mengakibatkan penggunaan berlebihan faktor pembekuan darah dan trombosit
sehingga menimbulkan defisiensi faktor pembekuan dan trombositopenia serta
fibrinolisis sekunder yang menghasilkan FDP (fibrin/fibrinogen degradation product)
yang bekerja sebagai antikoagulan. Pemberian cairan resusitasi yang tepat dan
adekuat pada fase awal syok merupakan dasar utama pengobatan DSS. (4)
Prognosis kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan yang
tepat segera dan pemantauan ketat syok. Oleh karena itu peran dokter sangat
membantu untuk menurunkan angka kematian. (2)
BAB II
DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
2.1 Epidemiologi
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain
Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi
diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit
dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang
memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat. 7 Jumlah
kasus DBD tidak pernah menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan
cenderung terus meningkat8 dan banyak menimbulkan kematian pada anak9 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun. 10 Di Indonesia, setiap tahunnya selalu
terjadi KLB di beberapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan
jumlah penderita 79.480 orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. 11 Pada
tahun-tahun beri- kutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara
bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak
137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta
kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan kematian 1.384 orang atau CFR
0,89%.12 Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni
tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus
meninggal sebanyak 871 penderita.13
2.2 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan
perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal
di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
Virus
Virus dengue (DEN) adalah small single-stranded RNA virus yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri atas asam ribonukleast rantai tunggal dengan berat molekul
4x106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempat
serotipe tersebut dapat ditemukan di Indonesia namun yang paling banyak adalah
DEN-3.
Host
Inkubasi virus dengue terjadi dalam 4-10 hari. Setelah masa inkubasi tersebut
infeksi oleh virus dengue dapat menyebabkan spektrum penyakit yang luas, walaupun
sebagian besar infeksi asimptomatik atau subklinis.
Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
yangmenghisap darah manusia. Selama fase akut virus dapat ditemukan dalamdarah.
Respon imun humoral dan selular berkontribusi dalam melawanvirus ini dengan
membentuk antibodi netralisasi dan mengaktifkan limfositCD4+ dan CD8+.
Pada umumnya ditemukan sindrom trias, yaitu demam tinggi, nyeri anggota
badan,dan timbul ruam (rash). Ruam biasanya timbul 6-12 jam sebelum suhu naik
pertama kali, yaitu pada hari ke 3 sampai hari ke 5 dan biasanya berlangsung selama
3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam mulamula tampak di dada, tubuh serta abdomen, lalu menyebar ke anggota gerak dan
muka.
Gejala klinis lainyang sering didapat ialah fotofobi, banyak keringat, suara
serak, batuk, epitaksis, dan disuri. Kelainan darah tepi pada penderita dengueialah
leukopeni. Neutrofili relatif dan limfopeni pada masa penyakit menular yang disusul
oleh neutropeni relatif dan limfositosis pada periode memuncaknya penyakit dan
pada masa konvalesen. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan
padapuncak penyakit. Hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam,
sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dan terdapat
trombositopeni. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.
darah vena. Petekiae halus yang tersebar merata di anggota gerak, wajah dan aksila
seringkali ditemukan pada masa dini demam. Perdarahan dapat terjadi di detiap organ
tubuh. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang dijumpai, sedangkan perdarahan
saluran pencernaan hebat lebih sering lagi dan biasanya timbul setelah syok tidak
dapat diatasi.
Uji torniket sebagai manifestasi perdarahan kulit paling ringan dapat dinilai
sebagai uji presumtif karena tes itu positif pada hari pertama demam. Di daerah
endemis DBD, uji torniket merupakan pemeriksaan penunjang presumtif bagi
diagnosis DBD apabila dilakukan pada yang menderita demam lebih dari 2 hari tanpa
sebab yang jelas. Uji dinyatakan positif bila pada satu inchi persegi didapatkan lebih
dari 20 petekiae.
Pada penderita DBD, uji torniket umumnya memberikan hasil positif.
