Professional Documents
Culture Documents
MODIFIKASI POLIMER
4.1
Pendahuluan
Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer
sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik. Sebagai contoh adalah
polimer polietilen yang biasa dikenal sebagai salah satu termoplastik dan sering
digunakan untuk bahan pembungkus, ternyata dapat dimodifikasi sehingga dapat dipakai
sebagai bahan isolasi kabel yang tahan terhadap panas (Jarowenko, 1977).
Banyak monomer yang diubah menjadi homopolimer yang sesuai. Namun, untuk
memenuhi kebutuhan dari jenis polimer yang baru maka dilakukanlah modifikasi polimer
yang sudah ada. Polimer yang akan digunakan harus berfungsi dengan baik dalam
aplikasi tertentu. Kinerja dari polimer ditentukan terutama oleh komposisi dan struktur
molekul polimer. Selain itu juga sifat kimia, fisik, dan karakteristik lain dari bahan
polimer. Oleh karena itu modifikasi komposisi unit struktural merupakan salah satu
pendekatan utama untuk melakukan modifikasi polimer. Selain sifat kimia dan komposisi
unit struktural yang merupakan bagian utama polimer, arsitektur molekul juga
berkontribusi terhadap sifat utama dari produk polimer. Dengan demikian modifikasi
polimer dapat dicapai dengan menggunakan satu atau lebih dari teknik berikut:
a. Kopolimerisasi lebih dari satu monomer
b. Pengendalian arsitektur molekul
c. Reaksi paska polimerisasi dengan melibatkan gugus reaktif atau fungsi yang
dimasukkan dengan bebas ke rantai utama polimer atau gugus samping.
Teknik modifikasi di atas terkait dengan kontrol bahan kimia, komposisi, dan sifat
struktural dari polimer, yang mempengaruhi terutama selama proses polimerisasi.
Namun, beberapa polimer yang digunakan dalam teknologi adalah polimer dalam bentuk
kimia murni. Hampir semua bahan polimer komersial yang tersedia adalah kombinasi
dari satu atau lebih sistem polimer dengan penambahan berbagai bahan aditif, dengan
pertimbangan karena faktor biaya, untuk menghasilkan sifat yang optimal perlu aplikasi
khusus (Jarowenko, 1977).
4.2
KOPOLIMERISASI
sifat yang tidak kristalin. Struktur dari kopolimerini dapat dilihat pada Gambar 4.1. SBR
komersial diproduksi oleh kopolimerisasi emulsi atau larutan butadiena dan stirena.
Kopolimerisasi emulsi dapat dibuat melalui proses dingin (41F) atau proses panas
(122F). Kopolimer dari proses panas dan dingin memiliki perbedaan utama dalam berat
molekul, distribusi berat molekul, dan mikro, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Proses kopolimerisasi untuk produksi SBR melibatkan penggunaan katalis alkilitium.
SBR umumnya memiliki berat molekul yang lebih tinggi, distribusi berat molekul yang
kecil, dan memiliki cis-diene yang lebih banyak daripada emulsi SBR (Ebewele, 2000).
Struktur Mikro
1,4 (cis)
1,4 (trans)
1,2 (vinyl)
Panas
Dingin
150-400.000
250-450.000
30-100.000
280.000
500.000
110-260.000
15
58
27
18
69
23
pendinginan dan lelehan sehingga produk menjadi bentuk karet yang seperti padatan.
Kepingan produk ini dapat di daur ulang (Kalal, 1987).
Kopolimer blok stirena-butadiena tergolong ke dalam elastomer termoplastik jenis
A-B-A. Plastik stirena dan blok disebut sebagai domain, berfungsi sebagai pengunci
cross-link pada karet. Secara komersial, karet termoplastik SBS memiliki proporsi yang
lebih kecil dengan rasio stirena-butadiena (endblock to midblock) di kisaran 15:85 sampai
40:60 berat. Kisaran suhu dari kopolimer SBS ini terletak di antara Tg dari polibutadiena
dan polistrirena. Dalam penggunaan suhu normal, kopolimer blok SBS akan
mempertahankan thermoplasticity dari stirena serta ketangguhan dan ketahanan unit
elastomer (Kalal, 1987)
4.2.2
Kopolimer Etilena
Low-density polyethylene (LDPE) diproduksi di bawah tekanan dan suhu tinggi
dan dapat ditemukan pada aplikasi dalam film dan produk seperti kabel. Sifat fisiknya
ditentukan oleh tiga variabel struktural: densitas, berat molekul, dan berat molekul
distribusi. Seiring dengan peningkatan kepadatan, sifat penghalang, kekerasan, abrasi,
panas, dan ketahanan kimia, kekuatan, dan peningkatan permukaan gloss.
Tabel 4.2. Beberapa Kopolimer Etilen (Ebewele. 2000).
R
O
C O Me
O
C O Et
O
O C O Me
Penurunan
densitas
Kopolimer
Ethylene-methyl acrylate (EMA)
Ethylene-ethyl acrylate (EEA)
Ethylene-vinyl acrylate (EVAc)
akan
meningkatkan
ketangguhan,
fleksibilitas,
dan
4.2.3
Akrilonitril-Butadiena-Stirena (ABS)
ABS adalah termoplastik rekayasa yang dihasilkan oleh kombinasi dari tiga
monomer: akrilonitril, butadiena, dan stirena. Resistensi kimia polimer dan panas serta
stabilitas tergantung pada akrilonitril. Ketangguhan, retensi pada suhu rendah tergantung
pada butadiena. Sementara kekakuan kopolimer penampilan permukaan glossy, dan
kemudahan proses merupakan kontribusi dari stirena. Sifat terpolimer dikendalikan oleh
rasio manipulasi dan distribusi dari tiga komponen tersebut.
Resin ABS terdiri dari dua fase: fase karet yang tersebar dalam matriks gelas secara
terus menerus dari stirena-akrilonitril kopolimer melalui lapisan batas SAN. Fase karet
yang tersebar adalah karet yang dipolimerisasi dari butadiena. Stirena dan akrilonitril
dipolimerisasi menjadi karet sehingga membentuk lapisan batas antara fase terdispersi
karet dan matriks gelas secara terus menerus. Peningkatan berat molekul SAN akan
meningkatkan kekuatan produk dan kemudahan proses, sedangkan konsentrasi, ukuran,
dan distribusi partikel karet mempengaruhi ketangguhan produk dan kekuatan. dengan
luas berbagai sifat telah dikembangkan (Kalal, 1987).
4.2.4
Polimer Kondensasi
Sejumlah besar polimer kondensasi komersial adalah sebagai homopolimer yang
bergantung pada kristalinitas dalam aplikasi seperti pada nilon dan serat pembentuk
poliester,
dan
sebagian
besar
seperti
bahan
thermosetting
(fenolat
dan
CH2 CH2
CH2O
CH2O
CH2O
CH2CH2O
Proses ini akan menghasilkan distribusi acak ikatan C C dalam rantai polimer.
Depolimerisasi dari unit etilenoksida jauh lebih sulit dari pada unit oximethilen.
Kopolimerisasi memberikan stabilitas termal pada kopolimer asetal. Kopolimer
menunjukkan retensi yang baik ketika terkena udara panas pada suhu hingga 220F atau
air pada suhu 180F untuk jangka waktu yang lama. Untuk penggunaan intermittent, suhu
yang lebih tinggi dapat ditoleransi (Kalal, 1987).
b
Epoksi
Epoksi adalah bahan polimer yang di dalamnya terdapat kelompok epoksida terminal
reaktif. Resin epoksi yang sering digunakan adalah eter diglisidil A bisphenol (DGEBA)
(Ebewele. 2000).
Resin UreaFormaldehyde-(UF)
Contoh lain dari peningkatan sifat polimer kondensasi melalui kopolimerisasi
adalah pada resin urea-formaldehida (UF). Ikatan dengan resin UF merupakan ikatan
yang murah dan dapat dilakukan di berbagai kondisi luas. Namun, penggunaannya
dibatasai untuk interior dan aplikasi nonstruktural saja (Ebewele. 2000).