Pemeriksaan itu dapat memberikan hasil positif atau negatif lemah selama masa syok
berat. Bila pemeriksaan diulangi setelah syok ditanggulangi, pada umunya akan
didaptkan hasil positi, bahkan positif kuat.
Hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan penyakit dan
pembesaran hati ini tidak sejajar dengan berat penyakit. Nyeri tekan seringkali
ditemukan tanpa disertai ikterus.
Pada sepertiga penderita DBD setelah demam berlangsung beberapa hari,
keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Hal itu biasanya terjadi pada saat atau
setelah demam menurun,yaitu antara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Pada penderita
ditemukan kegagalan peredaran darah yaitu kulit terasa lembab dan dingin, sianosis
disekitar mulut, nadi menjadi lebih cepat dan lemah dan akhirnya terjadi penurunan
tekanan darah.
Fase demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik
turun tidak berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai
40oC dan dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang
merah, eritema, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa
pasien pun bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva.
Anoreksia, mual, dan muntah sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan
demam karena infeksi dengua dengan demam non dengue pada fase awal
seperti ini, tetapi dengan positifnya uji torniket meningkatkan
kemungkinan demam dengue.
10
2.
plasma
akan membaik
keadaannya,
sedangkan yang
Fase resolusi
11
bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan
umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil.
Semua nilai lab kembali normal secara perlahan.
Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun
tidak berpengaruh dengan antipirektik. Suhu tubuh bisa mencapai 40oC
dan dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka yang merah,
eritema, myalgia, arthralgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasien pun
bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia,
mual, dan muntah sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan demam
karena infeksi dengua dengan demam non dengue pada fase awal seperti
ini, tetapi dengan positifnya uji torniket meningkatkan kemungkinan
demam dengue. (17)
Tanda-tanda perdarahan
Ptekie, purpura, ekimosis, perdarahan konjungtiva. Ptekie merupakan
tanda perdarahan yang paling sering ditemukan. Ptekie muncul pada hari
pertama tetapi dapat juga pada hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain
seperti epistaksis, perdarahan gusi, melena dan hematemesis. Kadang
terdapat juga hematuria.
Hepatomegali
Umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit. Pembesaran hepar
bervariasi dari yg hanya teraba sampai 2-4cm di bawah arkus kosta.
Nyeri sendi
Pada demam berdarah dengue terdapat gejala pada nyeri pada tulang
disebabkan replikasi virus dan dekstruksi seluler pada sumsum tulang.18 Pada
kira-kira sepertiga kasus, setelah demam berlangsung beberapa hari, keadaan
umum pasien tiba-tiba memburuk. Hal ini terjadi pada saat atau setelah
demam menurun, yaitu diantara hari sakit ke 3-7.
12
13
secara
hematokrit
berkala.
20%
Hemokonsentrasi
atau
lebih
dengan
mencerminkan
14
Meskipun
begitu,
terdapat
hal-hal
yang
perlu
15
16
5. NS1-Ag tes
tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari
pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen
NS1.
Keuntungan
mendeteksi
antigen
NS1
yaitu
untuk
17
deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan
dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat
mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai
demam hari ke-9 dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%,
DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-4 : 93,35%.
18
BAB III
DENGUE SHOCK SYNDROME
3.1 Definisi
Dengue shock syndrome (DSS) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria
DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. DSS adalah
kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus
dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal.(5,6)
3.2 Patofisiologi
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial.
Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. 14,15,16
Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous
infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas
melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik).14,15,16
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit
dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
19
20
21
22
Sebab lain kematian penderita DSS ialah perdarahan hebat saluran pencernaan
yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi adekuat.
Terjadinya perdarahan ini disebabkan oleh :
a.
b.
c.
d.
Pembekuan
intravaskuler
yang
meluas
(Disseminated
Intravascular
Coagulation DIC). 6
3.3 Dengue Shock Syndrome
Pada penderita DBD yang disertai syok, setelah demam berlangsung beberapa
hari keadaan umum penderita tiba-tiba memburuk. Pada sebagian besar penderita
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah yaitu kulit terasa lembab dan dingin,
sianosis sekitar mulut, nadi menjadi cepat dan lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba.
Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik menurun
sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat
masuk dalam fase kritis syok. Penderita seingkali mengeluh nyeri di daerah perut
sesaat sebelum syok timbul. Nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan
gastrointestinal dan nyeridi daerah retrostrenal tanpa sebab yang dapat dibuktikkan
memberikkan petunjuk terjadinya perdarahan gastrointestinal yang hebat. Syok yang
terjadi selama periode demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
23
Syok
terjadinya hipovolemi dan syok. Hal ini terjadi dimana suhu tubuh mulai
menurun hingga normal, yaitu rata-rata pada hari ke 3-7. Pada tahap awal
syok, mekanisme kompensasi yang mempertahankan tekanan darah normal
sistolik juga menyebabkan takikardi dan vasokontriksi perifer dengan
penurunan perfusi pada kulit menyababkan akral menjadi dingin dan
lambatnya cappilary reffill.
24
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri
renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu
12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai.
Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri
abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita sindrom syok dengue.
Gejala ini patut diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan
gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai
prognosis buruk.
3.4 Diagnosis
(14,15)
pemberian cairan
Terdapat efusi pleura, asites dan hipoproteinemia
Laboratorium
25
enzym-linked
immunosorbent
assay
(ELISA),
antibodi
3.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dibedakan berdasarkan proses yang mendasari yaitu
kebocoran plasma. Pedoman tatalaksana DD dan DBD, SSD berbeda dari segi
resusitasi cairan dan indikasi perawatan di RS. Pada dasarnya pengobatan DBD
bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus
DBD dengan komplikasi (SSD) diperlukan perawatan intensif.14,15
Demam Dengue
26
Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan.
Semua pasien harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari
setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan
antara DD dan DBD pada fase demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun,
yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD terdapat tanda awal
kegagalan sirkulasi (syok). 14,15
terapi suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.
Petunjuk dalam memberi pertolongan pertama pada penderita atau tersangka DBD di
Unit Gawat Darurat serta dalam memutuskan indikasi rawat. Tersangka DBD di UGD
dilakukan pemeriksaaan darah lengkap, minimal Hb, Ht dan trombosit. Bila hasil
trombosit normal atau turun sedikit (100.000 150.000) pasien dipulangkan, wajib
kontrol 24 jam berikut atau bila memburuk segera harus kembali ke UGD. Bila hasil
Hb dan Ht normal, trombosit <100.000, pasien dirawat. Bila hasil Hb, Ht meningkat,
trombosit normal atau turun, pasien dirawat. 14
27
Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok, diberi cairan infuse kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per
hari :
1500 + (20 x (BB dalam kg 20)
Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan
trombosit turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12
jam. Bila hasil Hb, Ht meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan
pemberian cairan sesuai Protokol 3.14
28
Gambar 13. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
29
Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis,
perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok.
Pemeriksaan tanda vital, Hb, Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan
30
trombosis dan hemostasis. Heparin diberi bila tanda KID (+). Transfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb <10 g/dl. Trombosit hanya diberi
pad pasien perdarahan spontan masif dengan kadar trombosit <100.000 dengan atau
tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).14
31
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan
darah perifer lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus
dilakukan pengawasan dini terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48
jam. Karena proses patogenesis penyakit masih berlangsung dan cairan kristaloid
hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1 jam pemberian. Diuresis
diusahakan 2 ml/kgBB/jam.14
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi
20-30 ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi,
perhatikan nilai Ht. Bila ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka
pilihan cairan koloid. Bila Ht menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal
bleeding) maka dapat diberikan transfuse darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai
kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30/o
dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1
atau 3:1.14,15
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi
setelah 10-30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan
sebaiknya yang tidak menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan
mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama karena pemberian dalam
jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi
maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada kasus SSD apabila setelah
pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat
diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. 14,15
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, Sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi
32
ganggguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder.
Bila tekanan vena sentral sudah sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi,
maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau
epinephrine). 14,15
Hiponatremia dan asidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan
apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana
pasien menjadi lebih kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma
diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat,
maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak
diperlukan.15
Pemberian
antibiotik
perlu
dipertimbangkan
pada
SSD
mengingat
kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna.
Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila didapatkannya infeksi sekunder di
tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang digunakan hendaknya yang tidak
mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.15
33
34
1. Kristaloid
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)
(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh
larutan yang mengandung dekstran)
2. Koloid
Dekstran 40, Plasma, Albumin
35
terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak boleh
diberikan pada pasien dengan KID.15
Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang
mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar
2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah. 15
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES
450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah
larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10/o HES 200/0,5 menetap dalam
4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 812 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang
dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung
trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin
parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.15
seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk
kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium
untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama
24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD.
Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang
diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta
mencatat jumlahnya.15
36
37
BAB IV
DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION
4.1
Etiologi
DIC dapat diklasifikasikan atas keadaan akut atau kronis. Pada DIC akut,
proses koagulasi normal lokal tidak dapat mengkompensasi dan kelainan pun menjadi
sistemik dan maladaptive. Sedangkan pada DIC kronik,proses yang terjadi sama
dengan DIC akut namun aktivasi dari sistem koagulasi cenderung ringan,
berkepanjangan dan lebih terkontrol. Biasanya respon kompensasi masih mampu
bekerja dengan baik. Risiko perdarahan cenderung lebih rendah, tetapi di sisi lain
meningkatkan kondisi hiperkoagulasi yang dapat menimbulkan thrombosis vena atau
arteri.
Beberapa kondisi penyakit yang sering menyebabkan DIC adalah :
Infeksi
fungal (histoplasma)
parasit (malaria)
Keganasan
Hematologi (AML)
Kebakaran
Reaksi transfusi
Gigitan ular
Penyakit hati
Keganasan
38
Obstetri
Hematologi
: sindrom mieloproliferatif
Vaskular
Cardiovascular
: infark miokard
Inflamasi
4.2
Patofisiologi DIC
39
40
aktivator plasminogen) tidak berfungsi secara optimal, sehingga fibrin akan terus
menumpuk di pembuluh darah. Pada beberapa kasus DIC yang jarang, misalnya DIC
akibat acute myeloid leukemia M-3 (AML) atau beberapa tipe adenokarsinoma (mis.
kanker prostat), akan terjadi hiperfibrinolisis, meskipun trombosis masih ditemukan
di mana-mana serta perdarahan tetap berlangsung. Ketiga patofisiologi tersebut
menyebabkan koagulasi berlebih pada pembuluh darah, trombosit akan menurun
drastis dan terbentuk kompleks trombus akibat endapan fibrin yang dapat
menyebabkan iskemi hingga kegagalan organ, bahkan kematian.
kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang
mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ,
dan perdarahan.
41
Hematuria
Oliguria
Metrorrhagia
Perdarahan uterus
g. Sistem Dermatologi
Petechiae
Jaundice (akibat disfungsi hati atau hemolysis)
Purpura
Bulae hemoragik
Acral sianosis
Nekrosis kulit pada ekstrimitas bawah (purpura fulminans)
Infark lokal / gangrene
Hematom dan mudah terjadinya perdarahan pada tempat luka
Thrombosis
42
Diagnosis DIC
Sistem scoring untuk DIC menggunakan skoring yang dikemukakan pada
Society on
=0
=1
=2
=0
=2
=3
=0
=1
=2
=1
=0
4. Jumlah skor
>5 : Sesuai DIC
43
Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil uji laboratorium dapat dilakukan pemeriksaan untuk menegakkan
diagnosis DIC dengan cara :
1. Pemeriksaan D-dimer.
lisis plasmin dirubah menjadi fibrin dan diaktifkan oleh faktor XIII.