Beberapa faktor struktur molekul yang berkontribusi terhadap proses ini adalah (1)
distribusi rendah dan ketidakseragaman cross-link dalam resin UF (2) kerapuhan dari
resin. Untuk meminimalkan kekurangan ini, turunan urea fleksibel di dan trifunctional
amina dimasukkan ke dalam struktur resin UF melalui kopolimerisasi (Gambar 4.4).
Amina yang digunakan dalam kasus ini adalah turunan urea propilena oksida berbasis
triamin (Ebewele. 2000).
6
4.3.1
a
Reaksi Polisakarida
Turunan Selulosa
Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida
ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling tersebar di alam. Sumber
utama selulosa adalah kayu. Umumnya kayu mengandung sekitar 50% selulosa, bersama
dengan penyusun lainnya seperti lignin (Cowd, 1982).
Seluosa dibangun oleh rantai glukosa yang tersambung melalui -1,4. Rumus molekul
glukosa adalah C6H12O6. Selulosa adalah polisakarida-polimer alami yang terdiri dari
cincin glucosidic yang terhubung melalui jembatan oksigen jembatan (Gambar 4.5). Unit
pengulangnya memiliki tiga gugus hidroksil dan acetal linkage. Ikatan -(14) antar unit
anhydro-D-glucose memberikan linearitas pada molekul selulosa (Cowd, 1982).
anhidrida asam, atau asam halida. Esterifikasi diambil sampai selesai (triester) dan
kemudian dihidrolisis kembali. Viskositas dikendalikan dengan menahan reaksi pada
tahap asam sampai berat molekul berkurang pada tingkat yang diinginkan. Untuk plastik,
berat molekul relatif tinggi yang diinginkan, sedangkan untuk aplikasi perekat, pernis,
berat molekul yang lebih rendah yang lebih cocok (Cowd, 1982).
Etil selulosa merupakan paling penting dari eter selulosa. Komersial etil selulosa,
yang sekitar 2,4-2,5 grup etoksi per residu glukosa merupakan bahan cetakan yang
panasnya stabil dan memiliki sifat mudah terbakar yang rendah dan kekuatan yang tinggi.
Sehingga etil selulosa lebih fleksibel dan kuat bahkan pada suhu rendah, namun memiliki
penyerapan air yang relatif tinggi (Cowd, 1982).
b Pati dan Dekstrin
Pati adalah polimer alam berumus molekul (C6H10O5)n. Pati terdapat dalam terigu,
beras, kentang, tumbuhan hijau. Pati mengandung dua macam polimer yang struktur dan
massa molekul nisbinya berbe da, yakni amilosa dan amilopektin. Amilosa yang
menyusun 20-50 % pati alam dibentuk dari kesatuan glukosa yang bergabung melalui
ikatan -1,4 (Gambar 4.6). Komponen pati lainnya adalah amilopektin, yaitu polimer
rantai bercabang yang memiliki ikatan glikosida -1,6 disamping -1,4 (Gambar 4.7)
(Cowd, 1982).
(14) glikosidik. Struktur pati merupakan campuran molekul amilosa linier dan rantai
bercabang amilopektin (Cowd, 1982).
Dekstrin merupakan produk degradasi pati yang dihasilkan oleh pemanasan pati
dengan adanya atau tidak adanya agen hidrolitik. Berdasarkan pada kondisi konversi,
terdapat tiga jenis dekstrin yang dihasilkan: dekstrin putih, kuning (kenari), dan gusi
Inggris. Konversi mekanismenya kompleks, tetapi melibatkan pemecahan hidrolitik dari
molekul pati menjadi fragmen lebih kecil diikuti dengan penataan ulang repolymerization
ke dalam struktur polimer bercabang (Ebewele .2000).
hidrolisis
ASAM
POLIMER
ISASI
PANAS +
AIR +
ASAM
PANAS +
ASAM
FRAGME
DEXTRI
N
NN
HIDROLIS
Gambar 4.8. Hidrolisis dan Repolimerisasi selama proses dextrin dari Tepung (Ebewele
PATI
.2000)
4.3.2
a
Reaksi Silang
Campuran yang dihasilkan biasanya cairan kental yang dapat dituangkan, disemprot, atau
dibentuk menjadi bentuk yang diinginkan dan kemudian berubah menjadi padatan
thermosetting oleh reaksi silang (Ebewele. 2000).
Prepolimer poliester tak jenuh diperoleh dari kondensasi alkohol polihidrat dan asam
basa. Asam basa terdiri dari satu atau lebih asam jenuh dan/ atau asam tak jenuh. Asam
jenuh berasal dari anhidrida ftalat, asam adipat, atau asam isoftalik, sedangkan asam tak
jenuh biasanya dari anhidrida maleat atau asam fumarat. Alkohol polihidrat yang umum
digunakan adalah glikol (seperti etilen glikol, propilen glikol, dietilen glikol), gliserol,
sorbitol, dan pentaeritritol (Ebewele. 2000).
Vulkanisasi
Vulkanisasi merupakan istilah umum yang digunakan ke reaksi ikat silang polimer-
polimer, khususnya elastomer. Vulkanisasi adalah proses dimana suatu jaringan lintas-link
di gunakan dalam elastomer atau reaksi kimia yang menyebabkan molekul elastomer
yang linear mengalami reaksi sambung silang (crosslinking) sehingga menjadi molekul
polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi merubah karet yang bersifat
plastis (lembut) dan lemah menjadi karet yang elastis, keras dan kuat. Vulkanisasi juga
dikenal dengan proses pematangan, dan molekul elastomer yang sudah tersambung silang
dirujuk sebagai vulkanisasi elastomer. Vulkanisasi menurunkan aliran elastomer dan
meningkatkan kekuatan tarik dan modulus, namun mempertahankan diperpanjang nya
(Stevens, 1989).
Vulkanisasi, ditemukan oleh Goodyear pada tahun 1939, yakni pemanasan elastomer
dengan belerang merupakan proses yang lambat dan tidak efisien. Hal ini dapat
dipercepat dan limbah sulfur dikurangi secara substansial dengan penambahan sejumlah
10
kecil senyawa organik dan anorganik yang disebut akselerator. Akselerator membutuhkan
keberadaan aktivator atau promotor untuk berfungsi optimal. Beberapa akselerator yang
digunakan meliputi senyawa yang mengandung sulfur dan beberapa senyawa nonsulfur,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Beberapa akselarator yang digunakan dalam Vulkanisasi (Stevens, 1989).
Akselerator
2-mercaptobenzothiazole
Struktur
Tetramethylthioureadisulfide
S
S
(CH3)2 N C S S C N (CH3)2
Diphenylguanidine
S
(C4H9O C S-)2 Zn2+
Aktivator biasanya adalah oksida logam seperti zinc oxide. Penggunaan akselerator
dan aktivator meningkatkan efisiensi cross-linking dalam beberapa kasus menjadi kurang
dari dua atom sulfur per cross-link.
1 Karet
Karet merupakan politerpena yang disintesis secara alami melalui polimerisasi
enzimatik isopentil pirofosfat. Unit ulangnya adalah sama sebagaimana 1,4-poliisoprena.
Dimana isoprena merupakan produk degradasi utama karet (Stevens, 1989).
Bentuk utama dari karet alam, yang terdiri dari 97% cis-1,4-isoprena, dikenal
sebagai Hevea Rubber. Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri
dari 32-35% karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein,
sterol ester dan garam. Lateks biasa dikonversikan ke karet busa dengan aerasi mekanik
yang diikuti oleh vulkanisasi (Ebewele. 2000).