Adanya fragmen ini menunjukkan adanya trombin dan plasmin(fibrinolisis)
Uji Antibodi monoklonal memiliki spesifitas yang paling baik dan paling
4. Fibrinopeptide A.
fibrinopeptide A (FPA).
FPA merupakan hasil pemecahan dari fibrinogen yang menunjukkan aktivitas
dari trombin.
Pada DIC terdapat peningkatan kadar FPA
5. Jumlah trombosit.
44
6. Fibrinogen.
Uji trombin time digunakan untuk mengukur kadar fibrinogen. Fibrinogen
adalah reaktan fase akut dan biasanya meningkat paling awal sebagai akibat dari
penyakit yang mendasari.
7. Prothrombin time.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menambahkan suatu bahan yang berasal dari
jaringan (biasanya dari otak, plasenta dan paru-paru) pada plasma sitrat dan dengan
memberikan kelebihan Ca2+, kemudian diukur waktu terbentuknya bekuan.
Pemanjangan Masa Protrombin berhubungan dengan defisiensi faktor-faktor
koagulasi jalur ekstrinsik seperti faktor VII, faktor X, faktor V, protrombindan
fibrinogen, kombinasi dari faktor-faktor ini, atau oleh karena adanya suatu inhibitor.
Uji prothrombin time (PT) untuk menguji faktor ekstrinsik dan jalur umum
(common pathways).
PT dapat normal, memanjang dan memendek pada DIC.
Secara umum bukan merupakan uji yang dapat dipercaya untuk D1C oleh
karena 50-75% penderita dapat memanjang.
45
Bukan merupakan uji yang dapat dipercaya untuk diagnosis DIC, oleh karena
50-60% penderita dapat memanjang
9. Thrombin time.
Pemeriksaan
ini
dilakukan
dengan
menambahkan
trombin
eksogen
pada plasma sitrat, lalu dilakukan waktu terjadinya bekuan. Defesiensi atau
abnormalitas fibrinogen dan adanya heparin atau fibrinogen degradation product
( FDP) adalah yang paling sering menyebabkan perpanjangan TT.
plasma.
Seharusnya positif pada penderita DIC
Penatalaksanaan DIC
Pengelolaan yang benar pada penderita DIC masih kontroversial dan belum
46
2. Umum :
47
BAB III
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling
banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh
dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian
berkisar 24.000. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh tanda renjatan atau syok dapat berakibat fatal.
Kegawat daruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu masalah kesehatan global.
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut
sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Pengobatan DSS dan DIC bersifat suportif. Resusitasi cairan merupakan
terapi terpenting. Tatalaksana berdasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa
perembesan
plasma
plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok.
Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan
keberhasilan
pengobatan.
Penegakkan
diagnosis
DBD
secara
dini
kunci
dan
pengobatan yang tepat dan cepat akan menurunkan angka kematian DBD.20
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumarno S., Herry G., Sri Rezeki H.H. 2002. Buku Ajar Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropik. Edisi I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Halaman
176-208.
2. Sri Rezeki H.H., Hindra Irawan. 2000. Demam Berdarah Dengue. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI. Halaman 16-17, 30-31, 55-62, 73-79, 136-140.
3. Demam
berdarah.
Available
at:
http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1.htm. Cited
on Februay 1, 2016
4. Dengue Buletin. Availbable at: http://w3.whosea.org/linkfiles/dengue-bulletinvolume-25-chg.pdf. Cited on February 1, 2016
5. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue.
BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter
Spesialis PenyakitDalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Jakarta. 2006
6. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue
di Sarana Pelayanan
49
Indonesia.
Available
at
50
19. Tim Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Draft Panduan Pelayanan Medis
Departemen Ilmu
Kesehatan Anak RSCM. Jakarta: Balai Penerbit RSCM. 2007.
20. Renny N.M, Utama S, Parwati T. Kelainan Hematologi pada Demam
Berdarah Dengue. J Peny Dalam 2009;10(3): 222
51