n CH2 = C CH = CH2
CH3
[ CH2 C = CH CH2 ]n
CH3
Natural rubber
Isoprene
[poly isoprene]
[2-methyl
butadiene]
Karet alam memiliki sifat-sifat antara lain, warnanya agak kecoklat-coklatan,
tembus cahaya atau setengah tembus cahaya, dengan berat jenis 0,91-093. Sifat
mekaniknya tergantung pada derajat vulkanisasi, sehingga dapat dihasilkan banyak jenis
sampai jenis yang kaku seperti ebonite. Temperatur penggunaan yang paling tinggi sekitar
99C, melunak pada 130C dan terurai sekitar 200C. Sifat isolasi listriknya berbeda
11
karena pencampuran dengan aditif. Namun demikian, karakteristik listrik pada frekuensi
tinggi, jelek. Sifat kimianya jelek terhadap ketahanan minyak dan ketahanan pelarut. Zat
tersebut dapat larut dalam hidrokarbon, ester asam asetat, dan sebagainya. Karet yang
kenyal agar mudah didegradasi oleh sinar UV dan ozon (Stevens, 1989).
Kebanyakan bahan elastis seperti logam yang digunakan sebagai per, perilaku
elastis disebabkan oleh distorsi ikatan. Ketika gaya bekerja, panjang ikatan menyimpang
dari kesetimbangan dan energi tarik disimpan secara elektrostatistik ( Purba. 2001).
Karet sering diasumsikan memiliki perilaku yang sama dengan hal tersebut tapi hal
ini merupakan gambaran yang kurang tepat. Karet merupakan material yang sangat unik
karena energi tarik disimpan melalui panas (Purba. 2001).
Dalam keadaan relaksasi, karet memanjang, menggulung rantai polimer yang
saling berhubungan di bagian dalam (interlink) pada beberapa titik. Diantara pasangan
rantai polimer yang saling berhubungan setiap monomer dapat dengan bebas berotasi
dengan ikatan lainnya. Pada temperatur kamar, karet menyimpan energi kinetik yang
cukup jadi setiap bagian berosilasi seperti tali yang digoyangkan secara cepat (Stevens,
1989).
Ketika karet ditarik, interlink menegang dan tidak dapat berosilasi lagi. Energi
kintiknya didapatkan sebagai panas yang berlebih. Oleh karenanya entropi akan
berkurang ketika karet berubah dari keadaan relaksasi ke keadaan tertarik. Relaksasi karet
bersifat endotermis dan karena alasan ini gaya yang digunakan saat sepotong karet
memanjang akan bertambah terhadap temperatur (Stevens, 1989).
2
ROOR
2 RO*
RO* + CH2 CH2
2 CH2CH
ROH + CH2CH
CH2 CH
CH2 CH
Efisiensi dari proses inibiasanya kurang dari satu cross-link per molekul peroksida
terdekomposid. Untuk meningkatkan efisiensi reaksi silang, sebagian kecil molekul tidak
jenuh dimasukkan ke dalam struktur polimer (Purba. 2001).
Untuk polisiloksan, kopolimerisasi dari sebgian kecil vinil-metilsilanol akan
meningkatkan lintas linkability seperti pada persamaan di bawah ini.
CH2
CH
CH3
HO Si OH + HO Si OH
CH3
CH3
CH2
CH CH3
O Si O Si O
CH3 CH3
12
4.3.3
Hidrolisis.
Poli(vinil alkohol) (PVA) dibuat dari proses hidrolisis (atau lebih tepatnya
alkoholisis) dari poli(vinil asetat) dengan metanol atau etanol. Reaksi dikatalisis oleh
asam dan basa. Namun, katalis basa biasanya digunakan karena lebih cepat dan bebas dari
reaksi samping (Purba. 2001).
CH
CH
+
nCH
C
OCH3
2
3
H+ or OHOH
n
RCH
4.3.4
dalam membuat produk polimer. Metode ini sangat baik digunakan untuk memperbaiki
13
beberapa sifat yang berbeda dari homopolimer atau polimer tunggalnya. Kopolimer blok
atau cangkok digunakan sangat luas dalam berbagai kebutuhan termasuk membuat
material yang tahan benturan, thermoplastik elastomer, kompatibilizer, polimer
emulsifier, membran dan sebagai sistem pembawa dalam sistem transportasi obat.
Struktur blok atau cangkok memberikan sumbangan yang besar untuk diproduksi secara
komersial dan hal ini sangat penting bagi industri karena kemudahan dalam
pengendaliannya baik melalui proses bulk atau larutan (Cowd, 1982).
a
Kopolimerisasi Blok
Kopolimer blok mengandung blok dari satu monomer yang dihubungkan dengan
blok monomer yang lain. Kopolimer blok biasanya terbentuk melalui proses polimerisasi
ionik. Untuk polimer ini, dua sifat fisik yang khas yang dimiliki dua homopolimer tetap
terjaga. Kopolimer blok dapat dibuat melalui beraneka metode. Salah satu diantaranya
melibatkan mekanisme anion. Pada tahap pertama satu macam monomer mempolimer
secara anion dan reaksi dibiarkan berlangsung sampai monomer itu habis. Kepada
polimer yang sedang tumbuh kemudian ditambahkan monomer kedua yang lalu
bergabung pada rantai membentuk blok kedua. Proses ini berulang sebanyak diperlukan.
Kopolimer balok yang banyak diperdagangkan adalah feniletena-buta-1,3-diena, yang
bercirikan karet lentuk-bahang (Cowd, 1982).
Pembuatan kopolimer blok membutuhkan kehadiran kelompok reaktif terminal.
Kopolimer blok dari butil akrilat-stirena dan akrilonitril-stirena telah disusun oleh
penyinaran butil akrilat atau akrilonitril yang mengandung inisiator fotosensitif
(misalnya, 1-azo-bis.1-cyanocyclohexane) dengan radiasi UV yang intensif. Sehingga
menciptakan radikal kaya monomer yang bila dicampur dengan stirena akan
menghasilkan kopolimer blok yang sesuai (Cowd, 1982).
Keberhasilan teknik kopolimer blok ini tergantung pada keadaan fisik polimer.
Tabel 4 menunjukkan beberapa kopolimer blok yang digunakan dalam teknik ini
Tabel 4.4. Variasi Kopolimer Blok (Ebewele. 2000).
Polimer
Monomer
Acrylamide
Acrylonitrile
Isobutylene
Acrylonitrile
Stryrene
Vinyldene chloride
Metyl acrylate
Vinyl chloride
Vinyllidene chloride
Methacrylonitrile
Acrylonitrile
14
Methacrylonitrile
co
vinyl
Methyl methacrylate
chloride
Methyl methacrylate
Methacrylonitrile
Styrene
Vinyldene chloride
fisika dari polimer. Ada tiga macam metode kopolimerisasi graft yaitu Grafting From,
Grafting Todan Grafting Through. Kopolimerisasi grafting from adalah pencangkokan
rantai cabang (graft) pada sisi aktif yang terdapat pada rantai utama (backbone).
Sedangkan pada metode grafting to, pembawa sisi aktif adalah rantai cabang. Pada
metode grafting through, adanya makromer dengan BM rendah dan sisi yang tidak jenuh
sehingga polimer yang sedang tumbuh dapat bereaksi pada sisi yang tidak jenuh
menghasilkan kopolimer graft (Stevens. 1989).
Mekanisme pembuatan rantai graft yang umum adalah menggunakan polimerisasi
radikal bebas yang mempunyai tig atahapan proses, diantaranya inisiasi, propagasi dan
terminasi Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator.
Sedangkan proses propagasi adalah proses pertumbuhan polimer sebagai akibat dari
penggabungan monomer-monomer ke dalam rantai radikal aktif yang kemudian
dilanjutkan dengan proses terminasi yang merupakan proses penghentian propagasi
(Stevens. 1989).
Ada tiga metode umum untuk mereparasi kopolimer-kopolimer cangkok:
1. Monomer dipolimerisasi dalam
jumlah
B
B
B
B
GRAFT
B
B GRAFT
A A A A A A A A A
B
BACKBON
B
GRAFT
E
B
Gambar 4.10. Model Sistematika Kopolimer Cangkok (Stevens. 1989).
Keuntungan dari proses kopolimerisasi cangkok adalah terbentuknya ikatan antara
dua monomer yang lebih kuat dibandingkan penggabungan yang terjadi hanya secara
fisik. Efisiensi proses kopolimerisasi secara umum dipengaruhi oleh berat molekul
primer, temperatur, konsentrasi monomer, serta viskositas internal kopolimer yang
terbentuk (Stevens. 1989).
Poliuretan
16
akan
meningkatkan
kompatibilitas
darah.
Biokompatibilitas
dan
isoprena,
butadiene,
stirena,
dan
metil
metakrilat.
Penghambatan nyala
Penghambatan nyala
biasanya
halogen
yang
mengandung
bahan
2,4,6
selulosa, poliakrilat, poli (vinil pirolidon), polioksietilena, poli (vinil alkohol), dan poli
(vinil asetat).
1. Mengontrol pelepasan obat
Tujuannya
17
tertentu pada polimer ini, ia memiliki ligan-ligan tertentu pada biomolekul pada
tubuh. Sehingga reaksi pada tubuh dapat bersifat spesifik .
pertumbuhan
TPE
adalah
persenyawaannya
yang
sederhana,
pembuatannya cepat, hasil samping mudah digunakan lagi (reuse) dan mudah didaur
ulang (recycle) (Purba. 2001).
Penggunaan elastomer yang murah dan termoplastik yang mahal akan menghasilkan
pengurangan dari segi biaya bahan, disamping itu dapat meningkatkan beberapa sifat
mekanik seperti kekuatan hentaman (impak) dan sifat-sifat lainnya. Di samping itu
penambahan bahan aditif yang murah juga dapat mengurangkan biaya bahan, ini
termasuk penggunaan bahan pengisi sebagai penguat dan bahan pengisi yang bukan
sebagai penguat (Purba. 2001).
Termoplastik elastomer mempunyai beberapa kelebihan dari segi penggunaannya
antaranya:
a
karet termoset, jadi produktivitas untuk karet TPE adalah lebih tinggi.
Setiap langkah pemprosesan karet termoset terdapat skrap yang terpaksa
dibuang. Sebaliknya skrap produk TPE dapat digunakan kembali dan
sudah tentu akan memurahkan biaya produksi, oleh sebab itu
pemprosesan TPE adalah lebih ringkas dan penggunaanya memerlukan
biaya yang lebih rendah.
18
4.6 Penutup
Modifikasi polimer merupakan suatu upaya untuk memperbaiki sifat-sifat polimer
sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang lebih baik. Tujuan dari modifikasi
19
Kopolimer adalah suatu polimer yang mengandung dua unit atau lebih monomer
yang secara kimia berbeda. Reaksi paska polimerisasi merupakan reaksi yang baik untuk
meningkatkan sifat polimer. Reaksi-reaksi ini dapat terjadi pada gugus reaktif yang
tersebar dalam polimer rantai. Reaksi tersebut diantaranya adalah ekstensi rantai, crosslinking, serta bentuk kopolimer blok dan cangkok.
Termoplastik elastomer (TPE) adalah suatu campuran atau senyawa polimer yang
merupakan gabungan dari sifat-sifat proses termoplastik dengan tampilan fungsi
elastomer konvensional. Faktor utama yang menjadi penyebab perkembangan
pertumbuhan TPE adalah persenyawaannya yang sederhana, pembuatannya cepat, hasil
samping mudah digunakan lagi (reuse) dan mudah didaur ulang (recycle).
DAFTAR PUSTAKA
Cowd, M.A. 1982. Kimia Polimer. Bandung: Penerbit ITB
Ebewele, R.O. 2000. Polymer Science and Technology. University of Benin:
Nigeria.
Jarowenko, W. 1977. Handbook of Adhesives, 2nd ed., Skeist, I., Ed. Van Nostrand
Reinhold. New York.
Kalal, J. 1987. Makromol. Chem. Macromol. Symp., 12, 259.
Purba. Michael. 2001. Kimia Jilid 3 untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Stevens, M. P. 1989. Polymer Chemistry. West Hartford: Oxford University Press,
Inc.
20